HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni.

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

Gambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu

I. PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang gizi yang meningkat. Penduduk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Sentul. Tabel 4. Bobot Edible Ayam Sentul pada Masing-Masing Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Morfometrik Mikro Ileum

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

BAB I PENDAHULUAN. unggul. Telur itik Mojosari banyak digemari konsumen. Walaupun bentuk badan itik

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

I. PENDAHULUAN. sangat cepat dibandingkan dengan pertumbuhan unggas lainnnya. Ayam broiler

BAB I PENDAHULUAN. tawar yang cukup digemari masyarakat Indonesia. Ikan ini memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Bagian Edible Ayam Kampung Super

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

HASIL DAN PEMBAHASAN

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

PENGARUH MANIPULASI RANSUM FINISHER TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PAKAN DALAM PRODUKSI BROILER

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.

I. PENDAHULUAN. ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis unggas yang berkarakteristik diantara

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang. Ayam pedaging merupakan ternak yang paling ekonomis bila

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB I PENDAHULUAN. yang beranekaragam dengan karakteristik daerah masing masing menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

Kombinasi Pemberian Starbio dan EM-4 Melalui Pakan dan Air Minum terhadap Performan Itik Lokal Umur 1-6 Minggu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan produksi telur. Faktor-faktor pendukung / penyebab gangguan produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat tertentu dalam waktu relatif singkat (Rasyaf, 1994). Broiler umumnya

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

Transkripsi:

17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus disajikan dalam Tabel 2 dan Gambar 3. Hari ke- Tabel 2 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus Pakan (gram) Rataan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif 10 47 228.09 304.12 228.09 276.47 262.65 241.91 235.00 11 52 297.14 337.26 297.14 337.26 344.69 270.40 326.86 12 57 300.83 332.50 335.67 364.17 351.50 364.17 400.58 13 62 368.65 385.41 372.00 351.89 385.41 435.68 469.19 14 66 347.37 451.58 434.21 486.32 451.58 451.58 547.11 15 70 407.44 502.56 484.62 556.41 516.92 439.74 642.56 16 75 468.75 562.50 562.50 633.75 590.63 468.75 712.50 17 79 520.24 616.59 626.22 693.66 674.39 539.51 761.10 18 84 670.00 680.00 716.00 750.00 760.00 540.00 820.00 19 89 724.42 755.47 765.81 803.07 848.60 620.93 883.79 1000 900 Bobot badan (gram) 800 700 600 500 400 300 200 100 Hari kekontrol+ kontrol - siprofloksasin tetrasiklin kloramfenikol eritromisin amoksilin 0 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Gambar 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus.

18 Secara deskriptif terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot badan ayam kelompok kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya mencapai ± 200 gram. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan. Kelompok kontrol (+) memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan dengan semua kelompok yang diberi antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengobatan, bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni dapat meningkat. Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa kelompok ayam yang diobati amoksilin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi diantara kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (-), sedangkan kelompok ayam yang diobati siprofloksasin memiliki rataan bobot badan yang paling rendah diantara kelompok pengobatan lainnya tetapi masih lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (+). Hal ini menunjukkan bahwa amoksilin efektif dalam pengobatan pada kejadian campylobacteriosis, sedangkan pengobatan menggunakan siprofloksasin pada infeksi C. jejuni kurang efektif dibandingkan menggunakan antibiotik lainnya. Menurut Neal (2005), amoksilin mudah berdifusi ke dalam bakteri Gram negatif dan pemberian secara per oral dapat mudah diabsorpsi. Menurut Tjaniadi et al. (2003), C. jejuni memperlihatkan peningkatan frekuensi resistensi terhadap septriakson, norfloksasin, dan siprofloksasin. Rataan bobot badan ayam sebelum diberi antibiotik (hari ke 10-13) pada semua kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus mengalami peningkatan yang lebih lambat (grafik terlihat landai). Setelah diberi pengobatan, rataan bobot badan badan ayam terlihat mengalami peningkatan yang lebih cepat (grafik terlihat lebih curam). Namun umumnya kelompok ayam yang diberi perlakuan memiliki bobot badan lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam yang tidak diinfeksi C. jejuni (kontrol negatif). Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi bobot hidup ayam adalah konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan, dan aktivitas. Selain itu, kesehatan pencernaan ayam juga berpengaruh terhadap bobot badan. Gangguan saluran pencernaan dapat

