LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2015

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH II TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Energy Conservation in the Industry by Utilizing Renewable Energy or Energy Efficiency and Technology Development. Jakarta, 19 Agustus 2015

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN FASILITASI INDUSTRI WILAYAH I TAHUN 2015

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM KUNJUNGAN KEIDANREN JEPANG. Jakarta, 9 April Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM PANGAN BARANG DARI KAYU DAN FURNITUR TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO TAHUN 2016

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PENGEMBANGAN WILAYAH INDUSTRI II TAHUN 2016

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

PEMBANGUNAN PARIWISATA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT IKM LMEA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2015 Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Suprapti NIP Laporan Kinerja Tahun 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET)

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

REPOSISI KAPET 2014 BAHAN INFORMASI MENTERI PEKERJAAN UMUM

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

DAFTAR ISI Hal Daftar Isi... i Daftar Tabel... ii Daftar Gambar... v Daftar Lampiran... vi

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Ir. Bambang Santosa, M.Sc NIP

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI DEDI MULYADI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kementerian Perindustrian

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

RENCANA KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN ANGGARAN 2015 JAKARTA, APRIL 2014

Jakarta, Desember Direktur Rumah Umum dan Komersial

ISU STRATEGIS, PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

Transkripsi:

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) 2015 DIREKTORAT PENGEMBANGAN DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta 12950 Document Name Your Company Name (C) Copyright (Print Date) All Rights Reserved 1

DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... v BAB I PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi... 1 B. Struktur Organisasi... 2 C. Latar Belakang Kegiatan/Program... 6 BAB II HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI, PERENCANAAN, DAN PERJANJIAN KINERJA A. Hasil-hasil Pembangunan... 12 B. Arah Pembangunan... 17 C. Rencana dan Penetapan Kinerja... 24 1. Sasaran Strategi dan Indikator Kinerja Utama... 24 D. Rencana Kegiatan TA 2015... 27 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Analisis Capaian Kinerja... 29 1. Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB... 30 2. Meningkatnya unit usaha industri besar sedang... 34 3. Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor industri... 35 4. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri... 37 5. Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri... 39 B. Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif Tupoksi Tahun 2015... 46 C. Analisis Capaian Kinerja Sasaran Strategis Perspektif Kelembagaan Tahun 2014... 58 D. Akuntabilitas Keuangan... 59 BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan... 62 ii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Kontribusi Penyumbang PDB Menurut Lokasi (Persen) Jumlah Industri Pengolahan Besar dan Sedang, Jawa dan Luar Jawa, Tahun 2001-2008 Persebaran Kawasan Industri di Indonesia Luas Lahan Kawasan Industri di Beberapa Pulau Besar Indonesia pada Tahun 2013 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif stakeholder Tabel 6. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif Tupoksi Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif Kelembagaan Tabel 8. Program Kegiatan Dit. PFI Wilayah III TA 2014 Tabel 9. Pangsa Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur terhadap Total PDRB Wilayah Menurut Wilayah (Atas Dasar Harga Konstan) Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Perkembangan Nilai LQ Sektor Industri Manufaktur menurut Provinsi Kontribusi Sektor Industri Manufaktur di Jawa dan Luar Jawa Kontribusi Sektor Industri Manufaktur Menurut Wilayah Pengelompokkan Sektor Industri Manufaktur Menurut Propinsi Berdasarkan Nilai Pertumbuhan dan LQ Berdasarkan Rata-Rata Tahun 2010-2013 Perkembangan Investasi PMDN Menurut Sektor Investasi PMDN Q3 Tahun 2014 Menurut Propinsi Investasi PMDN Tahun 2014 di Wilayah III Perkembangan Investasi PMA Menurut Sektor iii

Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Investasi PMA Tahun 2014 Menurut Propinsi di Wil. III Investasi PMA Tahun 2014 di Wilayah III Perbandingan Ekspor Non-Migas Tahun 2013 dan 2014 Menurut Provinsi Tabel 21. Pencapaian Sasaran Program 1 Tabel 22. Pencapaian Sasaran Program 2 Tabel 23. Pencapaian Sasaran Program 3 Tabel 24. Pencapaian Sasaran Program 4 Tabel 25. Pencapaian Sasaran Program 5 Tabel 26. Fasilitasi Bantuan Mesin / Peralatan Tabel 27. Realisasi Kegiatan Pembangunan Infrastruktur APBN-P Tabel 28. Realisasi Anggaran Kegiatan Ditjen PFI III T.A 2015 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Gambar 2. Peranan Wilayah/Pulau Dalam Pembentukan PDB Nasional Triwulan II-2014 (persen) Gambar 3. Pertumbuhan Sektor Industri Tahun 2001-2012 Gambar 4. Nilai Rata-Rata LQ Tahun 2010-2014 Sektor Industri Manufaktur Menurut Gambar 5. Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Tahun 2001-2014 Gambar 6. Perkembangan Investasi PMdn Tahun 2010-2014 Menurut Wilayah Gambar 7. Perkembangan Investasi PMA Tahun 2008-2012 Menurut Wilayah v

