ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RESI GUDANG STUDI KASUS GAPOKTAN JAYA TANI INDRAMAYU

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

III KERANGKA PEMIKIRAN

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

Sistem Resi Gudang Bagi Petani

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

BAPPEBTI Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. CoFTRA Commodity Futures Trading Regulatory Agency KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

Beberapa Pengertian. Analisa Sistem Resi Gudang. Hakikat Resi Gudang 07/10/2016

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EFEKTIVITAS PENETAPAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) GABAH TERHADAP PENDAPATAN PETANI

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN SISTEM RESI GUDANG

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

BAB IV ANALISIS MENGENAI HAK JAMINAN RESI GUDANG DAN PERMASALAHANNYA

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto per Triwulan Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 (Miliar Rupiah)

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

III KERANGKA PEMIKIRAN

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TANGGAPAN TERHADAP MATERI PRESENTASI PROF.DR. ACHMAD SURYANA BERJUDUL: 15 TAHUN DINAMIKA KETAHANAN PANGAN INDONESIA 1

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Perusahaan umum Bulog mempunyai misi yakni memenuhi kebutuhan pangan

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi masa kini terjadi persaingan yang semakin ketat. Era

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER

ANALISIS KINERJA DAN POTENSI SISTEM RESI GUDANG UNTUK SUMBER PEMBIAYAAN, STABILISASI HARGA DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI JAGUNG DAN KEDELAI

KOMPONEN AGRIBISNIS. Rikky Herdiyansyah SP., MSc

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

ANALISIS TATANIAGA BERAS

PREFERENSI DAN KEPUASAN PETANI TERHADAP BENIH PADI VARIETAS LOKAL PANDAN WANGI DI KABUPATEN CIANJUR. Oleh : AMATU AS SAHEDA A

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara agraris, artinya petani memegang peran

ANALISIS PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (Studi Kasus di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor)

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) STUDI KASUS USAHA AGRIBISNIS DI BRI UNIT TONGKOL, JAKARTA

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

Transkripsi:

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RESI GUDANG STUDI KASUS GAPOKTAN JAYA TANI INDRAMAYU SKRIPSI ADI FEBRIAN H34070072 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

RINGKASAN ADI FEBRIAN. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jaya Tani Indramayu. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA). Salah satu sasaran utama pembangunan pertanian dewasa ini adalah peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani, karena itu kegiatan di sektor pertanian diusahakan agar dapat berjalan lancar dengan peningkatan produk pangan yang baik. Padi adalah tanaman pangan utama di Indonesia karena Indonesia adalah negara dengan penduduk yang mengonsumsi beras sebagai makanan utama. Dengan demikian, padi merupakan salah satu komoditi yang mempunyai prospek menambah pendapatan para petani. Untuk memperoleh pendapatan yang memadai, maka petani dituntut kecermatannya dalam mempelajari perkembangan harga agar dapat menentukan pilihan dalam memutuskan untuk menjual atau menahan hasil produksinya. Untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan usahatani pemerintah mengeluarkan sistem pemasaran, yaitu Sistem Resi Gudang (SRG) untuk membantu peningkatan posisi tawar petani dan Pasar Lelang Resi Gudang. Sistem Resi Gudang merupakan dokumen yang membuktikan bahwa suatu komoditas dengan jumlah dan kualitas tertentu telah disimpan dalam suatu gudang. Salah satu gudang yang dibangun pemerintah adalah gudang SRG di Indramayu Jawa Barat, karena Jawa Barat merupakan provinsi dengan produksi padi tertinggi di Indonesia dengan Indramayu sebagai salah satu sentra padi di Jawa Barat. Berdasarkan skema SRG, petani tidak lagi terpaksa harus menjual hasil panennya dengan harga yang rendah, melainkan dapat melakukan tunda jual dengan menyimpan hasil panennya di gudang, memperoleh resi gudang, dan memanfaatkan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan non bank. Pinjaman tersebut dapat dimanfaatkannya untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, atau membeli bibit melanjutkan kegiatan usahanya, sambil menunggu harga komoditas membaik. Saat harga komoditas membaik, petani dapat menjual atau mengalihkan SRG miliknya, sehingga petani dapat merasakan dan memperoleh keuntungan optimal dari usahanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi manfaat dari penerapan Sistem Resi Gudang bagi petani dan membandingkan tingkat pendapatan usahatani padi yang menerapkan Sistem Resi Gudang dan yang tidak memanfaatkannya. Informasi dan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh petani responden baik yang telah memanfaatkan SRG maupun belum memanfaatkannya. Data sekunder diperoleh melalui beberapa literatur berupa data pemanfaatan SRG yang pernah dilakukan berkaitan dengan kegiatan penelitian dan data lain yang diperoleh dari perpustakaan dan instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu, PT. Pertani selaku pengelola gudang, dan instansi-instansi terkait lainnya. Penentuan petani responden dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu pengambilan contoh secara acak (sstratified sampling) untuk petani yang belum memanfaatkan Sistem 2

Resi Gudang sebanyak 29 petani dan metode teknik sensus untuk petani yang sudah memanfaatkan SRG sebanyak empat petani. Sistem Resi Gudang yang disediakan pemerintah untuk membantu petani dalam upaya meningkatkan pendapatan petani memiliki beberapa manfaat, yaitu manfaat secara non ekonomi dan manfaat ekonomi. Manfaat non ekonomi yang dirasakan oleh petani yang memanfaatkan SRG adalah manfaat penyimpanan, manfaat jaminan mutu, manfaat pemasaran dan manfaat pembiayaan Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh petani adalah petani yang memanfaatkan SRG memperoleh harga jual yang lebih baik dibandingkan petani yang tidak memanfaatkan sistem resi gudang. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun yang diterima petani yang memanfaatkan SRG yaitu Rp 10.727.502,11 lebih besar daripada pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun yang diterima petani penyewa lahan yaitu Rp 7.626.303,5. Berdasarkan perhitungan pendapatan atas biaya total dapat disimpulkan pula bahwa pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani yang memanfaatkan SRG yaitu sebesar Rp 9.815.895,51 lebih besar daripada pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani konvensional yaitu sebesar Rp 6.864.010,22. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani yang memanfaatkan SRG lebih baik bila dibandingkan dengan petani konvensional. Nilai rasio R/C atas biaya tunai petani yang memanfaatkan SRG adalah 2,31 sedangkan nilai rasio R/C atas biaya tunai petani konvensional adalah 2,01. Untuk rasio R/C atas biaya total petani yang memanfaatkan SRG adalah 2,08 sedangkan nilai rasio R/C atas biaya total petani konvensional adalah 1,83. Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan pendapatan usahatani petani di Gapoktan Jaya Tani di Desa Mangunjaya, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu yaitu: (1) Mengikuti anjuran penyuluh pertanian lapang (PPL) agar mendapat kualitas padi yang baik, (2) Petani yang belum memanfaatkan SRG beralih memanfaatkan SRG, (3) meningkatkan peran pemerintah daerah Indramayu dalam mensosialisasikan program SRG, dan (4) Meningkatkan peran gapokttan dalam penerapan SRG agar petani kecil mampu memnuhi quota penyimpanan. 3

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RESI GUDANG STUDI KASUS GAPOKTAN JAYA TANI INDRAMAYU ADI FEBRIAN H34070072 Skripsi ini merupkana salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 4

Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jaya Tani Indramayu : Adi Febrian : H34070072 Disetujui, Pembimbing Dra. Yusalina M.Si NIP 19650115 199003 2 001 Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi. MS NIP 19580908 198403 1 002 Tanggal Lulus: 5

RIWAYAT HIDUP Adi Febrian lahir di Kota Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 7 Februari 1989 merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Irpan Ganda Putra dan Ibu Muasriyah. Penulius enyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pedurungan Tengah 02 Semarang pada tahun 2001. Lalu, melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 6 Bogor dan kemudian di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor. Pada tahun 2007, diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2008, diterima pada mayor Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan nd Staf Divisi Logistik dan Transportasi Agrimeet 2008 dan Staf Divisi Pubdekdok MPF FEM dan MPD Agribisnis 2009. Aktif di Organisasi Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) pada tahun 2008-2009 sebagai Staf Divisi MHD. Pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Bali pada tahun 2010 dan mendapat medali perak. Selain itu, pernah mendapatkan pengalaman kerja pada CIRUS SURVEYOURS GROUP sebagai petugas quick count pemilu 2009 dan PT Bina Inti Muda Utama sebagai asisten outbond management training manajer Garuda Indonesia 2009. 6

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji senantiasa dipanjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Padi dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jaya Tani Indramayu sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2011 Adi Febrian H34070072 7

UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya yang senantiasa mengiringi perjalanan hidup penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :. 1. Dra. Yusalina, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan dengan penuh kesabaran kepada penulis. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FEM IPB. 3. Ir. Narni Farmayanti, MSc dan Arif Karyadi, Sp selaku dosen penguji pada ujian siding penukis yang telah meluangkan waktunya serta memberi kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Kedua orang tua tercinta (Bapak Irpan Ganda Putra dan Ibu Muasriyah), dan kakak tersayang (Dian Asriani) yang selalu mendoakan, memberikan motivasi tiada henti, bantuan moril dan materiil selama penyusunan skripsi. 5. Bapak Aming, Bapak Warsim dan seluruh petani di Gapoktan Jaya Tani yang telah banyak memberikan bantuan dan kesempatan dalam penelitian. 6. Bapak Kadir dan Bapak Khaerudin dan seluruh petugas di Gudang SRG di Indramayu yang telah memberikan banyak bantuan selama penelitian. 7. Seluruh staf pendidik dan staf kependidikan Departemen Agribisnis FEM IPB yang sangat membantu terlaksananya perolehan ilmu dan penelitian penulis. 8. Seluruh keluarga besar dari orangtua atas segala perhatian, doa dan dorongan semangat yang diberikan. 9. Sahabat sekaligus saudara terdekat bagi saya (Yodia dan Arlan) atas nasihat, bimbingan, cerita, pengalaman dan waktu yang kalian luangkan untuk saya yang selalu menjadi pendorong disaat saya terpuruk. 10. Sahabat dan teman-teman di Lacoste ( Mamat Sani, Chris, Uki, Dhani, Duta, Fikhy, Celi, Upeh, Ima, Keken, Gema, Ira, dan Una) yang selalu bisa 8

memberikan tawa serta menjadi tempat untuk menemani dalam suka maupun duka. 11. Sahabat-sahabat di Pohom (Hans, Awan, Agra, Roy, Topan, Damar, Kinan dan Fauzi) yang selalu bisa membantu menghilangkan kepenatan saya dan selalu memberikan semangat dalam melakukan penelitian. 12. Teman-teman satu bimbingan (Tia, Mega, dan Leni) atas dukungan, semangat, motivasi dan kerjasamanya. 13. Seluruh teman-teman Agribisnis 44 dan Mahasiswa IPB lain yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebut hingga penyusunan skripsi ini selesai pada waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, November 2011 Adi Febrian 9

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman ix xi xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Manfaat Penelitian... 6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia... 7 2.2. Sistem Resi Gudang... 9 2.3. Kajian Empiris Mengenai Usahatani... 15 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 16 3.1.1 Konsep Usahatani... 16 3.1.2 Keuntungan Usahatani... 19 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional... 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian... 24 4.2. Jenis dan Sumber Data... 24 4.3. Metode Pengumpulan Data... 25 4.3. Teknik Analisa Data... 25 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1.. 28 5.2.. 28 5.3. Gudang Sistem Resi Gudang Indramayu... 30 5.4. Profil Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani... 31 5.5. Karakteristik Petani Responden... 33 VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1... 38 6.1.1. Pola Tanam... 38 6.1.2. Input Produksi... 38 6.1.2.1. Bibit... 39 6.1.2.2. Pupuk... 39 6.1.2.3. Pestisida... 40 6.1.2.4. Tenaga Kerja... 41 6.1.2.5. Alat-alat Pertanian... 42 6.1.3.Teknik Budidaya... 43 6.1.3.1. Persiapan Lahan... 43 10

6.1.3.2. Penanaman... 43 6.1.3.3. Pemupukan... 44 6.1.3.4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman... 44 6.1.3.5. Pemanenan... 44 6.2. Analisis Penerimaan Usahatani Padi... 45 6.3. Analisis Biaya Usahatani... 47 6.4 Analisis Pendapatan Usahatani... 51 6.5. Analisis R/C Rasio... 53 VII. MANFAAT RESI GUDANG BAGI PETANI 7.1. Manfaat Sistem Resi Gudang... 56 7.2. Kendala Pemanfaatan Sistem Resi Gudang... 58 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulaan... 60 8.2. Saran... 60 DAFTAR PUSTAKA... 62 LAMPIRAN... 64 11

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Lima Besar Provinsi Pengahasil Padi di Indonesia dengan Luas Lahan, Produktivitas dan Total Produksinya Tahun 2009... 2 2. Daftar Pengelola Gudang SRG yang Mendapat Persetujuan BAPPEBTI... 11 3. Daftar Lembaga Penilai Kesesuaian yang mendapat persetujuan dari BAPPEBTI.... 12 4. Standar Mutu Komoditi Gabah Seperti Tercantum dalam SNI 01-0224-1987... 14 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan... 27 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Warga Desa MangunjayaBerdasarkan Lokasi Dusun Tahun 2010 (Orang)... 29 7. Data Usia Sekolah Warga Desa Mangunjaya Berdasarkan Lokasi Dusun Tahun 2010 (Orang)... 30 8. Nama Kelompok Tani, Luas Lahan Garapan dan Jenis Tanaman yang Diusahakan Gapoktan Jaya Tani Tahun 2011... 32 9. Sebaran Usia Responden... 34 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden... 34 11. Sebaran Tingkat Pengalaman Usahatani Padi Petani Responden..... 35 12. Sebaran Penguasaan Luas Lahan Padi... 36 13. Sebaran Jenis Pengairan Lahan Padi... 37 14. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Petani SRG dan Konvensional per Hektar Periode Januari-April 2011... 39 15. Jenis Pupuk, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Rata-rata Petani Berdasar Sistem Penjualan Periode Januari-April 2011... 40 16. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi gudang Periode Januari-April 2011... 46 17. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani dengan Metode Penjualan Konvensional Periode Januari-April 2011... 46 18. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani SRG per Hektar di DesaMangunjaya Bulan Januari April 2011... 49 12

Nomor Halaman 19. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani Konvensional per Hektar di Desa Mangunjaya Bulan Januari April 2011... 50 20. Perhitungan Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Usahatani Petani SRG di Desa Mangunjaya periode Januri April 2011... 52 21. Perhitungan Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Usahatani Petani yang Belum Memanfaatkan Sistem Resi Gudang di Desa Mangunjaya Periode Januari April 2011... 53 22. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Padi PetaniGapoktan Jaya Tani... 54 13

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani Gabah dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jayatani Indramayu...... 23 2. Struktur Organisasi Gapoktan Jaya Tani Tahun 2010..... 33 14

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Profil Responden Berdasarkan Metode Penjualan (SRG)... 64 2. Profil Responden Berdasarkan Metode PEnjualan (Konvensional)... 65 3. Penggunaan Tenaga Kerja Petani Padi SRG di Gapoktan Jaya Tani Periode Januari-April 2011... 68 4. Tenaga Kerja Petani Padi Konvensional di Gapoktan Jaya Tani Periode Januari-April 2011... 69 5. Jumlah Penjualan Padi oleh Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi Gudang... 71 6. Jumlah Pendapatan Diperhitungkan oleh Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi Gudang... 71 7. Jumlah Penjualan Padi oleh Petani Konvensional... 72 8. Jumlah Pendapatan Diperhitungkan oleh Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi Gudang... 74 9. Pengeluaran Usahatani Padi Petani SRG... 76 10. Pengeluaran Usahatani Padi Petani Konvensional... 77 11. Contoh Dokumen Resi Gudang... 78 12. Kondisi Fisik Gudang Sistem Resi Gudang Indramayu... 79 13. Kuesioner Penelitian... 82 15

