BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER. ALAT DAN BAHAN - Alat Seperangkat alat Double Pipe Heat Exchanger Heater Termometer - Bahan Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TUGAS KHUSUS

BAB III TUGAS KHUSUS. Evaluasi Performance Hot gas Oil Heat Exchanger 6-2 Crude Distiller III Di Unit CD & GP PT. Pertamina (Persero) Ru III Plaju

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thermosiphon Reboiler adalah reboiler, dimana terjadi sirkulasi fluida

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III TUGAS KHUSUS. 3.1 Judul Evaluasi kinerja Reboiler LS-E6 pada Unit RFCCU di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong.

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BES

Pipa pada umumnya digunakan sebagai sarana untuk mengantarkan fluida baik berupa gas maupun cairan dari suatu tempat ke tempat lain. Adapun sistem pen

Gambar 1 Open Kettle or Pan

BAB I PENDAHULUAN. PLTU 3 Jawa Timur Tanjung Awar-Awar Tuban menggunakan heat. exchanger tipe Plate Heat Exchanger (PHE).

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

BAB III SPESIFIKASI PERALATAN PROSES

HALAMAN PERSETUJUAN. Laporan Tugas Akhir ini telah disetujui oleh pembimbing Tugas Akhir untuk

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

V. SPESIFIKASI ALAT. Pada lampiran C telah dilakukan perhitungan spesifikasi alat-alat proses pembuatan

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE CES

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

INTISARI. iii. Kata kunci : Panas, Perpindahan Panas, Heat Exchanger

BAB I PENDAHULUAN. Pembangkit Listrik Tenaga Air Panglima Besar Soedirman. mempunyai tiga unit turbin air tipe Francis poros vertikal, yang

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pendinginan untuk mendinginkan mesin-mesin pada sistem. Proses pendinginan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

Pengaruh Penggunaan Baffle pada Shell-and-Tube Heat Exchanger

Kern, Chapter 7-9, 11 Abdul Wahid Surhim

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. dengan globalisasi perdagangan dunia. Industri pembuatan Resin sebagai

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB III PERANCANGAN PROSES

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE BEU

BAB III PERANCANGAN PROSES

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III SPESIFIKASI ALAT

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB III PERANCANGAN PROSES

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk proses-proses pendinginan dan pemanasan. Salah satu penggunaan di sektor

PERANCANGAN HEAT EXCHANGER

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

DESAIN DAN ANALISIS ALAT PENUKAR KALOR TIPE AES

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Mesin pengering merupakan salah satu unit yang dimiliki oleh Pabrik Kopi

TUGAS PRA PERANCANGAN PABRIK BIODIESEL DARI DISTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS 100.

ANALISA PERPINDAHAN PANAS PADA KONDENSOR DENGAN KAPASITAS m³/ JAM UNIT 4 PLTU SICANANG BELAWAN

EVALUASI KINERJA HEAT EXCHANGER 11E-25 PADA PREHEATING SECTION DALAM CRUDE DISTILLING UNIT I DI PT PERTAMINA (Persero) REFINERY UNIT IV CILACAP

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

BAB III PERANCANGAN PROSES

Cooling Tower (Menara Pendingin)

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB III SPESIFIKASI ALAT PROSES

BAB I PENDAHULUAN. Destilasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk memisahkan dua atau

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB 4 ANALISA KONDISI MESIN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

V. SPESIFIKASI PERALATAN

BAB II PESAWAT PENGUBAH PANAS (HEAT EXCHANGER )

BAB II DASAR TEORI. mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kalor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatanperalatan

Karakteristik Perpindahan Panas pada Double Pipe Heat Exchanger, perbandingan aliran parallel dan counter flow

