PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ORANG TUA, MEDIA MASSA, DAN TEMAN DENGAN SIKAP PEMUDA TERHADAP PEKERJAAN DI BIDANG PERTANIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Prof. Dr. Ir. ZULKIFLI ALAMSYAH, M.Sc. Program Studi Agribisnis FAKULTAS PERTANIAN LOGO UNIVERSITAS JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang artinya sebagian besar

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

DocuCom PDF Trial. Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. peran pertanian bukan hanya menghasilkan produk-produk domestik. Sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Pada Tahun (Miliar Rupiah)

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan yang berkontribusi sebesar 15,3 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2009. Pertimbangan lain yang menguatkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor unggulan di Indonesia ketika ekspor produk non-pertanian mengalami penurunan, ekspor produk pertanian justru mengalami peningkatan tajam. Berangkat dari pertimbangan pertimbangan itulah sektor pertanian patut dipertimbangkan sebagai alternatif andalan pembangunan ekonomi nasional menggantikan sektor industri (high tech industry) yang telah terbukti tidak sesuai untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan (Syam dan Dermoredjo, 2000). Daryanto (2009) juga mengatakan bahwa sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan PDB, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa. Peranan sektor pertanian juga dapat dilihat secara lebih komprehensif, antara lain: (a) sebagai penyediaan pangan masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang erat kaitannya dengan ketahanan sosial (socio security), stabilitas ekonomi, politik dan ketahanan nasional (nasional security); (b) sektor pertanian menghasilkan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa; (c) sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk substitusi impor; (d) sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk sektor industri; (e) transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, dan (f) sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor sektor lain; (g) peran pertanian dalam penyediaan jasa jasa lingkungan. Dalam rangka menjadikan dan mendukung sektor pertanian sebagai sektor unggulan yang menjadi dasar pembangunan ekonomi negara Indonesia maka pertanian sangat dipengaruhi oleh 2 (dua) aspek atau faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian, yaitu sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang menunjang sektor pertanian secara komprehensif dan berkelanjutan. Sumberdaya alam merupakan peubah yang sifatnya naturally given, sementara itu sumberdaya

2 manusia merupakan subyek atau pelaku pertanian bumi ini yang dapat menjalankan kegiatan pertanian atau dengan kata lain manusia merupakan motor dari berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pertanian. Sumberdaya manusia diharapkan bisa sebagai fasilitator, motor, motivator dan dinamisator pembangunan pertanian agar terjadi gerakan pembangunan pertanian. Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor penentu dalam program pembangunan dari segala bidang. Kondisi SDM pertanian Indonesia saat ini termasuk rendah, khususnya petani yang antara lain bercirikan tingkat pendidikan yang tergolong relatif rendah. Menurut data BPS 2010 terdapat tenaga kerja petani sebanyak 41,49 juta orang orang atau 40 persen dari jumlah tenaga kerja nasional (Deptan, 2005). Fakta mengkhawatirkan yang tidak bisa dilepaskan juga dari SDM petani di Indonesia adalah sebanyak 35,5 persen tenaga kerja petani memiliki pendidikan tidak tamat SD, sedangkan yang tamat SD sebanyak 46,2 persen, sementara itu untuk petani yang memiliki pendidikan terakhir SLTP terdapat sebesar 12,8 persen dan SLTA sebesar 5,2 persen. Ironisnya orang yang berkerja di bidang pertanian yang berasal dari lulusan perguruan tinggi hanya sebesar 0,3 persen. Kondisi ini diperparah lagi dengan rendahnya minat generasi muda untuk memasuki jalur pendidikan formal di bidang pertanian yang ditandai dengan rendahnya tingkat pendaftaran pada Sekolah Pertanian Tingkat Menengah maupun Tingkat Perguruan Tinggi pertanian (Deptan, 2005). Persoalan ini akan menjadi masalah serius di masa yang akan datang apabila tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah. Secara tidak langsung jika dilihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki petani di Indonesia, menunjukan bahwa banyak petani yang bekerja tidak well-educated sehingga akan berperan terhadap keterbatasan daya pikir, wawasan, dan kreativitas para petani dalam menghadapi persoalan persoalan di bidang pertanian. Kondisi sebagian besar petani berpendidikan tidak tamat SD dan tamat SD sebanyak 81,7 persen, hal ini menjadi masalah yang patut dicermati secara mendalam dan serius. Masalah tidak selesai pada itu saja, hasil survei Badan Pengembangan SDM Pertanian Kementrian Pertanian dalam Deptan (2005) menunjukkan bahwa 70 persen dari petani di Indonesia telah berumur di atas 50 tahun. Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa minat pemuda bekerja di sektor pertanian memiliki tendensi menurun. Rendahnya partisipasi pemuda pada sektor pertanian merupakan permasalahan yang