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini salah satunya diprioritaskan pada bidang ketahanan pangan, sehingga pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam peningkatan hasil produksi pertanian 1. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa negara kita dikenal sebagai negara agraris yang mempunyai areal pertanian yang cukup luas, dengan sumber daya alam yang masih perlu digali, dan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Sasaran utama pembangunan pertanian dewasa ini adalah peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani, karena itu kegiatan di sektor pertanian diusahakan agar dapat berjalan lancar dengan peningkatan produk pangan yang baik. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut, antara lain melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup petani. Tingkat pendapatan petani secara umum dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu jumlah produksi, harga jual, dan biaya-biaya yang dikeluarkan petani dalam usahataninya. Biaya-biaya tersebut banyak dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah di bidang pertanian, sehingga diharapkan pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih intensif terhadap sektor pertanian dalam usaha untuk memperbaiki taraf kehidupan petani. Pendapatan petani di Indonesia secara umum masih rendah, tetapi petani masih melakukan usaha di bidang petanian seperti sayuran ataupun tanaman pangan, salah satunya adalah padi. Alasan padi masih diusahakan oleh petani di Indonesia karena Indonesia adalah negara dengan penduduk yang mengkonsumsi beras sebagai makanan utama. Dengan demikian, usahatani padi merupakan salah satu komoditi yang mempunyai prospek menambah pendapatan para petani. Hal tersebut dapat memberi motivasi tersendiri bagi petani untuk lebih mengembangkan dan meningkatkan produksinya, dengan harapan pada saat panen dapat memperoleh hasil penjualan tinggi guna memenuhi kebutuhannya. Setiap 1 www.batan.go.id/.../arnbabiifokusareapembangunannasionaliptek.pdf. Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional IPTEK 2005-2009 [8 Desember 2010] 16

musim panen petani sering menghadapi masalah yang sama yaitu anjloknya harga komoditi di pasaran, padahal mereka membutuhkan uang untuk menutupi modal dan pinjaman yang telah dikeluarkan sebelumnya serta untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh pendapatan yang memadai, maka petani dituntut kecermatannya dalam mempelajari perkembangan harga agar dapat menentukan pilihan dalam memutuskan untuk menjual atau menahan hasil produksinya. Selain itu, petani juga harus memahami fungsi penyimpanan, fungsi standarisasi mutu dan grading pada produk pertanian agar mampu meningkatkan posisi tawar petani yang akan berdampak pada meningkatnya pendapatan petani. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang berhasil menjadi lumbung padi yang mampu memenuhi kebutuhan akan konsumsi beras dalam negeri setiap tahunnya. Pada tahun 2009, Jawa Barat menjadi provinsi penghasil padi terbanyak di Indonesia sebesar 11.322.681 ton, dengan luas lahan 1.950.203 hektar. Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1, dari segi produktivitas, Jawa Barat berada di atas rata rata produktivitas provinsi di Indonesia, yaitu sebesar 58,06 kuintal per hektar, sedangkan produktivitas rata rata provinsi di Indonesia hanya 49,99 kuintal per hektar. Berdasarkan luas lahan yang digunakan secara produktif untuk usahatani padi, Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki luas lahan terbesar jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Tabel 1. Lima Besar Provinsi Penghasil Padi di Indonesia dengan Luas Lahan, Produktivitas, dan Total Produksinya Tahun 2009 No Provinsi Luas Lahan(Ha) Produktivitas(Kuintal/Ha) Produksi (Ton) 1 Sumatera Utara 768.407 45,91 3.527.899 2 Jawa Barat 1.950.203 58,06 11.322.681 3 Jawa Tengah 1.725.034 55,65 9.600.415 4 Jawa Timur 1.904.830 59,11 11.259.085 5 Sulawesi Selatan 862.017 50,16 4.324.178 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 2 2 www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Tanaman Pangan [8 Desember 2010] 17

Berdasarkan data BPS, Indramayu merupakan salah satu wilayah sentra padi di Jawa Barat dengan produksi sekitar 1,03 juta ton atau sekitar 11 persen total produksi padi di Jawa Barat pada tahun 2006. Indramayu selama ini dikenal dengan lumbung padi Jawa Barat. Tingginya produksi padi di Indramayu ini disebabkan oleh luasnya lahan sawah yang ada. Berdasarkan luas wilayah Indramayu yang mencapai 204 ribu ha, sekitar 114 ribu ha (55 persen) di antaranya adalah lahan sawah. Indramayu menempati urutan pertama untuk luas lahan dan produksi padi di Jawa Barat. Sektor pertanian merupakan salah satu pilar penting penggerak perekonomian Indramayu. Pada tahun 2006 menunjukkan kontribusi sektor ini mencapai 13,37 persen dari total Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Indramayu 3. Pembangun sektor ini, selain akan meningkatkan pendapatan perkapita, juga akan memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat. Dalam usahatani padi, harga jual menjadi salah satu masalah bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selama ini petani dihadapkan dengan permasalahan harga yang mereka terima dirasa lebih rendah dibandingkan dengan harga pasaran yang berlaku. Hal ini dikarenakan informasi harga yang mereka terima terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Selain itu petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi karena petani harus langsung menjual gabahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini menyebabkan petani tidak memiliki pilihan selain menjual hasil taninya tanpa bisa menunggu sampai mendapatkan tawaran harga yang menurut mereka menguntungkan. Dalam rangka peningkatan posisi tawar petani dan untuk melindungi kepentingan konsumen, pemerintah saat ini mencoba menawarkan suatu sistem pemasaran baru yaitu melalui Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang. Sistem Resi Gudang berdasarkan UU No. 9 Tahun 2006 memiliki fungsi penyimpanan dalam sistem pemasaran komoditi pertanian. Resi Gudang (warehouse receipt) merupakan dokumen yang membuktikan bahwa suatu komoditas (contoh : gabah) dengan jumlah dan kualitas tertentu telah disimpan dalam suatu gudang. 3 http://bpmpindramayu.or.id/index.php?module=articles&func=display&ptid=18&aid=16 5. Profil Perekonomian Indramayu. [23 Februari 2011] 18

Berdasarkan skema SRG, petani tidak lagi terpaksa harus menjual hasil panennya dengan harga yang rendah, melainkan dapat melakukan tunda jual dengan menyimpan hasil panennya di gudang, memperoleh resi gudang, dan memanfaatkan sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan non bank. Pinjaman tersebut dapat dimanfaatkannya untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, atau membeli bibit melanjutkan kegiatan usahanya, sambil menunggu harga komoditas membaik. Saat harga komoditas membaik, petani dapat menjual atau mengalihkan SRG miliknya, sehingga petani dapat merasakan dan memperoleh keuntungan optimal dari usahanya. Dalam pelaksanaan skema SRG, cara untuk memanfaatkan SRG tersebut adalah dengan mengikuti beberapa proses terlebih dahulu sebelum dikeluarkan surat dokumen SRG atas komoditas tertentu. Pertama pemilik barang mengajukan permohonan penyimpanan barang kepada pengelola gudang. Jika masih ada ruang yang tersedia untuk meletakkan barang di gudang, maka pengelola gudang akan mengkonfirmasi untuk kepada pemohon SRG. Tahap selanjutnya adalah pembuatan surat perjanjian yang isinya adalah waktu pengujian mutu barang. Setelah disepakati waktu pengujian maka barang diuji oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK). Jika hasil uji mutu sudah sesuai standar yang ditentukan maka barang tersebut siap untuk dimasukkan ke gudang dengan terlebih dahulu sudah mendapat kepastian waktu untuk memasukkan barang. Setelah barang masuk ke gudang, pihak pengelola akan membantu menerbitkan polis asuransi untuk barang yang dititipkan ke gudang. Setelah polis asuransi telah diterbitkan, dokumen SRG akan diterbitkan dan diberikan kepada penyewa gudang. Pada tahun 2008 di Indramayu telah diresmikan dua buah gudang Sistem Resi Gudang yang dikelola oleh PT. Pertani. Pemilihan Indramayu sebagai percontohan pelaksanaan SRG berdasarkan pertimbangan luas lahan, sehingga Indramayu memiliki potensi yang besar di bidang pertanian yang sangat tepat sebagai prototype penerapan SRG. Pelaksanaan SRG ini dilakukan Menteri Perdagangan bekerjasama dengan Menteri Negara BUMN, Menteri Pertanian dan PT Pertani. 19

1.2 Rumusan Masalah Salah satu desa yang berdekatan dengan lokasi gudang SRG adalah Desa Mangunjaya yang diharapkan memanfaatkan skema SRG tersebut. Bertani di Desa Mangunjaya merupakan mata pencaharian utama penduduk desa. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia maka permintaan konsumsi akan beras juga akan meningkat. Meskipun demikian, pendapatan yang diterima oleh petani belum cukup untuk memenuhi kehidupan mereka. Hal ini dikarenakan rata-rata petani di Desa Mangunjaya merupakan petani kecil dengan luas lahan rata-rata kurang dari 0,4 ha. Petani-petani di Desa Mangunjaya ini kemudian tergabung dalam Gapoktan Jaya Tani untuk mengatasi kendala-kendala yang muncul dalam menjalankan usahatani mereka. Salah satu kendala yang muncul adalah masalah pendanaan usahatani. Di lokasi penelitian petani yang menggunakan metode tebas dalam penjualannya, terkadang tidak mendapat hasil yang sesuai dengan keadaan sebenarnya dari jumlah padi yang dipanen. Hal ini dikarenakan padi petani dalam penjualannya hanya dikira-kira oleh pembeli. Penjualaan kepada tengkulak juga dirasakan petani kurang membantu petani dalam pembiayaan usahatani karena seringnya keterlambatan pembayaran dari waktu yang dijanjikan. Berdasarkan kondisi tersebut, pembangunan SRG yang dikelola oleh PT Pertani diharapkan mampu menjadi salah satu instrumen penting dan efektif sebagai solusi dalam sistem pembiayaan usahatani, khususnya dengan memberikan payung hukum pemberian kredit bagi petani atau pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) terkait dengan kesulitan yang dialami petani dalam pendanaan usahataninya. Pada tahun 2010 beberapa petani yang tergabung dalam Gapoktan Jaya Tani sudah memanfaatkan SRG dengan mendapatkan harga yang lebih baik daripada petani yang tidak memanfaatkan SRG. Meskipun begitu masih banyak petani lain yang belum mau memanfaatkan SRG karena menurut petani yang belum memanfaatkan SRG mereka tidak melihat perbedaan yang signifikan dari petani yang telah memanfaatkan SRG. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, maka permasalahan yang dapat diangkat adalah apakah ada manfaat bagi petani dalam penerapan Sistem Resi Gudang? 20

1.3. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah : 1. Membandingkan tingkat pendapatan usahatani padi yang menerapkan Sistem Resi Gudang dan yang tidak memanfaatkannya. 2. Mengidentifikasi manfaat dari penerapan Sistem ResiGudang bagi petani. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah khususnya dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Indramayu untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan posisi tawar petani. 2. Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan penulis tentang masalah pertanian khususnya sektor tanaman padi. 3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti berikutnya yang akan melakukan pengkajian masalah yang relevan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan dengan lingkup regional yaitu di Desa Mangunjaya, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu dengan gabah sebagai komoditi yang diteliti. Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani yang sudah memanfaatkan SRG dan petani yang belum memanfaatkan SRG yang tergabung dalam Gapoktan Jayatani. Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan usahatani padi yang belum dan yang sudah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan melihat manfaat yang diperoleh petani yang telah memanfaatkan SRG. 21

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Usahatani di Indonesia Sektor pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi pada tahun 1998 karena dalam kondisi krisis, sektor ini masih memberikan pertumbuhan yang positif. Menurut data BPS 1999 pertumbuhan nilai ekspor komoditi hasil sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,22 persen di tahun 1998. Sementara pertumbuhan sektor lain negatif, misalnya pertumbuhan sektor pertambangan dan migas negatif 4,16 persen, dan pertumbuhan sektor industri negatif 12,74 persen (BPS, 1999). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi. Pengembangan sektor pertanian termasuk pengembangan industri yang berbasis pertanian merupakan andalan potensial untuk membangkitkan dinamika ekonomi masyarakat di tengah penurunan ekonomi dewasa ini. Pengembangan sektor pertanian beserta program lanjutannya, dalam hal ini agroindustri, memiliki nilai strategis untuk keluar dari krisis ekonomi. Salah satu sasaran dari pengembangan sektor pertanian adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang sebagian besar masih tergolong penduduk miskin. Berbagai cara telah dilakukan dalam upaya memperbaiki kesejahteraan petani. Beberapa upaya yang telah dilakukan baik dari segi teknis usahatani, seperti sistem bertani organik, penggunaan bibit ungul dan sistem penjualan hasil usahatani. Upaya tersebut dilakukan agar terjadi peningkatan pendapatan petani. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan menerapkan konsep sistem pertanian terpadu, yaitu mengkombinasikan berbagai macam spesies tanaman dan hewan dan penerapan beraneka ragam teknik untuk menciptakan kondisi yang cocok untuk melindungi lingkungan juga membantu petani menjaga produktivitas lahan mereka dan meningkatkan pendapatan mereka dengan adanya diversifikasi usaha tani. Penggunaan bibit berkualitas bersertifikat juga dapat membantu petani dalam usaha peningkatan pendapatan petani. 2

dan Kepuasan Petani Terhadap Benih Padi Varietas Lokal Pandan Wangi di keputusan para petani terhadap penggunaan benih padi pandan wangi, menganalisis kepuasan para petani terhadap atribut-atribut benih padi pandan wangi, dan menentukan alternatif strategi dalam rangka pencapaian tujuan kepuasan terhadap atribut-atribut benih padi pandan wangi. Berdasarkan analisis tahap proses pengambilan keputusan petani terhadap pembelian benih bersertifikat dan penggunaan benih tidak bersertifikat padi pandan wangi, diketahui bahwa yang menjadi motivasi para petani untuk menanam benih bersertifikat padi pandan wangi adalah karena harga jual yang tinggi, dan para petani menganggap bahwa penggunaan benih bersertifikat penting untuk digunakan. Sedangkan para petani yang tidak menggunakan benih bersertifikat menganggap bahwa penggunaan benih bersertifikat biasa saja dan sebagian besar petani mengetahui informasi benih padi pandan wangi dan sumber yang dipercaya untuk penggunaan benih berasal dari kelompok tani, diri sendiri dan lainnya yaitu keluarga. Atribut harga jual gabah dijadikan dasar dalam pertimbangan untuk pembelian dan penggunaan benih tidak tidak bersertifikat. Keputusan dalam cara penjualan hasil usahatani juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam pendapatan usahatani. Pratama (2008) melakukan penelitian yang berjudul Efektivitas Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) dengan tujuan menganalisis efektivitas program DPM-LUEP terhadap stabilitas harga gabah di tingkat petani di Provinsi Jawa Barat, menganalisis dampak kebijakan program DPM-LUEP terhadap tingkat pendapatan petani di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menjual gabahnya ke LUEP. Dengan membandingkan perkembangan harga yang diterima petani di kecamatan yang mendapat DPM- LUEP dan yang tidak mendapat program diketahui bahwa harga GKP pada kecamatan yang mendapatkan program DPM-LUEP lebih tinggi daripada kecamatan yang tidak mendapatkan program DPM-LUEP. 23

Indrayani (2008) dalam penelitiann bahwa salah satu contoh kegiatan kemitraan agribisnis dibidang pertanian khususnya tanaman pangan adalah antara Gapoktan Citra Sawargi dengan CV. Quasindo. Kemitraan yang terjalin merupakan kemitraan dalam pengadaan beras pandan wangi brsertifikat. Kemitraan ini terjalin sejak April 2007, dengan melibatkan tiga pelaku utama yakni Gapoktan, CV. Quasindo serta Lembaga Sertifikasi Beras. 2.2. Sistem Resi Gudang Resi Gudang (warehouse receipt) adalah surat berharga berupa dokumen bukti kepemilikan atas barang yang di simpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang yang dapat diperdagangkan, dipertukarkan dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Selain itu, resi gudang juga dapat digunakan sebagai jaminan atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak deribatf yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam kontrak berjangka. Dengan demikian, SRG dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang disimpan di gudang. Resi gudang dapat digunakan sebagai agunan karena resi gudang dijamin dengan komoditas tertentu yang berada dalam pengawasan pihak ketiga (Pengelola Gudang) yang terakreditasi. Sistem ini telah dipergunakan secara luas di negaranegara maju atau di negara-negara dimana pemerintah telah mulai mengurangi perannya dalam menstabilisasi harga komoditi, terutama komoditi agribisnis. Beberapa negara yang telah menerapkan SRG antara lain adalah India, Malaysia, Filipina, Ghana, Mali, Turki, Polandia, Meksiko dan Uganda. Di Indonesia, dalam hal ini Departemen Perdagangan yang diwakili oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) telah menyusun rencana Undang-undang (RUU) tentang Sistem Resi gudang. Pada tanggal 20 Juni 2006, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah menyetujui RUU tersebut menjadi Undang-undang (UU). Presiden RI telah mensahkan UU tersebut sebagai UU nomor 9 tahun 2006 tentang SRG pada tanggal 14 Juli 2006. 24

Tujuan diberlakukannya UU tentang SRG adalah untuk memberikan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap kepastian hukum, melindungi masyarakat dan memperluas akses mereka untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan usaha. UU Sistem Resi Gudang memberikan manfaat terutama bagi pengusaha kecil dan menengah, petani dan kelompok tani, perusahaan pengelola gudang, perusahaan pemberi pinjaman dan bank untuk mengakses permodalan guna meningkatkan usahanya. SRG merupakan terobosan instrument penjamin pengganti fixed asset. Hal ini dikarenakan resi gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang dan dapat digunakan sebagai dokumen penyerahan barang, sebagai document of title, maka resi gudang dapat dijadikan sebagai jaminan utang sepenuhnya tanpa perlu dipersyaratkan adanya jaminan lain. Ketentuan ini diharapkan akan sangat membantu usaha kecil dan menengah, petani serta kelompok tani yang selama ini mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses kredit, karena pada umumnya mereka tidak memiliki fixed asset untuk dijadikan sebagai agunan. Dalam penerapan SRG, terdapat beberapa pihak yang terkait dalam penerbitan resi gudang. Lembaga pertama adalah pengelola gudang. Pengelola gudang adalah pihak yang melakukan usaha perdagangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan dan pengawasan yang disimpan oleh pemilik barang. Lembaga ini dipersyaratkan harus berbentuk badan usaha hukum dan telah mendapat persetujuan dari BAPPEBTI. Dalam pelaksanaanya, pengelola gudang wajib membuat perjanjian pengelolaan secara tertulis baik dengan pemilik barang, yang sekurang-kurangnya memnuat identitas serta hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu penyimpanan, deskripsi barang dan asuransi. Daftar pengelola SRG yang telah mendapat persetujuan dari BAPPEBTI dapat dilihat di Tabel 2. 25

