V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

dokumen-dokumen yang mirip
V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

BAB I PENDAHULUAN. komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014

V. GAMBARAN UMUM RUMPUT LAUT. Produksi Rumput Laut Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara (Wisman) melalui Pintu Masuk Makassar menurut Kebangsaan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN

OUTLOOK KOMODITI TEBU

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI BENGKULU, JULI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

Ekonomi Pertanian di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI BENGKULU, AGUSTUS 2016

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar (market

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

LAPORAN INDUSTRI PASAR EKSPOR BATUBARA INDONESIA

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2015

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH MEI 2015

EKSPOR IMPOR KOMODITAS PERTANIAN

TEBU. (Saccharum officinarum L).

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

Ringkasan Eksekutif. Ekspor Impor Hasil Industri Bulan Oktober 2014

Transkripsi:

V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. Upaya memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu melalui peningkatan produksi gula dunia. Tahun 2006 hingga 2008, produksi gula dunia mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10. Periode 2008-2009, produksi gula dunia menurun disebabkan penurunan produksi di negara produsen utama gula dunia yaitu Brazil. Penurunan produksi ini disebabkan adanya oleh perubahan iklim. Tingkat produksi gula dunia tahun 2006 hingga 2008 lebih besar dari konsumsi gula dunia sehingga pada tahun tersebut mengalami surplus. Sedangkan tahun 2008-2009 produksi tidak mencukupi konsumsi gula dunia. Hal ini menyebabkan defisit gula dunia. Implikasinya, harga gula dunia meningkat selain dari adanya peningkatan harga minyak dunia. Tabel 10. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia (Ribu Ton) Tahun Produksi Konsumsi Defisit/Surplus 2006-2007 166 079 156 942 9 137 2007-2008 168 611 162 241 6 370 2008-2009 161 527 165 801-4 274 Sumber : International Sugar Organization, 2009 5.1.2. Harga Gula Pasir Dunia Harga gula pasir internasional berfluktuatif sepanjang waktu (Gambar 6). Kurun waktu Januari 2009 hingga Februari 2010, harga gula pasir cenderung 49

meningkat. Hal ini dikarenakan harga minyak mentah yang cenderung meningkat sehingga mempengaruhi pada biaya produksi. Pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2010 harga gula internasional mencapai harga terendah yaitu Rp 7 092/Kg. Juli 2010 hingga Februari 2011 harga gula internasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai harga tertinggi yaitu Rp 11 304/Kg. Hal ini dikarenakan sebagian negara-negara produsen mengalami kegagalan panen sehingga mempengaruhi pada hasil produksi tebu. Berfluktuasinya harga gula internasional mempengaruhi harga gula pasir di dalam negeri. Namun, apakah perubahan harga di dalam negeri dapat ditransmisikan dengan harga di produsen di dalam negeri. Seberapa cepat perubahan harga terjadi dapat ditransmisikan ke tingkat produsen tergantung dari waktu, transportasi, dan lainnya. Gambar 6. Harga Gula Pasir Dunia (Rp/Kg) Sumber: Harian LIFFE (diolah) 5.1.3. Negara Eksportir dan Importir Gula Brazil merupakan negara produsen gula utama di dalam memenuhi kebutuhan gula dunia (Tabel 11). Di kawasan Asia yang menjadi negara produsen gula terbesar adalah Thailand. Sedangkan negara pengimpor terbesar yaitu USA 50

(United States of America). Di kawasan Asia yang menjadi importir terbesar yaitu India. Sedangkan Indonesia berada pada urutan kesepuluh importir gula dunia. Adanya perubahan iklim yang terjadi menimbulkan perubahan posisi negara-negara produsen utama gula dunia. Contohnya, India tahun 2007 merupakan salah satu negara produsen gula, namun adanya perubahan iklim yang menyebabkan kegagalan panen di tahun 2010 merubah posisi India menjadi salah satu negara pengimpor gula. Tahun 2014 pemerintah menargetkan swasembada gula Indonesia. Hal ini diharapkan Indonesia dapat memenuhi kebutuhan gula domestik. Namun, target pemerintah perlu dikaji kembali. Hal ini dikarenakan tahun 2010 Indonesia menjadi negara importir kesepuluh terbesar di dunia. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut, pemerintah harus meningkatkan upaya pencapaian target tersebut. Jika tidak, maka target tercapainya swasembada gula Indonesia hanya sebagai wacana dan harapan yang tidak dapat direalisasikan. Tabel 11. Rangking Negara Pengekspor dan Pengimpor Gula Dunia Rangking Negara Eksportir Importir 1 Brazil USA (United States of America) 2 Thailand United Kingdom 3 Perancis Jerman 4 Jerman Italia 5 Kuba India 6 USA Korea (United States of America) 7 Meksiko Perancis 8 Belanda Belgia 9 Belgia Jepang 10 Guatemala Indonesia Sumber : UN Comtrade, 2010 51

