1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang di dalamnya banyak terdapat kegiatan, seperti pemukiman, perkotaan, transportasi, wisata, dan industri. Tingginya kegiatan di sekitar kawasan ini mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan semakin tinggi. Disisi lain, Teluk Jakarta juga merupakan tempat bermuaranya 13 sungai yang melewati Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten. Sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta tersebut membawa limbah, baik berupa sampah padat maupun limbah cair yang dihasilkan dari berbagai kegiatan. Kondisi tersebut mengakibatkan kualitas lingkungan perairan akan cenderung menurun dari waktu ke waktu. Limbah cair yang masuk ke dalam ekosistem perairan akan mempengaruhi kualitas air ekosistem penerimanya, dalam jumlah yang tidak bisa ditolelir, limbah dapat mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi kandungan zat yang ada di dalamnya, serta mengakibatkan terjadinya perubahan aspek fisik perairan, atau dengan kata lain akan menyebabkan terjadinya pencemaran pada ekosistem perairan penerimanya. Pencemaran juga dapat mengakibatkan fungsi air tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga air tidak dapat menjadi habitat biota akuatik yang aman dan tidak memenuhi syarat kesehatan bagi biota yang hidup di dalamnya. Limbah cair yang masuk ke Teluk Jakarta seringkali membawa zat yang berbahaya dan beracun seperti logam berat. Logam berat merupakan unsur yang tidak dapat diuraikan dan mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan dalam organisme laut. Selain itu, dalam jumlah di atas ambang batas logam berat dapat menyebabkan terjadinya kematian langsung, menimbulkan efek karsinogenik, teratogenik dan mutagenik, serta memiliki pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan manusia (Amdur et al. 1991). Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan selanjutnya akan terakumulasi dalam biota, terutama biota laut yang bersifat sessile. Salah satu jenis biota laut sessile yang terdapat melimpah di Teluk Jakarta adalah kerang hijau (Perna viridis). Kerang hijau memiliki distribusi yang luas dan telah menjadi komoditi budidaya, seperti yang dilakukan oleh masyarakat pesisir DKI
2 Jakarta. Dilain pihak kerang hijau juga dapat mengakumulasi bahan pencemar dalam jumlah yang tinggi (Riani 2009). Adapun salah satu jenis bahan pencemar yang diakumulasi dalam jumlah tinggi oleh kerang hijau adalah logam berat, bahkan Riani (2009) memberikan gelar kerang hijau sebagai vaccum cleaner pada perairan yang tercemar logam berat. Lebih lanjut Phillips (1980) menyatakan bahwa kerang (bivalvia) merupakan bioindikator yang paling tepat dan efisien. Penelitian pencemaran logam berat di perairan Teluk Jakarta sebenarnya sudah banyak di lakukan pada beberapa tahun yang lalu, yakni penelitian yang dilakukan oleh LON-LIPI (1979) yang mendapatkan adanya Hg (4,0-135 ppb) dan Cd (0,5 ppb) di Perairan Muara Angke. Penelitian Wahyono (1994) di Perairan Kamal mendapatkan Hg 1,10-4,70 ppb, Cd 48,3-95,4 ppb dan Pb 5,10-7,90 ppb. Penelitian Diniah (1995) di Perairan Kamal mendapatkan Hg <1,00-2,16 ppb, Cd 84-110 ppb dan Pb 1,32-1,75 ppb. Penelitian Vitner et al. (2001) di Perairan Kamal mendapatkan Hg 0,02-420 ppb, Cd 3-20 ppb, dan Pb 40-150 ppb. Riani dan Sutjahjo (2004) di Perairan Kamal Muara mendapatkan Hg 0,075-0,210 ppb, Cd 0,004-0,108 ppm, Pb 0,005-0,105 ppm, Cd 0,004-0,108 ppm, dan Sn ttd 0,001 ppm. Fitriati (2004) mendapatkan Hg 0,75-1,23 ppb, Cd 26,89-78,49 ppb dan Pb 3,0-9,31 ppb