BAB I PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III merupakan salah satu unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri di lingkungan Kementerian Perindustrian yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 105 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor: 105/M-IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, maka Tugas Pokok Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri menyelenggarakan Fungsi yaitu: a. Penyiapan perumusan kebijakan pengembangan fasilitasi industri termasuk penyiapan penetapan peta panduan pengembangan industri unggulan provinsi dan peta panduan pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota serta pengembangan kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; 1

d. Penyiapan bimbingan teknis dan evaluasi teknis pengembangan fasilitasi industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua; dan e. Pelaksanaan urusan tata usaha dan manajemen kinerja Direktorat PFI wilayah III. B. Struktur Organisasi Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi seperti pada bagian A di atas, unit organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dibagi menjadi 3 (tiga) unit Eselon III, dengan struktur seperti pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III Direktur Subbag Tata Usaha dan Manajemen Kinerja Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kab/Kota Subdirektorat Kawasan Industri 1. Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi menyelenggarakan fungsi: 2

a. analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Industri Unggulan Provinsi terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Analisis Industri Unggulan Provinsi mempunyai tugas melakukan analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Monitoring dan Evaluasi Industri Unggulan Provinsi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan industri unggulan provinsi wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 2. Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota Mempunyai tugas penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 3

Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota menyelenggarakan fungsi: a. analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Analisis Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan analisis dan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Monitoring dan Evaluasi Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan dan evaluasi di bidang pengembangan kompetensi inti industri kabupaten/kota wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (3) Subdirektorat Kawasan Industri Subdirektorat Kawasan Industri mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di 4

bidang pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Dalam melaksanakan tugas di atas, Subdirektorat Kawasan Industri menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan infrastruktur pendukung kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; dan b. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Subdirektorat Kawasan Industri terdiri atas 2 unit eselon IV: (1) Seksi Pengembangan Infrastruktur Pendukung mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengembangan infrastruktur pendukung kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. (2) Seksi Fasilitasi Pengembangan Kawasan Industri mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang fasilitasi pengembangan dan promosi kawasan industri wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. 5

(4) Subbagian Tata Usaha dan Manajemen Kinerja Mempunyai tugas melakukan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, surat menyurat, kearsipan, dokumentasi, dan manajemen kinerja Direktorat. C. Latar Belakang Kegiatan/Program Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebijakan bidang ekonomi diarahkan untuk meningkatkan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada transformasi industri yang berkelanjutan, sehingga perekonomian Indonesia akan berbasis kepada nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi. Industri-industri strategis ekonomi domestik akan lebih digiatkan dengan prioritas pada penguatan kedaulatan pangan, kemaritiman, kedaulataan energi serta upaya untuk mendorong industri pengolahan dan perekonomian yang lebih mandiri. Salah satu permasalahan utama yang akan dihadapi pada periode ini adalah Penguatan struktur ekonomi, berupa penguatan sektor primer, sekunder dan tersier secara terpadu, dengan sektor sekunder menjadi penggerak utama perubahan tersebut. Kemajuan sektor industri pengolahan masih berjalan lambat. Padahal agar perekonomian bergerak lebih maju sektor industri pengolahan harus menjadi motor penggerak Arah Kebijakan pembangunan industri berdasarkan RPJMN 2015-2019 antara lain : 1. Pengembangan Perwilayahan Industri di luar Pulau Jawa: (a) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri terutama yang berada dalam Koridor ekonomi; (b) Kawasan Peruntukan Industri; (c) Kawasan Industri; dan (d) Sentra IKM. 2. Penumbuhan Populasi Industri dengan menambah paling tidak sekitar 9 ribu usaha industri berskala besar dan sedang dimana 50 persen 6

tumbuh di luar Jawa, serta tumbuhnya Industri Kecil sekitar 20 ribu unit usaha. Strategi utama penumbuhan populasi adalah dengan mendorong investasi baik melalui penanaman modal asing maupun modal dalam negeri, 3. Peningkatan Daya Saing dan Produktivitas (Nilai Ekspor dan Nilai Tambah Per Tenaga Kerja) Undang Undang No 3 Tahun 2014 pada pasal 14 telah disebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Perwilayahan Industri. Perwilayahan industri dilakukan dengan paling sedikit memperhatikan: a. Rencana tata ruang wilayah b. Pendayagunaan potensi sumber daya wilayah secara nasional c. Peningkatan daya saing industri berlandaskan keunggulan sumber daya yang dimiliki daerah. Peningkatan nilai tambah sepanjang rantai nilai Perwilayahan industri dilaksanakan melalui: d. Pengembangan wilayah pusat pertumbuhan industri; e. Pengembangan kawasan peruntukkan industri; f. Pembangunan kawasan industri; g. Pengembangan sentra industri kecil dan industri menengah. Strategi pengembangan perwilayahan industri yang digarisbawahi pada Undang undang No. 3 Tahun 2014 adalah pembangunan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, Kawasan Peruntukkan Industri, Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Menengah 7

Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri adalah Suatu wilayah dengan karakteristik tertentu yang berpotensi untuk menumbuhkan dan mengembangkan industri tertentu yang akan berperan sebagai penggerak utama (prime mover) bagi pengembangan wilayah tersebut serta membawa peningkatan pertumbuhan industri dan ekonomi pada wilayah lain di sekitarnya dalam suatu wilayah regional atau provinsi dengan batas-batas yang jelas. Kriteria yang dimilik daerah dalam suatu WPPI antara lain : potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas); ketersediaan infrastruktur transportasi; kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar pulau jawa; penguatan dan pendalaman rantai nilai; kualitas dan kuantitas SDM; memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air); memiliki potensi sumber daya air industri; memiliki potensi dalam pewujudan industri hijau; dan kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Industri penggerak utama untuk setiap WPPI dan industri lainnya harus berada di dalam lokasi Kawasan Peruntukkan Industri. Pengembangan KPI dilakukan dengan mengacu pada RTRW masingmasing kabupaten/kota. KPI merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang belum/tidak memiliki kawasan industri, 8

atau telah memiliki kawasan industri tetapi kavlingnya sudah habis. Bagi kabupaten/kota yang tidak termasuk dalam WPPI dan tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, pengembangan industrinya dapat dilakukan sepanjang berada di dalam KPI. Kawasan Industri yang akan dibangun diprioritaskan pada daerahdaerah yang berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur industri di WPPI. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak swasta. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM) dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja. Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan sasaran sebagai berikut: 9

Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas luar Jawa dibanding Jawa dari 27,22% : 72,78 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun 2035. Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan nonmigas di luar Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional; Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan ketersediaan dengan lahan sekitar luas 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di luar Jawa sampai dengan tahun 2035; Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap Kabupaten/Kota mempunyai minimal satu Sentra IKM; Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pengembangan wilayah adalah mewujudkan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri berlandaskan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah tersebut diarahkan untuk memantapkan penataan pengembangan kewilayahan industri dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing daerah yang didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan misi Kementerian Perindustrian tahun 2015 diantaranya mendorong peningkatan nilai tambah industri; memfasilitasi penguasaan teknologi industri; dan mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. Arah pembangunan industri kewilayahan yang hendak dicapai pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing daerah, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik yang menyangkut penyerapan tenaga kerja, peningkatan investasi dan kredit yang 10

digunakan, maupun dalam memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal. Konsep dasar pengembangan industri kewilayahan dengan mengaitkan dan mensinergikan aspek utamanya, yaitu kewajiban membangun kompetensi inti industri daerah, ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan membangun jejaring (kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan akademisi) dan dukungan fasilitas infrastruktur industri termasuk peningkatan sumber daya manusia yang berbasis ilmu dan teknologi. Kontribusi wilayah Jawa dan Bali relatif lebih maju dan berkembang dibanding wilayah lainnya, namun seiring dengan perubahan lingkungan strategis dan sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional maka pusat-pusat industri baru akan tumbuh di koridor Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua dengan mengembangkan potensi sumber daya yang ada. Pada dasarnya pembangunan sektor industri di daerah diserahkan kepada peran aktif pemerintah daerah, sektor swasta, sementara pemerintah pusat lebih banyak berperan sebagai fasilitator yang mendorong dan memberikan berbagai kemudahan bagi aktivitas-aktivitas sektor swasta. 11

BAB II HASIL PEMBANGUNAN INDUSTRI DAN PERJANJIAN KINERJA A. Hasil - Hasil Pembangunan Pembangunan Industri merupakan salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional, yang diarahkan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan industri yang berkelanjutan yang didasarkan pada aspek pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Saat ini pembangunan industri sedang dihadapkan pada persaingan global yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan Industri nasional. Peningkatan daya saing Industri dilakukan agar produk Industri nasional mampu bersaing di dalam negeri maupun luar negeri. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian telah meletakkan industri sebagai salah satu pilar ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada pemerintah untuk mendorong kemajuan industri nasional secara terencana. Peran tersebut diperlukan dalam mengarahkan perekonomian nasional untuk tumbuh lebih cepat dan mengejar ketertinggalan dari negara lain yang lebih dahulu maju. Untuk memperkuat dan memperjelas peran pemerintah dalam pembangunan industri nasional, perlu disusun perencanaan pembangunan industri nasional yang sistematis, komprehensif, dan futuristik dalam wujud Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 yang selanjutnya disebut RIPIN 2015-2035. Penyusunan RIPIN 2015-2035 selain dimaksudkan untuk melaksanakan amanat ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga dimaksudkan untuk mempertegas keseriusan pemerintah dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan perindustrian, yaitu: Mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional; Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri; 12

Mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau; Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat; Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja; Mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Pemerintah telah membuat sasaran pembangunan industri nasional yang terdapat dalam PP No 14 Tahun 2015, yaitu : Sasaran Kualitatif : Meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen); Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal, serta meningkatkan ekspor produk industri; Tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Indonesia; Meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri nasional; Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi; Meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sector industri; dan Menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang berbasis sumber daya alam. 13