5.1.4. Realisasi Ekspor Gula Tebu Berdasarkan Negara Tujuan Ekspor gula tebu berdasarkan negara tujuan terjadi pada beberapa negara di dunia. Realisasi ekspor terbesar tahun 2007 dengan negara tujuan yaitu Kanada. Sedangkan Tahun 2008 dan 2009 realisasi ekspor gula terbesar yaitu Malaysia dengan jumlah 811 854 kg dan 273 230 kg. Sedangkan tahun 2010 realisasi ekspor gula tebu terbesar yaitu Jepang yang berjumlah 121 689 kg. Negara yang setiap tahunnya melakukan realisasi ekspor gula tebu berdasarkan negara tujuan setiap tahunnya dalam periode tahun 2007 hingga tahun 2010 yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada. Trend realisasi ekspor gula tebu yang cenderung meningkat setiap tahunnya yaitu Amerika Serikat. Berbeda halnya dengan Jepang dan Kanada yang melakukan kegiatan ekspor setiap tahun namun jumlahnya cenderung berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Realisasi Ekspor Gula Tebu Berdasarkan Negara Tujuan (Kg) Negara Tujuan 2007 2008 2009 2010 Amerika Serikat 1 536 23 448 46 183 80 406 Australia 2 520 4 680-2 318 Belanda 16 024-777 - Finlandia - - 1 247 - Hongkong 14 360 10 722-1 080 Jepang 6 153 72 692 142 808 121 689 Jerman Barat 7 200 - - - Kaledonia Baru - - 138 168 Kanada 147 000 196 978 195 920 98 540 Korea Selatan 776-381 482 Malaysia - 811 854 273 230 75 464 Perserikatan Emirat Arab - - 529 - Pilipina 75 - - - Saudi Arabia - - 5 105 - Selandia Baru - - - 174 Singapura 1 001 69 811 - - Spanyol 350 - - - Sumber ; BPS (diolah Pusdatin Perdagangan), 2011 52

5.1.5. Realisasi Impor Gula Tebu Berdasarkan Negara Asal Realisasi impor gula tebu berdasarkan negara asal dengan jumlah terbesar tahun 2007, 2008, dan 2009 yaitu Thailand. Sedangkan tahun 2010, realisasi impor gula tebu Brazil tahun 2010 berada pada nilai terbesar yaitu 628 301 485kg. Hal ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana peningkatan tahun 2010 sangat drastis terjadi pada Brazil. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Realisasi Impor Gula Tebu Berdasarkan Negara Asal (Kg) Negara Asal 2007 2008 2009 2010 Amerika Serikat - - 34 990 127 - Argentina 26 200 420 - - - Australia 707 587 280-180 000 682 161 100 000 Belgia - 11 - - Brasilia 152 906 000-259 661 043 628 301 485 El Salvador - - 14 137 549 - Guatemala 87 604 415-44 000 000 - Hongkong - 2 113 - India 40 054 000 27 164 414-46 600 000 Korea Selatan 16 000 000 - - - Malaysia - 103 - - Peru - - 20 000 000 - Pilipina 36 000 010-19 000 000 - Rep.Afrika Selatan 77 173 000-93 450 000 22 000 000 Rep.Rakyat Cina - - 304 - Singapura 3 42 401 090 7 000 952 - Swaziland 25 000 000 - - - Taiwan - 1 - - Thailand 718 634 420 310 634 625 518 730 040 311 233 440 Sumber ; BPS (diolah Pusdatin Perdagangan), 2011 Berbeda halnya dengan singapura tahun 2007 yang menunjukkan angka tertinggi, namun di tahun 2008 negara tersebut tidak melakukan realisasi impor berdasarkan negara tujuan asal. Meskipun demikian, tahun 2009 dan 2010 negara ini melakukan kegiatan tersebut kembali meskipun tidak sebanyak taahun 2007. Begitupun dengan negara lainnya yang melakukan realisasi impor berdasarkan negara tujuan memiliki nilai yang cukup berubah setiap tahunnya. 53