19 mempengaruhi proses pencernaan, penyerapan, atau pun metabolisme pakan. Menurut Lesmana (2003) yang diacu dalam Fauzi (2012), C. jejuni merupakan salah satu bakteri penyebab gastroenteritis, sehingga dapat menyebabkan proses penyerapan pakan terganggu. Infeksi C. jejuni pada usus menimbulkan perubahan mikroskopik berupa edema, pendarahan, dan infiltrasi sel radang (Pisestyani 2010). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi usus untuk menyerap nutrisi dengan baik, sehingga pertumbuhan tidak optimal dan bobot badan yang dicapai juga akan rendah. Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi isolat C. jejuni asal Demak disajikan dalam Tabel 3 dan Gambar 4. Hari ke- Tabel 3 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak Pakan (gram) Rataan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif 10 47 226.7 248.8 261.3 266.8 194.9 225.3 235.0 11 52 301.6 300.1 285.3 286.7 270.4 282.3 326.9 12 57 337.3 327.8 343.6 343.6 296.1 340.4 400.6 13 62 368.6 356.9 413.9 418.9 313.4 363.6 469.2 14 66 491.5 376.9 434.2 486.3 430.7 429.0 547.1 15 70 497.2 497.2 479.2 502.6 430.8 515.1 642.6 16 75 558.8 556.9 530.6 562.5 455.6 562.5 712.5 17 79 572.3 610.8 610.8 622.4 558.8 616.6 761.1 18 84 794.0 600.0 794.0 734.0 660.0 726.0 820.0 19 89 792.7 724.4 724.4 827.9 759.6 759.6 883.8

20 Bobot badan (gram) 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Hari kekontrol+ kontrolsiprofloksasin tetrasiklin kloramfenikol eritromisin amoksilin Gambar 4 Rataan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak. Berdasarkan penilaian secara deskriptif terhadap Tabel 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa pada akhir penimbangan, rataan bobot badan ayam kelompok kontrol (+) yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (-). Selisihnya mencapai ± 150 gram. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi bobot badan. Dari penelitian ini terlihat bahwa kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok ayam yang diobati. Kelompok perlakuan pada ayam yang diobati eritromisin memiliki rataan bobot badan yang paling tinggi, sedangkan pada ayam yang diobati tetrasiklin dan kloramfenikol memiliki rataan bobot badan yang paling rendah. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar 4, infeksi C. jejuni dapat mengakibatkan bobot badan menjadi tidak optimal. Kelompok kontrol (+) memiliki rataan bobot badan yang hampir sama dengan kelompok yang diberikan pengobatan karena kemungkinan kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih baik, sehingga ayam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan tanpa adanya pengobatan (self limiting disease). Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (self limiting disease).

21 Eritromisin merupakan obat pilihan pertama pada infeksi usus akibat C. jejuni. Eritromisin bekerja melalui pengikatan reversible pada ribosom bakteri sehingga sintesis protein terganggu (Tjay & Rahardja 2007). Tetrasiklin dan kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri dan bersifat bakteriostatik (Kee & Hayes 1993). Menurut Stringer (2006), adanya makanan dalam usus dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin. Infeksi C. jejuni baik yang berasal dari Kudus maupun Demak, keduanya sama-sama menyebabkan rataan bobot badan tidak optimal. Namun, selisih bobot badan antara kelompok kontrol (+) dengan kontrol (-) pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus lebih banyak. Hal ini kemungkinan karena adanya perbedaan patogenitas dari C. jejuni atau karena kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki daya tahan tubuh yang kurang baik. Campylobacter jejuni memiliki 2 subspesies yaitu C. jejuni subsp. jejuni dan C. jejuni subsp. doylei. Dalam aspek klinis C. jejuni subsp. doylei berbeda dari C. jejuni subsp. jejuni. C. jejuni subsp. doylei menyebabkan gastritis dan enteritis seta lebih sering ditemukan pada kultur darah (Parker et al. 2007). Menurut Berhman et al. (1996), gejala klinis akibat infeksi Campylobacter tergantung pada spesies yang terlibat dan faktor induk semang seperti umur, imunosupresi, dan keadaan-keadaan yang mendasar. Pertambahan Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat makanan yang terdapat dalam pakan menjadi daging ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot badan dari ternak tersebut. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan (Anggorodi 1991, diacu dalam Saleh & Dwi 2005). Pertambahan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus disajikan dalam Tabel 4.