di Kamal Muara Barat dan Timur serta di Cilincing Hg 1,03-0,74 ppb, Cd 18,88-80,28 ppb dan Pb 5,92-12,24 ppb. Data tersebut memperlihatkan bahwa logam berat yang masuk ke dalam perairan relatif tidak pernah berkurang, bahkan dengan bertambahnya jumlah industri, logam berat yang masuk ke dalam Teluk Jakarta cenderung meningkat setiap tahunnya. Hasil penelitian tentang akumulasi logam berat pada kerang hijau juga memperlihatkan adanya kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu, yakni penelitian Akbar (2002) di Kamal Muara mendapatkan Cd pada kerang hijau ukuran <3cm 0,7-1,46ug/g berat kering (bk), ukuran 3-5cm 0,49-0,87ug/g bk dan ukuran. Penelitian Suryanto (2003) di Kamal Muara mendapatkan Cd pada ukuran 5-6cm 0,34-0,49ug/g bk, 6-<7cm 0,31-0,43ug/g bk dan pada 7-9cm 0,33ug/g bk. Penelitian Apriadi (2005) mendapatkan Cr dan Hg pada kerang hijau <4cm berturut-turut 1,69-3,03ug/g bk dan 0,005-0,007ug/g bk. Pada kerang hijau 4-6cm berturut-turut 21,69-23,95 dan 0,013-0,020 ug/g bk, serta pada kerang hijau >6cm 19,70-21,00 dan 0,009-0,015ug/g bk. Selanjutnya dikatakan bahwa kerang hijau yang terdapat di Kamal Muara sudah ada yang mengalami malformasi (kelainan bentuk) pada cangkangnya.
3 Hasil penelitian kapasitas asimilasi, yakni kemampuan air menerima bahan pencemar tanpa menurunkan kualitasnya (Quano, 1993) memperlihatkan bahwa pada tahun 1998 hanya logam berat Zn yang telah melebihi kapasitas asimilasinya, sedangkan Cd, Pb, Cr dan Cu belum mencapai kapasitas asimilasinya (Anna, 1999). Namun pada tahun 2005 logam berat Pb, Hg, Cd, Cr dan Sn yang masuk ke perairan Teluk Jakarta telah melebihi kapasitas asimilasinya (Riani, 2005). Kondisi tersebut di atas memperlihatkan bahwa logam berat yang masuk ke dalam Perairan Teluk Jakarta semakin tinggi, dan telah melebihi batas pulih dirinya sehingga menyebabkan logam berat terakumulasi dalam tubuh kerang hijau. Oleh karena itu akumulasi logam berat ke dalam tubuh kerang hijau saat ini perlu dilihat kembali, begitu pula dengan model akumulasi logam berat tersebut pada kerang hijau. Selain itu mengingat logam berat bersifat teratogenik, maka penelitian yang juga perlu dilakukan adalah penelitian mengenai pengaruh logam berat tersebut terhadap kesehatan kerang hijau di Teluk Jakarta, yang ditinjau dari malformasinya. Kajian ini diharapkan dapat memperlihatkan kondisi eksisting akumulasi logam berat pada kerang hijau, model akumulasi logam berat pada kerang hijau serta malformasi kerang hijau saat ini, sehingga akan dapat menjadi bahan pertimbangan (dasar) pengelolaan perairan Teluk Jakarta di masa yang akan datang. 1.2. Kerangka Pemikiran Teluk Jakarta terletak di utara wilayah DKI Jakarta, Tangerang dan Karawang, dibatasi Tanjung Kait di sebelah barat dan Tanjung Karawang di sebelah timur. Teluk Jakarta memiliki kontribusi menunjang kehidupan, baik terhadap biota yang ada di dalamnya maupun terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya, bahkan pada masyarakat yang jauh lebih luas lagi. Namun demikian di sisi lain memiliki banyak permasalahan lingkungan, salah satunya adalah sangat menurunnya kualitas lingkungan perairan. Pada dasarnya ekosistem memiliki daya pulih (kapasistas asimilasi/self purification) terhadap bahan pencemar yang masuk ke dalam ekosistem, tetapi kemampuan tersebut relatif terbatas. Banyaknya buangan hasil kegiatan dan aktivitas di sekitar Teluk Jakarta, menyebabkan perairan menerima beban pencemaran dalam jumlah besar. Hal tersebut akan menimbulkan pengaruh negatif bagi ekosistem perairan.