Namun, perubahan tersebut terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada kurun waktu 2007 hingga 2010. Negara tersebut antara lain Guatemala, Filipina, dan Singapura. 5.2. Ekonomi Gula Indonesia 5.2.1. Luas Areal Perkebunan Tebu di Indonesia Areal perkebunan Tebu di Indonesia tersebar di beberapa provinsi di Indonesia (Tabel 14). Luas areal perkebunan tebu terbesar baik perkebunan rakyat, negara, dan swasta berdasarkan provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2010 *) yaitu 199 884 Ha. Selain itu, Provinsi Jawa Timur memiliki luas areal terbesar setiap tahunnya pada kurun waktu 2006-2010 *). Namun, tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan tebu tahun 2009-2010 terbesar bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia yaitu Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 29.44%. Tabel 14. Luas Areal Perkebunan Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010 *) (Ha) No. Provinsi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010*) Pertumbuhan 2010 2009 (%) 1 Sumatera Utara 12 840 13 416 12 366 9 667 10 150 5.00 2 Sumatera Selatan 12 479 12 499 12 502 18 137 15 936-12.14 3 Lampung 105 915 103 459 116 360 114 255 123 932 8.47 4 Jawa Barat 21 956 23 661 23 255 23 090 22 108-4.25 5 Jawa Tengah 50 958 51 425 52 060 55 890 52 035-6.90 6 DI. Yogyakarta 6 336 6 430 3 528 3 782 3 603-4.73 7 Jawa Timur 171 396 206 234 198 599 198 944 199 884 0.47 8 Gorontalo 8 223 10 022 5 075 6 560 8 491 29.44 9 Sulawesi Selatan 9 398 10 894 12 760 11 115 12 606 13.41 Indonesia 399 501 438 040 436 505 441 440 448 745 1.65 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan : *) Angka Sementara 54

Luas Areal perkebunan tebu di Indonesia selama kurun waktu 2006 hingga 2010 *) menunjukkan trend yang meningkat meskipun tahun 2008 terjadi penurunan luas areal sebesar 1 535 Ha. Provinsi Lampung berada pada urutan kedua berdasarkan luas areal perkebunan tebu di Indonesia. Luas areal tahun 2006 hingga 2010 *) cenderung berfluktuatif namun memiliki tren yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan yang positif sebesar 8.47 %. 5.2.2. Produksi Tebu di Indonesia Upaya untuk merelisasikan Swasembada Gula Tahun 2014 yaitu melalui peningkatan produksi gula nasional. Produksi gula nasional meningkat didukung oleh adanya peningkatan produksi tebu Indonesia. Tahun 2006 hingga 2010 *) menunjukkan adanya peningkatan produksi tebu nasional. Meskipun produksi tebu nasional tahun 2009 mengalami penurunan namun tahun 2010 *) produksi tebu nasional mengalami produksi tertinggi selama kurun waktu 2006 hingga 2010. Produksi tebu terbesar di Indonesia Tahun 2010 *) yaitu Provinsi Jawa Timur dan diikuti oleh Provinsi Lampung (Tabel 15). Tabel 15. Produksi Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010 *) (Ton) No Provinsi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010*) Pertumbuhan/ 2010-2009 1 Sumatera Utara 50 620 48 689 40 585 37 874 36 742-2.99 2 Sumatera Selatan 58 978 56 318 58 861 88 391 88 621 0.26 3 Lampung 693 550 714 641 810 681 903 320 1 017 561 12.65 4 Jawa Barat 113 388 127 297 111 781 88 560 98 942 11.72 5 Jawa Tengah 260 796 249 526 266 891 221 938 257 287 15.93 6 DI. Yogyakarta 13 423 15 785 15 648 17 538 16 573-5.50 7 Jawa Timur 1 067 301 1 340 919 1 302 724 101 538 1 109 855 0.76 8 Gorontalo 30 751 51 462 25 736 35 358 41 140 16.35 9 Sulawesi Selatan 18 242 19 149 35 521 22 857 27 506 20.34 Indonesia 2 307 049 2 623 786 2 668 428 2 517 374 2 694 227 7.03 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan : *) Angka Sementara (%) 55