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan. 2.1 Mekanisme Perpindahan Panas Alat perpindahan panas banyak digunakan untuk berbagai proses dalam industri. Alat perpindahan panas berfungsi untuk memindahkan panas antara dua fluida dimana fluida yang memiliki suhu lebih tinggi akan memberikan panasnya pada fluida yang lebih rendah suhunya. Dilihat dari penggunaan dan fungsinya, alat perpindahan panas memiliki sebutan yang berbeda-beda antara lain: heat exchanger, pemanas (heater), pendingin (cooler), pengembun (condensor), dan reboiler (Ikhsan, 2012). Ada tiga mekanisme dasar perpindahan panas, yaitu : 1. Konduksi Konduksi merupakan proses perpindahan panas yang terjadi antarmolekul yang saling berdekatan dan tidak diikuti oleh perpindahan molekul tersebut secara fisik. Molekul benda yang lebih panas bergetar lebih cepat dibandingkan dengan molekul benda yang bergetar dalam keadaan dingin. Getaran-getaran yang cepat ini tenaganya dilimpahkan kepada molekul di sekelilingnya sehingga menyebabkan getaran yang lebih cepat dan akan memberikan panas. 2. Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas antara bagian panas dan dingin dari suatu fluida karena adanya proses pencampuran atau dapat dikatakan bahwa perpindahan panas yang terjadi disebabkan oleh adanya pergerakan medium. Perpindahan panas secara konveksi dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu :

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 6 a. Natural atau free convection, dimana pergerakan medium disebabkan oleh adanya perbedaan densitas atau temperatur dari medium tersebut. b. Forced convection, dimana pergerakan medium disebabkan oleh adanya bantuan tenaga dari luar, misalnya pengadukan. 3. Radiasi Radiasi merupakan perpindahan panas tanpa melalui media. Suatu energi dapat menghantarkan dari suatu tempat ke tempat yang lain (dari benda panas ke benda yang dingin) dengan gelombang elektromagnetik dimana tenaga ini akan diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda lain. 2.2 Jenis dan Fungsi Alat Perpindahan Panas Alat perpindahan panas terdiri dari lima jenis alat antara lain heat exchanger, heater, cooler, condenser, dan reboiler. Berikut ini penjelasan mengenai fungsi dari alat perpindahan panas tersebut sebagai berikut (Sitompul, 1993). a. Heat Exchanger Alat penukar panas ini bertujuan memanfaatkan panas suatu aliran fluida untuk memanaskan fluida yang lain tanpa perubahan fasa. Dengan demikian, terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu memanaskan fluida yang dingin dan mendinginkan fluida yang panas. b. Heater Heater berfungsi untuk mamanaskan fluida cair, contohnya furnace. c. Cooler Cooler berfungsi untuk mendinginkan fluida cair dengan menggunakan air sebagai media pendingin.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 7 d. Condenser Condenser berfungsi untuk mengkondensasikan uap hasil pengolahan sebelumnya dengan menggunakan air pendingin atau fan (udara). e. Reboiler Reboiler berfungsi untuk memanaskan kembali hasil dasar suatu kolom dengan menggunakan steam atau media pemanas lain. 2.3 Heat Exchanger Menurut Incropera dan Dewitt (1981) dalam Za Tendra (2011), efektivitas suatu heat exchanger didefinisikansebagai perbandingan antara perpindahan panas yang diharapkan (nyata) dengan perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi dalam heat exchanger tersebut. Secara umum, pengertian alat penukar panas atau heat exchanger adalah suatu alat yang memungkinkan perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antarfluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja. Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, dan pembangkit listrik. 2.3.1 Prinsip Kerja Heat Exchanger Prinsip kerja heat exchanger yaitu memindahkan panas dari dua fluida pada temperatur berbeda di mana transfer panas dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung (Ikhsan, 2012).