3 sangat mendasar yang dapat berakibat pada hilangnya generasi (lost of generation) penerus di bidang pertanian pada masa yang akan datang. Banyak pemuda yang berasal dari keluarga petani yang justru tidak bekerja di bidang pertanian, mereka lebih memilih sektor lain selain bidang pertanian (non-pertanian), dan yang lebih ironis banyak pemuda yang berasal dari wilayah sentra pertanian justru memilih keluar bidang pertanian. Terdapat pula citra pertanian yang lebih diidentikkan sebagai pekerjaan kotor dan tidak mendatangkan keuntungan atau benefit secara cepat. Pertanian yang berkualitas, maju dan berkelanjutan tidak dapat dilepaskan sumberdaya manusia yang berkualitas. Peranan agen agen pembangunan dalam mencitrakan pertanian secara baik kepada pemuda sangat penting dalam rangkat menjaga agar pemuda tetap bertahan di bidang pertanian. Perilaku pemuda pedesaan yang bertahan maupun yang keluar dari bidang pertanian tidak terlepas dari adanya pengaruh dari kebijakan kebijakan pemerintah yang sifatnya membangun (generating knowledge) dan memberikan harapan yang positif kepada para pemuda. Akan tetapi ketidaktertarikan maupun ketertarikan pemuda untuk bekerja di bidang pertanian tidak semata mata menjadi tanggung jawab pemerintah, karena pembentukkan perilaku tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem sistem terdekat yang berada di sekitar pemuda yang terbentuk melalui suatu proses sosialisasi dari agen agen terdekat dengan pemuda (mikro level), karena bagaimana pun gencarnya komunikasi yang dilakukan oleh agen agen pembangunan dalam rangka merubah perilaku pemuda, selama lingkungan sekitar pemuda tidak sejalan maka akan sulit merubah sikap ataupun perilaku pemuda tersebut. Tinggi rendahnya partisipasi pemuda di bidang pertanian diawali dari sikap pemuda terhadap pertanian itu sendiri, sementara itu salah satu faktor yang sangat penting dalam membentuk sikap adalah sosialisasi, seperti yang dikatakan oleh Mar at (1981) sikap merupakan buah atau hasil dari sosialisasi. Berangkat dari pemahaman yang disebutkan oleh Mar at (1981), maka sikap pemuda yang berada di wilayah pertanian sebenarnya terbentuk melalui sosialisasi yang berasal dari dalam (mikro) orang tua, teman (peers), dan media massa (mass media). Sosialisasi tersebut dilakukan dalam proses komunikasi yang terjadi sehari hari yang dijalani oleh pemuda tersebut. Orang tua, teman, dan media massa (radio, televisi) merupakan komponen atau unit terkecil dalam suatu sistem sosial yang berhubungan langsung dengan pembentukkan karakter suatu individu (mikro level) oleh karena itu pengaruh ketiga aspek tersebut