22 Tabel 4 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus Hari ke- Pertambahan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Klorampenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif 11 69.05 33.14 69.05 60.79 82.04 28.49 91.86 12 3.69-4.76 38.53 26.91 6.81 93.77 73.72 13 67.82 52.91 36.33-12.28 33.91 71.51 68.61 14-21.28 66.17 62.21 134.43 66.17 15.90 77.92 15 60.07 50.98 50.41 70.09 65.34-11.84 95.45 16 61.31 59.94 77.88 77.34 73.71 29.01 69.94 17 51.49 54.09 63.72 59.91 83.76 70.76 48.60 18 149.76 63.41 89.78 56.34 85.61 0.49 58.90 19 54.42 75.47 49.81 53.07 88.60 80.93 63.79 Jumlah 496.33 451.35 537.72 526.60 585.95 379.02 648.79 Rataan 55.15 50.15 59.75 58.51 65.11 42.11 72.09 Rataan ± SD 55.15± 47.26 ab 50.15± 23.71 ac 59.75± 17.76 ab 58.51± 39.22 ab 65.11± 27.51 ab 42.11± 37.99 ac 72.09± 14.94 b Ket: Huruf superscrift yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05). Berdasarkan hasil pada tabel 4 terlihat adanya perbedaan yang nyata antara pertambahan bobot badan ayam pada kontrol (+) dan kontrol (-). Pertambahan bobot badan pada kontrol (+) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (-). Hal tersebut membuktikan bahwa infeksi C. jejuni dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam karena bakteri tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada usus, sehingga terjadi gangguan penyerapan nutrisi. C. jejuni di dalam usus halus mengalami migrasi dari mukus ke kripta. Kemungkinan keterlibatan proses adherence mengawali proses infeksi dan C. jejuni secara spesifik melekat pada reseptor yang terdapat pada sel inang, kemudian diikuti terjadinya intimate binding antara C. jejuni dan sel inang. Nekrosis pada vili terjadi karena dihasilkannya toksin oleh bakteri. CDT mampu menyebabkan atropi pada vili dengan cara melakukan proliferasi sel bakteri di dalam kripta (Ketley 1997, diacu dalam Pisestyani 2010). Perbedaan yang nyata juga terlihat antara kelompok yang diobati tetrasiklin dengan kontrol (-). Hal ini menunjukkan bahwa secara uji statistik pengobatan dengan tetrasiklin pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus kurang efektif. Hal tersebut kemungkinan karena C. jejuni yang berasal dari Kudus telah

23 resisten terhadap tetrasiklin atau terdapat sesuatu yang mengganggu absorpsi antibiotik tersebut. Menurut Stringer (2006), adanya makanan dalam usus dapat mengganggu absorpsi tetrasiklin. Pengobatan dengan antibiotik lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata dengan kontrol (-) meskipun secara umum pertambahan bobot badan pada kontrol (-) lebih besar. Hal ini membuktikan bahwa pemberian antibiotik berpengaruh dalam mengobati infeksi C. jejuni. Mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat pertumbuhan atau penghancuran mikroorganisme antara lain menghambat sintesis dinding sel bakteri, mengubah permeabilitas kapiler, menghambat sintesis protein, dan mengganggu metabolisme di dalam sel (Kee & Hayes 1993). Pertambahan bobot badan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pertambahan bobot badan per hari ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak Hari ke- Pertambahan bobot badan (gram) Siprofloksasin Tetrasiklin Klorampenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif 11 74.90 51.30 24.00 19.90 79.50 57.00 91.90 12 35.70 27.70 58.30 56.90 21.70 58.10 73.70 13 31.30 29.10 70.30 75.30 17.30 23.20 68.60 14 122.90 20.00 20.30 67.40 117.30 65.40 77.90 15 5.70 120.30 45.00 16.30 0.10 86.10 95.50 16 61.60 59.70 51.40 59.90 24.80 47.40 69.90 17 13.50 53.90 80.20 59.90 103.20 54.10 48.60 18 221.70-10.80 183.20 111.60 101.20 109.40 58.90 19-1.30 124.40-69.60 93.90 99.60 33.60 63.80 Jumlah 566.00 475.60 463.10 561.10 564.70 534.30 648.80 Rataan 62.89 52.84 51.46 62.34 62.74 59.37 72.09 Rataan ± SD 62.89± 71.18 a 52.84± 44.79 a 51.46± 66.15 a 62.34± 30.78 a 62.74± 45.88 a 59.37± 25.99 a 72.09± 14.95 a Ket: Huruf superscrift yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05). Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata diantara semua kelompok. Hal ini kemungkinan disebabkan ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih kuat sehingga ayam dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan tanpa adanya pengobatan (self limiting disease), kemungkinan lainnya karena C. jejuni asal Demak memiliki