Sasaran Kuantitatif sampai tahun 2035 NO Indikator Pembangunan Industri Satuan 2015 2020 2025 2035 1 Pertumbuhan sektor industri nonmigas % 6,8 8,5 9,1 10,5 2 3 Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor % 21,2 24,9 27,4 30,0 % 67,3 69,8 73,5 78,4 4 Jumlah tenaga kerja di sektor industri Juta orang 15,5 18,5 21,7 29,2 5 6 Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas % 14,1 15,7 17,6 22,0 % 43,1 26,9 23,0 20,0 7 Nilai Investasi sektor industri Rp Trilyun 270 618 1.000 4.150 8 Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa % 27,7 29,9 33,9 40,0 Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional yang berisi arahan, sasaran dan kebijakan Pengembangan Industri Nasional ke depan. Dalam penjelasan Perpres 28/2008 dijelaskan bahwa Penentuan Bangun Industri dilakukan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut: Memilih industri yang memiliki daya saing tinggi, yang diukur berdasarkan analisis daya saing internasional, untuk didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi tulang punggung sektor ekonomi di masa akan datang; Memilih produk-produk unggulan daerah (provinsi,kabupaten/kota) untuk diolah dan didorong agar tumbuh dan berkembang menjadi kompetensi inti industri daerah, dan menjadi tulang punggung perekonomian regional; Memilih dan mendorong tumbuhnya industri yang akan menjadi industri andalan masa depan. 14

Tujuan pembangunan industri jangka panjang yang dijelaskan dalam Perpres 28/2008 adalah membangun industri dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan, yang didasarkan pada tiga aspek yang tidak terpisahkan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan lingkungan hidup. Sedangkan tujuan pembangunan sektor industri jangka menengah ditetapkan bahwa industri: Harus tumbuh dan berkembang sehingga mampu memberikan sumbangan nilai tambah yang berarti bagi perekonomian dan menyerap tenaga kerja secara berarti; Mampu menguasai pasar dalam negeri dan meningkatkan ekspor; Mampu mendukung perkembangan sektor infrastruktur; Mampu memberikan sumbangan terhadap penguasaan teknologi nasional; Mampu meningkatkan pendalaman struktur industri dan mendiversifikasi jenis-jenis produksinya; serta Tumbuh menyebar ke luar Pulau Jawa. Kementerian Perindustrian akan terus berupaya untuk melakukan pemerataan dan penyebaran industri ke seluruh wilayah Indonesia. Gambar 3. Target Penyebaran Industri Berdasarkan amanat UU No. 3/2014 tentang Perindustrian percepatan penyebaran pembangunan industri dilaksanakan melalui perwilayahan 15

industri. Perwilayahan Industri adalah strategi pengembangan industri dengan menggunakan pendekatan perwilayahan untuk mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan industri berdasarkan potensi dan kesesuaian sumber daya wilayah tanpa dibatasi oleh kewenangan batas administrasi provinsi dan atau kabupaten/kota. Perwilayahan Industri yang diamanatkan oleh UU No. 3/2014 tentang Perindustrian dilaksanakan melalui: a. Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI); b. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri (KPI); c. Pembangunan Kawasan Industri (KI); dan d. Pengembangan Sentra Industri kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM). Perkembangan fasilitasi Identifikasi Potensi Pengembangan Perwilayahan Industri yang telah dilaksanakan oleh Ditjen PPI sampai dengan tahun 2015 telah menghasilkan 7 wilayah WPPI antara lain : WPPI Bitung-Manado-Tomohon-Minahasa-Minahasa Utara WPPI Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi WPPI Morowali WPPI Konawe-Kolaka WPPI Pulau Morotai-Halmahera Timur-Halmahera Tengah WPPI Takalar-Jeneponto-Bantaeng-Makassar-Maros-Gowa Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri per Juli Tahun 2013, jumlah KI di Indonesia yang menjadi anggota sebanyak 52 perusahaan, dengan luas area 29.601,05 Ha, yang telah terbangun seluas 11.190,50 Ha. Jumlah perusahaan yang berada dalam KI tersebut sebanyak 8.727 unit dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3.390.800 orang. Disamping itu, Kawasan Industri mempunyai peranan yang sangat strategis dalam hal menyumbang perolehan devisa negara, dikarenakan perusahaan yang berada dalam kawasan industri pada umumnya industri yang berorientasi ekspor. Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri (HKI), estimasi nilai ekspor dari Kawasan Industri sebesar US$ 47,4 milliar/tahun atau 41% dari total 16

ekspor non migas. Sedangkan estimasi nilai investasi diperkirakan sebesar US$ 20-25 milliar per tahun. Tabel 3. Persebaran Kawasan Industri di Indonesia Sumber : Hasil Survey 2013 Tabel 4. Luas Lahan Kawasan Industri di Beberapa Pulau Besar Indonesia pada Tahun 2013 Sumber : Hasil Survey 2013 B. Arah Pembangunan Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, pembangunan industri diarahkan pada industri yang mengolah Sumber Daya Alam, pembangunan industri yang memperkuat kemampuan pembangunan jaringan interaktif, komunikasi dan informasi, pengembangan industri yang mampu merespon dinamika pasar dalam negeri maupun global 17

