BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

ABSTRAK Meinistriani Nathaniel Branden (1994)

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan individu tidak pernah lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Panti Sosial Asuhan Anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bertahan hidup di tengah zaman yang serba sulit ini. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pembangunan di sektor ekonomi, sosial budaya, ilmu dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis yang cukup penting. Masa ini juga merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Dalam masa peralihannya, banyak perubahan yang dialami oleh remaja baik dari segi biologis, moral, emosi, dan sosial. Secara biologis remaja akan merasakan bahwa tubuhnya mengalami perubahan, misalnya bertambah tinggi dan besar atau bagian-bagian tertentu pada tubuh mulai berubah. Hal ini menimbulkan penilaian tersendiri pada diri remaja. Remaja mulai bertanya-tanya pada dirinya apakah saya cantik?, apakah saya tampan?, apakah saya menarik? dan lain sebagainya. Pada usia ini body image (gambar diri) remaja mulai berkembang, ini didasarkan atas penilaian remaja tadi akan dirinya (Steinberg, 1993). Bagi remaja putri, penilaian terhadap fisik atau biologis sangatlah berarti karena dapat menentukan penghargaan remaja putri akan dirinya. Seorang remaja putri yang menilai dirinya positif, misalnya merasa dirinya cantik, menarik serta memiliki banyak kelebihan akan menghargai dirinya dan menerima dirinya sendiri. Sebaliknya remaja putri yang menilai dirinya negatif, misalnya merasa dirinya kurang menarik, jelek dan memiliki banyak kekurangan akan kurang menghargai dan kurang menerima dirinya. Menurut Steinberg (1993) kepedulian

2 remaja putri terhadap penampilannya adalah hal yang wajar karena di usia ini remaja putri mulai menunjukkan ketertarikannya dengan lawan jenis sehingga mereka mulai menjaga penampilannya. Remaja putri juga berharap dengan menjaga penampilannya tersebut dirinya dapat diterima diantara teman sebayanya dan juga dapat meningkatkan harga diri remaja putri tersebut. Penghargaan remaja putri terhadap dirinya tidak muncul dengan sendirinya namun merupakan proses yang dimulai dari keluarga. Keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian anak karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang dimasuki oleh anak ketika ia lahir. Ketika orang tua mengomentari anaknya dengan kata-kata kamu nakal sekali yah!, dasar pemalas!, dan lain-lain menyebabkan anak mulai menilai dirinya seperti apa kata orang tuanya. Pada saat anak tersebut meningkat remaja, penilaian diri yang berasal dari keluarga ditambah penilaian yang berasal dari lingkungan sekitar akan mempengaruhi penilaian remaja putri terhadap dirinya. Penilaian yang positif terhadap dirinya membuat remaja putri lebih percaya diri dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, sebaliknya penilaian diri yang negatif membuat remaja merasa minder dan sulit dalam menyesuaikan diri. Dengan demikian keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam rangka mengembangkan kepribadian remaja putri tersebut (Teori dan Praktek Pelayanan Sosial melalui Panti Asuhan, Dinas Sosial, 1985). Kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua remaja putri diasuh dan dibesarkan di tengah kehangatan sebuah keluarga. Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang remaja putri tidak dibesarkan oleh kedua orang tuanya,