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 8 a. Secara kontak langsung Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui permukaan kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida. Transfer panas yang terjadi yaitu melalui interfase / penghubung antara kedua fluida. Contoh : aliran steam pada kontak langsung yaitu dua zat cair yang immiscible(tidak dapat bercampur), gas-liquid, dan partikel padat-kombinasi fluida. b. Secara kontak tak langsung Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui dinding pemisah. Dalam sistem ini, kedua fluida akan mengalir. 2.3.2 Tipe Aliran Dalam Heat Exchanger Pada alat heat exchanger terdapat empat tipe aliran dalam alat penukar panas, yaitu ( ZA Tendra, 2011) : a. Counter current flow (berlawanan arah) Counter current flow atau counter flow adalah aliran berlawanan arah, dimana fluida yang satu masuk pada satu ujung penukar kalor, sedangkan fluida yang satu lagi masuk pada ujung penukar panas yang lain, masingmasing fluida mengalir menurut arah yang berlawanan. Untuk tipe counter current flow ini memberikan panas yang lebih baik bila dibandingkan dengan aliran searah atau parallel. Sedangkan banyaknya pass (lintasan) juga berpengaruh terhadap efektifitas dari alat penukar panas yang digunakan.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 9 Gambar 2.1 Tipe aliran counter current flow (berlawanan arah) b. Parallel flow / co-current (searah) Parallel flow atau co-current flow adalah aliran searah, dimana kedua fluida masuk pada ujung penukar panas yang sama dan kedua fluida mengalir searah menuju ujung penukar panas yang lain (Anonim, 2009). Gambar 2.2 Tipe aliran parallel flow / co-current (searah) c. Cross flow (silang) Cross-flow atau sering disebut dengan aliran silang adalah apabila fluidafluida yang mengalir sepanjang permukaan bergerak dalam arah saling tegak lurus.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 10 Gambar 2.3 Tipe aliran cross flow (silang) 2.3.3 Jenis Heat Exchanger Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh asosiasi pembuat heat exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufactures Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi (Morris, 2011). Dalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat exchanger, yaitu : 1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat. 2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri. 3. Kelas B, yaitu untuk menentukan desain dan fabrikasi untuk proses kimia. Dalam gambar 2.4 diperlihatkan tipe-tipe shell and tube heat exchanger berdasarkan desain TEMA.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 11 Gambar 2.4 Desain TEMA untuk Shell and Tube Heat Exchanger (Sumber : Morris, 2011)

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 12 2.3.4 Komponen Shell and Tube Heat Exchanger Shell and tube heat exchanger merupakan jenis penukar panas yang paling banyak digunakan dalam industri perminyakan. Alat ini terdiri dari sebuah shell (tabung/silinder besar) dimana di dalamnya terdapat suatu bundle (berkas) pipa dengan diameter yang relatif kecil. Satu jenis fluida mengalir di dalam pipa-pipa sedangkan fluida lainnya mengalir pada bagian luar pipa tetapi masih di dalam shell. Keuntungan shell and tube heat exchanger merupakan heat exchanger yang paling banyak digunakan pada proses-proses industri karena mampu memberikan rasio area perpindahan panas dengan volume dan massa fluida yang cukup kecil. Selain itu juga dapat mengakomodasi ekspansi termal, mudah untuk dibersihkan, dan konstruksinya juga cukup murah di antara yang lain. Untuk menjamin bahwa fluida pada shell side mengalir melintasi tabung dan dengan demikian menyebabkan perpindahan kalor yang lebih tinggi, maka di dalam shell tersebut dipasangkan sekat/penghalang/baffle (Za Tendra, 2011). Gambar 2.5 Konstruksi alat penukar kalor jenis Shell and Tube (Sumber : Za Tendra, 2011)

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 13 Komponen-komponen utama shell and tube heat exchanger ini terdiri dari : 1. Tube Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir di dalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan dan bahan pipa harus dipilih berdasarkan pada tekanan operasi fluida kerjanya. Selain itu, bahan pipa tidak mudah terkorosi oleh fluida kerja. Ukuran pipa yang secara umum digunakan biasanya mengikuti ukuranukuran yang telah baku. Komponen alat yang dialiri fluida lainnya, yang dindingnya merupakan lintasan pertukaran panas, dengan ukuran standar IPS (Iron Pipe Size) dan ketebalan standar BWG (Birmingham Wire Gage).IPS mengacu pada sistem lama pengukuran pipa yang masih digunakan oleh beberapa industri, termasuk produsen utama pipa PVC, sedangkan BWG merupakan bilangan untuk menyatakan ukuran ketebalan pipa yang berbeda-beda. Semakin besar bilangan BWG maka semakin tipis tube-nya. Diameter dalam tube merupakan diameter dalam aktual (ukuran inch) dengan toleransi yang sangat tepat. Tube dapat diubah dari berbagai jenis logam, seperti besi, tembaga, muniz metal, perunggu, 70-30 tembaga-nikel, aluminium perunggu, aluminium, dan stainless steel. Lubang-lubang pipa pada penampang shell dan tube tidak disusun secara begitu saja namun mengikuti aturan tertentu. Jumlah pipa dan ukurannya harus disesuaikan dengan ukuran shell, ketentuan ini mengikuti aturan baku dan lubang-lubang pipa disusun berbentuk persegi atau segitiga. Bentuk susunan lubang-lubang pipa secara persegi dan segitiga ini disebut sebagai tube pitch. Pitch adalah jarak dari pusat atau center line tube yang satu ke pusat tube yang lainnya (Za Tendra, 2011).