dan membangun industri yang memperkuat integrasi ekonomi nasional, kemandirian bangsa dan keberlangsungan industri ke depan. Salah satu misi pembangunan jangka panjang yang terkait dengan pengembangan wilayah adalah mewujudkan pemerataan dan penyebaran pembangunan industri berlandaskan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah tersebut diarahkan untuk memantapkan penataan pengembangan kewilayahan industri dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing daerah yang didukung infrastruktur yang memadai. Berdasarkan misi Kementerian Perindustrian tahun 2015 diantaranya mendorong peningkatan nilai tambah industri; memfasilitasi penguasaan teknologi industri; dan mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa. Strategi pengembangan perwilayahan industri menurut RPJMN 2015-2019 adalah: Memfasilitasi pembangunan 14 Kawasan Industri (KI) yang mencakup: (i) Bintuni - Papua Barat; (ii) Buli - Halmahera Timur-Maluku Utara; (iii) Bitung Sulawesi Utara, (iv) Palu - Sulawesi Tengah; (v) Morowali - Sulawesi Tengah; (vi) Konawe Sulawesi Tenggara; (vii) Bantaeng - Sulawesi Selatan; (viii) Batulicin - Kalimantan Selatan; (ix) Jorong - Kalimantan Selatan; (x) Ketapang - Kalimantan Barat; (xi) Landak Kalimantan Barat, (xii) Kuala Tanjung, Sumatera Utara, (xiii) Sei Mangke Sumatera Utara; dan (xiv) Tanggamus, Lampung. Membangun paling tidak satu kawasan industri di luar Pulau Jawa. Membangun 22 Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang trdiri dari 11 di Kawasan Timur Indonesia khususnya Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur), dan 11 di Kawasan Barat Indonesia. Berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam membangun infrastruktur utama (jalan, listrik, air minum, telekomunikasi, pengolah limbah, dan logistik), infrastruktur pendukung tumbuhnya industri, 18

dan sarana pendukung kualitas kehidupan (Quality Working Life) bagi pekerja. Arah pembangunan industri kewilayahan yang hendak dicapai pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing daerah, yang diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik yang menyangkut penyerapan tenaga kerja, peningkatan investasi dan kredit yang digunakan, maupun dalam memberikan pendapatan bagi masyarakat lokal. Konsep dasar pengembangan industri kewilayahan dengan mengaitkan dan mensinergikan aspek utamanya, yaitu kewajiban membangun kompetensi inti industri daerah, ditunjang oleh kemampuan dalam melakukan membangun jejaring (kerjasama antara pemerintah, dunia usaha dan akademisi) dan dukungan fasilitas infrastruktur industri termasuk peningkatan sumber daya manusia yang berbasis ilmu dan teknologi. Ciri utama suatu pembangunan industri yang berdasarkan pada basis industri kewilayahan adalah menekankan pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal, yang memanfaatkan potensi sumber daya manusia lokal, sumber daya instruktusional lokal, sumber daya fisik lokal dan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mewujudkan industri kewilayahan adalah melalui fasilitasi terbangunnya infrastruktur keindustrian, kelembagaan dan sumber daya manusia. PP No 14 Tahun 2015 menjabarkan Penahapan capaian pembangunan industri prioritas dilakukan untuk jangka menengah dan jangka panjang. Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), tahapan dan arah rencana pembangunan industri nasional diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap I (2015-2019) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif melalui penyiapan SDM 19

yang ahli dan kompeten di bidang industri, serta meningkatkan penguasaan teknologi. 2. Tahap II (2020-2024) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas. 3. Tahap III (2025-2035) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi. Tahapan pembangunan industri secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4. Tahapan Pembangunan Industri Nasional Arah kebijakan dan strategi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III adalah sebagai berikut: 1. Sulawesi Sulawesi sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional. Dalam Koridor Ekonomi Sulawesi, dua sektor yang menjadi sektor unggulan adalah sektor pangan (pertanian, 20

perkebunan, perikanan) dan sektor pertambangan. Di dalam sektor pangan, sub sektor dengan peranan yang paling besar adalah pertanian (padi, jagung), perkebunan (kakao, kelapa), dan perikanan, dengan kontribusi total hampir mencapai 40%. Nikel adalah penyumbang PDRB terbesar untuk sektor pertambangan di Koridor Ekonomi Sulawesi. Beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk sektor pangan. Pertama, peningkatan produktivitas melalui penggunaan teknologi (irigasi dan traktor) yang tepat guna, keberadaan pupuk dan bibit yang berkualitas, serta peningkatan pengetahuan petani. Kedua, mengurangi kehilangan pasca panen melalui peningkatan kualitas penyimpanan, pengembangan mekanisme pembelian yang efektif, dan perbaikan akses jalan untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak perantara dagang. Khususnya untuk sektor perkebunan, perlu juga dilakukan rehabilitasi dan intensifikasi perkebunan, termasuk pengelolaan perkebunan yang lebih baik. Industri perikanan memiliki resiko penangkapan ikan berlebih, oleh karenanya perlu ada pengaturan dan pengawasan yang lebih ketat mengenai aktivitas penangkapan ikan. Perlu juga diberikan pendidikan kepada nelayan untuk memastikan penggunaan metode penangkapan yang lebih baik. Untuk analisa sektor fokus nikel, Sulawesi memiliki 3 lokasi dengan cadangan nikel berlimpah seperti Soroako, Morowali, dan Kolaka. Percepatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi terutama bersumber dari: Peningkatan produktivitas areal pertanian dan perkebunan di Sulawesi Pengembangan industri hilir pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan yang bernilai tambah tinggi Peningkatan investasi dalam sektor pertambangan nikel, serta pengembangan industri pengolahan nikel yang bernilai tambah tinggi Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung datangnya dan berkembangnya industri 21