4 sangat berperan penting dalam menentukan kualitas pembentukkan kepribadian pemuda. Sosialisasi oleh orang tua merupakan aspek penting karena setiap anggota keluarga terikat satu sama lain melalui proses komunikasi. Keluarga mengembangkan serangkaian pesan, perilaku dan harapan tertentu melalui proses komunikasi (Suleeman, 1990). Ketika berbicara mengenai keluarga, maka akan berbicara mengenai keluarga sebagai sebuah sistem yang terdiri dari subsistem subsistem yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Penelitian mengenai pemuda dan pertanian telah dilakukan sebelumnya oleh Lubis dan Sutarto (1991), Pranadji (1999), Rozany (1999), Herlina (2002). Pada penelitian yang dilakukan oleh Pranadji, Rozany, dan Herlina ditemukan fakta bahwa pemuda kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian dikarena beberapa hal yaitu: pekerjaan di bidang pertanian kurang menjanjikan dari segi ekonomi, kurang terhormat, merupakan pekerjaan yang kotor, melelahkan, dan tidak bergengsi. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Lubis dan Sutarto (1991) menghasilkan temuan yang berbeda dari penelitian penelitian lainnya, ada konsistensi yang kuat antara pekerjaan utama orang tua dengan pekerjaan anaknya. Berpijak pada beberapa faktor pendorong dan penarik seperti lahan, hubungan sosial, modal, pasar, pola kerja dan aksesibilitas terhadap teknologi, peneliti sampai pada kesimpulan bahwa nilai pertanian masih memiliki daya tarik bagi pemuda. Selain pengaruh sosialisasi dalam keluarga ketertarikan ini mendapatkan dukungan yang kuat dari ketidaksesuaian mental pemuda ketika memasuki dunia kerja di sektor pertanian. Penelitian yang dilakukan oleh Rozany, Pranadji, Lubis dan Sutarto dilakukan di wilayah pertanian tanaman pangan, sementara penelitian Herlina dilakukan di wilayah perkebunan, sementara pada penelitian ini dilakukan di wilayah pertanian hortikultura (sayuran). Pertimbangan pemilihan komoditas hortikultura karena hortikultura memiliki perbedaan dengan komoditas pertanian lainnya seperti tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Komoditas hortikultura merupakan komoditas komersial (high value commodity) yang memiliki nilai ekonomi yang cenderung masih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan maupun perkebunan (Saptana et al., 2006), selain hal itu produksi tanaman hortikultura (sayur dan buah-buahan) masih belum mampu memenuhi permintaan masyarakat akan kebutuhan sayuran dan buah buahan masyarakat. Pertimbangan pertimbangan tersebut menjadi dasar bahwa minat pemuda di bidang

5 pertanian hortikultura kemungkinan akan berbeda dengan minat pemuda dari bidang pertanian pangan maupun perkebunan. Penelitian yang dilakukan Herlina, Rozany, Pranadji, Lubis dan Sutarto tidak melihat bagaimana ekologi membentuk sikap seorang pemuda, tetapi melihat faktor faktor yang menyebabkan migrasinya pemuda dari bidang pertanian ke bidang nonpertanian, sementara penelitian mengenai sosialisasi yang dilakukan oleh agen agen sosialisasi (orang tua, media massa, dan teman) dalam membentuk sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana sosialisasi terkait dengan bidang pertanian dalam keluarga, sosialisasi pertanian dengan sesama teman dan media massa ini dapat memberikan pengaruh terhadap sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Rendahnya partisipasi pemuda di bidang pertanian bisa jadi mungkin karena terdapat rendahnya penerusan nilai-nilai pertanian dari orang tua, teman dan media massa yang semakin tidak mendukung pemuda di wilayah pertanian untuk bekerja di sektor pertanian. Interaksi dengan orang tua, teman dan media massa (konteks mikro) sangat memegang peranan penting dalam mempengaruhi proses sosialisasi nilai nilai dalam suatu keluarga termasuk dalam menentukan pekerjaan mereka. Tidak dapat dipungkiri pada tataran mikro pergeseran nilai kerja pemuda di pedesaan tidak terlepas dari peranan keluarga dan masyarakat. Budaya pedesaan kerap membuat proses pengambilan keputusan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi, konteks ini menyoroti otonomi pribadi atau nilai subyektivitas sebagai faktor paling dominan dalam proses pengambilan keputusan seseorang Herlina (2002). Perumusan Masalah Pertanian menjadi salah satu sektor unggulan di Indonesia, tetapi akhir akhir ini sektor pertanian mengalami berbagai permasalahan. Dewasa ini terdapat indikasi bahwa pertanian sering dianggap sebagai pekerjaan kotor yang tidak menjanjikan (Muksin, 2007), tetapi terdapat pula orang yang beranggapan petani sebagai pekerjaan yang menjanjikan, perbedaan sikap tersebut yang kemudian berdampak kepada cara pandang petani terhadap pertanian itu sediri sehingga ditenggarai mempengaruhi pertisipasi pemuda di bidang pertanian. Menurut data dari Badan Pengembangan SDM Pertanian Deptan dalam Renstra (2005-2009) menunjukkan bahwa 70 persen dari petani di Indonesia telah berumur di atas 50 tahun (Deptan, 2005).