5.2.3. Produktivitas Tebu di Indonesia Tingkat produktivitas tebu Tahun 2006 hingga 2010 *) menunjukkan trend yang meningkat meskipun Tahun 2009 mengalami penurunan (Tabel 16). Tahun 2010 tingkat produktivitas tebu mencapai angka tertinggi selama kurun waktu lima tahun (2006-2010 *) ). Hal ini sejalan dengan program revitalisasi industri gula yang dilakukan pemerintah sejak Tahun 2004. Luas areal dan produksi tebu terbesar di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Timur. Namun, tingkat produktivitas terbesar di Indonesia yaitu Provinsi Lampung sedangkan Provinsi Jawa Timur berada pada peringkat kedua. Tabel 16. Produktivitas Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010 *) (Kg/Ha) Tahun Pertumbuhan/ No Provinsi 2010-2006 2007 2008 2009 2010*) 2009 (%) 1 Sumatera Utara 3 942.37 3 638.67 3 281.98 3 918.00 3 620.00-7.61 2 Sumatera Selatan 4 726.18 4 539.94 4 708.13 5 634.00 5 561.00-1.30 3 Lampung 6 548.18 6 934.29 6 967.01 7 906.00 8 211.00 3.86 4 Jawa Barat 5 164.33 5 394.86 4 806.75 3 875.00 4 519.00 16.62 5 Jawa Tengah 5 117.86 5 367.77 5 126.60 4 132.00 531.00-87.15 6 DI. Yogyakarta 4089.88 4 130.04 4 435.37 4 637.00 4 600.00-0.80 7 Jawa Timur 6 227.11 6 568.82 6 559.57 5 944.00 5 951.00 0.12 8 Gorontalo 3 739.69 5 134.90 5 071.13 5 390.00 4 845.00-10.11 9 Sulawesi Selatan 1 941.05 1 757.76 2 783.78 2 056.00 2 182.00 6.13 Indonesia 5 961.00 6 133.00 6 113.17 5 952.00 6 204.00 4.23 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan : *) Angka Sementara 5.2.4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Produksi gula Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2010 mengalami tren yang meningkat. Namun hanya tahun 2009 mengalami penurunan produksi nasional. Produksi gula si Jawa lebih besar bila dibandingkan dengan luar jawa. Hal ini dikarenakan luas areal dan produksi tebu di Jawa lebih besar bila dibandingkan dengan Luar Jawa. Jumlah penduduk di Jawa yang lebih besar dari 56

Luar Jawa menyebabkan tingkat konsumsi gula di Jawa lebih besar bila dibandingkan dengan Luar Jawa. Secara nasional, produksi gula Indonesia lebih kecil dari konsumsi nasional. Hal ini menyebabkan kebutuhan gula yang lebih besar (Tabel 17). Pemerintah perlu memenuhi kebutuhan konsumsi gula nasional salah satunya dengan impor gula. Tabel 17. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia Tahun 2005-2010 (Ton) Tahun Produksi Konsumsi Total Jawa Luar Jawa Jawa Luar Jawa Produksi Konsumsi 2005 1 387 049 854 693 1 533 517 1 095 739 2 241 742 2 629 256 2006 1 454 909 852 119 1 549 020 1 115 590 2 307 027 2 664 610 2007 1 582 692 865 451 1 564 818 1 134 041 2 448 143 2 698 859 2008 1 628 036 952 520 1 580 704 1 152 646 2 580 088 2 733 349 2009 1 411 983 887 520 1 596 328 1 171 265 2 299 504 2 767 592 2010 1 378 303 911 814 1 612 292 1 189 436 2 290 117 2 801 729 Sumber : Dewan Gula Indonesia, (2011) Peningkatan jumlah penduduk Indonesia mendorong pada peningkatan konsumsi gula nasional. Proyeksi konsumsi gula tahun 2011 hingga 2014 menunjukkan tren yang meningkat (Gambar 7). Oleh karena itu, produksi nasional harus ditingkatkan dalam rangka pemenuhan gula nasional. Selain itu, Tahun 2014 yang ditargetkan dapat melakukan swasembada gula menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku industri gula untuk mampu memenuhi konsumsi gula dalam negeri. 57

