TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni."

Transkripsi

1 3 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Campylobacter jejuni Campylobacter spp. merupakan bakteri Gram negatif, tidak berspora, dan bersifat oksidase positif. Bentuk sel pleomorfik dan berukuran kecil, yaitu lebar µm dan panjang µm. Bakteri ini berbentuk spiral, ramping, dan memiliki satu atau lebih flagela yang memberikan kemampuan untuk bergerak cepat (Adams & Moss 2008). Menurut Debruyne et al. (2008), genus Campylobacter termasuk ke dalam famili Campylobacteraceae. Genus ini terdiri dari 14 spesies yang beberapa diantaranya patogen bagi manusia. Klasifikasi Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Epsilonproteobacteria Ordo : Campylobacterales Famili : Campylobacteraceae Genus : Campylobacter Spesies : Campylobacter jejuni Gambar 1 Bentuk morfologi C. jejuni. Menurut Songer dan Post (2005), C. jejuni tumbuh optimal pada suhu C. Bakteri ini mati pada suhu pasteurisasi dan sangat sensitif dalam kondisi asam. Pada suhu beku, C. jejuni mampu bertahan lama namun

2 4 kelangsungan hidupnya menurun, sehingga bakteri ini dapat bertahan hidup dalam produk unggas hingga beberapa bulan. Campylobacter jejuni bersifat mikroaerofilik dan 'capnophilic' (menyukai karbondioksida) sehingga optimal tumbuh pada suasana yang mengandung karbondioksida 10% dan 5-6% oksigen (Fernandes 2009). Campylobacter spp. tidak mampu mengoksidasi karbohidrat, namun bakteri ini memiliki sistem metabolisme kemoorganotropik yang mampu menggunakan asam amino sebagai sumber energi (Sellars et al. 2002). Campylobacteriosis pada Ayam Ayam merupakan inang utama dari C. jejuni. Bakteri ini hidup secara komensal pada mukosa saluran pencernaan ayam. Campylobacter jejuni dapat bersifat patogen pada ayam usia muda, tapi umumnya pada ayam dewasa tidak bersifat patogen. Pada day old chicken (DOC), infeksi dapat dengan mudah terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis (Snelling et al. 2005; Lee & Newell 2006). Penularan Campylobacter spp. pada peternakan ayam dapat terjadi secara vertikal dan horizontal. Menurut Sahin et al. (2003b), penularan Campylobacter spp. secara vertikal dapat terjadi melalui kontaminasi telur dalam saluran reproduksi ayam betina selama tahap perkembangan telur dan juga melalui kontaminasi pada kerabang telur oleh feses yang mengandung Campylobacter spp. dan berpenetrasi ke dalam bagian telur. Secara horizontal, penularan Campylobacter spp. pada suatu peternakan ayam dapat terjadi melalui kontaminasi dari lingkungan sekitar. Menurut Pearson et al. (1993) bakteri ini dapat mengontaminasi pakan dan air minum. Kontaminasi silang melalui udara, serangga, burung liar, dan pekerja juga dapat terjadi. Penyebaran penyakit dari satu ayam ke ayam lainnya dalam satu kandang terjadi dengan sangat cepat. Ayam yang terinfeksi dalam suatu peternakan dapat menyebarkan penyakit ke semua populasi ayam dalam waktu beberapa hari (Lee & Newell 2006). Serangga merupakan vektor penyebar C. jejuni. Lalat dan kumbang adalah vektor yang dapat menyebarkan C. jejuni dalam suatu peternakan ayam. Selain itu, rodensia dan burung liar yang berkeliaran di sekitar peternakan ayam juga dapat menjadi sumber penyebaran C. jejuni. Menurut Shane dan Stern (2003),