3 antara lain : kondisi ekonomi yang tidak memadai, orang tua yang meninggal dunia, hubungan orang tua yang tidak harmonis dan pengaruh lingkungan yang tidak stabil seperti krisis ekonomi. Hal ini yang menyebabkan seorang remaja putri berstatus sebagai anak terlantar. Data dari Biro Pusat Statistik ( SUSENAS, 1998 ) menyebutkan bahwa jumlah anak terlantar usia 6-18 tahun di Indonesia adalah sebanyak 2.767.629 orang, yang di dalamnya terdapat anak-anak yang berusia remaja. Oleh karena itu pemerintah di bawah naungan Departemen Sosial berupaya untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial dari remaja terlantar. Hal ini diwujudkan melalui upaya pemerintah mendirikan asrama yang biasa dikenal dengan sebutan rumah piatu atau panti asuhan. Panti Asuhan merupakan lembaga pemerintah sebagai pengganti fungsi keluarga yang dapat membantu perkembangan fisik, mental maupun sosial remaja. Panti asuhan memiliki dua sistem pengasuhan yang berbeda, yaitu sistem pengasuhan yang berbentuk keluarga, dan sistem pengasuhan berbentuk asrama. Dalam sistem pengasuhan yang berbentuk keluarga, 8-10 orang anak ditempatkan dalam rumah tersendiri yang dikelola oleh keluarga dan berfungsi sebagai pengganti orang tua, dimana anak diharapkan dapat memperoleh kasih sayang dan perhatian dari keluarga asuhnya secara wajar. Sementara dalam sistem pengasuhan yang berbentuk asrama, anak dikelompokkan dalam jumlah besar dengan jenis kelamin yang sama dan ditempatkan dalam suatu bangunan yang berbentuk asrama. ( Pedoman Mendirikan Panti Asuhan, BPPKS, 1982, Jakarta ). Remaja putri yang dibesarkan di panti asuhan tentunya memperoleh pengalaman yang berbeda dengan remaja putri yang dibesarkan ditengah-tengah

4 keluarga (bersama orang tua). Remaja putri panti asuhan mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang lain yang bukan orang tua kandungnya, dalam hal ini pengasuh. Disamping itu lingkungan panti asuhan yang merupakan keluarga bagi remaja putri serta sistem pengasuhan yang diterapkan akan memberikan pengalaman tersendiri bagi remaja putri panti asuhan. Di panti asuhan yang berbentuk asrama, remaja putri di tempatkan dalam komunitas yang besar dengan kelompok usia yang berbeda-beda. Jumlah pengasuh yang adapun tidak sebanding dengan banyaknya remaja putri. Terkadang pengasuh yang ada di panti asuhan selalu mengalami pergantian sehingga remaja putri kurang mengalami kedekatan emosional dengan pengasuhnya. Di panti asuhan remaja hidup dan dibiayai oleh donatur sehingga mereka tidak bebas meminta apapun seperti halnya remaja pada umumnya. Pengalaman-pengalaman yang dialami oleh remaja panti asuhan khususnya bagi remaja putri ketika ia berinteraksi dengan pengasuh, teman-teman dan lingkungan panti asuhan akan dimaknakan tersendiri oleh remaja putri. Pemaknaan atau penghayatan remaja putri terhadap pengalamannya inilah yang oleh Nathaniel Branden (1994) dikenal dengan istilah self-esteem. Menurut Nathanael Branden (1994) Self-Esteem merupakan keyakinan yang menuntut individu percaya akan kemampuannya untuk berpikir, dan untuk mengatasi tantangan hidup. Juga percaya akan hak individu untuk bahagia, merasa dihargai, layak dan berhak untuk memenuhi kebutuhannya dan ingin menikmati kebahagiaan. Pada remaja kondisi lingkungan akan berdampak pada tinggi rendahnya self-esteem remaja. Orang tua (dalam hal ini pengasuh) dapat menciptakan lingkungan yang akan membuat remaja putri panti asuhan merasa