Tabel 2. Daftar Pengelola Gudang SRG yang Mendapat Persetujuan BAPPEBTI. No Pengelola Gudang Alamat Kantor Pusat 1. PT. Bhanda Ghara Reksa (BGR) Jalan Kali Besar Timur Nomor 5-7, Jakarta 11110. 2. PT. Pertani Jalan Pertani Nomor 1 7 Durentiga Pancoran Jakarta Selatan 12760 3. PT. Petindo Daya Mandiri Jalan Cempaka Putih Timur No. 3 Jakarta Pusat 10510. 4. PT. Sucofindo Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 DKI Jakarta 12780 5. PT. Reksa Guna Interservice Gd. Dana Graha Lt. 2 Jl. Gondangdia Kecil No. 12-14 Jakarta Pusat 10350 6. Koperasi Tani Bidara Tani Jalan A. Yani Nomor 84, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur Sumber : BAPPEPTI 2008 Lembaga kedua adalah Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK). LPK adalah suatu lembaga terakreditasi yang melakukan kegiatan penilaian untuk membuktikan bahwa persyaratan tertentu mengenai produk, sistem, proses, dan atau sumber daya manusia yang dimiliknya telah terpenuhi dan sesuai dengan standar. Kegiatan penilaian kesesuaian ini mencakup lembaga inspeksi, laboratorium penguji dan lembaga sertifikasi sistem mutu. LPK yang mendapat persetujuan dari BAPPEBTI seluruhnya diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Kegiatan penilaian kesesuaian yang dilakukan mencakup kegiatan sertifikasi, inspeksi dan pengujian yang berkaitan dengan barang, gudang dan pengelola gudang. Penyimpanan barang di gudang sangat erat kaitannya dengan konsistensi mutu barang yang disimpan, sehingga perlu disiapkan sistem penilaian kesesuaian yang dapat menjamin konsistensi mutu barang yang disimpan. Sertifikat yang diterbitkan oleh LPK memuat nomor dan tanggal penerbitan, identitas pemilik barang, jenis dan jumlah barang, sifat barang, metode pengujian mutu barang, tingkat mutu dan kelas barang, jangka waktu mutu barang dan tanda tangan pihak yang berhak mewakili lembaga. Daftar Daftar Lembaga Penilaian Kesesuaian yang telah mendapat persetujuan dari BAPPEBTI bisa dilihat pada Tabel 3. 26

Tabel 3. Daftar Lembaga Penilai Kesesuaian yang mendapat persetujuan dari BAPPEBTI. NO LPK Alamat 1 Inspeksi Gudang (Penunjukan Kabappebti) 2. Sertifikat Manajemen Mutu 3. Uji Mutu Komoditi a. PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero) Jalan Kali Besar Timur Nomor 5-7, Jakarta 11110. b. PT. SUCOFINDO Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 PT. SUCOFINDO a. PT. SUCOFINDO (Lada, Kopi, Kakao) b. BPSMB &TEMBAKAU SURABAYA (Kopi, Lada, Kakao dan Karet) Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 Graha Sucofindo, Jl. Raya Pasar Minggu Kav. 34 Jakarta 12780 Jl. Gayung Kebonsari Dalam No. 12 A Surabaya 4. Uji Mutu Komoditi Penunjukan Kabappebti Sumber : BAPPEBTI 2008 c. BPSMB MAKASSAR (Kopi, dan Lada) a. BPSMB &TEMBAKAU SURABAYA (Gabah) b. UJASTASMA PROBIS PERUM BULOG SUBDIVRE KAB. BANYUMAS (Gabah) Jl. A. Pattarani Makassar 90222 Jl. Gayung Kebonsari Dalam No. 12 A Surabaya Jl. Jend. Sudirman No. 829 Purwokerto Jateng Lembaga ketiga adalah pusat registrasi yang melakukan penatausahaan Resi Gudang dan Derivatif resi Gudang yang meliputi pencatatan, penyimpanan, pemindah bukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, seta penyediaan sistem dan jaringan informasi. Penatausahaan dilakukan untuk menjamin keamanan dan keabsahan setiap pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas Resi gudang, karena setiap pihak yang menerbitkan, mengalihkan dan melakukan pembebanan hak jaminan atas resi gudang wajib melaporkannya kepada Pusat Registrasi. Berdasarkan sistem ini, pemerintah melalui Pusat 27

Registrasi dapat memantau pengalihan dan pembebanan hak jaminan atas resi gudang, mencegah terjadinya penjaminan ganda dan melakukan tersediannya stok nasional untuk komoditi tertentu. Pusat Registrasi yang telah mendapat Persetujuan dari BAPPEBTI adalah PT. Kliring Berjangka Indonesia. Lembaga terakhir adalah Badan Pengawas Resi Gudang. Badan ini merupakan unit organisasi di bawah Menteri Perdagangan yang diberi wewenang untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan SRG. Badan ini antara lain berwenang memberikan persetujuan sebagai Pengelola Gudang, Lembaga Penilaian Kesesuaian dan Pusat Registrasi. Saat ini tugas, fungsi dan kewenangan tersebut dilaksanakan oleh BAPPEBTI. Adapun syarat komoditi yang dapat diresi gudangkan antara lain memiliki daya tahan simpan minimal tiga bulan, memilik standar mutu nasional dan memiliki struktur pasar terbuka. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 26/M-DAG/PER/6/2007 tentang Barang Yang Dapat Disimpan di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang hingga saat ini baru terdapat delapan komoditi yang dapat diresi gudangkan yaitu: Gabah, Beras, Jagung, Kopi, Kakao, Lada, Karet, dan Rumput Laut. Setiap komoditi yang akan disimpan di gudang harus memenuhi persyaratan standar mutu tertentu yang berlaku untuk komoditi yang bersangkutan untuk memperoleh Resi Gudang. Contoh nilai standar mutu gabah berdasarkan SNI bisa dilihat pada Tabel 4. 28

Tabel 4. Standar Mutu Komoditi Gabah Seperti Tercantum dalam SNI 01-0224- 1987. Persyaratan No Jenis Uji Satuan MUTU I MUTU II MUTU III 1 Kadar Air % maks. 14.0 14.0 14.0 2. Gabah Hampa % maks. 1.0 2.0 3.0 3. Butir Rusak + Butir % maks. 2.0 5.0 7.0 Kuning 4. Butir Mengapur + % maks. 1.0 5.0 10.0 Gabah Muda 5. Butir Merah % maks. 1.0 2.0 4.0 6. Benda Asing % maks. - 0.5 1.0 7. Gabah Varietas lain % maks. 2.0 5.0 10.0 Sumber : BAPPEBTI 2008 Untuk mendapatkan Resi Gudang Petani terlebih dahulu mendatangi Pengelola Gudang dengan membawa komoditi yang akan diresigudangkan. Sebelum masuk gudang, komoditi tersebut terlebih dahulu diuji mutu dan kuantitasnya oleh LPK yang ada di Gudang atau Kantor Pengelola Gudang. Sementara itu Pengelola Gudang akan membuat perjanjian pengelolaan barang yang berisi deskripsi barang dan asuransi. Diskripsi barang dibuat berdasarkan sertifikat hasil uji mutu yang dikeluarkan oleh LPK. Surat perjanjian pengelolaan barang yang telah ditandatangani, selanjutnya Pengelola Gudang akan menghubungi Pusat Registrasi untuk meminta kode registrasi. Pengelola Gudang dapat langsung menerbitkan Dokumen Resi Gudang tepat setelah menerima kode registrasi dari Pusat Registrasi. Dokumen Resi Gudang yang sah akan mencantumkan informasi antara lain judul dan jenis komoditi, nama pemilik komoditi, lokasi gudang, tanggal penerbitan, nomor penerbitan, nomor registrasi, deskripsi barang (kuantitas dan kualitas), waktu jatuh tempo, biaya simpan, nilai barang dan harga pasar. 2.3. Kajian Empiris Mengenai Usahatani Rachmawati (2003) dan Gandhi (2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa usahatani padi yang dilakukan oleh petani pemilik lahan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan petani penggarap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani 29

pemilik (3,14 dan 1,35) yang lebih besar dari petani penggarap (1,19 dan 1,18) pada penelitian Rachmawati dan nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik (2,42 dan 1,19) yang lebih besar dari petani penggarap (1,07 dan 1,88) pada penelitian Gandhi. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa usahatani yang dilakukan, baik oleh petani pemilik maupun petani penggarap, masih menguntungkan karena rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya totalnya lebih besar dari satu. Hidayat (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pendapatan usahatani jambu getas merah di Kelurahan Sukaresmi dikelompokkan berdasarkan status penguasaan lahan yaitu petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun yang diterima petani pemilik lahan yaitu Rp 12.727.000,00 lebih besar daripada pendapatan atas biaya tunai per hektar per tahun yang diterima petani penyewa lahan yaitu Rp 9.056.000,00. Begitu pula berdasarkan perhitungan pendapatan atas biaya total, maka pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani pemilik lahan yaitu Rp 8.146.666,67 lebih besar daripada pendapatan atas biaya total per hektar per tahun yang diterima petani penyewa lahan yaitu Rp 8.047.333,33. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik lahan dan petani penyewa lahan menguntungkan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani pemilik lahan yang lebih tinggi (2,69 dan 1,67) dari biaya tunai petani maupun biaya total penyewa lahan (1,81dan 1,66). Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan pada penelitian Rachmawati, Gandhi dan Hidayat. Persamaan penelitian yang diteliti oleh Rachmawati, Gandhi dan Hidayat adalah analisis usahatani dengan rasio R/C petani pemilik lahan lebih besar daripada rasio R/C petani penggarap baik atas biaya tunai maupun biaya total. Perbedaan penelitian ini adalah jenis komoditi yang diteliti yaitu jambu merah yang diteliti oleh Hidayat, dan padi yang diteliti oleh Rachmawati dan Gandhi. Terdapat beberapa persamaan dalam metode penelitian yang digunakan pada beberapa studi terdahulu seperti pada Rachmawati (2003) dan Murdani (2008). Pada Rachmawati (2003) menggunakan metode analisis R/C rasio, margin tataniaga, dan dalam menganalisis penelitiannya mengenai topik 30

penelitian usahatani dan tataniaga. Pada penelitian mereka tidak menggunakan analisis lembaga dan fungsi tataniaga, sehingga kurang memberikan gambaran kondisi tataniaga karena penelitian lebih kuantitatif. Begitu pula pada penelitian Murdiani (2008) yang menggunakan metode analisis yang sama dalam menganalisis penelitiannya yaitu analisis pendapatan usahatani, rasio R/C, marjin tataniaga,dan Walaupun pada kedua penelitian tersebut analisis usahatani lebih dalam karena menambahkan analisis pendapatan usahatani, namun analisis tataniaga terutama kondisi kualitatif seperti fungsi tataniaga dan analisis lembaga tataniaga kurang dibahas secara komperhensif. Pada penelitian Gandhi (2008) dan Hidayat (2010), merupakan penelitian yang menggunakan metode analisis yang paling lengkap dalam menganalisis penelitian untuk topik usahatani dan tataniaga. Keduanya melakukan analisis kuantitatif yang baik dalam analisis usahatani dan tataniaga, juga melakukan analisis kualitatif tataniaga dengan baik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah alat analisis yang digunakan sama dengan yang digunakan oleh Gandhi (2008) dan Hidayat (2010). Perbedaan ini dengan penelitian terdahulu adalah jenis komoditas yang dianalisis yaitu gabah, dan juga metode penjualan yang digunakan yaitu metode tunda jual dengan memanfaatkan Sistem Resi Gudang. Penelitian ini berusaha menganalisis perbandingan tingkat pendapatan usahatani petani yang tidak memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan yang sudah memanfaatkannya, pendapatan usahatani dengan pendekatan penerimaan dan biaya usahatani, dan R/C rasio untuk melihat tingkat efisiensi usahatani padi yang sudah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan sistem konvensional. Melalui analisis efisiensi dapat diketahui metode mana yang memberikan lebih banyak keuntungan bagi petani. 31

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Menurut Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut Soeharja dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Menurut Hernanto (1989) ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi yaitu : 1. Tanah Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh karena itu, tanah memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atau tumpangsari. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani digolongkan kedalam tiga jenis yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, 32

ketrampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam. Oleh karena itu dalam prakteknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak = 2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam dan luar keluarga. 3. Modal Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. 4. Manajemen Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai; (d) daya dukung faktor yang dikuasai dan (e) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan 3

perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan dan (f) ukuranukuran keberhasilan yang lazim. Pengelolaan usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumberdaya yang terbatas yang terdiri dari lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan. Hal ini dilakukan agar ia dapat mencapai tujuan sebaik baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesukarankesukaran lain yang yang dihadapi dalam melaksanakan usahataninya (Soekartawi, 1986). Seorang penyuluh pertanian memiliki peran yang penting dalam memberikan petunjuk kepada petani dengan cara membantu petani melihat permasalahannya, menganalisis permasalahan tersebut dan mengambil keputusan dengan benar. Lebih lanjut Soekartawi (1986) menambahkan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara ilmu usahatani dengan ilmu ekonomi. Hal ini dikarenakan ilmu usahatani pada dasaranya memperhatikan cara-cara petani dalam memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya, maka disiplin induknya adalah ekonomi. Penelitian usahatani dianggap mempunyai sifat multi disiplin karena harus memperhatikan informasi, prinsi dan teori dari ilmu yang sangat erat kaitannya, seperti sosiologi dan psikologi maupun berbagai bidang ilmu tanaman dan ilmu hewan. Menurut Soekartawi (1986) umumnya penelitian usahatani merupakan penelitian terapan dan mempunyai salah satu atau kedua tujuan umum di bawah ini: 1. Menyediakan informasi yang dapat membantu petani dalam mengelola usahataninya sehingga mereka lebih mampu mencapai tujuannya. 2. Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai petani dan pengelolaannya sehingga membantu di dalam perumusan kebijsanaan dan perencanaan pembangunan yang lebih baik. 3.1.2. Keuntungan Usahatani Terdapat dua jenis keuntungan suatu usahatani, yaitu yang dapat dihitung secara ekonomi (tangible) dan yang tidak dapat dihitung ke dalam satuan uang 34

(intangible). Keuntungan ekonomi adalah keuntungan berupa besar atau tidaknya pendapatan dan efisien atau tidaknya suatu penelitian yang digambarkan oleh nilai rasio R/C nya. Keuntungan non ekonomi terdiri dari kesuburan lingkungan, pemandangan yang menjadi indah dan sebagainya. Keberhasilan suatu usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani dalam mengelola usahataninya. Pendapatan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai selisih pengurangan dari nilai penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan dalam proses usahatani. Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh dari penggunaan faktor-faktor produksi, karena itu pendapatan usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani (Mariani, 2007). Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditentukan. Kegunaan anailisi ini adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan di masa yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1973) Menurut Soekartawi (1986), penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan usahatani mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produk dengan harga pasar yang berlaku, sedangkan pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dibebankan kepada produk yang bersangkutan. Selain biaya tunai yang harus dikeluarkan ada pula biaya yang diperhitungkan, yaitu nilai pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk memperhitungkan berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai semua input yang habis terpakai dalam proses produksi tetapi tidak termasuk biaya tenaga kerja kerluarga. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayar dengan uang, 35

seperti biaya pembelian saran produksi, biaya untuk membayar tenaga kerja. Pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai kerja kerluarga diperhitungkan (Soeharjo dan Patong, 1973). 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Salah satu masalah yang dihadapi negara Indonesia sekarang ini adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan melalui pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang pertanian. Hal ini bisa dilihat dengan semakin banyak digalakkannya pembangunan di bidang pertanian utamanya sub sektor pangan. Salah satu sub sektor pangan adalah usahatani padi. Petani padi dalam melakukan proses produksi untuk menghasilkan output, diperlukan biaya pengeluaran-pengeluaran yang digunakan dalam mempertahankan kelangsungan proses produksi tersebut. Dalam usahatani padi diharapkan adanya peningkatan pendapatan sekaligus peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petani padi pada khususnya. Hal ini menjadi salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat yaitu adanya peningkatan pendapatan dari petani tersebut. Dalam usaha meningkatkan pendapatan usaha tani padi, pemerintah mengeluarkan salah satu kebijakan baru yaitu Sistem Resi Gudang (SRG). Namun pada pelaksanaannya belum banyak petani di Indonesia yang sudah memanfaatkan peraturan ini. Salah satu Resi Gudang tersebut berada di daerah Indramayu, Jawa Barat. Tujuan dibangunnya Gudang tersebut di Indramayu karena Indramayu merupakan sentra penghasil padi di Jawa Barat, dimana Jawa Barat merupakan wilayah penghasil padi terbanyak di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan pendapatan usahatani petani padi di Kecamatan Anjatan Indramayu yang telah memanfaatkan SRG dengan petani yang belum memanfaatkannya. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian yang membandingkan konsep usahatani konvensional dan yang memanfaatkan Resi Gudang ini diharapkan dapat membantu pihak terkait khususnya petani dalam pengambilan keputusan untuk menjalankan atau menerapkan sistem usahatani yang mana yang lebih 36

menguntungkan bagi petani. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 1. 37

Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan di bidang pertanian sub sektor pertanian pangan. Peraturan pemerintah tentang Sistem Resi Gudang. Jawa Barat merupakan sentra penghasil padi di Indonesia. Pembangunan Gudang di Indramayu J B t Pendapatan yang diperoleh petani gapoktan Jayatani rendah. Petani non Resi Gudang Petani SRG Manfaat non ekonomis Manfaat ekonomis Analisis Pendapatan Usahatani Analisis keragaan usahatani Analisis pendapatan usahatani - Penerimaan usahatani - Biaya usahatani Analisis efisiensi usahatani Rekomendasi kepada petani dan pemerintah tentang pemanfaatan Sistem Resi Gudang dalam usahatani di Desa Mangunjaya Indramayu Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani Gabah dengan Memanfaatkan Sistem Resi Gudang Studi Kasus Gapoktan Jayatani Indramayu 38