3 5 rodensia dan burung liar merupakan reservoar bagi C. jejuni yang dapat menyebarkan bakteri tersebut melalui kotoran yang mengandung bakteri. Proses infeksi C. jejuni pada ayam dapat terjadi melalui rute oral. Infeksi masuk melalui pakan atau air minum yang terkontaminasi. Bakteri masuk melalui mulut ke dalam lambung, dan selanjutnya ke saluran intestinal. Patogenesis akibat infeksi C. jejuni dimulai ketika bakteri ini berpenetrasi pada lapisan mukosa usus. Bakteri ini berpenetrasi dengan menggunakan flagella. Bakteri yang telah berpenetrasi akan melekat pada sel epitel dengan bantuan fibronectin binding protein (CadF), lipoprotein (JlpA), flagellin, dan lipopolisakarida (LPS). Proses perlekatan bakteri akan diikuti oleh proses invasi sel epitel yang mengakibatkan terjadinya respon peradangan (Songer & Post 2005; Cox et al. 2010). Menurut van Vliet dan Ketley (2001), respon peradangan yang terjadi mengakibatkan kerusakan pada mukosa usus dan memicu terjadinya diare. Selain itu, kejadian diare juga dapat terjadi akibat toksin yang dihasilkan oleh C. jejuni, yaitu enterotoksin dan sitotoksin. Toksin ini dianggap merupakan salah satu faktor terjadinya diare akibat infeksi C. jejuni (Shane & Stern 2003). Infeksi Campylobacter spp. pada broiler dapat terjadi sejak ayam berumur 7 hari. Masa inkubasi penyakit pada ayam selama 2-7 hari (Shane & Stern 2003; Lee & Newell 2006). Campylobacteriosis pada ayam dapat menimbulkan diare dan dilatasi saluran pencernaan mulai dari distal lengkung duodenum sampai bifurkasio pada sekum. Pada kejadian tersebut juga terjadi perdarahan akibat enteritis hemoragi yang ditimbulkan oleh infeksi C. jejuni. Penyakit yang ditimbulkan ini dapat pulih tanpa pemberian antibiotik (Dhillon et al. 2006; Pisestyani 2010). Campylobacteriosis pada Manusia Campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh infeksi bakteri Campylobacter spp. Bakteri ini dapat menyebabkan enterokolitis akut. Gejala klinis yang terjadi diantaranya demam, nyeri perut, dan diare. Gejala lainnya berupa muntah, sakit kepala, dan panas dingin juga sering ditemukan. Diare merupakan gejala utama dari infeksi C. jejuni. Feses yang dihasilkan mengandung Campylobacter sel per gram, berbau busuk, berair, bahkan berdarah.

4 6 Penyakit ini bersifat self limiting disease yang dapat sembuh dalam waktu seminggu (van Vliet & Ketley 2001; Adams & Moss 2008). Kejadian campylobacteriosis pada manusia umumnya disebabkan oleh C. jejuni (95%) dan C. coli (5%) (Songer & Post 2005). Sumber infeksi pada manusia dapat berasal dari makanan atau minuman yang terkontaminasi dan melalui kontak langsung dengan hewan atau feses hewan yang terinfeksi. Konsumsi daging ayam yang tidak matang sempurna merupakan faktor utama penyebab campylobacteriosis pada manusia. Kontaminasi pada daging ayam dapat terjadi selama proses pemotongan dan pengeluaran jeroan, sedangkan kontaminasi pada air minum bisa terjadi melalui feses burung liar dan berbagai jenis hewan domestik yang mengandung Campylobacter spp. dalam fesesnya. Proses pemanasan dapat membunuh Campylobacter spp. Oleh karena itu, dengan proses pengolahan yang benar diharapkan mampu mengurangi risiko penularan C. jejuni pada manusia (Wesley 2009). Mekanisme patogenik campylobacteriosis belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui beberapa faktor virulensi dari C. jejuni berperan penting dalam proses infeksi, diantaranya kemampuan motilitas, kemotaksis, dan produksi racun. Campylobacter jejuni mampu memproduksi beberapa toksin, utamanya enterotoksin dan sitotoksin. Kemampuan motilitas memiliki peran yang sangat penting dalam virulensi karena diperlukan untuk menembus lapisan dinding usus. Ketika kemampuan motilitas bakteri hilang, maka infeksi yang terjadi juga hilang (Cox et al. 2010). Menurut van Vliet dan Ketley (2001), campylobacteriosis pada manusia dapat menimbulkan penyakit kronis yang disebut Guillain-Barrè Syndrome (GBS). Sindrom ini merupakan salah satu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer. Kejadian GBS pada manusia menyebabkan infiltrasi sel mononuklear pada saraf perifer yang akan mengakibatkan degenerasi akson atau demielinasi pada saraf perifer. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan motoris dan alexia (Ang et al. 2001; Winer 2001). Mekanisme dari penyakit ini belum sepenuhnya diketahui. Namun menurut Ang et al. (2001), kejadian GBS dapat dipicu oleh adanya infeksi saluran pencernaan akibat C. jejuni. Campylobacter jejuni memiliki struktur