5 aman dan dilindungi atau sebaliknya pengasuh juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi perkembangan self-esteem remaja, misalnya sikap pengasuh yang meremehkan pemikiran dan perasaan remaja, memarahi atau menolak kehadiran remaja putri. Menurut Nathaniel Branden (1994) self-esteem dibagi menjadi 2 derajat yaitu tinggi dan rendah. Remaja putri di panti asuhan yang memiliki self-esteem tinggi menampilkan tingkah laku yang tidak mudah menyerah dan putus asa bila mengalami kegagalan, berupaya keras untuk mencapai cita-citanya, mempunyai harapan yang besar untuk membangun hubungan dengan orang lain, serta yakin akan kemampuannya sendiri. Akibatnya remaja putri panti asuhan tersebut akan lebih menghargai dan menerima dirinya. Sebaliknya remaja putri panti asuhan yang memiliki self-esteem yang rendah menampilkan tingkah laku mudah menyerah dan putus asa bila mengalami kegagalan, kurang bersemangat untuk mencapai cita-citanya, kurang mampu membangun hubungan dengan orang lain serta kurang percaya diri. Akibatnya remaja putri panti asuhan tersebut kurang menghargai dan menerima dirinya sehingga dapat menghambat remaja putri dalam menyesuaikan diri di lingkungan dimana ia berada. Panti Asuhan X adalah salah satu panti asuhan yang berbentuk asrama dimana remaja putri yang ditempatkan di panti asuhan ini dikelompokkan berdasarkan usia yang sama. Panti asuhan ini menampung 60 orang anak (usia 2 tahun 23 tahun) dengan jumlah remaja putri sebanyak 24 orang dan pengasuh sebanyak 7 orang. Di panti asuhan ini remaja putri dikelompokkan dalam satu kamar tersendiri yang dapat menampung 20 remaja. Remaja yang tinggal di Panti

6 Asuhan X berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, yaitu yatim-piatu, ditinggalkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya, faktor sosial ekonomi yang tidak memadai serta ikut orang tua yang pindah kerja. Remaja putri panti asuhan dituntut untuk lebih mandiri dalam melakukan tugas-tugasnya sehari-hari, misalnya membersihkan kamar mandi dan merapikan tempat tidurnya sendiri, sedangkan yang berusia anak-anak cenderung dikenai tugas yang lebih ringan seperti menyapu halaman yang juga dibantu oleh kakak-kakaknya. Di Panti Asuhan X, remaja putri kurang mengalami kedekatan emosional dengan pengasuhnya sehingga remaja putri di Panti Asuhan X ini mengatakan bahwa mereka lebih suka menceritakan masalah pribadi pada teman dekat daripada pengasuhnya. Pengasuhpun menganggap remaja putri tersebut sudah dewasa dan mandiri sehingga dianggap mampu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Selain itu pengasuh yang bertugas di Panti Asuhan X setiap 3 bulan sekali mengalami pergantian. Hal ini berdampak bagi beberapa orang remaja putri yang merasa dirinya sudah cukup dekat dengan pengasuh yang lama harus belajar menyesuaikan diri dengan sikap dan perlakuan dari pengasuh yang baru. Pengalaman-pengalaman yang diterima oleh remaja putri selama ia berada di Panti Asuhan X akan dimaknakan oleh remaja putri yang akhirnya membentuk self-esteemnya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 10 remaja putri di Panti Asuhan X, diketahui 4 remaja putri merasa yakin dengan penampilan dirinya. Mereka juga mengetahui apa yang menjadi cita-citanya dan berupaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut dengan rajin belajar. Ketika ditanyakan tentang

7 keadaan mereka sebagai anak panti asuhan yang tidak lagi memiliki orang tua, mereka mengatakan bahwa mereka cukup puas dan bisa menerima keadaan tersebut tanpa merasa minder bila berada diantara teman-temannya yang memiliki orangtua yang lengkap. Dalam lingkungan pergaulan sehari-hari mereka merasa disukai oleh banyak orang dan merasa dirinya cukup menarik bagi lingkungan. Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa remaja putri panti asuhan tersebut memiliki selfesteem yang tinggi. Disisi lain 6 orang remaja putri di Panti Asuhan X mengatakan bahwa, mereka merasa kurang yakin dengan penampilan mereka khususnya dengan pakaian yang mereka kenakan. Mereka mengatakan bahwa pakaian yang mereka kenakan itu berasal dari donatur yang dibagi-bagikan pada setiap anak di panti asuhan sehingga mereka tidak bebas memilih model pakaian yang mereka inginkan. Mereka juga tidak bebas meminta untuk dibelikan baju baru tapi menunggu pembagian dari donatur. Dengan demikian remaja putri ini menghayati dirinya kurang puas dengan penampilan mereka sekarang yang juga berdampak bagi pembentukan self-esteemnya. Ketika ditanyakan mengenai cita-citanya, mereka mengatakan bahwa mereka memiliki cita-cita yang tinggi namun merasa kurang yakin dengan dana/biaya yang tersedia mengingat sekolah mereka saat ini dibiayai oleh donatur. Mereka mengatakan bahwa dirinya terkadang merasa minder dengan teman-teman sebayanya yang memiliki ayah dan ibu dan dalam pergaulanpun mereka kadang merasa tidak percaya diri. Ciri-ciri tingkah laku tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki self-esteem yang rendah.