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 14 Jenis-jenis tube pitch yang utama adalah : a. Square pitch Tipe ini biasa digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop yang rendah dan pembersihan secara mekanik dilakukan pada bagian luar tube. Selain itu, nilai perpindahan panas dari Square Pitch lebih kecil dibandingkan dengan Triangular Pitch. Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 90 (persegi empat). b. Triangular pitch Tipe ini banyak digunakan untuk fluida yang tingkat kekotorannya tinggi ataupun rendah. Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 60 (segitiga sama sisi) searah dengan aliran fluidanya. Triangular Pitch mempunyai nilai perpindahan panas lebih tinggi dari Square Pitch. c. Square pitch rotated Tipe ini digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop dan nilai perpindahan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Square Pitch. Square Pitch Rotated dibersihkan secara mekanik. Pusat-pusat tube saling membentuk sudut 45. d. Triangular pitch with cleaning lanes Tipe ini jarang digunakan seperti Triangular Pitch, tetapi dapat digunakan untuk heat exchanger dengan pressure drop sedang hingga tinggi. Triangular pitch with cleaning lanes memiliki nilai perpindahan panas yang lebih baik dari Square pitch.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 15 Gambar 2.6 Jenis tube pitch (Sumber : Za Tendra, 2011) 2. Tube sheet Berfungsi sebagai tempat untuk merangkai ujung-ujung tube sehingga menjadi satu yang disebut tubebundle. Tube sheet terbuat dari material dengan ketebalan dan jenis tertentu tergantung dari jenis fluida yang mengalir pada peralatan tersebut. Heat exchanger dengan tube lurus pada umumnya menggunakan dua buah tube sheet. Sedangkan pada tube tipe U menggunakan satu buah tube sheet yang berfungsi untuk menyatukan tubetube menjadi tube bundle dan sebagai pemisah antara tube side dengan shell side. 3. Tie Rods Batangan besi yang dipasang sejajar dengan tube dan ditempatkan di bagian paling luar dari baffle yang berfungsi sebagai penyangga agar jarak antara baffle yang satu yang lainnya tetap. 4. Shell Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tube yang akan ditempatkan di dalamnya. Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang di-roll. Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 16 terdapat tube bundle. Untuk temperatur yang sangat tinggi terkadang shell dibagi menjadi dua dan disambungkan dengan sambungan ekspansi. Biasanya, shell berbentuk bulat memanjang (silinder) yang berisi tube bundle sekaligus sebagai wadah mengalirkan zat atau fluida. Untuk kemungkinan korosi, tebal shell sering diberi kelebihan 1/8 in. 5. Baffle / Sekat Baffle atau sekat merupakan bagian yang penting dari heat exchanger. Pemasangan baffle pada heat exchanger bertujuan untuk membuat turbulensi aliran fluida baik pada shell dan tube serta menambah waktu tinggal (residence time), tetapi pemasangan baffle akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur. Selain itu, baffle pun memiliki fungsi lain yaitu untuk menahan tube bundle, mengurangi atau menambah terjadinya getaran. Luas baffle + 75% dari penampungan shell. Spasi antar baffle tidak lebih dekat dari 1/5 diameter shell karena apabila terlalu dekat akan didapat kehilangan tekanan yang besar. 2.3.5 Shell and Tube Heat Exchanger Berdasarkan konstruksinya, shell and tube heat exchanger dibagi menjadi tiga kategori yaitu (Za Tendra, 2011) :