24 patogenitas yang lemah. Menurut Joens (2004), masa inkubasi dari C. jejuni adalah 24 sampai dengan 72 jam, tetapi dapat sembuh dengan sendiri tanpa pengobatan (self limiting disease). Secara umum baik ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus maupun Demak, pertambahan bobot badan pada kelompok yang diobati lebih baik dibandingkan dengan kontrol positif dan hampir sama dengan kontrol negatif. Kerusakan mukosa merupakan kerusakan awal yang terjadi karena adanya kolonisasi dan penetrasi C. jejuni, selanjutnya terjadi respon peradangan yang akan mengganggu penyerapan nutrisi. Kemampuan C. jejuni menyebabkan infeksi dan sakit pada inang berhubungan dengan kemampuan bakteri melakukan kolonisasi dan invasi ke dalam sel inang (Vliet & Ketley 2001). Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Feed Conversion Ratio Feed conversion ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan perbandingan jumlah konsumsi pakan yang dihabiskan dengan jumlah bobot badan pada umur yang sama (Yuwanta 2008). Nilai FCR menunjukkan efisiensi pakan dalam membentuk bobot badan. Nilai FCR yang kecil berarti dengan jumlah pakan yang sedikit dapat membentuk bobot badan yang besar. Hasil perhitungan FCR kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan nilai FCR pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak pada umur ke-19 Nilai FCR Asal C. jejuni Siprofloksasin Tetrasiklin Kloramfenikol Eritromisin Amoksilin positif negatif Kudus 1.25 1.20 1.18 1.13 1.07 1.46 1.03 Demak 1.14 1.25 1.25 1.09 1.19 1.19 1.03 Kelompok kontrol (+) memiliki nilai FCR yang lebih tinggi dibandingkan dengan FCR pada kontrol (-) baik pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus maupun Demak. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi C. jejuni akan menyebabkan nilai FCR menjadi tinggi. Hal tersebut menunjukkan adanya penggunaan pakan yang tidak efisien. Kerusakan epitel pencernaan yang diakibatkan C. jejuni akan mengganggu penyerapan nutrisi pakan, sehingga sejumlah pakan yang dimakan

25 oleh ayam tidak dibentuk menjadi daging akibatnya bobot badan rendah dan nilai FCR pun tinggi. Dengan kata lain pakan yang dikonsumsi menjadi tidak efisien karena jumlah pakan yang dikonsumsi banyak sedangkan bobot badan yang diperoleh tidak maksimal. Kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan diobati antibiotik menunjukkan angka yang lebih tinggi dari kontrol (-) namun tetap masih di bawah kontrol (+). Hal tersebut membuktikan bahwa pemberian antibiotik berpengaruh terhadap efisiensi kecernaan pakan (FCR). Sedangkan pada kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak dan diberi pengobatan memiliki nilai FCR tidak jauh berbeda dengan kelompok kontrol (+). Hal tersebut kemungkinan karena ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak memiliki pertahanan tubuh yang lebih baik sehingga infeksi C. jejuni pada kelompok kontrol (+) dapat sembuh tanpa pengobatan. Menurut Jawetz et al. (2007) C. jejuni berkembang biak di usus kecil, menginvasi epitel kemudian menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah dan darah putih pada tinja. Campylobacter jejuni melakukan penetrasi pada membran mukosa usus halus dan usus besar dan melekat pada sel epitel dengan bantuan fibronectin-binding protein (CADF), lipoprotein (JlpA), dan Peb1A. Radang pada usus tersebut akan menyebabkan gangguan dalam penyerapan nutrisi, sehingga meskipun pakan yang dikonsumsi banyak namun bobot badan yang diperoleh tidak optimal. Unggas memiliki mekanisme pertahanan bawaan untuk melawan mikroorganisme. Barier fisik seperti kulit dan normal mukosa flora, mencegah patogen masuk ke dalam tubuh. Untuk patogen yang dapat masuk ke dalam tubuh, pertahanan pertama adalah sel fagosit yang terdiri dari heterofil dan makrofag, komplemen, dan natural killer sel (Sharma 2008). FCR kelompok kontrol (+) pada ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan perbedaan patogenitas di antara kedua isolat tersebut. Sifat mikroorganisme seperti patogenitas dan virulensi, merupakan faktor penting dalam proses timbulnya penyakit dan setiap mikroorganisme memiliki tingkat patogenitas dan virulensi yang berbeda-beda (Budiarto & Anggraeni 2001).