8 Berdasarkan hasil wawancara dengan para remaja putri di Panti Asuhan X terungkap bahwa enam orang remaja putri panti asuhan memiliki self-esteem yang rendah yang ditunjukkan dengan penghayatan remaja putri panti asuhan yang negatif terhadap dirinya. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran self-esteem pada remaja putri di Panti Asuhan X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dari uraian yang telah diungkapkan dalam latar belakang masalah maka permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah gambaran selfesteem pada remaja putri di Panti Asuhan X Bandung? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Untuk memperoleh gambaran mengenai self-esteem pada remaja putri di Panti Asuhan X Bandung. 1.3.2 Tujuan Untuk mengetahui tinggi rendahnya self-esteem pada remaja putri di Panti Asuhan X Bandung. 1.3.1 Kegunaan Penelitian 1.3.2 Kegunaan ilmiah : Untuk memberikan sumbangan informasi bagi ilmu Psikologi Perkembangan khususnya dalam membahas self-esteem pada remaja.

9 Untuk memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai self-esteem pada remaja di panti asuhan. 1.3.3 Kegunaan praktis Untuk memberikan informasi kepada pengasuh mengenai self-esteem pada remaja putri di Panti Asuhan X Bandung sehingga mereka dapat memberikan pengasuhan dan bimbingan bagi remaja putri berupa dorongan semangat atau penyuluhan bagi remaja. Bagi remaja putri dapat dijadikan sebagai informasi untuk mengenali dan memahami self-esteem dirinya sehingga mereka bisa mengembangkan self-esteem yang tinggi dengan cara mengembangkan sikap tidak mudah menyerah dan putus asa dan belajar untuk mencapai tujuan. 1.3.4 Kerangka Pemikiran Masa remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali oleh matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Laurence Steinberg (1993) masa remaja dimulai ketika individu mencapai kematangan seksual dan berakhir pada saat dimana remaja tidak tergantung lagi pada otoritas orang dewasa. Masa remaja dibagi menjadi tiga periode, yaitu early adolescence berada pada rentang usia 11-14 tahun, middle adolescence berada pada rentang usia 15-18 tahun dan late adolescence berada pada usia 18-21 tahun. Masa remaja ini merupakan masa yang paling penting

10 sebab mempunyai efek yang langsung dan berpengaruh dalam jangka waktu yang panjang pada sikap dan tingkah laku. Pada masa ini remaja diharapkan mampu mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. Dalam kehidupan remaja khususnya remaja putri, faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangannya sepanjang hidupnya (Dinas Sosial DKI, 1985). Lingkungan pertama yang berpengaruh adalah lingkungan keluarga. Bagi remaja putri yang tidak memiliki keluarga karena berbagai faktor, ditempatkan dalam suatu lembaga yang disebut Panti Asuhan. Panti asuhan sebagai lingkungan pengganti fungsi keluarga juga memberikan pengaruh yang besar bagi remaja putri khususnya bagi perkembangan diri remaja putri tersebut dikemudian hari. Panti Asuhan merupakan lembaga kesejahteraan sosial yang bertanggung jawab memberikan pelayanan pengganti dalam pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial dari anak asuh. Diharapkan anak asuh akan memperoleh kesempatan dalam mengembangkan kepribadiannya. Melalui panti asuhan diharapkan anak-anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, dimana anak memiliki kesempatan yang cukup dalam upaya untuk pengembangan dirinya, baik aspek fisik maupun psikologisnya. Adapun tujuan panti asuhan adalah memberikan pelayanan yang berdasarkan pada profesi pekerjaan sosial kepada anak-anak terlantar, dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta mengarahkan mereka pada kemampuan keterampilan kerja. Dengan hal tersebut diharapkan mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab, baik