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mangunjaya, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang sudah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan para petani yang belum memanfaatkan sitem tersebut yang tergabung dalam Gapoktan Jayatani. Pemilihan lokasi ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa daerah tersebut dekat dengan letak Gudang Resi Gudang yang ada di Indramayu. Penelitian lapang dilakukan selama tiga bulan, dimulai pada bulan April 2011 sampai bulan Juli 2011 untuk pengumpulan data. Karena pada saat tersebut di wilayah Desa Mangunjaya dalam musim panen dan menunggu hasil penjualan gabah yang ada di gudang SRG. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan sebagai sumber data dan informasi adalah sebagai berikut : 1. Data Primer Data primer adalah data yang didapat dari pengamatan langsung ke lapangan, yaitu hasil wawancara dengan petani responden yang belum dan sudah memanfaatkan SRG dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan pendukung data primer yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu, PT. Pertani selaku pengelola gudang, dan instansi-instansi terkait lainnya. Data sekunder juga diperoleh melalui beberapa literatur berupa data pemanfaatan SRG yang pernah dilakukan berkaitan dengan kegiatan penelitian. 39

4.3. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara melalui pengisian kuisioner yang pertanyaanya disampaikan kepada petani responden. Penentuan petani responden dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu pengambilan contoh secara acak (stratified sampling) untuk petani yang belum memanfaatkan SRG dan metode teknik sensus untuk petani yang sudah memanfaatkannya. Pengambilan petani responden didasarkan pada petani yang tergabung didalam suatu gabungan kelompok tani. Jumlah responden yang diambil sebanyak 33 orang petani responden yang terdiri dari 29 petani yang belum memanfaatkan SRG dan empat orang petani responden yang sudah memanfaatkan SRG. Jumlah responden untuk petani yang belum memanfaatkan SRG diambil berdasarkan kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Jaya Tani yang menanam padi. Kemudian setelah dibagi menjadi lima kelompok tani, untuk menentukan contoh di tiap kelompok tani dilakukan dengan cara acak dan didapat 29 orang petani responden. Sementara itu pemilihan petani yang telah memanfaatkan SRG sebanyak empat petani karena dalam Gapoktan tersebut hanya empat petani tersebut saja yang memanfaatkan SRG dengan menggunakan metode teknik sensus. 4.4. Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilalanjutkan dengan pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif dilakukan bertujuan untuk menganalisis keragaan usahatani gabah di Desa Cipancuh sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani yang sudah memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan yang belum memanfaatkanya berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani yang dikeluarkan, sedangkan R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) merupakan nilai produk dari usahatani yaitu harga produk dikalikan dengan total produksi periode tertentu. Total biaya atau pengeluaran adalah semua nilai faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan 40

pengeluaran total. Rumus penerimaan, total biaya dan pendapatan adalah (Soekartawi, 1986) : TR = P x Q TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan = TR - biaya tunai = TR TC Keterangan : TR TC P Q : total penerimaan usahatani yang dijual dalam bentuk gabah (Rp) : total biaya usahatani (Rp) : harga output (Rp/Kg) : jumlah output (Kg) : pendapatan atau keuntungan (Rp) Pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Salah satu ukuran efisiensi penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio) adalah analisis R/C. Analisis R/C rasio dalam usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rasio R/C yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Rasio R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Rasio R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis imbangan penerimaan dan biaya usahatani adalah sebagai berikut (Soekartawi, 1986) : R/C rasio atas biaya tunai = R/C rasio atas biaya total = TR / biaya tunai TR / TC 41

Keterangan : TR TC : total penerimaan usahatani (Rp) : total biaya usahatani (Rp) Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), makin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 1986). Tabel 5. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio per Hektar per Tahun Tanaman Tahunan No Keterangan Jumlah Harga per Total Satuan (Rp) (Rp) A Penerimaan B Biaya tunai 1 Bibit 2 Pupuk 3 Obat-obatan 4 Tenaga kerja luar keluarga 5 Irigasi Total biaya tunai C Biaya yang diperhitungkan 1 Penyusutan 2 Sewa lahan 3 Tenaga kerja keluarga Total biaya yang diperhitungkan D Total biaya (B+C) E Pendapatan atas biaya tunai (A-B) F Pendapatan atas biaya total (A-D) G R/C atas biaya tunai (A/B) H R/C atas biaya total (A/D) 42

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Wilayah dan Topografi Desa Mangunjaya memiliki wilayah administratif dengan batas wilayah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Cilandak, sebelah selatan dengan Desa Bugis Tua, sebelah barat dengan Mekarjaya Kabupaten Subang, dan sebelah timur dengan Desa Bugis. Desa Mangunjaya memiliki luas wilayah sebesar 11.063,37 hektar dan dihuni oleh 6.428 jiwa penduduk (Monografi Desa Mangunjaya, 2010). Topografi Desa Mangunjaya memiliki rata-rata ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Desa Mangunjaya memiliki kondisi iklim yang cukup tinggi dengan suhu rata-rata tiap bulan mencapai 29,5 C dengan suhu terendah 25 C dan suhu tertinggi 34 C. Tingkat kelembaban udara yang dimiliki yaitu sebesar 70 persen dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 2000 mm dan curah hujan tertinggi berada pada bulan Januari dan Februari. Kondisi alam tersebut mendukung potensi agribisnis pada Desa Mangunjaya, seperti padi dan tanaman palawija. Padi merupakan salah satu potensi agribisnis yang sangat potensial untuk dikembangkan di Desa Mangunjaya dimana luas lahan sawah di Desa Mangun jaya yang mencapai 480 hektar atau sekitar 4,3 persen dari total luas wilayah. Selain padi, hortikultura merupakan salah satu potensi agribisnis yang dapat dikembangkan lagi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 5.2 Sosial Ekonomi Masyarakat Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa persebaran jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Mangunjaya terdapat 12 jenis pekerjaan, dimana sektor pertanian menempati peringkat pertama dengan total 4.213 penduduk atau 65,64 persen dari total penduduk Desa Mangunjaya. Hal ini menunjukkan bahwa bidang pertanian memiliki potensi yang besar dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk dapat berkembang lagi. Jumlah penduduk paling banyak terdapat pada tingkat usia kerja di bidang pertanian dan diikuti dengan penduduk di usia sekolah. 43

Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Warga Desa Mangunjaya Berdasarkan Lokasi Dusun Tahun 2010 (Orang) Persentase Jenis Pekerjaan Lokasi (%) No Mangunsari Bodas Karangjaya Jumlah 1 PNS 7 9 6 22 0,37 2 TNI/Polri 0 0 2 2 0,04 3 Pensiunan 0 0 1 1 0,02 4 Wiraswasta 2 31 41 73 1,14 5 Industri kecil 7 1 5 13 0,20 6 Pedagang 14 51 50 115 1,80 7 Nelayan 0 0 0 0 0 8 Petani 708 644 699 2.051 31,94 9 Buruh tani 793 674 695 2.162 33,70 10 Pelajar 362 504 491 1.357 21,20 11 Mahasiswa 16 12 11 39 0,64 12 Lain-lain 294 129 152 575 8,95 Total 6.428 100 Sumber: Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Mangunjaya 2010 Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa di Desa Mangunjaya masih banyak warga yang tidak bersekolah, yaitu sebanyak 444 orang (20,96 persen). Jumlah penduduk paling banyak terdapat pada tingkat pendidikan SD, yaitu sebanyak 706 orang (33,33) warga. Tingkat pendidikan paling tinggi adalah perguruan tinggi sebanyak 139 orang (6,56 persen). Hal ini menunjukkan bahwa di Desa Mangunjaya kesadaraan akan pentingnya pendidikan masih rendah. 4

Tabel 7. Data Usia Sekolah Warga Desa Mangunjaya Berdasarkan Lokasi Dusun Tahun 2010 (Orang). Persentase Tingkat Lokasi Pendidikan Jumlah (%) No Mangunsari Bodas Karangjaya 1 Belum Sekolah 66 182 78 326 15,40 2 TK 12 18 20 50 2,36 3 SD 254 190 262 706 33,33 4 SLTP 48 29 96 173 8,17 5 SLTA 160 85 35 280 13,22 6 PT 16 112 11 139 6,56 7 Tidak Sekolah 39 141 264 444 20,96 Jumlah 595 757 766 2118 100 Sumber: Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Mangunjaya 2010 Aktivitas usahatani yang dilakukan oleh petani di Desa Mangunjaya terdiri dari dua jenis komoditas utama, yaitu padi dan hortikultura. Tanaman hortikultura yang menjadi produk andalan adalah tanaman jeruk nipis. 5.3. Gudang Sistem Resi Gudang Indramayu Gudang SRG terletak di Desa Cipancuh, Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu. Gudang SRG ini dibangun pada tahun 2008 sebanyak dua gudang yang dikelola oleh PT Pertani. Dalam pelaksanaannya gudang SRG ini dibagi menjadi dua, yang pertama dijadikan gudang untuk menyimpan komoditi beras dan yang satu lagi dijadikan sebagai tempat penyimpanan komoditi gabah. Kapasitas gudang SRG di Indramayu sebesar 3500 ton untuk masing-masing gudang. Pada tahun 2011 jumlah komoditi yang disimpan di gudang SRG telah mencapai 861,6 ton dengan perincian 350 ton beras milik petani, 200 ton gabah milik petani, 53,6 ton gabah milik gapoktan, 98 ton gabah milik poktan dan 160 ton gabah milik koperasi. Untuk bisa menjadi gudang SRG suatu gudang harus memiliki persyaratan umum seperti adanya akses jalan, bebas banjir dan longsor. Adapaun berdasarkan peraturan Kepala BAPPEBTI 03/ BAPPEBTI/ PER-SRG/ 7/2007, suatu gudang harus memiliki persyaratan teknis sebagai berikut: 45

1. Konstruksi : Kerangka, atap, dinding, talang air, pintu dan lantai. 2. Fasilitas : Lorong-lorong air, listrik, hydrant, penangkal petir dan kantor. 3. Peralatan : Timbangan, palet, hygrometer, thermometer, tamgga staple dan pemadam. Dalam penerapan SRG, pengelola gudang bertugas untuk menjaga barang yang dititipkan baik dari segi keamanan dan kualitas. Dalam upaya menjaga kualitas brang, pengelola gudang melakukan perawatan dengan fumigasi dan spraying untuk mencegah munculnya kutu pada beras dan gabah yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Gabah dan beras di gudang diletakkan di atas palet atau alas dari kayu. Hal ini dilakukan agar gabah dan beras tidak bersentuhan langsung dengan lantai yang menyebabkan gabah dan beras menjadi lembab. Perawatan yang dilakukan oleh pengelola gudang dilakukan unuk menjaga mutu barang yang dititipkan. Kondisi fisik gudang SRG Indramayu dapat dilihat pada Lampiran 12. 5.4. Profil Gabungan Kelompok Tani Jaya Tani Gabungan kelompok tani (Gapoktan) Jaya Tani merupakan suatu organisasi petani yang dibentuk pada 4 Januari 2006 di Desa Mangunjaya sebagai wadah menampung aspirasi para petani yang terdapat di Desa Mangunjaya. Gapoktan Jayatani terdiri dari enam kelompok tani dimana lima kelompok tani mengusahakan padi dan satu kelompok tani mengusahakan palawija. Gapoktan Jaya Tani didirikan dengan tujuan sebagai wadah bagi para petani untuk mengembangkan potensi pertanian di Desa Mangunjaya sehingga jika ada permasalahan tentang pertanian di Desa Mangunjaya maka Gapoktan Jaya Tani akan menjadi lembaga yang akan memberikan bantuan dan solusi bagi para petani dalam menghadapi permasalahan yang muncul. Salah satu peranan utama yang diharapkan dapat dilakukan oleh Gapoktan Jaya Tani adalah meningkatkan posisi tawar petani dalam pemasaran hasil panennya. Pada umumnya, tanpa adanya sebuah mekanisme pemasaran yang baik maka posisi tawar petani cenderung rendah dibandingkan dengan para pembeli produk hasil pertanian tersebut. Keberadaan Gapoktan Jaya Tani diharapkan posisi tawar petani padi dapat meningkat. Gapoktan Jaya Tani memiliki visi untuk 46

mensejahterakan petani anggotanya. Untuk mewujudkan visi tersebut maka Gapoktan Jaya Tani menyusun beberapa misi, yaitu : 1) Mendorong peningkatan produksi, produktivitas dan mutu hasil pertanian 2) Mendorong kemandirian dan peran serta petani, kelembagaan tani, dan pengusaha pertanian dalam pembangunan pertanian. 3) Meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan posisi tawar. Tabel 8. Nama Kelompok Tani, Luas Lahan Garapan dan Jenis Tanaman yang Diusahakan Gapoktan Jaya Tani Tahun 2011. No Nama Kelompok Tani Luas lahan (ha) Jenis Tanaman 1 Bidun Utara 142 Padi 2 Bidun Selatan 100 Padi 3 Sahartepak Barat 78 Padi 4 Sahartepak Tengah 75 Padi 5 Karya Tani Mandiri 85 Padi 6 Karya Tani Bakti 75 Hortikultura Sumber: Badan Keswadayaan Masyarakat Desa Mangunjaya 2010 Berdasarkan Tabel 8 hanya kelompok tani Karya Tani Bakti saja yang mengusahakan tanaman hortikultura sebagai komoditas utamanya, sedangkan sisanya mengusahakan padi sebagai komoditas utamanya. Padi yang ditanam mencapai 86,49 persen luas lahan dari total lahan yang diusahakan oleh petani yang tergabung di dalam Gapoktan Jaya Tani di Desa Mangunjaya. Gapoktan Jaya Tani dibagi menjadi beberapa macam unit, yaitu unit pengelolaan usahatani, unit pengelolaan sarana produksi pertanian, unit pengolahan, unit pengelolaan permodalan dan unit pemasaran. Unit pengelolaan usahatani bertugas membantu unit lain mulai dari sub sistem hulu hingga hilir. Unit pengelolaan sarana produksi bertugas untuk mendata kebutuhan sarana produksi pertanian untuk usahatani yang diperlukan petani gapoktan. Unit pengolahan bertugas untuk membantu petani lainnya dalam pengolahan lahan sawah, mulai dari penentuan pola tanam dan penanggulangan hama. Unit pengelolaan permodalan bertugas untuk membantu petani yang kesulitan modal dalam menjalankan usahataninya. Unit pemasaran bertugas untuk memasarkan produk dari hasil usahatani yang dilakukan. 47

Ketua Sekretaris Bendahara Unit Pengelolaan usahatani Unit Pengelolaan Saraana Produksi Unit Perngelolaan Permodalan Unit Pengelolaan Pengolahan Unit Pemasaran Gambar 2. Struktur Organisasi Gapoktan Jaya Tani Tahun 2010 Sumber : Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya 2010 5.5. Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan diklasifikasikan menurut usia, tingkat pendidikan baik formal maupun informal, status usahatani, pengalaman usahatani dan status kepemilikan lahan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan usahatani. 48

Karakteristik responden secara umum meliputi umur, tingkat pendidikan, lama bertani, dan luas lahan. Karakteristik responden tersebut dianggap penting karena mempengaruhi cara petani responden dalam menjual hasil usahataninya. Tabel 9 menunjukkan jenjang usia petani responden. Usia rata-rata responden dari hasil penelitian dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu responden berusia 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan usia lebih dari 50 tahun. Tabel 9. Sebaran Usia Responden Golongan Petani SRG Petani Konvensional Usia Jumlah Jumlah Persentase (tahun) (orang) (orang) Persentase 21-30 0 0 5 17,24 31-40 2 50 14 48,28 41-50 1 25 5 17,24 >50 1 25 5 17,24 Jumlah 4 100 29 100 Petani responden di tempat penelitian memulai usahataninya di atas 20 tahun karena usahatani dijadikan sebagai sumber utama pencarian petani. Hal ini dilakukan karena hampir seluruh petani melakukan usahatani setelah mereka menikah pada usia 20 tahun. Pada petani responden yang telah berusia lebih dari 50 tahun banyak petani yang tidak berani menerapkan teknologi baru yang ada karena mereka takut untuk mengambil resiko dari menerapkan teknologi baru. Berbeda dengan petani pada jenjang usia 30-40 tahun, mereka berani untuk menerapkan teknologi baru yang ada pada cara bercocok tanam. Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan petani responden. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan usahatani. Hal ini terkait dengan metode yang digunakan dalam menjalankan usahatani dan keputusan petani dalam menentukan metode penjualan hasil panennya. Tabel 10. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Petani SRG Petani Konvensional Pendidikan Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Tidak Tamat SD 1 25 7 24,14 Tamat SD 2 50 15 51,72 Tamat SMP 1 25 7 24,14 Jumlah 4 100 29 100 49