Gambar 7. Proyeksi Konsumsi Gula Nasional (Kg/Kap/Tahun) Sumber. Badan Ketahanan Pangan, 2011 5.2.5. Harga Gula Pasir (Gula Kristal Putih) Nasional Gula pasir (Gula Kristal Putih) merupakan gula yang paling banyak dipasaran dan digunakan sebagai konsumsi langsung. Perkembangan harga gula pasir nasional kurun waktu 2009 hingga 2010 di tingkat konsumen menunjukkan tingkat fluktuasi yang cukup signifikan (Gambar 8). Secara umum, harga gula pasir nasional di Jawa lebih rendah dibandingkan dengan Luar Jawa. Hal ini dikarenakan adanya biaya transportasi dalam proses distribusi gula hingga ke tangan konsumen. Selain itu, adanya perbedaan biaya usahatani, biaya tebang dan bongkar muat, biaya tenaga kerja di Luar Jawa yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa menyebabkan total biaya di Luar Jawa lebih besar dibandingkan di Jawa. Hal ini akan memepengaruhi harga gula pasir di tingkat konsumen. Harga gula pasir tertinggi di Luar Jawa pada kurun waktu Januari 2009 hingga Mei 2011 yaitu pada bulan Januari 2010 sebesar Rp 11 446,-/Kg. Sedangkan harga tertinggi di Jawa yaitu pada bulan Februari 2010 sebesar Rp 10 862,-/Kg. Harga terendah di Luar Jawa dan Jawa yaitu pada bulan Januari 58

2009 sebesar Rp 6 734,-/Kg dan Rp 6 309,-/Kg. Secara nasional, harga gula pasir nasional memiliki trend yang meningkat pada tahun 2009 ke 2010, namun akhir Tahun 2010 hingga Mei 2011 cenderung memiliki trend yang menurun. Gambar 8. Perkembangan Harga Gula Pasir Nasional Januari 2009- Mei 2011 Sumber : Kementerian Perdagangan, 2011 5.3. Ekonomi Gula Provinsi Lampung Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di Provinsi Lampung (Dinas Perkebunan Prov Lampung, 2010). Kontribusi produksi tebu Provinsi Lampung terhadap produksi nasional tahun 2010 yaitu 37.8 % (Ditjenbun, 2010). Pengembangan tebu lahan kering di Provinsi Lampung diupayakan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas produksi gula menuju kemandirian gula nasional. Tebu yang diolah menjadi gula kemudian diperdagangkan hingga ke tangan konsumen. Realisasi perdagangan gula antar pulau dari Provinsi Lampung masing-masing pabrik gula di Lampung Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 18. 59

Pabrik gula yang tersebar di Provinsi Lampung dikelola oleh pemerintah dan swasta. Pabrik gula yang dikelola pemerintah yaitu PTPN VII UU Bungamayang, sedangkan pabrik gula lainnya dikelola swasta. Perusahaan swasta terbesar yang melakukan realisasi perdagangan gula antar pulau terbesar di Provinsi Lampung yaitu Gunung Madu Plantations. Tabel 18. Realisasi Perdagangan Gula Antar Pulau dari Provinsi Lampung Tahun 2010 No Pabrik Gula Jumlah (Ton) 1 Gunung Madu Plantations 20 534 2 Pemuka Sakti Manis Indah 300 3 PTPN VII UU Bungamayang 600 4 Gula Putih Mataram 4 204 5 Indo Lampung Perkasa 57 800 6 Sweet Indo Lampung 45 880 Jumlah (Ton) 129 318 Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung. 2010 Sejumlah industri di Indonesia terutama yang statusnya BUMN berkinerja rendah dan tidak efisien (Deptan dan LPPM IPB, 2002). Berbagai faktor mempengaruhi inefisiensi ini yang erat kaitannya dengan kebijakan politik dan ekonomi makro maupun kebijakan usahatani mikro dan manajemen pabrik yang belum optimal. Namun, masih ada beberapa pabrik gula BUMN dan swasta yang menunjukkan kinerja dan efisiensi tinggi dan mampu menghadapi persaingan harga dengan gula impor. Hal ini sejalan dengan realisasi kegiatan akselerasi peningkatan produksi gula di Provinsi Lampung melalui perluasan areal tebu setiap tahun (Disbun Prov. Lampung, 2011). Hal ini ditunjukkan pada Tabel 19. 60