11 terhadap diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat secara luas (Dinas Sosial DKI, 1985). Remaja putri yang ditempatkan di lingkungan di panti asuhan akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan remaja putri yang dibesarkan ditengah-tengah keluarga (dengan kedua orang tua). Di panti asuhan, remaja putri ditempatkan dalam komunitas yang besar dan jenis kelamin yang sama. Selain itu pengasuh yang bertugas sebagai pengganti orang tua jumlahnya terbatas sehingga remaja putri terkadang menghayati dirinya kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari pengasuh. Disamping itu remaja putri juga tidak bebas dalam mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhannya misalnya untuk meminta baju mereka harus menunggu pembagian dari donatur, berbeda dengan remaja yang tinggal bersama orang tua kandungnya. Hal ini memunculkan gambaran tersendiri bagi remaja yang dapat memunculkan suatu konsep dalam dirinya, yang oleh Burns (1979) dikenal dengan istilah Self-Concept. Remaja yang tinggal di panti asuhan tentu memiliki gambaran diri yang ideal (ideal self) yang sama dengan remaja pada umumnya. Namun ketika remaja tersebut menemukan bahwa gambaran diri yang sebenarnya (real self) jauh berbeda dengan gambaran diri yang diharapkan (ideal self) maka ini memunculkan suatu penilaian dalam dirinya yang akhirnya memunculkan suatu keyakinan yang dikenal dengan self esteem (Burns, 1979). Dari uraian diatas maka dapat dijabarkan secara singkat bahwa kehidupan remaja putri di dalam panti asuhan dan sistem pengasuhan yang diberikan akan memberikan penghayatan tersendiri bagi remaja putri yang nantinya membentuk

12 self-esteem remaja. Apakah self-esteem yang terbentuk tinggi atau rendah hal itu tergantung dari penghayatan masing-masing remaja. Self-esteem yang dimiliki remaja putri di panti asuhan akan menentukan atau mengarahkan tingkah laku mereka di dalam lingkungan dimana mereka berada. Menurut Nathaniel Branden (1994) Self-Esteem adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk berpikir, menanggulangi tantangan hidup dan yakin akan kemampuannya untuk mendapatkan kesuksesan, merasa diri berharga/pantas, mengetahui apa yang diinginkan dan butuhkan, mempunyai nilai-nilai dan menikmati hasil usahanya sendiri. Dengan demikian pada remaja putri panti asuhan self-esteem merupakan penilaian remaja putri terhadap dirinya sendiri melalui suatu penghayatan yang sifatnya subyektif mengenai kemampuan serta keberartian dirinya. Penilaian terhadap diri sendiri ini dapat bersifat positif atau negatif. Remaja putri panti asuhan yang menilai dirinya positif akan menghormati dan menerima dirinya sendiri sebaliknya remaja putri panti asuhan yang menilai dirinya negatif akan kurang menghormati dan kurang menerima dirinya. Tinggi rendahnya penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri berkaitan dengan self-esteem. Menurut Nathaniel Branden (1994) self-esteem terbagi dalam derajat yaitu tinggi dan rendah. Remaja yang memiliki self-esteem yang tinggi mempunyai ciri-ciri : merasa bangga dengan keberadaan dirinya karena mempunyai tujuan yang jelas, dapat menerima kelemahan diri (selalu ingin dapat menyelesaikan kelemahannya), dan merasa sangat positif/yakin pada kemampuannya, teguh dalam menghadapi penderitaan hidup dan tidak mudah

