I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi di beberapa daerah kota/kabupaten di Indonesia diharapkan menghasilkan hasil yang baik dalam bidang apapun. Sehubungan dengan fungsi organisasi sektor publik sebagai penyedia layanan publik (public service provider) masih jauh dari harapan masyarakat yang pada akhirnya akan mengganggu efektivitas kinerja aparatur negara di daerah yang umumnya masih rendah. Ini bisa dirasakan dari pelayanan yang lamban maupun penyelesaian pembangunan daerah yang tidak tepat waktu. Padahal, semangat otonomi daerah melalui UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah semakin terbuka bagi setiap pemerintah daerah untuk dapat lebih mendekatkan pemerintah kepada masyarakat, sehingga disfungsional pemerintahan dapat ditekan dan mungkin dihindarkan. Pergeseran peran Pemda menuju model demokrasi, tentu menuntut peningkatan kualitas pelayanan publik. Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 ditegaskan bahwa pembangunan kesehatan merupakan slah satu bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah (provinsi) dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat lokal atas prakarsa sendiri menjadi sangat strategis dan menentukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka terima. Dengan demikian akan lebih mendekatkan akses masyarakat kepada organisasi sektor publik dalam hal ini RSUD. Selain membawa konsekuensi logis, maka akan lebih jelas tanggung jawab pihak RSUD terhadap pelayanan kepentingan masyarakatnya. Dalam arti luas, birokrasi dalam pelayanan publik akan mewujudkan suatu tata kepemerintahan yang baik (good governance). Sejalan dengan kondisi tersebut agar pelayanan RSUD kepada masyarakat memiliki standar dan prosedur pelayanan yang diharapkan, maka diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 228/Menkes/SK/II/2002 tentang pedoman penyusunan standar pelayanan minimum rumah sakit yang wajib dilaksanakan daerah. Untuk menilai apakah RSUD tersebut sudah masuk dalam kategori good governance, tentunya akan ada variabel variabel yang dirasa mendukung untuk terjadinya ketercapaian good governance agar kinerja pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Salah satu dar variabel variabel tersebut yang dirasa penting adalah komitmen organisasi. Agar penggunaan dan pengelolaan anggaran sesuai dengan tujuan maka aspek ekonomis, efisien dan efektif (value of money) harus dipertimbangkan oleh setiap SKPD. Value of money akan dapat terwujud jika didukung adanya komitmen semua individu dalam organisasi atau yang sering dsebut komitmen organisasi. Komitmen organisasi dapat tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan hak dan kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal ini disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota organisasi yang bersifat kolektif.
Dengan komitmen maka akan tercipta organisasi/perusahaan yang economy, effeciency, dan effectiveness untuk menciptakan good governance dalam institusi, yang pada akhirnya akan bermuara pada kinerja organisasi sektor publik (RSUD). Organisasi publik mengukur keberhasilan mereka melalui kemampuan mengatur pengeluaran sejumlah anggaran yang berwujud pada kebutuhan masyarakat, instansi pemerintah lain dan pemerintah pusat (stakeholders). Dengan demikian, fokus utama organisasi pemerintah bukan pada pencapaian tujuan finansial namun pada tujuan yang berfokus pada pelanggan, yang dalam hal ini adalah masyarakat dan pemerintah pusat. Para pejabat pemerintah dapat mulai mendefinisikan segmen masyarakat yang dilayani, dan kemudian memilih tujuan dan ukuran kinerja untuk segmen tersebut. Pernyataan visi, misi dan strategi organisasi pemerintah yang berfokus pada masyarakat harus diterjemahkan dalam tujuan yang spesifik yang berorientasi pada masyarakat dan dikomunikasikan ke seluruh organisasi. Dengan demikian penilaian kinerja yang tepat adalah dengan menggunakan Balanced Scorecard (BSC). Dewasa ini, BSC bukan hanya digunakan oleh organisasi bisnis tapi juga oleh organisasi publik. BSC dapat membantu organisasi publik dalam mengontrol keuangan dan mengukur kinerja organisasi (Modell 2004). Pendekatan BSC ini memadukan pengukuran finansial dan pengukuran non finansial yang sangat cocok untuk mengukur kinerja lembaga atau organisasi sektor publik. Balanced scorecard terdiri empat perspektif yaitu : (1) perspektif keuangan, (2) perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal, dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan & Norton, 1996), Hongren, Foster, dan Datar, 2000). Banyak penelitian mengenai bagaimana penilaian kinerja organisasi sektor publik dengan menggunakan BSC yang telah dilakukan. Di Indonesia penilaian kinerja dengan menggunakan BSC memang belum menarik perhatian. Hal ini dikarenakan penilaian