Tabel 19. Realisasi Kegiatan Akselerasi Peningkatan Produksi Gula di Provinsi Lampung TA. 2008-2011 melalui Perluasan Areal Tebu No Tahun Perluasan Areal Tebu (Ha) 1 2008 875 2 2009 400 3 2010 118 4 2011 388 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi lampung, 2011 PTPN VII Unit Usaha Bungamayang (UU BUMA) sebagai satu satunya pabrik gula yang dikelola oleh pemerintah di Provinsi Lampung mengalami penurunan luas lahan yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan banyak petani yang beralih menjadi petani singkong sebagai akibat dari mahalnya biaya budidaya tebu dan fluktuasi harga. Hal ini berpengaruh pada produksi tebu, gula, dan hasil olah gula lainnya berupa tetes (molases). Adapun perkembangan pergulaan di PTPN VII UU BUMA dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perkembangan Pergulaan PTPN VII UU Bungamayang Keterangan Tahun 2008 2009 2010 Real 2007 Real 2008 Real 2009 Luas (Ha) 20 320 18 956 14 243 Tebu (Ton) 1 356 226 1 330 688 950 378 Rendemen (%) 7.25 7.35 7.78 Hablur (Ton) 98 295 97 750 73 908 Hasil olah (Ton) 1. Gula 98 590 98 000 74 103 Milik PG 66 712 65 370 49 834 2. Tetes 69 988 75 905 51 623 Tetes PG 63 286 63 065 40 032 Pendapatan 1. Gula Real LM 2009 (Rp/Kg) 5 311 6 694.82 8 667 2. Gula Real 2008 (Rp/Kg) 4 890 4 768 8 694 3. Tetes Real LM 2009 (Rp/Kg) 1 044 1 321.47 1 412 4. Tetes Real 2009 (Rp/Kg) 353 672 1 321 Biaya Tanaman : 1. Biaya Pembibitan 6 655 612 7 706 787 8 951 915 2. Biaya Tebu Giling 136 683 988 124 502 244 127 737 052 3. Biaya Tebang Angkut 22 583 435 27 712 908 35 216 495 Biaya Pengolahan : 1. Biaya Pimpinan & TU 10 480 441 12 254 732 2. Biaya Pabrik 46 754 328 56 289 128 42 492 836 3. Biaya Pengolahan 20 637 667 30 335 934 20 246 758 H. Pokok Pengolahan/Ton Gula 1 103.65 1 331.12 1 086.57 H. Pokok Pengolahan/Ton Tetes 79.67 187.71 214.47 Sumber : PTPN VII UU Bungamayang, 2011 61

PTPN VII UU BUMA merupakan perusahaan yang mengusahakan komoditi tebu yang terdiri dari Tebu Sendiri (TS), Tebu Rakyat (TR), serta Unit Pengolahan (Pabrik Gula). Petani tebu rakyat merupakan petani yang mendapatkan fasilitas kredit usahatani dari bank dan perusahaan menjadi avalis (penjamin) bagi bank. Penurunan luas lahan terjadi pada kurun waktu 2007 hingga 2010. Jumlah petani terbanyak yaitu tahun 2008 sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan banyaknya petani yang beralih menjadi petani singkong. Perkembangan jumlah petani tebu rakyat dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Perkembangan Tebu Rakyat di PTPN VII UU Bungamayang No Uraian Tahun 2007 2008 2009 2010 1 Luas 8 293 9 523 7 161 6 685 2 Jumlah Petani 8 826 10 134 7 648 7 820 3 Jumlah Kelompok Tani 807 928 907 844 4 Produktivitas (Ton/Ha) 57 68 66 81.2 Sumber : PTPN VII UU Bungamayang, 2011 62