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 17 1. Fixed Tube Sheet Heat Exchanger Gambar 2.7 Konstruksi alat penukar kalor jenis Fixed Tube sheet Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011) Fixed Tube sheet merupakan jenis shell and tube heat exchanger yang terdiri dari tube-bundle yang dipasang sejajar dengan shell dan kedua tube sheet menyatu dengan shell. Kelebihan utama dari konstruksi fixed tube sheet adalah biaya rendah karena konstruksinya yang sederhana, selama ekspansi joint tidak diperlukan. Kelebihan lain adalah tube dapat dibersihkan secara mekanik setelah penutup saluran (bonnet) dilepas. Kelemahan dari desain ini adalah sisi luar dari tube tidak dapat dibersihkan secara mekanis karena bundle tidak dapat dilepas dari shell sehingga kesulitan pada penggantian tube dan pembersihan shell. Akan tetapi, dapat diaplikasikan cara yang tepat yaitu dengan menggunakan bahan kimia untuk fouling services pada shell side.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 18 2. U Tube Heat Exchanger U tube / U bundle hanya mempunyai 1 buah tube sheet, dimana tube dibuat berbentuk U yang ujung-ujungnya disatukan pada tube sheet sehingga biaya yang dibutuhkan paling murah diantara shell and tube heat exchanger yang lain. Tube bundle dapat dikeluarkan dari shell-nya setelah channel head-nya dilepas. Tipe ini dapat digunakan pada tekanan tinggi dan beda temperatur yang tinggi. Masalah yang sering terjadi pada heat exchanger ini adalah terjadinya erosi pada bagian dalam bengkokan tube yang disebabkan oleh kecepatan aliran dan tekanan di dalam tube, untuk itu fluida yang mengalir dalam tube side haruslah fluida yang tidak mengandung partikel-partikel padat. Gambar 2.8 Konstruksi alat penukar kalor jenis U tube Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011) Biaya pembuatan sebuah heat exchanger U tube sebanding dengan fixed tube sheet karena diimbangi oleh biaya tambahan yang dikeluarkan untuk membengkokkan tube menjadi seperti huruf U dan diameter shell yang agak lebih besar.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 19 Keuntungan dari U tube heat exchanger adalah sisi luar tube dapat dibersihkan karena tube bundle dapat dilepas. Kerugian U tube heat exchanger adalah bagian dalam tube tidak dapat dibersihkan secara efektif, karena tikungan pada tube akan membutuhkan fleksibel end mengebor lubang untuk cleaning. Jadi, U tube heat exchanger sebaiknya tidak digunakan untuk cairan kotor di dalam tube. 3. Floating Tube Sheet Heat Exchanger Floating Tube Sheet merupakan heat exchanger yang dirancang dengan salah satu tipe tube sheet-nya mengambang, sehingga tube bundle dapat bergerak di dalam shell jika terjadi pemuaian atau penyusutan karena adanya perubahan suhu yang terjadi dalam heat exchanger. Tipe ini banyak digunakan dalam industri migas karena pemeliharaannya lebih mudah dibandingkan fixed tube sheet. Selain itu, tube bundle-nya dapat dikeluarkan dan dapat digunakan pada operasi dengan perbedaan temperatur antara shell dan tube side di atas 200 o F. Gambar 2.9 Konstruksi alat penukar kalor jenis Floating Tube Sheet Heat Exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011)