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tertinggi petani responden hanya hingga tingkat SMP saja. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani responden berpengaruh terhadap cara petani responden melakukan usahataninya, baik dari segi teknis seperti penerapan cara bertanam dan juga penyerapan informasi terhadap inovasi teknologi pertanian yang baru. Pada petani responden yang telah berusia lebih dari 50 tahun, banyak petani yang tidak berani menerapkan teknologi baru yang ada karena mereka takut untuk mengambil resiko dari penerapan teknologi baru tersebut. Berbeda dengan petani pada jenjang usia 30-40 tahun, mereka berani untuk menerapkan teknologi baru yang ada pada cara bercocok tanam. Tabel 11 menunjukkan tingkat pengalaman usahatani padi. Hal ini merupakan karakateristik yang cukup penting karena tingkat pengalaman usahatani dapat mempengaruhi tingkat pengambilan keputusan terhadap cara menjalankan usatani dan pemilihan cara penjualan hasil usahatani. Tabel 11. Sebaran Tingkat Pengalaman Usahatani Padi Petani Responden Tingkat Petani SRG Petani Konvensional Pengalaman Jumlah Jumlah Persentase (tahun) (orang) (orang) Persentase 1-5 - - - - 6-10 - - 8 27,59 11-15 - - 5 17,24 > 15 4 100 16 55,17 Jumlah 16 100 29 100 Tingkat pengalaman usahatani petani responden berpengaruh terhadap cara petani dalam menjalankan usahataninya baik dari penerapan teknologi dan cara penjualan hasil usahatani. Petani yang memiliki tingkat pengalaman lebih 15 tahun telah paham bagaimana cara menangani permasalahan teknis yang muncul dalam pengolahan lahannya karena mereka memiliki tingkat pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan petani yang tingkat pengalaman usahatani lebih rendah. Petani yang memiliki tingkat pengalaman lebih lama juga menerapkan metode penjualan yang berbeda dibandingkan dengan yang tingkat pengalaman yang lebih rendah. Pada petani yang memiliki tingkat pengalaman lebih dari 10 50

tahun lebih memilih menjual hasil padinya kepada tengkulak dibandingkan menjualnya kepada Tabel 12 menunjukkan penguasaan luas lahan padi. Namun demikian, penguasaan luas lahan tidak dapat menentukan jumlah hasil panen yang akan didapat oleh petani responden. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti modal, jumlah pupuk yang digunakan, serangan hama dan jenis pengairan sawah. Tabel 12. Sebaran Penguasaan Luas Lahan Padi Petani SRG Petani Konvensional Luas Lahan Jumlah Jumlah (ha) Persentase Persentase (orang) (orang) 0,0001-0,5 1 25 13 41,38 0,5001-1 - - 4 17,25 1,0001-1,5 1 25 6 20,69 1,5001-2 1 25 3 10,34 >2 1 25 3 10,34 Jumlah 4 100 29 100 Luas lahan tidak berpengaruh terhadap keputusan petani responden dalam pemilihan metode penjualan gabah dan penerapan teknologi dalam bercocok tanam, seperti pada pemilihan SRG sebagai metode penjualan. Tidak semua petani yang memanfaatkan SRG memiliki luas lahan lebih dari satu hektar, begitu juga dengan teknik becocok tanam. Sebagai contoh, penggunaan pestisida oleh petani responden yang memiliki luas lahan lebih kecil ada yang lebih banyak dibandingkan dengan petani yang memiliki luas lahan lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh kebiasaan dari petani responden dalam penggunaan jumlah pestisida yang selalu habis digunakan dalam satu periode tanam. Luas lahan hanya berpengaruh terhadap cara penggunanan tenaga kerja pada tahap penanaman padi oleh petani. Petani responden dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar biasanya menerapkan metode tanam ceblok yaitu metode penanaman dimana pekerja yang menanam hanya diberi upah makan namun mendapatkan kepastian akan dipekerjakan kembali pada saat proses pemanenan. Pada petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 hektar, petani responden menerapkan menggunakan sistem borongan pada proses penanaman, dimana pekerja mendapat upah berdasar luas lahan yang ditanam kemudian dibagi jumlah pekerja yang menanam. 51

Tabel 13 menunjukkan jenis pengairan lahan petani. Jenis pengairan akan mempengaruhi besarnya pengeluaran oleh petani responden. Terdapat dua jenis sistem pengairan yang dilakukan oleh petani responden, yaitu pengairan teknis dan diesel. Tabel 13. Sebaran Jenis Pengairan Lahan Padi Petani SRG Petani Konvensional Jenis Jumlah Jumlah Pengairan Persentase Persentase (orang) (orang) Teknis 3 75 22 75,86 Diesel 1 25 7 24,14 Jumlah 4 100 29 100 Pengairan teknis adalah jenis pengairan dimana lahan petani tidak memerlukan alat tambahan untuk mengairi sawahnya. Pengairan diesel memerlukan bantuan alat tambahan untuk mengairi lahannya karena lahan tersebut jauh dari sumber air. Jenis pengairan akan berpengaruh terhadap pendapatan petani, dimana petani yang menggunakan jenis pengairan teknis hanya perlu membayar iuran berupa hasil panen sebanyak 75 kg per hektar dan 450 kg per hektar untuk jenis pengairan diesel. 52

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 6.1. Keragaan Usahatani Padi Keragaan usahatani padi menjelaskan tentang kegiatan usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu. Usahatani padi merupakan usaha yang telah lama diusahakan oleh warga di Desa Mangunjaya. Hal ini terlihat dari tingkat pengalaman petani yang rata-rata telah mengusahakan padi lebih dari 15 tahun. Keragaan usahatani dilakukan dengan mengidentifikasikan penggunaan input produksi, teknik budidaya, dan output yang dihasilkan dari usahatani padi. 6.1.1. Pola Tanam Padi merupakan produk utama yang diusahakan oleh anggota Gapoktan Jayatani di Desa Mangujaya. Usahatani padi yang dilakukan oleh anggota Gapoktan Jaya Tani dilakukan dalam dua periode tiap tahunnya, yaitu pada periode Januari-April pada musin rendeng atau penghujan dan pada periode Juni- Oktober pada musim rendeng atau kemarau. Pola tanam yang hanya dilakukan dua kali dalam setahun dikarenakan di Desa Mangunjaya selalu diadakan acaraacara hajatan dan semacamnya pada saat selang waktu antara musim tanam satu dan yang lainnya sehingga para petani tidak menanam padi. 6.1.2. Input Produksi Sarana produksi atau input yang digunakan pada usahatani padi terdiri dari bibit; pupuk; pestisida; tenaga kerja; dan alat-alat pertanian. Perincian penggunaan bibit, pupuk dan pestisida per hektar pada periode Januari-April 2011 pada usahatani padi di Gapoktan Jaya Tani antara petani SRG dan petani konvensional dapat dilihat pada Tabel 14. 53

Tabel 14. Rata-Rata Penggunaan Input Usahatani Padi Petani SRG dan Konvensional per Hektar Periode Januari-April 2011 No Petani SRG Petani Konvensional Komponen Harga Harga Nilai Input Jumlah Nilai (Rp) Jumlah (Rp) (Rp) (Rp) 1. Bibit 23,25 9000 209.250 18,81 9000 169293 2. Pupuk Urea (kg) 289,73 1650 478.054,5 280.39 1650 462.643,50 SP 36 (kg) 49,67 2100 104.307 98.51 2100 206.871 NPK (kg) 32.64 2350 76.704 Phonska (kg) 226,82 2350 533.027 204.58 2350 480.763 Za (kg) 66,22 1450 96019 13.35 1450 19.357,50. Kompos (kg) 198,68 800 3 Pestisida Cair (L) 0,83 51.695,77 5,16 330.593,70 Padat (kg) 2,15 64.072,85 2,22 64.563,98 6.1.2.1. Bibit Bibit yang digunakan oleh petani baik petani SRG dan konvensional adalah bibit yang dibeli dari kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Varietas bibit yang digunakan adalah jenis padi ciherang. Pemilihan jenis padi ciherang dikarenakan menurut petani di lokasi penelitian, harga jual yang didapat relatif lebih tinggi di banding varietas padi yang lainnya seperti padi IR 64. Selain harga yang lebih tinggi, petani memilih menanam padi jenis ciherang karena varietas ini merupakan varietas yang cocok untuk ditanam di musim hujan maupun musim kemarau. Alasan utama petani memilih menanam jenis padi ciherang adalah karena jenis padi ini memiliki umur masa tanam yang lebih pendek dibanding varietas lain seperti IR 64. Jumlah rata-rata bibit per hektar yang digunakaan oleh petani SRG pada periode tanam Januari-April 2011 adalah sebanyak 15,40 kilogram per hektar. Sedangkan Jumlah rata-rata bibit per hektar yang digunakaan oleh petani konvensional pada periode tanam Januari-April 2011 adalah sebanyak 16,45 kilogram per hektar. Penggunaan jumlah bibit padi akan mempengaruhi total pengeluaran untuk input produksi padi. 6.1.2.2. Pupuk Pupuk yang digunakan oleh petani responden terdiri dari dua macam, yaitu pupuk organik (pupuk kompos) dan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36, NPK, Phonska dan Za). Pupuk kompos yang digunakan adalah pupuk yang dibeli dari 54

kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Begitu juga dengan pupuk (pupuk urea, SP36, NPK, Phonska dan Za) diperoleh petani dengan membelinya di kios saprotan yang ada di Desa Mangunjaya. Penggunaan pupuk organik (pupuk kompos) hanya dilakukan oleh seorang petani SRG. Dimana petani lainnya baik petani SRG maupun konvensional masih bergantung terhadap pupuk anorganik saja. Jumlah penggunaan pupuk oleh petani SRG dan konvensional bisa dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis Pupuk, Harga Pupuk dan Penggunaan Pupuk Rata-rata Petani Berdasar Sistem Penjualan Periode Januari-April 2011. No. Jenis Pupuk Harga per Kg(Rp) Petani SRG (Kg) Petani Konvensional (Kg) 1. Urea 1.650 289,74 280,39 2. Sp36 2.100 49,67 98,51 3. NPK 2.350-32,64 4. Phonska 2.350 262,82 204,58 5. Za 1.450 66,22 13,35 6. Kompos 800 198,68-6.1.2.3. Pestisida Pestisida yang digunakan oleh petani tergantung dari petani itu sendiri. Pada saat penelitian dilakukan banyak lahan sawah petani yang terserang hama wereng sehingga menyebabkan banyaknya jumlah pestisida yang digunakan oleh petani. Banyaknya pestisida yang digunakan juga dikarenakan menurut petani hama wereng yang menyerang sawah mereka sudah kebal terhadap pestisida yang diberikan oleh petani, baik itu pestisida bubuk dan pestisida cair. Hal ini dikarenakan petani di Desa Mangunjaya sering memberikan pestisida terhadap tanaman padinya meskipun tanaman padi tersebut tidak sedang dijangkiti hama wereng. Petani responden di Desa Mangunjaya beranggapan dengan memberikan pestisida ke tanamannya maka akan menyebabkan tanamannya tahan terhadap hama. Pestisida yang digunakan oleh petani terdiri dari dua jenis yaitu pestisida cair dan bubuk. Penggunaan pestisida dilakukan dengan cara mencampurkan 5

konsentrat padat ataupun cair tersebut kemudian disemprotkan ke tanaman padi. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari. Rata-rata penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan sesuai dengan keinginan petani tersebut. Jika oleh petani dinilai tanaman padinya memerlukan pestisida, penyemprotan bisa dilakukan hingga empat kali dalam satu masa tanam. Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan oleh petani pemilik SRG per hektar lahan pada periode tanam Januari-April 2011 sebanyak 0,828 liter pestisida cair dan 2,15 kilogram pestisida bubuk. Untuk rata-rata jumlah pestisida yang digunakan oleh petani konvensional adalah sebanyak 5,16 liter pestisida cair dan 2,22 kilogram pestisida bubuk. Dengan demikian, rata-rata penggunaan pestisida yang digunakan oleh petani konvensional lebih banyak dibandingkan dengan petani SRG. 6.1.2.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan oleh petani SRG dan petani konvensional terbagi menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja yang digunakan dalam semua kegiatan usahatani padi yang dilakukan di lokasi penelitian seluruhnya dikerjakan oleh tenaga kerja lakilaki. Penggunaan tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga digunakan dalam kegiatan usahatani mulai dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, penyemprotan pestisida dan pemanenan. Pada jenis kegiatan penanaman terdapat dua cara dalam pembayaran tenaga kerja yang dilakukan. Cara pertama adalah dengan cara ceblok, yaitu petani hanya membayar upah makan dengan kisaran biaya Rp 10.000,00-Rp 15.000,00 dengan kondisi tenaga kerja yang digunakan akan mendapat kepastian akan dipekerjakan kembali ketika kegiatan pemanenan. Hal ini biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan kecil. Cara kedua adalah dengan cara borongan, yaitu petani akan membayar upah kepada tenaga kerja sesuai dengan luas lahan yang akan ditanam. Besar upah untuk cara borongan berkisar dari Rp 400.000,00 sampai Rp 500.000,00 per satu bahu atau 0,66 hektar. Untuk kegiatan pemanenan, baik petani SRG maupun konvensional menerapkan cara yang sama dalam pembayaran upah tenaga kerja, yaitu dengan menggunakan cara bawon. 56

Cara pembayaran bawon adalah cara pembayaran bagi hasil dimana tenaga kerja akan mendapatkan satu per enam dari hasil panen petani. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam analisis usahatani padi menggunakan satuan HKP (Hari Kerja Pria). Di lokasi penelitian lama jam kerja tidak ditentukan oleh petani. Petani hanya menginginkan dengan upah yang dibayar suatu jenis pekerjaan bisa selesai dalam satu hari dimana untuk satu HKP adalah delapan jam per hari. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi per hektar periode Januari- April 2011 untuk petani SRG adalah 29,761 HKP untuk tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari 7,53 HKP pada proses penanaman, 14,081 HKP pada proses pemanenan dan 8,15 HKP untuk proses lainnya. Pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani SRG adalah 3,92 HKP. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi per hektar periode Januari- April 2011 untuk petani konvensional adalah 41,49 HKP untuk tenaga kerja luar keluarga yang terdiri dari 10,86 HKP pada proses penanaman, 15,85 HKP pada proses pemanenan dan 7,39 HKP untuk proses lainnya untuk tenaga kerja luar keluarga. Pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani konvensional adalah 4,24 HKP. Dengan demikian, jumlah penggunaan tenaga kerja petani konvensional lebih banyak daripada petani SRG. 6.1.2.5. Alat-Alat Pertanian Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan padi adalah cangkul, arit, ember, linggis, pompa air, alat semprot hama dan traktor. Cangkul digunakan untuk menggemburkan tanah, arit digunakan untuk menyiangi ilalang yang ada di sekitar lahan sawah, linggis digunakan untuk membalikkan tanah dan memecah tanah keras, pompa air digunakan untuk membantu mengairi sawah, alat semprot hama digunakan sebagai wadah penyemprot pestisida untuk memberantas hama dan traktor digunakan untuk membajak sawah dan menggemburkan tanah. Peralatan yang digunakan oleh petani responden adalah milik pribadi. Metode perhitungan penyusutan alat pertanian yang digunakan adalah metode penyusutan garis lurus. Nilai biaya penyusutan peralatan pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani padi dihitung ke dalam komponen biaya yang diperhitungkan. Nilai rata-rata penyusutan alat pertanian petani SRG adalah 57

sebesar Rp 794.006,6 dan Rp 818.039,90 untuk nilai rata-rata penyusutan alat pertanian petani konvensional. 6.1.3. Teknik Budidaya Teknik budidaya merupakan faktor penting pada usahatani dalam menentukan jumlah output yang diharapkan. Pada usahatani padi, teknik budidaya terdiri dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) dan pemanenan. 6.1.3.1. Persiapan Lahan Tahap persiapan lahan dilakukan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi lebih lembut. Hal ini dilakukan agar gulma yang ada pada lahan sawah mati dan membusuk menjadi humus. Pada tahap persiapan lahan dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah dan selokan. Pengaturan pematang sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga sawah tidak boros air dan mempermudah dalam perawatan tanaman. Setelah perbaikan pematang sawah kemudian dilakukan tahap pencangkulan. Pencangkulan dilakukan untuk memperlancar pada tahap pembajakan sawah menggunakan traktor. Pembajakan dilakukan untuk membuat tanah menjadi gembur dan percampuran unsurunsur hara yang terkandung di dalam tanah. 6.1.3.2. Penanaman Penanaman padi yang dilakukan oleh petani responden ditanam dengan jarak yang teratur. Jarak tanam antara tanaman padi satu dengan lainnya adalah 25 cm. Sebelum dilakukan penanaman, dua sampai tiga hari sebelumnya lahan sawah telah diberi pupuk dasar terlebih dahulu. Pemberian pupuk dasar dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur dan memberi nutrisi bagi tanah. Pada saat penanaman, bibit padi ditancapkan ke dalam lahan yang sudah digenangi air sedalam 10 cm sampai 15 cm hingga akar tanaman padi masuk ke bawah permukaan tanah. 58