4 Pada dasarnya sudah banyak penelitian yang mengindikasikan perairan Teluk Jakarta mengalami pencemaran yang setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Mulyono (2000) yang menyatakan pencemaran perairan di Teluk Jakarta menyebabkan akumulasi logam berat yang melebihi ambang batas pada ikan tongkol, kakap, bawal dan baronang. Riani dan Sutjahjo (2004) dan Mulyawan (2005); menemukan bahwa akumulasi logam berat pada kerang hijau juga jauh melebihi ambang batas yang telah di tentukan. Riani (2005) mengatakan bahwa kapasitas asimilasi beberapa parameter kualitas air, termasuk logam berat Hg, Pb, Cd, Cr dan Sn telah jauh melebihi kapasitas asimilasinya. Raharjo (2005) mendapatkan hasil bahwa pencemaran yang berasal dari limbah aktivitas masyarakat meningkat hingga beberapa kali lipat dan mencapai radius 60 km, hingga mencapai kawasan Kelurahan Pulau Seribu Utara, hingga Pulau Panggang. Akibat pencemaran tersebut diindikasikan penurunan produksi ikan tangkap di Teluk Jakarta dalam jangka waktu 1999-2002 dari sebelumnya 28,526 ton menjadi 17,829 ton. Tingginya bahan pencemar di perairan Teluk Jakarta membuat akumulasi logam berat pada sedimen, seperti timah yang mencapai 26,6 mg/kg 70 mg/kg (Suharsono 2005). Salah satu kawasan di Teluk Jakarta yang jelas mengalami timbunan bahan pencemar adalah Pelabuhan Tanjung Priok (Asuhadi 2006) dan kawasan Pantai Marina (Mezuan 2007). Korelasi tingginya bahan pencemar yang masuk ke perairan Teluk Jakarta hingga terakumulasi pada sedimen dan biota (plankton, ikan dan kerang) sehingga melebihi ambang batas yang ditentukan juga dilakukan oleh Johari (2009) dan Dahlia (2009). BPLHD DKI Jakarta (2006) menyebutkan perairan Teluk Jakarta yang tercemar berat mencapai 43% dan tercemar sedang 57%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, terlihat bahwa tanpa ada perbaikan, bahan pencemar akan meningkat dan terakumulasi pada sedimen dan pada biota laut terutama yang bersifat sesile seperti kerang hijau akan terancam kesehatannya, bahkan akan mengakibatkan terjadinya kecacatan (malformasi) pada kerang hijau. Namun berapa akumulasi logam berat saat ini juga perlu dilihat. Selain itu mengingat belum ada penelitian mengenai model akumulasinya pada kerang hijau serta belum ada informasi keterkaitan pencemaran limbah anorganik atau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dengan malformasi kerang hijau, maka penelitian pengaruh pencemaran logam berat di Perairan Teluk Jakarta terhadap malformasi kerang hijau dan model
5 akumulasi logam berat pada kerang hijau (Perna viridis) pada perairan yang tercemar logam berat, perlu untuk segera dilakukan. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Teluk Jakarta KBP > BM Pencemaran kualitas air Pencemaran pada kerang hijau Beban pencemaran Akumulasi logam berat pada kerang hijau Malformasi pada kerang hijau Model pencemaran perairan dan akumulasi pada kerang hijau Bahan pertimbangan komprehensif Keterangan: KBP : Konsentrasi beban pencemar per liter air BM : Baku mutu Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 1.3. Perumusan Masalah Gangguan lingkungan di perairan Teluk Jakarta semakin meningkat, namun pengendaliannya belum dilaksanakan dengan baik. Gangguan lingkungan tersebut terjadi karena adanya buangan dari berbagai kegiatan antropogenik, baik berupa limbah organik maupun anorganik yang berakibat pada menurunnya kualitas badan air penerimanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sitepu (2008) bahwa kegiatan rumah tangga yang membuang limbah langsung ke badan air tanpa pengolahan terlebih