26 Pengaruh Infeksi C. jejuni terhadap Case Fatality Rate Case fatality rate (CFR) didefinisikan sebagai jumlah kematian yang terjadi dalam jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah kejadian dalam waktu tertentu dikalikan seratus persen (Yuwanta 2008). CFR akibat campylobacteriosis disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Case fatality rate akibat campylobacteriosis Minggu Persentase ke- kematian normal Persentase kematian akibat C. jejuni (%) (%) 2 0.7 0.8 3 0.5 0.8 Ket: nilai kematian normal menurut Unandar (2007), diacu dalam Mulyantono dan Isman (2008). Kematian yang terjadi pada ayam yang diinfeksi C. jejuni adalah 2 kasus dari 120 ekor ayam yaitu pada minggu ke-2 (hari ke-13) sebanyak1 kasus (0.8%) dan pada minggu ke-3 (hari ke-17) sebanyak1 kasus (0.8%). Berdasarkan hasil pada Tabel 7, angka kematian akibat infeksi C. jejuni melebihi dengan angka kematian normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa campylobacteriosis dapat menyebabkan peningkatan kematian pada ayam broiler selain akibat kematian normal. Menurut Neill et al. (1984) yang diacu dalam Zhang (2008), infeksi C. jejuni pada ayam berumur kurang dari 2 minggu dapat menyebabkan diare, penurunan bobot badan, dan kenaikan angka kematian. Pengaruh Campylobacteriosis terhadap Ekonomi Peternakan Biaya produksi dari peternakan ayam broiler di suatu peternakan, negara, atau pada suatu musim, besarnya bervariasi. Banyak faktor yang mempengaruhi biaya produksi namun faktor terbesar yang berpengaruh terhadap biaya produksi adalah pakan sehingga besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan bergantung pada biaya pakan yang dikeluarkan (Fadilah 2003). Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh suatu kejadian penyakit sangat penting diketahui dari awal. Kerugian ekonomi dihitung dengan mengalikan selisih antara FCR kontrol (-) dan FCR lainnya dengan harga pakan. Nilai FCR menggambarkan berapa kg pakan yang dibutuhkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Selisih antara FCR

27 kontrol (-) dan kelompok lainnya menggambarkan kelebihan pakan yang dibutuhkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Kerugian ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perhitungan ekonomi akibat infeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak berdasarkan nilai FCR Pengobatan Hasil Perhitungan FCR Selisih FCR Kerugian (Rp) Kudus Demak Kudus Demak Kudus Demak Siprofloksasin 1.25 1.14 0.23 0.12 1 330.60 695.08 Tetrasiklin 1.20 1.25 0.17 0.23 1 027.33 1 330.87 Kloramfenikol 1.18 1.25 0.16 0.23 931.79 1 330.87 Eritromisin 1.13 1.09 0.10 0.07 607.94 408.38 Amoksilin 1.07 1.19 0.04 0.17 250.81 988.92 positif 1.46 1.19 0.43 0.17 2 560.43 988.92 negatif 1.03 1.03 0 0 0 0 Ket: harga pakan yang digunakan adalah Rp 5 900, 00 Biaya tambahan pakan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan pada kontrol (+) kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus adalah Rp 2 560.43, sedangkan bila dilakukan pengobatan biaya tambahannya tidak sebesar seperti pada kelompok kontrol (+). Hal tersebut berarti pengobatan yang dilakukan dapat menurunkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan ayam. Biaya tambahan yang paling rendah adalah pada kelompok yang diobati dengan amoksilin, hanya Rp 250.81. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan menggunakan amoksilin dapat mengurangi kerugian hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak diobati. Biaya tambahan pakan yang harus dikeluarkan untuk membentuk 1 kg bobot badan pada kontrol (+) kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak adalah Rp 988.92. Biaya tambahan yang dikeluarkan kelompok kontrol (+) pada ayam yang diinfeksi dengan C. jejuni asal Demak tidak begitu berbeda dengan kelompok yang diberi pengobatan. Kelompok ayam yang diobati dengan eritromisin memiliki biaya tambahan yang paling rendah, yaitu Rp 408.38. Biaya tambahan yang dikeluarkan pada kontrol (+) antara kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Kudus dan Demak memiliki perbedaan yang cukup tinggi. Hal tersebut memperlihatkan adanya perbedaan patogenitas diantara kedua

28 C. jejuni tersebut atau kemungkinan perbedaan pertahanan tubuh ayam. Apabila dilihat dari segi patogenitas kemungkinan C. jejuni asal Kudus lebih patogen, sedangkan bila dilihat dari segi pertahanan tubuh kemungkinan kelompok ayam yang diinfeksi C. jejuni asal Demak lebih kuat. Hal tersebut berhubungan dengan kerugian yang ditimbulkan C. jejuni asal Kudus lebih besar dibandingkan dengan infeksi C. jejuni asal Demak.