6.1.3.3. Pemupukan Pada kegiatan usahatani, pemupukan dilakukan dengan tujuan agar tanaman padi dapat tumbuh optimal dan menghasilkan output yang baik. Pemupukan yang dilakukan oleh petani SRG dilakukan dengan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk organik (pupuk kompos) dan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36, Phonska dan pupuk Za). Sedangkan pada petani konvensional, pemupukan hanya dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik (pupuk urea, SP36,NPK, Phonska dan pupuk Za). 6.1.3.4. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama dalam kegiatan usahatani padi merupakan salah satu komponen penting yang menentukan keberhasilan usahatani padi. Pada petani di Desa Mangunjaya, pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani responden adalah dengan menyemprotkan pestisida ke tanaman padi dengan tujuan untuk mencegah dan menanggulangi munculnya hama dan penyakit pada tanaman. Pada saat penelitian berlangsung, hama yang banyak menjangkiti tanaman padi adalah hama wereng. Hama wereng akan menyebabkan tanaman padi menjadi kering dan mati karena wereng menghisap cairan nutrisi yang ada pada tanaman padi. Selain dengan penyemprotan, cara lain yang dilakukan petani dalam mengatasi permasalahan hama wereng adalah dengan melakukan pola tanam serentak. Meskipun telah dianjurkan penanaman dengan pola tanam serentak namun masih banyak sawah petani yang terjangkit hama wereng. Hal ini disebabkan oleh petani yang tidak mau mengikuti penyeragamaan pola tanam yang dilakukan. 6.1.3.5. Pemanenan Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat usia padi sudah mencapai 100 hari atau padi dinilai sudah cukup umur dan mencapai kondisi yang diingikan oleh petani. Cara panen padi yang dilakukan adalah dengan memotong padi dengan menggunakan sabit. Pemotongan padi dilakukan pada bagian atas padi. Hal ini dilakukan karena setelah padi dipotong padi akan dirontokkan dengan 59

menggunakan mesin perontok. Perontokan padi dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan gabah dari malainya. Penggunaan mesin perontok dilakukan agar persentase rendemen padi rendah. Selain itu persentase padi yang tidak rontok rendah bila dibandingkan dengan menggunakan sistem gebot atau dibanting. Dengan demikian, hasil gabah yang didapat juga lebih banyak. 6.2. Analisis Penerimaan Usahatani Padi Penerimaan usahatani padi terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang diterima oleh petani dalam bentuk uang tunai hasil dari penjualan produksi usahataninya. Penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan yang diterima petani dalam bentuk konsumsi padi dari hasil usahataninya. Jumlah dari penerimaan tunai dan penerimaan yang diperhitungkan adalah penerimaan total petani untuk tiap kilogram padi yang dijual. Harga yang diterima petani atas padinya memiliki banyak ragam, hal ini dikarenakan perbedaan waktu panen, kualitas padi yang dijual dan metode penjualan hasil padi yang dilakukan. Penerimaan tunai adalah hasil perkalian antara hasil produksi yang dijual dengan harga yang diterima ditambah dengan padi yang disimpan dikurangi padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga jual yang berlaku saat itu. Penerimaan yang diperhitungkan adalah hasil perkalian dari jumlah padi yang dikonsumsi dikalikan dengan harga yang berlaku saat padi tersebut disimpan. Pada penelitian ini hasil usahatani petani responden dijual dalam dua jenis gabah, yaitu gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG). Tabel 16 menunjukkan penerimaan penjualan padi dengan menggunakan metode SRG. Pada petani yang telah menerapkan Sistem Resi Gudang dalam penjualan hasil usahataninya, harga gabah kering produksi (GKP) terendah yang diterima petani adalah sebesar Rp 2.700,00 per kilogram dan RP 3.000,00n per kilogram untuk harga tertinggi dengan rata-rata harga Rp 2.884,46 per kilogram. Harga gabah kering giling (GKG) terendah yang diterima petani responden adalah sebesar Rp 3.600,00 per kilogram dan Rp 4.000,00 per kilogram untuk harga tertinggi dan Rp 3.920,00 per kilogram untuk harga rata-rata. Penerimaan tunai yang diterima oleh petani responden berdasarkan Tabel 15 adalah Rp 18.516.541,13 sedangkan untuk penerimaan yang diperhitungkan adalah GKP 60

yang dikonsumsi dengan nilai Rp 417.210,00. Penerimaan total yang diterima oleh petani responden adalah sebesar Rp 18.933.751,1 Tabel 16. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi gudang Periode Januari-April 2011 Harga Ratarata Penerimaan Jumlah (kg/ha) (Rp/kg) Nilai (Rp) Gabah Kering Panen 1446,89 2.884,46 4.173.496,33 Gabah Kering Giling 3.658,94 3.920,00 14.343.044,8 Penerimaan Tunai 18.516.541,13 Konsumsi RT Gabah Kering Panen 139,07 3.000,00 417.210 Gabah Kering Giling - - Penerimaan Diperhitungkan 417.210 Total Penerimaan 18.933.751,13 Tabel 17 menunjukkan penerimaan penjualan padi dengan menggunakan metode konvensional. Pada petani yang masih menerapkan metode penjualan konvensional dalam penjualan hasil usahataninya, harga gabah kering produksi (GKP) terendah yang diterima petani adalah sebesar Rp 2.600,00 dan RP 3.300,00 untuk harga tertinggi dengan rata-rata harga RP 2919,23. Harga gabah kering giling yang diterima petani sebesar Rp 3,300,00 untuk harga terendah Rp 3.600 untuk harga tertinggi dan Rp 3.400,00 untuk harga rata-rata. Penerimaan tunai yang diterima oleh petani responden berdasarkan Tabel 16 adalah Rp 14.852.477,54 sedangkan untuk penerimaan yang diperhitungkan adalah GKP yang dikonsumsi dengan nilai Rp 313.813,5. Penerimaan total yang diterima oleh petani responden adalah sebesar Rp 15.166.291,04 Tabel 17. Penerimaan Rata-rata per hektar Petani dengan Metode Penjualan Konvensional Periode Januari-April 2011 Harga Ratarata Penerimaan Jumlah (kg/ha) (Rp/kg) Nilai (Rp) Gabah Kering Panen 3.904,80 2.919,23 11.399.000,3 Gabah Kering Giling 1.015,73 3400 3.453.477,24 Penerimaan Tunai 14.852.477,54 Konsumsi RT Gabah Kering Panen 51,14 3025 154.698,5 Gabah Kering Giling 48,40 3287,5 159.115 Penerimaan Diperhitungkan 313.813,5 Total Penerimaan 15.166.291,04 61

Berdasarkan Tabel 16 dan Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata penerimaan total per hektar yang diterima petani yang memanfaatkan SRG lebih besar dibandingkan petani yang tidak memanfaatkan SRG. Selain itu harga GKG tertinggi didapat petani karena memanfaatkan SRG sehingga memperoleh informasi harga dari PT Pertani selaku pengelola Resi Gudang dan mampu memperoleh harga terbaik. Hal ini dikarenakan harga yang diterima oleh petani yang memanfaatkan SRG lebih baik daripada petani yang menggunakan metode penjualan konvensional. 6.3. Analisis Biaya Usahatani Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terdiri dari dua jenis biaya yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam betuk uang tunai, yang termasuk dalam biaya tunai pada usahatani adalah biaya input pembelian bibit, pupuk dan pestisida, sewa lahan, sewa alat pertanian, biaya irigasi dan biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK), biaya pajak, biaya sewa gudang dan bunga peminjaman uang. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani tidak dalam bentuk uang tunai, yaitu biaya penyusutan alat pertanian dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Pada analisis usahatani yang dilakukan terhadap petani responden yang memanfaatkan SRG, biaya tunai terbesar adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) sebesar Rp 4.264.252,00. Tenaga kerja menjadi kompenen terbesar dalam biaya usahatani karena dalam setiap kegiatan usahatani yang dilakukan mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan, hampir seluruh petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Di lokasi penelitian, petani responden menerapkan dua cara dalam memberikan upah untuk penanaman yaitu dengan menggunakan sistem ceblok dan borongan. Sistem ceblok biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar dengan hanya memberi upah harian sebesar Rp 10.000,00 dan mendapat kepastian bahwa tenaga kerja tersebut akan dipekerjakan kembali saat proses pemanenan. Sistem borongan digunakan oleh petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 hektar dengan biaya terendah sebesar Rp 400.000 per 0,67 62

hektar dan Rp 500.000,00 untuk biaya terbesarnya. Dari total biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang dikeluarkan, biaya pemanenan merupakan biaya terbesar dengan nilai Rp 3.428.692,00 dari total Rp 4.264.251,68 untuk total biaya tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena petani pada lokasi penelitian menerapkan sistem bawon pada saat pemanenan, dimana tenaga kerja akan mendapatkan padi seperenam dari total padi yang dipanen untuk upah. Upah untuk tenaga kerja pria rata-rata sebesar Rp 30.000,00 dengan jam kerja per hari selama delapan jam kerja. Biaya lain yang menjadi salah satu biaya terbesar adalah biaya pembelian pupuk sebesar Rp 1.211.407,50 dan biaya pembelian pestisida sebesar Rp 115.768,6. Biaya penggunaan pupuk menjadi salah satu komponen biaya yang besar dikarenakan penggunaan pupuk oleh petani responden dalam menjalankan usahataninya melebihi anjuran yang disarankan oleh dinas pertanian sebesar 250 kg -300 kg per hektar, sedangkan rata-rata penggunaan pupuk anorganik oleh petani responden mencapai 632,446 kg per hektar. Pestisida yang digunakan oleh petani responden terdiri dari dua jenis yaitu pestisida cair dan pestisida bubuk, dimana rata-rata penggunaan pestisida cair mencapai 0,83 liter per hektar dan 2,15 kg per hektar untuk pestisida bubuk. Banyaknya penggunaaan pestisida oleh petani responden dikarenakan padi di sawah petani responden sempat terjangkit wabah wereng. Terdapat kepercayaan petani di lokasi penelitian bahwa dengan menggunakan banyak pestisida mampu mencapai produksi yang diharapkan karena dengan menggunakan pestisida petani berharap tanaman padinya akan tahan terhadap hama yang akan menyerang tanaman padinya. Salah satu komponen biaya yang muncul pada analisis usahatani yang dilakukan terhadap petani responden yang memanfaatkan Sistem Resi Gudang adalah biaya penyimpanan barang yaitu sebesar Rp 228.476,8 dan biaya untuk membayar bunga pinjaman dari bank yang bekerjasama dalam Sistem Resi Gudang sebesar Rp 109.825,3 dari total pinjaman yang diberikan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 18. 63

Tabel 18. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani SRG per Hektar di Desa Mangunjaya Bulan Januari April 2011 Harga Keterangan Jumlah Satuan (Rp) Nilai (Rp) Biaya Tunai Bibit 23,25 kg 9000 138.600 Pupuk Kompos 198,68 kg 800 158.944 Pupuk Anorganik 1. Urea 289,73 kg 1650 478.054,5 2. SP36 49,67 kg 2100 104.307 3. Phonska 226,82 kg 2350 533.027 4. Za 66,22 kg 1450 96.019 Pestisida 1. Cair 0,83 L 51.695,77 2. Bubuk 2,15 kg 64.072,85 TKLK 1. Pria 8,15 HKP 30000 244.500 Penanaman 9,52 HKP 591.059,6 Pemanenan 17,38 HKP 3.428.692 Air Irigasi 519.775 Sewa Alat Tani 1 885.761,6 Sewa Gudang 1 228.476,8 Pajak 1 195.529,8 Bunga Bank 1 109.825,3 Karung 61 karung 2200 134.200 Transportasi Barang 3.046,36 kg 50 152.318 Jemur Gabah 3.046,36 kg 30 91.390,8 Total Biaya Tunai 8.206.249,02 Biaya Diperhitungkan TKDK 1. Pria 3,92 HKP 30000 117.600 Penyusutan 1 794.006,6 Total Biaya Diperhitungkan 911.606,6 Total Biaya 9.117.855,62 Pada Tabel 19 diketahui bahwa biaya usahatani pada petani yang masih menerapkan sistem konvensional yang menjadi komponen biaya terbesar pada biaya tunai petani konvensional adalah biaya tenaga kerja luar keluarga TKLK 64

sebesar Rp 4.014.184,35. Dari total tersebut upah pemanenan merupakan biaya terbesar dari biaya TKLK yaitu sebesar Rp 3.209.259,10. Pada biaya tenaga kerja untuk pemanenan meskipun nilai HOK petani konvensional lebih besar daripada petani resi gudang, namun biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan petani konvensional lebih kecil daripada petani resi gudang. Hal ini dikarenakan nilai gabah yang didapat konvensional rendah. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani konvensional rata-rata per hektar adalah sebesar 629,47 kg dengan biaya Rp 1.246.339,00. Tabel 19. Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani Konvensional per Hektar di Desa Mangunjaya Bulan Januari April 2011 Harga Satuan Keterangan Jumlah (Rp) Nilai (Rp) Biaya Tunai Bibit 16,45 9000 148.050 Pupuk Anorganik 1. Urea 284,96 1650 470.184 2. SP36 100,11 2100 210.231 3. NPK 33,17 2350 77.949,50 4. Phonska 207,91 2350 488.588,50 5. Za 13,57 1450 19.676,50 Pestisida 1. Cair 5,25 335.977 2. Bubuk 2,26 65.615,29 TKLK 7,50 31206.90 234.051,75 Penanaman 13.78 574.306,26 Pemanenan 19,78 3.209.259,10 Air Irigasi 1 655.685,55 Sewa Alat Tani 1 1.045.261,29 Pajak 1 184.422,40 Jemur Gabah 1.064,13 30 31.923,9 Total Biaya Tunai 7.539.987,54 Biaya Diperhitungkan TKDK 1. Wanita 2. Pria 4,30 31206.90 134.189,67 Penyusutan 1 628.103,61 Total Biaya Diperhitungkan 762.293,28 Total Biaya 8.302.280.82 65

Berdasarkan Tabel 18 dan Tabel 19 diketahui bahwa biaya tenaga kerja luar keluarga merupakan komponen biaya terbesar dalam melakukan usahatani padi oleh petani responden. Dalam komponen biaya tenaga kerja luar keluarga biaya pemanenan merupakan biaya terbesar yang harus dikeluarkan untuk membayar biaya tenaga kerja. Dapat diketahui pula bahwa penggunaan pupuk anorganik oleh petani responden baik yang sudah memanfaatkan SRG dan yang belum memanfaatkannya melebihi batas anjuran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Komponen biaya tunai yang berbeda dari petani responden yang sudah memanfaatkan SRG adalah biaya pembayaran bunga bank atas pinjaman yang diberikan kepada petani dan juga biaya sewa gudang untuk menitipkan barang petani tersebut. Hal ini menyebabkan total biaya rata-rata usahatani padi petani SRG lebih besar daripada petani konvensional, yaitu Rp 9.117.855,62 untuk petani SRG dan Rp 8.302.280.82 untuk petani konvensional. 6.4. Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani padi menggunakan pendekatan perhitungan penerimaan dan biaya usahatani per hektar per musim tanam. Hal ini dilakukan karena tanaman padi di Desa Mangunjaya hanya diproduksi sebanyak dua kali dalam satu tahun, yaitu pada periode tanam Januari - April dan Juni - Oktober. Periode produksi padi tertinggi pada bulan Januari - April yaitu pada saat musim hujan (Wawancara petani, 2011). Pada penelitian ini analisis usahatani dilakukan terhadap 29 orang petani responden yang masih menggunakan metode penjualan konvensional atau penjualan secara langsung kepada pembeli dan empat orang petani yang sudah memanfaatkan SRG dalam penjualan hasil usahataninya. Analisis yang digunakan untuk menghitung pendapatan usahatani mengacu pada konsep pendapatan atas biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam bentuk tunai untuk melakukan kegiatan usahatani padi seperti biaya pembelian bibit, pupuk dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Biaya total adalah biaya tunai ditambah dengan biaya diperhitungkan. Biaya diperhitungkan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani dalam bentuk tidak tunai seperti biaya tenaga kerja dalam keluarga. 6

Berdasarkan Tabel 20, pendapatan atas biaya tunai petani yang telah memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 10.727.502,11per hektar dan pendapatan atas biaya total yang telah memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 9.815.895,51. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani total atas biaya tunai dan atas biaya total lebih dari nol sehingga usahatani yang dilakukan petani responden yang telah memanfaatkan SRG di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya menguntungkan. Tabel 20. Perhitungan Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Usahatani Petani SRG di Desa Mangunjaya periode Januri April 2011 Komponen Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai 18.516.541,13 B. Penerimaan Diperhitungkan 417.210 C. Total Penerimaan (A+B) 18.933.751,13 D. Biaya Tunai 8.206.249,02 E. Biaya Diperhitungkan 911.606,6 F. Total Biaya (D+E) 9.117.855,62 Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 10.727.502,11 Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 9.815.895,51 Pada tabel 21, pendapatan atas biaya tunai petani responden yang belum memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 7.626.303,5 per hektar dan pendapatan atas biaya total petani responen yang belum memanfaatkan SRG pada periode Januari-April 2011 adalah sebesar Rp 6.864.010,22. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani total atas biaya tunai dan atas biaya total lebih dari nol sehingga usahatani yang dilakukan petani responden yang belum memanfaatkan SRG di Gapoktan Jaya Tani Desa Mangunjaya menguntungkan. 67

Tabel 21. Perhitungan Penerimaan dan Pendapatan Rata-rata Usahatani Petani yang Belum Memanfaatkan Sistem Resi Gudang di Desa Mangunjaya Periode Januari April 2011 Komponen Nilai (Rp) A. Penerimaan Tunai 14.852.477,54 B. Penerimaan Diperhitungkan 313.813,5 C. Total Penerimaan (A+B) 15.166.291,04 D. Biaya Tunai 7.539.987,545 E. Biaya Diperhitungkan 762.293,28 F. Total Biaya (D+E) 8.302.280.82 Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 7.626.303,5 Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 6.864.010,22 Berdasarkan tabel 20 dan tabel 21 diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani yang telah memanfaatkan SRG lebih besar daripada pendapatan atas biaya total petani yang belum memanfaatkan SRG. Rendahnya pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang diperoleh petani konvensional karena harga yang diterima lebih rendah dibandingkan petani yang memanfaatkan SRG. Dapat disimpulkan pula bahwa usahatani padi dengan memanfaatkan SRG lebih menguntungkan dibandingkan dengan yang tidak memanfaatkan SRG. 6.5. Analisis R/C Rasio Analisis R/C rasio terdiri dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari rasio antara penerimaan total dengan pengeluaran tunai. R/C rasio atas biaya total diperoleh dari rasio penerimaan total dengan pengeluaran total. Suatu usaha dapat dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu (R/C > 1), semakin tinggi nilai R/C menunjukkan bahwa penerimaan yang diperoleh semakin besar. Namun apabila nilai R/C lebih kecil dari satu (R/C < 1), maka usaha ini tidak mendatangkan keuntungan sehingga tidak layak diusahakan. 68