6 dahulu akan meningkatkan limbah organik dan limbah anorganik dalam badan air. Ketidaktahuan masyarakat tentang bahaya limbah domestik yang langsung dibuang ke ekosistem perairan tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu dapat memperberat pencemaran pada ekosistem perairan yang menerima. Selain itu, banyaknya industri yang lokasinya berdekatan membuang langsung limbahnya ke dalam badan air akan menurunkan kemampuan air untuk mempurifikasi diri. Di lain pihak pada limbah industri di dalamnya mengandung berbagai bahan yang sulit untuk diuraikan seperti bahan sintetik dan limbah B3 termasuk di dalamnya limbah logam berat. Menurut Napitupilu (2009) dari industri yang ada di DKI Jakarta, hanya kurang lebih 5% yang mempunyai IPAL, sehingga 95% industri tersebut akan membuang limbahnya ke dalam badan air dengan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Banyaknya limbah tersebut selain akan menurunkan kualitas air juga dapat mengancam kehidupan biota air yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah kerang hijau (Perna viridis) yang bersifat sessil. Namun, besaran data kontaminasi limbah terutama logam berat yang bersifat akumulatif pada biota air seperti kerang hijau, saat ini belum diketahui. Begitu pula halnya dengan kondisi kerang hijau saat ini serta bagaimana model akumilasinya pada kerang hijau, belum ada informasinya. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka permasalahan yang perlu diteliti adalah sebagai berikut. 1. Berapa besar bahan pencemar (beban pencemaran) yang masuk ke Teluk Jakarta saat ini 2. Berapa besar kontaminasi logam berat pada organ tubuh kerang hijau saat ini 3. Bagaimana kondisi morfologi kerang hijau di Teluk Jakarta (apakah terjadi malformasi pada kerang hijau) 4. Bagaimana model akumulasi logam berat pada kerang hijau di Teluk Jakarta yang menerima berbagai macam limbah dan saat ini kondisi kualitas airnya umumnya masuk pada kategori tercemar berat 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1. Mengkaji nilai beban pencemaran yang masuk ke Teluk Jakarta
7 2. Mengkaji informasi kontaminasi bahan pencemar logam berat pada tubuh kerang hijau (Perna viridis) 3. Mengkaji gambaran morfologi kerang hijau di Teluk Jakarta (melihat prosentase kejadian malformasi pada kerang hijau) 4. Mengkaji model akumulasi logam berat pada kerang hijau di Teluk Jakarta yang menerima berbagai macam limbah dan kondisi kualitas airnya yang saat ini umumnya masuk pada kategori tercemar berat 1.5.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat 1. Sebagai sumber informasi ilmiah mengenai kondisi dan kualitas perairan, beban dan tingkat pencemaran di Teluk Jakarta serta akumulasinya pada kerang hijau. 2. Sebagai sumber informasi ilmiah mengenai kontaminasi bahan pencemar dan pengaruhnya terhadap malformasi biota laut, khususnya kerang hijau (Perna viridis) yang ada di Teluk Jakarta 3. Sebagai sumber informasi dan alat bantu pengambilan keputusan, kebijakan dan strategi dalam upaya pengendalian pencemaran perairan Teluk Jakarta 4. Sebagai sumber informasi dan pengetahuan terutama untuk penggemar kuliner seafood yang bahan bakunya berasal dari Teluk Jakarta