6 Hal tersebut mengindikasikan pertanian di Indonesia mulai ditinggalkan pemuda. Tidak sedikit pemuda yang berasal dari keluarga petani mulai meninggalkan pertanian dan lebih memilih sektor non-pertanian, tetapi bukan berarti tidak ada pemuda yang berasal dari keluarga petani yang terus bekerja di bidang pertanian. Kurangnya minat angkatan kerja muda untuk bekerja dan berusaha di sektor pertanian menjadi salah satu kekhwatiran dalam pembangunan sektor ini. Sebagai negara agraris yang meletakan pembangunan perekonomian pada pertanian, dalam jangka pendek maupun jangka panjang fenomena rendahnya minat pemuda akan membawa konsekuensi tersendiri. Kelangkaan sumberdaya manusia di sektor pertanian atau keterlibatan sebagian besar tenaga kerja pertanian yang setengah terpaksa akibat tidak terbukanya alternatif lain, mengakibatkan proses produksi tidak optimal. Produktivitas tenaga kerja mengalami hal yang sama. Hal ini akan menghambat perkembangan pembangunan itu sendiri, tetapi masih terdapat pula pemuda yang berasal dari keluarga pertanian yang tetap bekerja di bidang pertanian dan tidak memilih bidang di luar sektor pertanian. Artinya terdapat perbedaan sikap pemuda dalam memandang sektor pertanian sebagai pekerjaan masa depan. Pengaruh dari orang tua. teman, dan media massa akan sangat menentukan cara berpikir, bersikap, dan berperilaku seorang. Sikap pemuda terhadap pertanian akan dipengaruhi melalui tiga aspek besar yaitu aspek mikro (orang tua, teman dan media massa), aspek meso (lingkungan sekitar), dan aspek makro (Brofenbrenner dalam Puspitawati 2006). Penelitian ini hanya melihat aspek mikro (orang tua, teman, dan media massa) dalam memberikan pengaruh terhadap sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Penelitian mengenai hubungan orang tua, teman, dan media massa terhadap sikap pemuda terhadap pertanian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana orang tua, media massa, dan teman dalam menyosialisasikan pertanian, dan apakah sosialisasi pada tataran keluarga, teman dan media massa secara nyata dapat mempengaruhi sikap pemuda terhadap pertanian. Berangkat dari uraian tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura? 2. Bagaimanakah karakteristik individu pemuda, sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio) dan interaksi dengan teman di bidang pertanian?

7 3. Apakah terdapat hubungan karakteristik individu pemuda dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian pertanian hortikultura? 4. Apakah terdapat hubungan sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio) dan interaksi dengan teman dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura? 5. Apakah terdapat hubungan antara persepsi pemuda terhadap kondisi di pedesaan dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura? Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji hubungan antara karakteristik pemuda, dan sosialisasi (orang tua, media massa, dan teman) dalam membentuk sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Secara spesifik penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sikap pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian hortikultura. 2. Mengindentifikasi karakteristik individu pemuda, sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio,) dan interaksi dengan teman di bidang pertanian. 3. Menganalisis hubungan karakteristik individu pemuda dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura. 4. Menganalisis hubungan Sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio) dan interaksi dengan teman dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian hortikultura. 5. Menganalisis hubungan persepsi pemuda terhadap kondisi di pedesaan dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1. Pemerintah, dalam rangka meningkatkan minat pemuda diharapkan melalui penelitian ini pemerintah dapat lebih memperhatikan peranan agen sosialisasi

8 primer (orang tua, teman), karena tanpa ada dukungan sosialisasi dari orang tua, teman, maka kebijakan pemerintah tidak akan berpengaruh pada pemuda. 2. Peneliti, dapat memahami secara komprehensif bagaimana proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua, teman, dan media massa dalam membentuk sikap pemuda terutama pemuda di bidang pertanian 3. Bidang komunikasi pembangunan, memberikan sumbangan pemikiran bahwa komunikasi pembangunan tidak akan berjalan secara optimal tanpa dibarengi oleh komunikasi pada tataran level mikro.