Tabel 22. Penerimaan, Biaya, Pendapatan, dan R/C Rasio Usahatani Padi Petani Gapoktan Jaya Tani Komponen Nilai (Rp) Nilai (Rp) Resi Gudang Konvensional A. Penerimaan Tunai 18.516.541,13 14.852.477,54 B. Penerimaan Diperhitungkan 417.210 313.813,5 C. Total Penerimaan (A+B) 18.933.751,13 15.166.291,04 D. Biaya Tunai 8.072.049,02 7.539.987,545 E. Biaya Diperhitungkan 911.606,6 762.293,28 F. Total Biaya (D+E) 9.117.855,62 8.302.280.82 Pendapatan atas Biaya Tunai (C-D) 10.727.502,11 7.626.303,5 Pendapatan atas Biaya Total (C-F) 9.815.895,51 6.864.010,22 R/C atas Biaya Tunai 2,31 2.01 R/C atas Biaya Total 2,08 1,83 Berdasarkan Tabel 22, R/C rasio usahatani padi dibedakan berdasarkan metode penjualan yang diterapkan oleh petani yaitu yang memanfaatkan Sistem Resi Gudang dan yang belum memanfaatkannya atau konvensional. Hasil perhitungan nilai R/C rasio atas biaya tunai untuk petani konvensional adalah 2,01 dan 2,31 untuk petani SRG. Nilai 2,01 pada petani konvensional memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,01. Nilai 2,31 pada petani resi gudang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,31. Hasil perhitungan rasio atas biaya total untuk usahatani petani konvensional adalah 1,83 dan 2,08 untuk petani resi gudang. Nilai 1,83 pada petani konvensional memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,83. Nilai 2,08 pada petani resi gudang memiliki arti bahwa setiap pengeluaran total sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,08. Tabel 19 juga menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani SRG memilik nilai yang lebih besar dibandingkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani konvensional. Hal ini disebabkan komponen penerimaan tunai dan penerimaan total petani konvensional lebih rendah dibandingkan petani SRG. Walaupun 69

demikian, dapat disimpulkan bahwa petani yang memanfaatkan SRG dan yang belum memanfaatkan SRG sama-sama menguntungkan. 70

VII. MANFAAT RESI GUDANG BAGI PETANI 7.1. Manfaat Sistem Resi Gudang Dalam penerapan SRG yang dilakukan oleh petani responden di Gapoktan Jaya Tani, ada beberapa manfaat yang dirasakan oleh petani responden. Manfaat tersebut terdiri dari dua jenis manfaat. Manfaat pertama adalah manfaat dari segi non ekonomis dan yang kedua adalah manfaat dari segi ekonomi. Manfaat dari segi non ekonomis yang dirasakan oleh petani responden yang telah memanfaatkan SRG terdiri dari manfaat penyimpanan, manfaat keamanan, manfaat jaminan mutu dan manfaat pemasaran. Manfaat penyimpanan yang dirasakan oleh petani responden adalah gabah yang dimiliki oleh petani bisa dititipkan di gudang SRG karena tidak memiliki tempat penyimpanan yang besar. Manfaat kedua yang dirasakan adalah manfaat keamanan, yaitu mendapatkan asuransi atas gabah yang mereka simpan. Berdasarkan asuransi atas gabah yang petani simpan di gudang SRG, maka petani akan mendapatkan jaminan keamanan atas gabah mereka. Hal ini menurunkan resiko yang diterima oleh petani atas gabah mereka. Asuransi didapatkan petani setelah gabah lolos uji mutu yang dilakukan oleh LPK yang ditunjuk pengelola gudang. Menurut petani responden, biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk menyimpan dan mendapatkan asuransi atas gabah mereka sangat ringan yaitu Rp 75,00 per kilogram untuk jangka waktu penyimpanan tiga bulan. Manfaat ketiga yang dirasakan oleh petani responden adalah manfaat jaminan mutu. Manfaat jaminan mutu yang didapat petani adalah gabah milik petani yang disimpan di gudang SRG sudah dipastikan merupakan barang dengan kualitas mutu yang baik. Mutu yang baik ditentukan berdasarkan standar yang ditetapkan oleh LPK, dimana standar mutu yang diacu oleh LPK adalah standar mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Berdasarkan jaminan mutu pada gabah yang dimiliki oleh petani, petani dapat meningkatkan posisi tawar mereka kepada calon pembeli gabah. Peningkatan posisi tawar petani responden didapatkan karena petani memiliki gabah dengan kualitas yang baik dimana hal ini dibuktikan 71

dengan adanya sertifikat uji mutu yang dimiliki oleh petani. Petani bisa mengklaim bahwa gabah yang dimiliki oleh mereka memiliki kualitas yang lebih baik dari gabah petani lain yang tidak memilii sertifikat standar mutu. Dengan demikian, petani mampu meningkatkan posisi tawarnya agar mendapatkan harga yang tinggi dari calon pembeli gabah. Manfaat non ekonomis terakhir yang dirasakan oleh petani responden dari pemanfaatan SRG adalah manfaat pemasaran. Manfaat pemasaran yang didapatkan oleh petani responden dalam penerapan SRG adalah petani bisa memantau harga di pasaran. Informasi harga didapat petani dengan bertanya langsung kepada pengelola gudang. Pengelola gudang akan memberikan perkembangan harga yang ada di pasaran kepada petani responden yang memanfaatkan SRG. Selama ini, petani merasa informasi harga yang mereka dapat terkadang tidak sesuai dengan kenyataan, dimana informasi harga terkadang sering ditutuptutupi oleh tengkulak, contohnya ketika tengkulak memberi informasi bahwa jika petani menjual hasil panennya pada waktu tertentu, harga yang diberikan oleh tengkulak ternyata lebih rendah dari harga pasaran yang sedang berlaku. Petani menganggap dengan adanya informasi harga terkini, petani bisa menentukan kapan penjualan gabah harus dilakukan sehingga petani bisa mendapatkan harga terbaik. Pada manfaat pemasaran selain mendapatkan informasi harga, petani mendapatkan bantuan dalam memasarkan gabah mereka dimana pengelola SRG juga akan memberikan informasi tentang gabah yang dimiliki petani responden kepada calon pembeli. Manfaat ekonomis pertama yang dirasakan oleh petani responden adalah manfaat pembiayaan, dimana petani bisa mendapatkan bantuan pinjaman bagi usahataninya. Pinjaman didapatkan petani responden dari bank yang bekerja sama dengan pihak SRG yaitu bank BRI dan bank BPD Jabar dengan menggunakan dokumen resi gudang sebagai agunan bagi pinjaman yang mereka lakukan. Dengan memanfaatkan SRG petani bisa memperoleh pinjaman sebesar 70 persen dari total nilai komoditi yang tertera di dokumen resi gudang. Dalam pemberian pinjaman tersebut petani harus membayar bunga pinjaman yang dirasa tidak memberatkan, yaitu sebesar 1,5 persen untuk masa pinjaman selama tiga bulan. 72

Proses untuk mengurus dokumen SRG selama dua hari dan dua hari lagi untuk mengurus pinjaman hingga pinjaman bisa dicairkan membantu petani dalam pembiayaan usahatani dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini membatu petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak, dimana terkadang pembelian yang dilakukan oleh tengkulak mengalami kelambatan pembayaran dari waktu yang telah disepakati. Selama ini petani mengalami kesulitan dalam pembiayaan usahataninya yang menyebabkan petani terpaksa harus menjual gabahnya tanpa ada kesempatan untuk menunggu harga terbaik bagi gabahnya. Penjualan gabah oleh petani dikarenakan petani harus memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk melakukan kembali usahataninya. Dengan memanfaatkan SRG petani bisa memenuhi kebutuhannya dan melakukan usahataninya melalui pinjaman yang diperoleh sambil menunggu harga yang terbaik bagi gabahnya. Manfaat ekonomis kedua adalah petani SRG mampu mendapatkan harga yang lebih baik dibandingkan dengan petani yang tidak memanfaatkan SRG. Harga yang lebih baik ini didapatkan petani dengan cara memanfaatkan metode tunda jual. Dengan memanfaatkan metode tunda jual, petani menunggu harga terbaik yang akan didapat saat menjual gabahnya. Hal ini dilakukan petani saat musim panen tiba. Ketika musim panen tiba harga yang diterima petani lebih rendah karena jumlah gabah yang ada di pasaran masih banyak, namun ketika petani menunggu hingga tiga bulan atau sesuai dengan batas masa penyimpanan gabah mereka di gudang SRG, maka petani akan mendapatkan harga yang lebih baik. Hal ini dikarenakan jumlah gabah yang ada di pasaran lebih sedikit dibandingkan saat musim panen. 7.2. Kendala Pemanfaatan Sistem resi Gudang Dalam pelaksanaan pemanfaatan SRG petani responden juga mengalami beberapa masalah. Seluruh petani reponden mengalami dua masalah utama yang sama yaitu masalah dengan pengeringan gabah dan hambatan dari keluarga yaitu istri petani responden. Kesulitan dalam menjemur gabah terjadi karena di Desa Mangunjaya sering terjadi hujan, sehingga menyebabkan petani responden kesulitan untuk menjemur gabahnya dan menghasilkan gabah yang sesuai standar mutu dalam waktu cepat. Adapun hambatan petani yang berasal dari keluarga 73

karena istri petani yang biasanya mengatur keuangan keluarga merasa bahwa SRG ini belum terbukti memberikan keuntungan secara nyata, selain itu istri petani takut mengalami kegagalan jika menerapkan sistem ini. Selain itu istri petani sudah terlebih dahulu skeptis dalam menanggapi munculnya program baru dari pemerintah. Hal ini dikarenakan sudah beberapa kali petani sering dikecewakan dengan program-program yang di ajukan oleh pemerintah. Untuk mengatasi permasalahan utama yang muncul tersebut, petani responden menerapkan dua jenis cara, yaitu petani menjemur gabahnya di dalam gudang penyimpanan beras pada saat turun hujan dan menjemur di bawah sinar matahari langsung pada saat hari cerah. Untuk permasalahan meyakinkan istrinya, petani responden meyakinkan istrinya secara perlahan dan dibantu petani lain dan juga diajak ikut untuk menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh pengelola gudang saat sosialisasi SRG dengan demikian istri petani menyetujui agar petani responden menerapkan Sistem Resi Gudang. 74

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Sistem Resi Gudang yang disediakan pemerintah untuk membantu petani dalam upaya meningkatkan pendapatan petani memiliki beberapa manfaat, yaitu manfaat secara non ekonomi dan manfaat ekonomi. Manfaat non ekonomi yang dirasakan oleh petani yang memanfaatkan SRG adalah manfaat penyimpanan, manfaat keamanan, manfaat jaminan mutu dan manfaat pemasaran. Manfaat penyimpanan yang didapat oleh petani responden adalah petani bisa menyimpan gabah jika tidak memiliki tempat yang besar. Manfaat keamanan adalah petnai mendapat asuransi untuk gabahnya. Manfaat jaminan mutu yang didapat oleh petani responden adalah gabah petani mendapat sertifikat kualitas atas gabahnya. Manfaat pemasaran yang didapat oleh petani responden adalah petani mendapat bantuan dalam memasarkan gabahnya. Petani juga mendapat manfaat dari segi nilai dimana pendapatan petani sesuai dengan jumlah yang dihasilkan dan juga mendapat manfaat dari segi waktu yang lebih singkat dalam mendapatkan pembiayaan. Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh petani adalah manfaat pembiayaan. Petani bisa mendapatkan pinjaman untuk usahataninya dengan bunga yang rendah, yaitu 1,5 persen. Manfaat ekonomi kedua adalah petani yang memanfaatkan SRG memperoleh harga jual yang lebih baik dibandingkan petani yang tidak memanfaatkan sistem resi gudang. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rasio R/C atas biaya tunai petani yang memanfaatkan SRG dengan nilai 2,31 sedangkan rasio R/C atas biaya tunai petani konvensional nilainya adalah 2,01. Begitu pula untuk Rasio R/C atas biaya total petani yang memanfaatkan SRG dengan nilai 2,08 sedangkan rasio R/C atas biaya total petani konvensional nilainya adalah 1,83. 8.2. Saran Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani padi di Gapoktan Jaya Tani di Desa Mangunjaya, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu antara lain : 75

1. Meningkatkan kualiatas padi dengan cara mulai mengikuti anjuran penyuluh pertanian lapang (PPL) agar dapat menghasilkan gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) yang baik. Peningkatan kualitas gabah akan meningkatkan posisi tawar petani dalam menjual hasil panennya sehingga pembeli akan menghargai lebih tinggi gabah. 2. Petani yang belum memanfaatkan Sistem Resi Gudang mulai beralih memanfaatkan Sistem Resi Gudang dalam penjualan hasil usahataninya, agar mampu mendapatkan harga yang lebih tinggi. Selain itu, dengan memanfaatkan Sistem Resi Gudang petani akan memperoleh pinjaman untuk melakukan usahataninya sambil menunggu harga tertinggi untuk menjual hasil usahataninya. 3. Peran pemerintah daerah Indramayu dan instansi terkait sangat dibutuhkan untuk mensosialisasikan program penerapan SRG kepada para petani agar para petani paham apa SRG itu dan menyadari manfaat yang akan diterima jika memanfaatkan SRG karena masih banyak petani yang belum memahami dan mengetahui tentang SRG. 4. Meningkatkan peranan gapoktan dalam penerapan SRG agar petani kecil mampu memenuhi quota minimal penyimpanan di gudang SRG. 76

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. [Depdag] Departemen Perdagangan. 2008. Buku Saku Sistem Resi Gudang. Jakarta : BAPPEBTI, Departemen Perdagangan. Gandhi. 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Padi Varietas Unggul (Studi Kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasian, DE. 2008. Usahatani dan Tataniaga Kacang Kapri di Kecamatan Warungkondang, Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya. Hidayat. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Jambu Getas Merah Studi Kasus Kelurahan Sukaresmi Tanahsareal Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Indrayani 2008. Analisis Pola Kemitraan Dalam Pengadaan Beras Pandanwangi Bersertifikat. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mariani 2007. Analisis Perbandingan Keuntungan Usahatani Bebas Pestisida dan Padi Anorganik di kecamatan Cigombong. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Murdani. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Desa Mangunjaya Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu. 2010. Monografi Desa Mangunjaya Kecamatan Anjatan Kabupaten Indramayu. Bogor : Pemerintah Desa Mangunjaya. Pratama. 2008. Efektivitas Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Kasus Petani Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rachmawati. 2003. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor 77

Saheda, AA. 2008. Preferensi dan Kepuasan Petani Terhadap Benih Padi Varietas Lokal Pandan Wangi di Kabupaten Cianjur [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rachmawati, S. 2003. Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang dan Cugenang. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soeharjo, A dan D Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogorr: Departemen Ilmu-ilmu Sosial ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi dan Soeharjo, A. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia. Tirtayasa, M.F. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani di Kota Depok Jawa Barat. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. 78

79

Lampiran 1. Profil Responden Berdasarkan Metode Penjualan (SRG) No Nama Petani Alamat 1. Aming dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 2. Asdana dusun bodas desa mangunjaya rt 10/rw 02 3. Warsim dusun bodas desa mangunjaya rt 10/rw 02 4. Wartana dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 Umur (tahun) Tingkat Pendidikan Lama Bertani (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) 39 Tamat SD 18 4 2 53 Tidak tamat SD 33 3 2,5 37 Tamat SMP 17 4 1,32 41 Tamat SD 20 3 0,22 Luas Lahan (ha) Jumlah 88 14 5,88 Rata-Rata 22 3,5 1,47 64

Lampiran 2. Profil Responden Berdasarkan Metode Penjualan (konvensional) No Nama Petani 1. Arya Priyana Alamat dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 Umur (tahun ) Tingkat Pendidikan Lama Bertani (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) 36 Tamat SMP 10 5 1,33 2. Asan dusun mangun sari desa 36 Tamat SMP 13 4 0,67 mangunjaya rt 02/ rw 01 3. Caryadi dusun mangun sari 52 Tidak tamat SD 12 2 1,33 desa mangunjaya rt 06/ rw 02 4. Casna dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 5 Daman dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 6 Durakhma n 7 Jani Kadarfan dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 8 Karsid dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 9 Kartalim dusun mangun sari desa mangunjaya rt 04/ rw 01 56 Tidak tamat SD 8 8 0,165 38 Tamat SD 16 4 2 30 Tamat SD 9 4 0,45 34 Tamat SD 14 4 0,17 37 Tamat SD 16 2 2 36 Tamat SMP 16 4 1,5 10 Kasan dusun mangun sari 38 Tamat SD 17 4 1,33 Luas Lahan (ha) 65

desa mangunjaya rt 04/ rw 01 11 Nugroho dusun mangun sari 30 Tamat SMP 9 3 1,33 Gatot Raharjo desa mangunjaya rt 04/ rw 01 12 Saemin dusun karangjaya rt 45 Tidak tamat SD 25 6 0,165 13/rw3 desa mangunjaya 13 Sakam dusun mangun sari 28 Tamat SMP 7 2 0,5 desa mangun jaya rt 5/ rw 1 14 Salman dusun mangun sari 26 Tamat SD 6 2 1,33 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 15 Samsudin dusun mangun sari 28 Tamat SD 7 2 0,84 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 16 Sanafi dusun mangun sari 61 Tidak tamat SD 42 3 3 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 17 Sariya dusun mangun sari 39 Tamat SD 18 3 0,18 desa mangunjaya rt 05/ rw 01 18 Sauchi dusun mangun sari 60 Tidak tamat SD 40 5 1 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 19 Siwan dusun mangun sari 53 Tamat SD 33 3 0,33 desa mangunjaya rt 09/ rw 02 20 Suherman dusun karangjaya rt 40 Tamat SD 19 4 0,5 13/rw 3 desa mangun jaya 21 Sunir dusun mangun sari 31 Tamat SD 10 2 0,223 6