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 20 2.4 Pemilihan Fluida yang Dilewatkan Shell dan Tube Menurut Indra Wibawa Dwi Sukma (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan fluida dalam shell dan tube antara lain : a. Kemampuan untuk dibersihkan (Cleanability) Jika dibandingkan cara membersihkan tube dan shell, maka pembersihan shell jauh lebih sulit. Untuk itu fluida yang bersih biasanya dialirkan pada bagian shell dan fluida yang kotor melalui tube. Fluida kotor dilewatkan melalui tube karena tube-tube mudah untuk dibersihkan. b. Korosif Masalah korosi sangat dipengaruhi oleh penggunaan dari paduan logam. Paduan logam tersebut mahal oleh karena itu fluida yang korosif dialirkan melalui tube untuk menghemat biaya yang terjadi karena kerusakan shell. c. Tekanan Fluida bertekanan tinggi dilewatkan pada tube karena bila dilewatkan shell membutuhkan diameter dan ketebalan yang lebih sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal. d. Suhu Fluida dengan suhu tinggi dilewatkan pada tube karena panasnya ditransfer seluruhnya ke arah permukaan luar tube atau ke arah shell sehingga akan diserap sepenuhnya oleh fluida yang mengalir di shell. Apabila fluida dengan temperatur lebih tinggi dilewatkan pada shell maka transfer panas tidak hanya dilakukan ke arah tube, tetapi ada kemungkinan transfer panas juga terjadi ke arah luar shell (ke lingkungan). e. Kuantitas Fluida yang memiliki volume besar dilewatkan melalui tube untuk memaksimalkan proses perpindahan panas yang terjadi.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 21 f. Sediment /Suspended Solid / Fouling Fluida yang mengandung sediment/suspended solid atau yang menyebabkan fouling sebaiknya dialirkan di tube sehingga tube-tube dengan mudah dibersihkan. Jika fluida yang mengandung sediment dialirkan di shell, maka sediment/fouling tersebut akan terakumulasi pada stagnant zone di sekitar baffle, sehingga cleaning pada sisi shell menjadi tidak mungkin dilakukan tanpa mencabut tube bundle. g. Viskositas Fluida yang viscous atau yang mempunyai low transfer rate (laju rendah) dilewatkan melalui shell karena dapat menggunakan baffle. 2.5 Fluida Heat Exchanger 11E-25 Sesuai dengan Operating Manual Fuels Complex Cilacap Refinery, spesifikasi fluida yang diaplikasikan dalam heat exchanger 11E-25 sebagai berikut. 1. Shell Long residu digunakan sebagai media pemanas pada heat exchanger 11E- 25. Long residu merupakan produk bawah dari Crude Distilling Unit I. Spesifikasi long residu disajikan pada tabel 2.1. Refinery Products Long residu (res.350 o C) Tabel 2.1 Spesifikasi Long Residu Specific Characteristics Specific Gravity 60/60 o F Pour Point( o F) Visc. Kinematics at 140 o F (cs) Final Boiling Point (Sumber : Operating Manual Fuels Complex Cilacap Refinery) 0,949 60 57,73 370

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 22 2. Tube Fluida yang dialirkan pada bagian tube heat exchanger 11E-25 adalah Arabian Light Crude yang berasal dari Timur Tengah. Spesifikasi Arabian Light Crude disajikan pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Spesifikasi Arabian Light Crude Spesifikasi Arabian Light Specific gravity 60/60 o F 0,8587 Gravity o API at 60 o F 33,3 ASTM distillation, ( o C) Initial Boiling Point 36 10% vol 123 20% vol 171 30% vol 213 40% vol 297 50% vol >300 Pour Point ( o F) <20 Reid Vapour Pressure at 100 o F (lbs) 4,2 Flash Point ( o F) <32 Sulphur content (%wt) 1,88 Water content (%vol) 0,1 Salt content (mg NaCl/liter) 30 Ash content (% wt) 0,01 Asphaltene content (% wt) 3,28 Wax content (% wt) 3 Viscocity kinematic at 100 o F (cs) 10,7 Viscocity kinematic at 122 o F (cs) 7,8 (Sumber : Operating Manual Crude Distillation Unit I) 2.6 Analisis Kinerja Heat Exchanger Untuk menganalisis kinerja heat exchanger, parameter parameter yang dapat digunakan adalah duty, koefisien perpindahan panas, dan Log Mean Temperature Difference (LMTD). Berikut di bawah ini dijelaskan mengenai parameter-parameter heat exchanger tersebut.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 23 2.6.1 Duty (Q) Duty merupakan besarnya energi atau panas yang ditransfer per waktu. Duty dapat dihitung baik pada fluida dingin atau fluida panas. Apabila duty pada saat operasional lebih kecil dibandingkan dengan duty pada kondisi desain, kemungkinan terjadi heat losses, fouling dalam tube, penurunan laju alir (fluida panas atau dingin), dan lain-lain. Duty dapat meningkat seiring bertambahnya kapasitas. Untuk menghitung unjuk kerja alat penukar panas, pada dasarnya menggunakan persamaan sebagai berikut. Q = m. Cp. t dimana : Q : Jumlah panas yang dipindahkan (Btu/hr) m : Laju air (lb/hr) Cp : Specific heat fluida (Btu/lb. o F) t : Perbedaan temperatur yang masuk dan keluar ( o F) Berikut ini adalah rumus untuk menghitung jumlah panas yang dipindahkan dengan menggunakan neraca energi. Q = UA. LMTD dimana : Q : Jumlah panas yang dipindahkan(btu/hr) U : Koefisien perpindahan panas (Btu/hr ft 2 o F) A : Luas permukaan perpindahan panas (ft 2 ) LMTD : Perbedaan suhu logaritmik ( o F)