2. Nusa Tenggara Nusa Tenggara bersama Bali sebagai Pintu gerbang industri pariwisata dan Pendukung pangan nasional. Sektor pangan terdiri dari pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Dari antara sub sektor tersebut, pertanian padi adalah sub sektor terbesar, dengan kontribusi lebih dari 50% total pendapatan sektor pangan. Di samping itu, sektor peternakan dan juga budidaya laut, meskipun pada saat ini belum sebesar pertanian, namun mempunyai daya tarik dan potensi yang tinggi, terutama sebagai pendorong laju ekspor. Saat ini hasil kelautan merupakan salah satu hasil ekspor terbesar dari koridor. Sektor pariwisata terbentuk bukan hanya oleh bisnis perhotelan dan rumah makan, tetapi juga mencakup jasa-jasa (misalnya agen perjalanan, jasa pemandu wisata), transportasi, dan perdagangan. Selain itu sektor pariwisata memiliki keterkaitan terhadap industri lain, seperti industri kerajinan tangan. Strategi di bidang kepariwisataan : Peningkatan pemasaran yang terpadu Penyebaran daerah wisata juga diharapkan akan meningkatkan kenyamanan tinggal para wisatawan dan dengan sendirinya memperbesar tingkat kepuasan pengunjung. Salah satu segmen up market yang belum dikembangkan secara penuh adalah pasaran cruise atau wisata pesiar. Nusa Tenggara yang merupakan Koridor Bali-Nusa Tenggara adalah salah satu sentra penghasil beras di Indonesia, dengan produksi mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun, yaitu 6% produksi beras nasional. Tingkat produktivitas pertanian koridor juga termasuk di atas rata-rata, yaitu 5.5 ton/ha. Di samping pertanian, peternakan juga adalah sub-sektor andalan, terutama di daerah Lombok dan Sumbawa. Sementara itu, hasil perikanan dan kelautan, seperti mutiara, rumput laut, dan ikan laut, adalah produksi ekspor andalan di hampir seluruh bagian koridor. Strategi di bidang pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan : 22

Peningkatan produktivitas lahan dengan pendekatan yang menyeluruh Penyebaran penerapan best practices Pemerintah juga harus memperkuat rantai nilai pertanian Peningkatan produktivitas hasil kelautan harus dikembangkan bukan hanya melalui penangkapan, tapi juga terutama melalui pengembangan budidaya Peningkatan pelatihan peternak dan alih teknologi tepat guna Percepatan pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara terutama bersumber dari: Peningkatan terutama nampak jelas pada sektor pariwisata, di mana pendapatan riil akan meningkat 7x lipat, didorong oleh peningkatan jumlah wisatawan dan juga pertumbuhan pendapatan per kunjungan. Sektor pertanian hanya tumbuh kurang dari 2x karena terbatas oleh pengembangan luas lahan. Namun peningkatan hasil tani diharapkan akan meningkatkan ketahan pangan daerah. Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung datangnya dan berkembangnya industri. 3. Maluku dan Papua Papua dan Maluku sebagai tempat Produksi dan Pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan SDM yang sejahtera. Dalam koridor Papua dan Maluku, sektor yang menjadi unggulan adalah pertanian dan perkebunan (seperti beras, tebu, minyak sawit, karet dan lain-lain), dan pertambangan, seperti tembaga atau emas. Pembangunan industri tembaga di Papua dapat mengurangi ketergantungan warga Papua kepada Freeport. Strategi terkait pertambangan di Papua : Mendorong eksplorasi pertambangan dan nilai tambahnya di Papua Mengurangi biaya operasi dan eksplorasi tambang Mencapai "forward integration" dengan memproduksi produk nilai-tambah 23