Sutardi desa mangunjaya rt 04/ rw 01 22 Sutoyo dusun mangun sari 45 Tidak tamat SD 25 4 1 desa mangunjaya rt 05/ rw 01 23 Tarsiman dusun boodas desa 37 Tamat SMP 16 4 3,7 mangun jaya rt 8/rw 2 24 Taswid dusun mangun sari 35 Tamat SD 15 2 0,33 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 25 Usman dusun mangun sari 41 Tamat SMP 21 4 2 desa mangunjaya rt 06/ rw 02 26 Wardiyah dusun mangun sari 43 Tamat SD 24 4 5 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 27 Warun dusun mangun sari 41 Tidak tamat SD 19 4 0,16 desa mangunjaya rt 04/ rw 01 28 Wasan dusun mangun sari 37 Tamat SD 16 5 0,33 desa mangunjaya rt 09/ rw 01 29 Yadi dusun mangun sari 33 Tamat SD 12 3 0,33 desa mangun jaya rt 5/ rw 1 Jumlah 497 106 33,163 Rata-Rata 17,069 3,65 1,143 67

Lampiran 3. Penggunaan Tenaga Kerja Petani Padi SRG di Gapoktan Jaya Tani Periode Januari-April 2011 Nama Luas Tenaga Kerja Luar Keluarga (HKP) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKP) No Lahan Jenis Kegiatan Jenis Kegiatan (ha) 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total 1. Aming 2 2 16,875 12,5 6 28,125 65,5 1 0 6,25 2 0 9,25 2. Asdana 2,5 2,25 17 5 7,5 31.875 63,625 1,25 0 2,5 3 0 6,75 3. Warsim 1,32 0 9,69 8 6 21.25 44,938 1,5 0 3 1 0 5,5 4. Wartana 0,22 0 1,9 0 0 8.75 5,7 0,675 0 1 1 0 2,675 Total 6,04 4,25 45.465 25,5 19,5 85,05 179,763 4,425 0 12,75 7 0 24,175 Rata-rata/Ha 0,703 7,53 4,221 3,228 14,081 29,762 0,733 0 2,607 1,159 0 3,92 Keterangan : Jenis Kegiatan : 1 = Persiapan Lahan; 2 = ; Penanaman 3 Penyemprotan Pestisida; 4 = Pemupukan; 5 = Pemanenan. HKP : Hari Kerja Pria 68

Lampiran 4. Penggunaan Tenaga Kerja Petani Padi Konvensional di Gapoktan Jaya Tani Periode Januari-April 2011 Luas Tenaga Kerja Luar Keluarga (HKP) Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HKP) No Nama Lahan Jenis Kegiatan Jenis Kegiatan (ha) 1 2 3 4 5 Total 1 2 3 4 5 Total 1. Arya P 1.33 2,25 16,425 2,25 5 21,25 47.175 1 0 2,25 3 0 6,25 2. Asan 0.67 1 10,625 3 2,5 21,25 38.375 1 0 3 1 0 5 3. Caryadi 1,33 1,25 12,75 4,5 2,5 17 38.000 1,25 0 2,25 1 0 4,5 4. Casna 0,165 0 3,1 0 0 4,65 7.750 0,75 0 0,75 1 0 1,5 5. Daman 2 2,25 35,063 13,5 5,25 31,875 87.938 1,125 0 6,75 3 0 10,875 6. Durakhman 0,45 0 15,928 0 0 21,25 37.178 1 0 2,5 1 0 4,5 7 Jani K 0,17 0 1.05 0 0 4,25 5.300 1,125 0 1,75 2 0 4,875 8. Karsid 2 3 12,6 6,75 4,5 31,875 58.725 1 0 2,25 2 0 5,25 9. Kartalim 1,5 2,25 18 3,75 4,5 30,388 58.888 1,125 0 3,75 2 0 6,875 10. Kasan 1,33 1 7,8 1,875 1,5 13 25.175 1 0 1,875 2 0 4,875 11. Nugroho 1,33 2,25 16,875 1,5 1,75 21,25 43.625 1,125 0 1,5 2 0 4,625 12. Saemin 0,165 0 4,05 0 0 6,65 10.700 0,635 0 1,125 1,25 0 3,01 13. Sakam 0,5 0 5,55 1,125 3 21,25 30.925 1 0 1,125 1 0 3,125 14. Salman 1,33 1,5 8,325 7,5 3 15,263 35.588 0,75 0 3,75 2 0 6,5 15. Samsudin 0,84 1 9,713 6 2,5 21,25 40.463 1 0 3 1 0 5 16. Sanafi 3 4 38 15.625 15 38,75 111.375 1 0 3,125 3 0 7,125 17. Sariya 0,18 0 2,375 0 0 3,325 35.625 0,75 0 1,125 1 0 2,875 18. Saucho 1 1 13,125 5 1,5 21,875 42.500 1 0 2,5 1 0 4,5 19. Siwan 0,33 0 9,3 0 0 13,95 23.250 0,75 0 3 2 0 5,75 20. Suherman 0,5 0,75 8,55 0 0 15,675 24.975 0,75 0 2 2 0 4,75 21. Sunir S 0,223 0 2,55 0 0 4,25 6.800 0,5 0 1,125 2 0 3,625 22. Sutoyo 1 1,25 11,4 1,125 4,5 19 37.275 0,625 0 1,125 2 0 3.75 23. Tarsiman 3,7 5 38,25 15,75 12 42,5 113.500 1 0 5,25 3 0 9,25 24. Taswid 0,33 0,875 0 0 0 7,425 8.300 0,875 0 3 1 0 4,875 25. Usman 2 2 17,438 8 3,75 21,313 52.501 1 0 4 2 0 7 26. Wardiyah 5 11,25 0 20 15 46,75 93.000 1,125 0 2,5 1 0 4,625 27. Warun 0,16 0 1,2 0 0 8,2 9.400 0,875 0 1,875 1 0 3,75 28. Wasan 0,3 0 0 0 0 3,938 3.938 0,625 0 1 1 0 2,625 29. Yadi 0,33 0 3,075 0 0 4,1 7.175 1 0 1,875 1 0 3,875 69

Total 33,163 43,875 365,488 117,25 84,75 533.502 1.135,419 26,76 0 71,125 48,25 0 146,135 Rata-rata/Ha 1,323 10,859 3,536 2,532 15,851 34,28 0,807 0 2,145 1,455 0 4,406 Keterangan : Jenis Kegiatan : 1 = Persiapan Lahan; 2 = Penanaman; 3=Penyemprotan Pestisida; 4 = Pemupukan 5 = Pemanenan. HKP : Hari Kerja Pria 70

Lampiran5. Jumlah Penjualan Padi oleh Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi Gudang NO NAMA LuasLahan GKP Keterangan GKG Harga Jumlah Harga Jumlah 1 Aming 2 3000 1020 3600 3700 SRG 4000 6100 2 Asdana 2.5 2837.838 3700 SRG 4000 5000 3000 3640 3 Warsim 1.32 SRG 4000 6700 4 Wartana 0.22 2700 500 SRG 4000 600 Jumlah 6.04 8860 22100 Harga Rata-rata 2884.459 3920 Rata-Rata JumlahProduksi GKP per Ha 1466.89 Rata-Rata JumlahProduksi GKG per Ha 3658.94 Lampiran6. Jumlah Pendapatan Diperhitungkan oleh Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi Gudang No NAMA LuasLahan GKP Diperhitungkan GKG Diiperhitungkan Harga Jumlah Harga Jumlah 1 Aming 2 3000 480 2 Asdana 2.5 3000 360 3 Warsim 1.32 4 Wartana 0.22 Jumlah 6.04 840 Harga Rata-rata 3000 Rata-Rata JumlahKonsumsi GKP per Ha 139,07 Rata-Rata JumlahKonsumsi GKG per Ha 0 64

Lampiran7. Jumlah Penjualan Padi oleh Petani Konvensional GKP GKG No Nama LuasLahan Harga Jumlah Harga Jumlah 1 AryaPriyana 1.33 3000 7500 2 Asan 0.67 2700 1200 2800 1520 3 caryadi 1.32 3000 8000 4 Casna 0.165 2800 800 5 Daman 2 2750 8000 3300 316 6 Durakhman 0.67 2600 3150 7 JaniKadarfan 0.17 3100 690 8 Karsid 2 3000 10000 9 Kartalim 1.5 2900 8600 10 Kasan 1.32 3000 7400 11 Nugroho 1.32 3200 5200 12 Saemin 0.165 3150 250 13 Sakam 0.5 3000 260 3500 1420 14 Salman 1.32 3000 6000 15 Samsudin 0.67 3000 4700 16 Sanafi 3 2800 3960 3300 11194 17 Sariya 0.67 2700 1200 18 Sauco 1 0 3600 4600 19 Siwan 0.33 3300 1300 65

20 Suherman 0.5 3000 2350 21 SunirSunardi 0.223 3400 930 22 Sutoyo 1 2800 2700 3400 1792 23 Tarsiman 3.7 3200 18800 24 Taswid 0.33 3000 1500 25 Usman 2 2700 9650 26 Wardiyah 5 2700 16000 3300 11100 27 Warun 0.16 2700 600 28 Wasan 0.3 3300 1390 29 Yadi 0.3 3500 1420 Jumlah 33.633 131330 34162 Harga Rata-rata 2919.23 3400 Rata-Rata JumlahKonsumsi GKP per Ha 3904.80 Rata-Rata JumlahKonsumsi GKG per Ha 1015.73 6

Lampiran8. Jumlah Pendapatan Diperhitungkan oleh Petani yang Memanfaatkan Sistem Resi Gudang GKG GKP Diperhitungkan No Nama LuasLahan Diperhitungkan Harga Jumlah Harga Jumlah 1 AryaPriyana 1.33 3000 500 2 Asan 0.67 2800 480 3 caryadi 1.32 4 Casna 0.165 5 Daman 2 3300 384 6 Durakhman 0.67 7 JaniKadarfan 0.17 8 Karsid 2 9 Kartalim 1.5 10 Kasan 1.32 11 Nugroho 1.32 12 Saemin 0.165 3150 530 13 Sakam 0.5 3000 240 14 Salman 1.32 15 Samsudin 0.67 16 Sanafi 3 3300 306 17 Sariya 0.67 18 Sauco 1 67 19 Siwan 0.33

20 Suherman 0.5 21 SunirSunardi 0.223 22 Sutoyo 1 3400 408 23 Tarsiman 3.7 3300 500 24 Taswid 0.33 25 Usman 2 26 Wardiyah 5 27 Warun 0.16 28 Wasan 0.3 29 Yadi 0.3 Jumlah 33.633 1720 1628 Harga Rata-rata 3025 3287.5 Rata-Rata JumlahKonsumsi GKP per Ha 51.14025 Rata-Rata JumlahKonsumsi GKG per Ha 48.40484 68

Lampiran 9. Pengeluaran Usahatani Padi Petani SRG No nama ha 1 AryaPriyana 1.33 2 Daman 2 3 Kartalim 1.5 4 Sakam 0.5 Jumlah Rata- rata BiayaTunai pupuk kompos pestisida anorganik Bibit Sewa alat tani irigasi pajak sewagudang bunga bank penyusutan urea npk sp36 poska za cair bubuk (kg) Total/Rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp 1200 960000 600 990000 0 0 300 630000 600 1410000 400 580000 0 0 10 170000 2400000 450000 390000 549000 230580 527800 30 270000 600 990000 0 0 0 0 320 752000 0 0 3 138000 1900000 541500 494000 450000 178500 1735000 40 360000 500 825000 0 0 0 0 400 940000 0 0 2 174242.4 2 200000 900000 541500 260000 603000 232215 2413400 20 180000 50 82500 0 0 0 0 50 117500 0 0 0 0 1 17000 150000 270000 37000 54000 22050 119600 3 27000 1200 960000 1750 2887500 0 0 300 630000 1370 3219500 400 580000 5 312242.4 13 387000 5350000 1803000 1181000 1656000 663345 4795800 93 837000 198.68 158940.4 289.73 478062.91 0 0 49.67 104304.6 226.82 533029.8 66.22 96026.49 0.83 51695.77 2.15 64072.85 885761.59 298509.93 195529.80 274172.18 109825.3 794006.6 15.39735 209250 72

Lampiran 10.PengeluaranUsahataniPadiPetaniKonvensional No Nama ha BiayaTunai pupuk pestisida anorganik kompos Sewaalattani irigasi pajak penyusutan bibit total urea npk sp36 poska za cair bubuk jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp jml/kg tot/rp 1 AryaPriyana 1.33 300 495000 0 0 0 0 300 705000 0 0 1 105000 3 68000 1600000 300000 260000 168800 20 180000 2 Daman 2 500 825000 0 0 800 1680000 500 1175000 0 0 11.25 1360000 0 0 2400000 4125000 260000 1033800 30 270000 3Kartalim 1.5 600 990000 0 0 0 0 400 940000 0 0 2 42000 2 100000 1132000 406000 368000 2695600 20 180000 4 Sakam 0.5 200 330000 0 0 0 0 100 235000 0 0 1 35000 2 42000 200000 1125000 97500 409800 10 90000 5 Sariya 0.18 50 82500 0 0 0 0 50 117500 0 0 4 105000 0 0 220000 94500 35000 115800 5 45000 6SunirSunardi 0.223 50 82500 0 0 0 0 50 117500 0 0 1 65000 2 34000 100000 290000 37000 101000 2.5 22500 7Usman 2 400 660000 0 0 300 630000 0 0 0 0 6 530000 1 17000 2400000 243000 330000 133800 15 135000 8 Yadi 0.33 100 165000 0 0 100 210000 50 117500 0 0 3 180000 0 250000 72500 65000 98600 5 45000 9 Asan 0.67 100 165000 100 235000 300 630000 0 0 0 0 9 585000 0 950000 135000 130000 101600 15 135000 10 Durakhman 0.45 50 82500 0 0 50 105000 50 117500 0 0 2 70000 0 267000 103950 87000 162800 8 72000 11 Kasan 1.33 800 1320000 800 1880000 0 0 0 0 0 0 5 445000 0 900000 1800000 220000 2521400 30 270000 12Salman 1.33 400 660000 0 0 200 420000 400 940000 200 290000 8 420000 0 1600000 300000 260000 121800 20 180000 13 Sauco 1 400 660000 0 0 300 630000 0 0 200 290000 30 1140000 33 855000 600000 1350000 225000 4303600 20 180000 14 Sutoyo 1 200 330000 100 235000 100 210000 0 0 0 0 9 855000 3 105000 1200000 420000 195000 114800 18 162000 15 Wardiyah 5 1500 2475000 0 0 0 0 1500 3525000 0 0 30 270000 0 3000000 2610000 780000 6331600 105 945000 16 Caryadi 1.33 400 660000 0 0 400 840000 0 0 0 0 0.75 145000 1 21000 1800000 300000 260000 113800 20 180000 17 JaniKadarfan 0.17 50 82500 0 0 50 105000 50 117500 0 0 1 35000 4 84000 160000 37700 32500 58000 5 45000 18 Nugroho 1.33 200 330000 0 0 300 630000 0 0 0 0 5 565000 3 51000 1600000 260000 260000 187800 10 90000 19 Samsudin 0.84 200 330000 0 0 0 0 200 470000 0 0 4 880000 2 34000 1125000 187500 97500 119000 20 180000 20 Siwan 0.33 50 82500 50 117500 0 0 50 117500 0 0 0 0 4 162000 450000 66250 65000 111600 5 45000 21 Tarsiman 3.7 1100 1815000 0 0 0 0 1375 3231250 0 0 20 1875000 0 0 4675000 5280000 550000 191800 55 495000 22 Warun 0.16 50 82500 0 0 0 0 50 117500 0 0 1 35000 1 17000 150000 33750 37000 84200 3 27000 23 Casna 0.165 100 165000 0 0 0 0 100 235000 0 0 0 0 5 85000 100000 42000 260000 125200 4 36000 24Karsid 2 900 1485000 0 0 0 0 600 1410000 0 0 5 175000 2 42000 2400000 450000 390000 134000 25 225000 25Saemin 0.165 50 82500 0 0 20 42000 20 47000 0 0 2 70000 2 50000 100000 198750 27000 131600 5 45000 26 Sanafi 3 450 742500 0 0 400 840000 900 2115000 0 0 10 1050000 0 3825000 630000 585000 210600 50 450000 27 Suherman 0.5 50 82500 50 117500 0 0 50 117500 50 72500 0 0 3 375000 600000 675000 82500 174200 10 90000 28Taswid 0.33 150 247500 0 0 0 0 50 117500 0 0 0 0 1 17000 400000 138600 55000 713600 5 45000 29 Wasan 0.3 50 82500 0 0 0 0 50 117500 0 0 3 105000 1 17000 460000 70000 65000 59600 5 45000 total 33.163 9450 15592500 1100 2585000 3320 6972000 6895 16203250 450 652500 174 11142000 75 2176000 34664000 21744500 6116000 20829800 545.5 4909500 rata-rata 284.9561 470177.6 33.1695 77948.32 100.1116 210234.3 207.9124 488594.2 13.56934 19675.54 5.246811 335976.8 2.261557 65615.29 1045261 655685.6 184422.4 628103.6 16.44905 148041.5 77

Lampiran 12. Kondisi Fisik Lokasi Gudang Sistem Resi Gudang Indramayu. 79

80

81