13 menyerah, kreatif dalam segala hal serta memiliki kepercayaan diri dalam bersosialisasi. Pada umumnya remaja seperti ini dapat menghargai dirinya dengan baik dan dapat menerima diri apa adanya. Sebaliknya, remaja dengan self- esteem yang rendah memiliki ciri-ciri : memandang dirinya sendiri sebagai remaja yang kurang beruntung, seringkali lebih memilih untuk berdiam diri dalam kekurangan dirinya, dan tidak dapat menerima dirinya serta tidak percaya diri, takut terhadap perubahan yang dihadapi, cenderung memiliki cita-cita yang pendek, dan cenderung merasa khawatir dan gelisah. Menurut Nathaniel Branden (1994), self-esteem dibagi atas dua komponen penting yaitu kompetensi pribadi (self-efficacy) dan penghormatan diri (selfrespect). Self-efficacy yaitu keyakinan remaja putri panti asuhan akan kemampuannya untuk berpikir, mengkoreksi kesalahan yang telah dilakukan dan menerima konsekuensi dari perbuatannya. Memahami apa yang menjadi keinginannya, memahami apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan hidupnya, belajar memahami fakta dan realitas yang ada. Belajar untuk mengadakan perbaikan dan perubahan serta belajar untuk mencapai tujuan. Belajar untuk memilih yang terbaik dan membuat keputusan. Sedangkan selfrespect yaitu keyakinan dalam diri untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup, merasa mampu untuk mencapai kesuksesan dan merasa yakin dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain. Menurut Nathaniel Branden (1994) ada dua faktor yang dapat membentuk self-esteem yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu berupa pikiran-pikiran atau keyakinan-keyakinan remaja putri panti asuhan serta

14 kebiasaan-kebiasaan remaja putri panti asuhan tersebut. Remaja putri panti asuhan yang merasa yakin bahwa fisiknya menarik akan lebih menghargai dirinya sehingga mempengaruhi terbentuknya self-esteem yang tinggi dalam diri remaja putri tersebut. Yang kedua adalah faktor eksternal yaitu yang berasal dari lingkungan berupa pesan-pesan yang disampaikan oleh pengasuh di panti asuhan, guru dan teman sebaya. Sikap pengasuh yang menerima dan menghargai keberadaan remaja putri di panti asuhan akan memunculkan penghayatan dalam diri remaja. Ia akan merasa dirinya diterima dan dihargai sehingga mempengaruhi terbentuknya self-esteem yang tinggi. Demikian juga dengan sikap guru disekolah yang menghormati pendapat remaja putri panti asuhan akan dihayati tersendiri oleh remaja sehingga membentuk self-esteem yang tinggi. Remaja yang merasa dirinya diterima dan diakui oleh teman sebayanya juga akan membentuk selfesteem yang tinggi dalam diri remaja tersebut. Remaja putri panti asuhan yang memiliki self-esteem yang tinggi menunjukkan tingkah laku sebagai berikut : sadar akan keberadaannya sebagai anak panti asuhan, bisa menerima dan menghargai dirinya sendiri, tahu apa yang menjadi cita-citanya dan bersemangat untuk mewujudkan cita-cita tersebut serta mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan orang lain yang berbeda latar belakang dengan dirinya. Sementara remaja putri panti asuhan yang memiliki self-esteem yang rendah akan menunjukkan tingkah laku : kurang menerima dan menghargai dirinya sebagai anak panti asuhan, memiliki cita-cita namun kurang bersemangat untuk mencapai cita-citanya serta merasa takut, dan kurang percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain.

15 Adapun kerangka pemikiran diatas dapat dituangkan dalam bentuk bagan sebagai berikut : Faktor-faktor : - Fisik - Inteligensi - Pengasuh - Guru - Teman sebaya Lingkungan Panti Asuhan Remaja Putri Panti Asuhan Self-Esteem : Self-Efficacy Self -Respect Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran Tinggi Rendah Berdasarkan uraian diatas peneliti membuat asumsi sebagai berikut : Lingkungan panti asuhan memberikan keyakinan tersendiri bagi remaja putri di Panti Asuhan. Keyakinan yang dimiliki oleh remaja putri di Panti Asuhan akan mempengaruhi proses perkembangan self-esteemnya. Remaja putri Panti Asuhan memiliki self-esteem dalam taraf yang berbedabeda.