Strategi terkait pertanian dan perkebunan : Meningkatkan produksi dan nilai tambahnya dengan proyek greenfield di Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) Meningkatkan produk nilai-tambah Mengawasi konsekuensi lingkungan perluasan produksi pangan Dalam rantai nilai industri-nya, segmen perkebunan menguasai hampir 80% dari nilai produk. Hal ini diikuti oleh oleo-kimia dan kemudian oleh minyak sawit. Selain itu, segmen penyulingan juga strategis karena dapat dipasarkan ke negara-negara yang lebih memilih produk olahan. Oleh karena itu, segmen perkebunan dan pengolahan penting untuk dapat difokuskan. Selain untuk kelapa sawit, analisa yang sama juga diperlukan untuk produk-produk lain yang dapat mendorong pertumbuhan MIFEE. Percepatan pertumbuhan ekonomi di Papua terutama bersumber dari: Peningkatan kontribusi PRDB dari sektor pertambangan tembaga dan emas melalui peningkatan eksplorasi dan juga kenaikan produk bernilaitambah. Meningkatkan daya saing untuk ekspor pertambangan dan pertanian melalui peningkatan infrastruktur dan biaya-biaya lainnya. Peningkatan kontribusi PRDB dari sektor pertanian melalui intensifikasi di MIFEE Dampak multiplier yang dihasilkan oleh pembangunan infrastruktur yang memperkuat konektivitas antar-wilayah dan mendukung berkembangnya industri C. Rencana dan Penetapan Kinerja 1. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Dalam rangka mencapai visi dan misi Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III, maka sasaran strategis pengembangan wilayah III yang mencakup Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua adalah sebagai berikut: 24

Tabel 5. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif stakeholder. No Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 0,21% industri di Wilayah Papua terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 0,10% industri di Wilayah M8aluku terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 0,18% industri di Wilayah Nusa Tenggara terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya kontribusi nilai tambah sektor 2,30% industri di Wilayah Sulawesi terhadap nilai tambah sektor industri nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang 0,53% di Wilayah Papua terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya unit usaha industri besar sedang 0,33% di Wilayah Maluku terhadap total populasi industri besar sedang nasional Meningkatnya Meningkatnya unit usaha industri besar sedang di Wilayah Nusa Tenggara terhadap total populasi industri besar sedang nasional 0,87% penyebaran dan Meningkatnya unit usaha industri besar sedang 3,11% pemerataan di Wilayah Sulawesi terhadap total populasi 1 industri di Wilayah industri besar sedang nasional Papua, Maluku, Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di 4,01% Nusa Tenggara dan Sulawesi Wilayah Papua Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Maluku 4,75% Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara Meningkatnya pertumbuhan sektor industri di Wilayah Sulawesi Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Papua Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Maluku Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Nusa Tenggara Meningkatnya kontribusi investasi sektor industri di Wilayah Sulawesi Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Papua 7,35% 7,48% 0,94% 0,65% 0,15% 7,66% 2,43% 25

Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Maluku Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Nusa Tenggara Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB di Wilayah Sulawesi 7,61% 2,83% 9,47% Tabel 6. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif tupoksi. No Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target (1) (2) (3) (4) 1 2 3 4 5 Tumbuh dan berkembangnya Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) di wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tumbuh dan berkembangnya kawasan industri di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tumbuhnya Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (SIKIM) di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Berkembangnya industri di daerah melalui penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi/Kabupaten/Kota di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Berkembangnya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik di Wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara dan Sulawesi Tersusunnya pengembangan WPPI masterplan Berkembangnya industri unggulan daerah dalam mendukung WPPI Terfasilitasinya kawasan industri dalam penyusunan kajian dan dokumen perencanaan pembangunan Terfasilitasinya sentra IKM dalam penyusunan rencana pembangunan Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi Terfasilitasinya penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kabupaten/Kota Terfasilitasinya industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik 3 dokumen 2 daerah 2 kawasan industri 3 SIKIM 2 Provinsi 13 Kab / Kota 5 daerah Tabel 7. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama berdasarkan perspektif kelembagaan No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama (IKU) Satuan Target Tingkat kesesuaian pelaksanaan Persentase Meningkatnya kegiatan dengan dokumen 90 kualitas perencanaan 1 perencanaan dan Tingkat ketepatan waktu Persentase 90 pelaporan pelaksanaan pekerjaan Nilai SAKIP Direktorat PFI Wil. III Nilai 73 26

2 Meningkatnya sistem tata kelola keuangan dan BMN yang profesional Tingkat penyerapan anggaran yang berkualitas Persentase 90 D. Rencana Kegiatan Tahun Anggaran 2015 Untuk mewujudkan rencana kinerja Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III tahun 2015 dialokasikan anggaran melalui DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) dengan Pagu Sebesar Rp. 642.350.000,-. (Enam ratus empat puluh dua milyar tiga ratus lima puluh juta rupiah)), yang meliputi program utama dan program penunjang. Dana tersebut dipergunakan untuk membiayai kegiatan yang tercakup dalam program utama seperti tercantum dalam tabel dibawah: Tabel 8. Program Kegiatan Dit. PFI Wilayah III TA 2015 No Sasaran Kegiatan Pagu (Rp) 1. Mengkoordinasikan Pembinaan Pengembangan Fasilitasi Industri di Wilayah III 2. Mewujudkan Pengembangan WPPI di Wilayah III 3. Memfasilitasi Pengembangan Kawasan Industri di Wilayah III a. Koordinasi Penyusunan Program Pengembangan Industri 326.000.000 b. Layanan Manajemen Kinerja dan Operasional 405.482.000 c. Fasilitasi Permasalahan Pengembangan Industri di 900.000.000 Wilayah III a. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi 2.773.880.000 Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara b. Penyusunan Masterplan Pengembangan WPPI di Provinsi 2.382.604.000 Maluku Utara, Papua dan Papua Barat c. Pendampingan Pengembangan Industri Rotan di Pusat 857.220.000 Pengembangan Rotan Mamuju d. Pendampingan Pengembangan 681.297.000 Industri Rumput Laut di Tual a. Operasional Pusat Inovasi Rotan Nasional (PIRNas) Palu dalam 3.914.630.000 Rangka Pengembangan Industri Rotan b. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan 1.377.004.000 Industri di Kupang c. Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan 1.375.292.000 Industri di Pomala 27