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 24 2.6.2 Koefisien Perpindahan Panas Koefisien perpindahan panas menyatakan mudah atau tidaknya panas berpindah dari fluida panas ke fluida dingin dan juga menyatakan aliran panas menyeluruh sebagai gabungan proses konduksi dan konveksi. Semakin baik sistem maka semakin tinggi pula koefisien panas yang dimilikinya. Koefisien perpindahan panas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan empiris sebagai berikut. U o = 1 A o / A i h i +(r i -r k ) A o / k k A Alm + (r o -r i ) / (k A.A Alm ) + 1/ho dengan : U o = koefisien perpindahan panas pada tube bagian luar (Btu/hr ft 2 o F) A o = luas permukaan dinding tube bagian luar (ft 2 ) A o = 2 π L r o (ft 2 ) A i = luas permukaan dinding tube bagian dalam (ft 2 ) A i = 2 π L r i (ft 2 ) A A lm = log mean area untuk tube A A lm = A o - A i ln ( A o /A i ) L = length (19,9998 ft) hi = koefisien perpindahan panas bagian tube dalam (Btu/hr ft 2o F) h o = koefisien perpindahan panas bagian tube luar (Btu/hr ft 2o F) k A = koefisien konduksi untuk tube (Btu/hr ft o F) k k = koefisisen konduksi untuk minyak (Btu/hr ft o F) r o r i = jari- jari bagian luar dari tube (ft) = jari-jari bagian dalam dari tube (ft)

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 25 r k = jari-jari ketebalan kerak (ft) 2.6.3 Log Mean Temperature Difference (LMTD) Sebagaimana persamaan dasar heat transfer pada heat exchanger Q= U A LMTD, maka perhitungan heat transfer tergantung pada beda temperatur. Akan tetapi, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya beda temperatur bervariasi sepanjang heat exchanger. Untuk mengatasi permasalahan ini, digunakan konsep Mean Temperature Difference (MTD). Berikut adalah penentuan nilai LMTD pada setiap aliran dengan menggunakan persamaan neraca energi. Gambar 2.10 Aliran co-current dan counter current pada heat exchanger (Sumber : Za Tendra, 2011) a. Untuk aliran co-current : (T h2 Tc 2 ) (T h1 Tc 1 ) LMTD = ln ((T h2 Tc 2 ) /(T h1 Tc 1 ))

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 26 b. Untuk aliran counter current : (T h1 Tc 2 ) (T h2 Tc 1 ) LMTD = ln ((T h1 Tc 2 ) /(T h2 Tc 1 )) Keterangan : dalam satuan o F 2.7 Fouling Dalam ilmu perpindahan kalor, fouling adalah pembentukan lapisan deposit pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang tidak diinginkan. Bahan atau senyawa itu dapat berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Senyawa atau bahan tersebut dapat berasal dari partikel-partikel atau senyawa lainnya yang terangkut oleh aliran fluida. Pembentukan lapisan deposit atau fouling ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Pembentukan lapisan tersebut dapat meningkat apabila permukaan deposit yang terbentuk mempunyai sifat adhesive yang cukup kuat. Gradien temperatur yang cukup besar antara aliran dengan permukaan dapat juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan deposit. Pada umumnya, proses pembentukan lapisan deposit atau fouling merupakan fenomena yang sangat kompleks sehingga sukar sekali dianalisa secara analitik. Mekanisme pembentukannya sangat beragam dan metode pendekatannya juga berbeda-beda. Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Untuk menghindari penurunan kinerja alat penukar kalor yang terus berlanjut dan terjadinya unpredictable cleaning, maka diperlukan suatu informasi yang jelas