kinerja dengan menggunakan metode BSC masih sangat sulit dan memakan waktu. Di Indonesia beberapa peneliti atas penilaian kinerja organisasi sektor publik dengan menggunakan BSC antara lain Laurensius (2005), Wartaka (2007), Nurul & Prasetyono (2007). Laurensius (2005), menjelaskan bahwa meskipun literatur tentang pengukuran kinerja telah lama ada, namun di organisasi publik, pemanfaatan ukuran-ukuran kinerja masih menjadi sesuatu yang problematik. Maka dalam penelitiannya dijelaskan beberapa faktor-faktor rasional, yaitu ketentuan eksternal, sumberdaya, informasi dan orientasi tujuan, berpengaruh secara signifikan terhadap adopsi ukuran kinerja di Instansi Pemerintah. Namun, penelitian ini tidak berhasil membuktikan pengaruh ketentuan internal terhadap pengadopsian suatu ukuran kinerja. Wartaka (2007), mengkaji literatur-literatur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja organisasi sektor publik dengan metode BSC yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman, gambaran dan keunggulan yang komprehensif atas pengukuran kinerja organisasi sektor publik dengan menggunakan metode BSC. Nurul & Prasetyono (2007), mengetengahkan tentang peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dengan biaya terjangkau sebagai upaya perbaikan kinerja RSUD sebagai latarbelakangnya. Dalam penelitian ini terdapat permasalahan yang diangkat adalah seberapa besar pengaruh komitmen organisasi, pengendalian intern dan good governance secara simultan ataupun parsial terhadap kinerja organisasi RSUD. Berdasarkan uraian diatas maka judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Pengaruh Komitmen Organisasi Dengan Good Governance Sebagai Variabel Intervening Terhadap Kinerja Pada Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandarlampung.
1.2 Identifikasi Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah Penyelenggaraan kinerja dari organisasi sektor publik yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai bila dalam penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi terjalin hubungan yang mendukung. Ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti, good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang berwibawa dan memiliki visi yang jelas. Berdasarkan uraian yang melatar belakangi penelitian ini, maka peneliti merumuskan berbagai permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja RSUDAM Bandarlampung? 2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap good governance pada RSUDAM Bandarlampung? 3. Apakah good governance berpengaruh terhadap kinerja RSUDAM Bandarlampung? 4. Apakah komitmen organisasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja RSUDAM Bandarlampung melalui good governance? 1.2.2 Batasan Masalah Untuk memfokuskan penelitian ini agar mempunyai ruang lingkup dan arah penelitian yang jelas, pembatasan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan objek penelitian RSUDAM Bandarlampung. 2. Data primer yang atas komitmen organisasi, good governance dan kinerja RSUDAM Bandarlampung yang diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja RSUDAM Bandarlampung. 2. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap good governance pada RSUDAM Bandarlampung. 3. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa good governance berpengaruh terhadap kinerja RSUDAM Bandarlampung. 4. Untuk memperoleh bukti empiris bahwa komitmen organisasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja RSUDAM Bandarlampung melalui good governance. 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai sarana bagi peneliti dalam memahami, menambah, dan mengaplikasikan pengetahuan teoritis yang telah dipelajari. 2. Sebagai bahan referensi dan informasi untuk menambah wawasan bagi pihak- pihak yang berminat dalam bidang sektor publik.
3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris dari penelitian- penelitian sebelumnya mengenai komitmen organisasi, good governance dan kinerja RSUDAM.