No Sasaran Kegiatan Pagu (Rp) d. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Palu 79.040.000.000 e. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Bitung 90.950.137.000 f. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Morowali 106.290.000.000 g. Pembangunan Infrastruktur Kawasan Industri Halmahera 124.767.294.000 Timur h. Pembebasan Lahan Kawasan Industri (Palu dan Bitung) 148.500.000.000 i. Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan dan 20.559.863.000 Detail Tata Ruang Pendukung Kawasan Industri j. Pembentukan Forum Konsultasi dan Konstruksi Pengembangan 4.000.000.000 Industri Daerah k. Promosi 13 Kawasan Industri Prioritas 1.892.706.000 l. Pengembangan SDM Industri Lokal di Kawasan Industri 15.000.000.000 4. Mewujudkan Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III a. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri 848.100.000 Kab/Kota di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah b. Penyusunan Masterplan Pembangunan Sentra Industri 677.529.000 Kab/Kota di Maluku Utara c. Pembangunan Sentra IKM di Kab. Konawe 25.000.000.000 5. Memfasilitasi Pengembangan Sentra IKM di Wilayah III 6. Memfasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Wilayah III a. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Provinsi di Sulawesi Selatan dan Papua Barat b. Fasilitasi Penyusunan Rencana Pembangunan Industri Kab/Kota di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua a. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di Sulawesi dan Nusa Tenggara b. Fasilitasi Pengembangan Industri di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca Konflik di di Maluku dan Papua Barat 1.597.999.000 1.277.249.000 2.263.284.000 2.229.676.000 28

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Penyusunan capaian kinerja Tahun Anggaran 2015 ini merupakan pelaksanaan Rencana Strategis Tahun 2015 2019. Secara umum, uraian berikut adalah gambaran capaian Direktorat Pengembangan Fasilitasi Industri Wilayah III dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI) yang telah ditetapkan dalam tahun 2015. Akuntabilitas ini mencakup akuntabilitas kinerja, kinerja makro sektor industri, capaian kinerja sasaran strategis, kinerja pengembangan klaster industri, dan kinerja keuangan. 1. ANALISIS CAPAIAN KINERJA Penilaian atas pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (Ditjen PPI) dilakukan melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan / program / kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian target indikator kinerja terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi maximize (indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih tinggi dari nilai target yang ditetapkan) : Indeks Capaian = realisasi / target x 100% (2) Perhitungan untuk Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki polarisasi minimize (indikator kinerja yang menunjukkan ekspektasi arah pencapaian indikator kinerja lebih kecil dari nilai target yang ditetapkan) : 29

Indeks Capaian = [(2 x target) - realisasi)] / target x 100% Direktorat PFI Wilayah III melakukan pengukuran Kinerja dengan 6 sasaran strategis dan 20 indikator kinerja utama, yaitu: 1. Meningkatnya share sektor industri terhadap total PDRB a) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Papua terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 2,43 persen, sementara realisasinya adalah 5,20 persen. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun 2014. Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga yang digunakan adalah data tahun 2014 dengan tahun dasar 2010. Angka ini digunakan sebagai proyeksi untuk kondisi tahun 2015. Hal yang sama juga dilakukan pada tahun 2014, dimana industri PDRB yang digunakan sebagai acuan adalah sampai tahun 2013. Dengan proyeksi tersebut diatas, diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2015, pangsa nilai tambah sektor industri tersebut tidak akan banyak mengalami perubahan. b) Indikator Kinerja: Meningkatnya share sektor industri pengolahan Wilayah Maluku terhadap PDRB Target yang ditetapkan pada tahun 2015 adalah 7,61 persen, sementara realisasinya adalah 5,20 persen. Tidak optimalnya peningkatan share sektor industri manufaktur ini disebabkan beberapa faktor antara lain ekspor impor, ketersediaan pasokan gas, keterbatasan energi listrik, dll. Perhitungan share industri manufaktur tahun 2015 dilakukan dengan menggunakan share sektor industri terhadap PDRB sampai tahun 2014. Untuk data terkait PDRB, data yang digunakan tidak bisa update sampai dengan tahun 2015 karena ada time lag selama 1 (satu) tahun sehingga 30