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 27 tentang tingkat pengotoran untuk menentukan jadwal pembersihan / cleaning schedule (Bambang Setioko, 2010). 2.7.1 Penyebab terjadinya fouling Menurut Bambang Setioko (2010), fouling disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Adanya pengotor berat yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau coke keras. b. Adanya pengotor berpori yaitu kerak lunak yang berasal dari dekomposisi kerak keras. 2.7.2 Akibat fouling Menurut Bambang Setioko (2010), beberapa faktor akibat dari fouling antara lain : a. Mengakibatkan kenaikan tahanan heat transfer, sehingga meningkatkan biaya baik investasi, operasi maupun perawatan. b. Ukuran heat exchanger menjadi lebih besar, heat losses meningkat, waktu shutdown lebih panjang dan biaya perawatan lebih mahal. 2.7.3 Mekanisme fouling Menurut Bambang Setioko (2011), terdapat beberapa hal tentang mekanisme pembentukan fouling,antara lain :

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 28 a. Sedimentation fouling Cooling water mengandung padatan terlarut yang dapat mengendap pada permukaan perpindahan panas. Pengendapan pengotor sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan sedikit dipengaruhi oleh temperatur dinding. b. Inverse solubility fouling Garam-garam tertentu banyak ditemukan pada air, dalam hal ini kalsium sulfat yang lebih sulit larut di air panas daripada air dingin. Jika suatu arus menemui sebuah dinding pada temperatur jenuh garam, garam akan mengkristal pada permukaan. c. Chemical reaction fouling Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia di dalam fluida, di atas permukaan perpindahan panas, dimana material bahan permukaan perpindahan panas tidak ikut bereaksi, seperti adanya reaksi polimerisasi, dan lain-lain. Mekanisme pengotor ini meliputi perubahan-perubahan fisik. Sumber pengotor adalah reaksi kimia yang menghasilkan fasa padat di dekat atau pada permukaan. Contohnya sebuah permukaan perpindahan panas dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan degradasi termal dari komponen arus proses yang menghasilkan deposit karbon (coke) di atas permukaan. d. Corrosion product fouling Pengotoran terjadi akibat reaksi kimia antara fluida kerja dengan material bahan permukaan perpindahan panas. Sebuah arus dapat merusak logam perpindahan panas, pada akhirnya usaha untuk membersihkan permukaan akan menghasilkan percepatan korosi dan kegagalan heat exchanger.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 29 e. Biological fouling Pengotoran ini berhubungan dengan akitifitas organisme biologi yang terdapat atau terbawa dalam aliran fluida seperti lumut, jamur, dan lain-lain. Banyak sumber cooling water dan beberapa aliran proses yang mengandung organisme-organisme yang akan melekat pada permukaan padat dan berkembang, contohnya ganggang dan remis. Ketika wujud makroskopik muncul akan menyebabkan masalah pada proses perpindahan panas dan juga penyumbatan saluran. f. Combined mechanism Sebagian besar dari proses pengotoran di atas dapat terjadi secara kombinasi. Umumnya adalah kombinasi dari sedimentation fouling dan inverse solubility fouling pada cooling tower water. Akibat pembentukan fouling tersebut, maka kemampuan alat penukar kalor akan mengalami penurunan. Dalam beberapa kasus,pembersihan lapisan fouling dilakukan secara kimia dan mekanis. 2.8 Pembersihan Heat Exchanger Jika fouling tidak dapat dicegah, dibutuhkan pembersihan secara periodik. Berikut adalah tiga tipe pembersihan heat exchanger antara lain : 1. Chemical / Physical Cleaning Metode pembersihan dengan mensirkulasikan agent melalui peralatan biasanya menggunakan HCl 5-10%. Beberapa pembersihan secara kimia lainnya yaitu contohnya pembersihan endapan karbonat dan klorinasi, secara mekanis contohnya dengan mengikis atau penyikatan dan dengan penyemprotan semprotan air dengan kecepatan sangat tinggi. Pembersihan

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA 30 ini membutuhkan waktu yang tidak singkat sehingga terkadang operasi produksi harus dihentikan. 2. Mechanical Cleaning Metode pembersihan secara mekanik dibagi menjadi dua cara sebagai berikut : a. Drilling atau Turbining Pembersihan dilakukan dengan men-drill deposit yang menempel pada dinding tube. b. Hydrojecting Pembersihan dilakukan dengan cara menginjeksikan air ke dalam tube pada tekanan yang tinggi, untuk jenis deposit yang lunak. 3. Gabungan dari keduanya. Metoda ini merupakan penggabungan dari kedua pembersihan di atas yaitu secara chemical/physical dan mechanical.