5 7 lipopolisakarida (LPS) pada bagian membran luarnya. Inti oligosakarida pada LPS C. jejuni mengandung gangliosida yang strukturnya sangat mirip dengan gangliosida pada sel saraf manusia. Struktur LPS pada C. jejuni bersifat sangat antigenik, sehingga pada saat terjadi gastroenteritis akibat C. jejuni tubuh akan memproduksi antibodi untuk menghancurkan struktur LPS tersebut. Kemiripan struktur antara inti oligosakarida pada LPS dan gangliosida pada sel saraf ini mengakibatkan antibodi dan sel mononuklear dari dalam tubuh ikut menyerang bagian gangliosida dari sel saraf perifer. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik dan sensorik akan diserang, sehingga terjadi disfungsi motorik dan sensorik. Kejadian ini pada akhirnya dapat mengakibatkan kelumpuhan pada manusia (van Vliet & Ketley 2001). Karakteristik Koliform Bakteri koliform merupakan kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi air dan berbagai produk pangan. Istilah koliform bukan merupakan istilah taksonomi melainkan mewakili sekelompok spesies dari beberapa genus yang memiliki banyak karakteristik umum. Kelompok koliform diantaranya Escherichia, Enterobacter, Kleibsiella, dan Citrobacter. Bakteribakteri tersebut merupakan bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang bersifat Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, pada umumnya motil, anaerob fakultatif, dan mampu memfermentasi laktosa yang menghasilkan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 32 C atau 35 C. Beberapa spesies dapat tumbuh pada suhu tinggi (44.5 C), namun pada umumnya tumbuh pada suhu 4-5 C. Semua anggota kelompok koliform sensitif terhadap suhu rendah dan dapat mati pada suhu pasteurisasi. Kelompok koliform dapat ditemukan pada feses manusia, hewan berdarah panas, dan burung. Beberapa diantaranya juga dapat ditemukan di tanah, air, dan tanaman (Mead 2007; Ray & Bhunia 2008). Kelompok koliform yang merupakan kontaminan feses disebut koliform fekal. Koliform fekal adalah bagian dari bakteri kelompok koliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu C dalam waktu 48 jam dan bersifat thermotolerant. Koliform fekal terdiri dari Escherichia, Kleibsiella, dan

6 8 Enterobacter. Kebanyakan dari kelompok ini terdiri dari E. coli. Escherichia coli merupakan indikator keberadaan bakteri enterik patogen dalam feses. Peningkatan populasi koliform fekal pada air memungkinkan adanya peningkatan bakteri patogen (McMurry et al. 1998; Mead 2007). Beberapa bakteri dari kelompok koliform fekal dapat ditemukan pada makanan mentah dari produk hewani. Pada produk pasteurisasi juga sering ditemukan akibat proses sanitasi setelah pemanasan yang tidak benar. Pada makanan mentah, kontaminasi koliform fekal dapat berasal dari feses dan sanitasi yang buruk (Ray & Bhunia 2008). Kolibasilosis pada Ayam Bakteri koliform merupakan mikroflora normal pada saluran pencernaan hewan berdarah panas, unggas, dan manusia (Ray & Bhunia 2008). Lebih dari 90% dari jumlah total koliform terdiri dari E. coli. Umumnya E. coli bersifat komensal pada saluran pencernaan ayam, namun beberapa strain E. coli bersifat patogen (Mead 2007). Menurut Bolder (1998), jumlah bakteri koliform pada saluran pencernaan ayam dapat mencapai cfu/g. Sebagian besar dari jumlah tersebut bersifat komensal dan beberapa diantaranya bersifat patogen. Penularan bakteri koliform patogen pada peternakan ayam dapat terjadi melalui kontaminasi feses pada air dan pakan. Air minum berperan penting sebagai jalur transmisi berbagai jenis bakteri patogen. Beberapa jenis bakteri koliform dan bakteri patogen lainnya dapat bertahan lama dalam air (Jafari et al. 2006). Menurut Ismail (2011), tingginya jumlah bakteri koliform dalam saluran pencernaan dapat berdampak pada penurunan bobot badan ayam. Hal ini disebabkan beberapa strain E. coli yang bersifat patogen dapat menimbulkan terjadinya kolibasilosis pada ayam. Kolibasilosis pada ayam merupakan penyakit infeksius yang menyerang saluran pernafasan dan pencernaan ayam. Kejadian ini dapat menimbulkan kematian jika tidak dilakukan pengobatan.

7 9 Bakteri Koliform pada Manusia Pada manusia, bakteri koliform juga merupakan mikroflora normal dalam saluran pencernaan. Jenis bakteri ini umumnya bersifat komensal, namun beberapa strain E. coli bersifat sangat patogen pada manusia. Beberapa strain yang dianggap sangat patogen pada manusia adalah E. coli O157 yang merupakan penyebab infeksi E. coli utama pada manusia dan E. coli O104:H4 yang merupakan penyebab wabah E. coli di Jerman pada tahun 2011 (Ogden 2007; CDC 2011b). Bakteri koliform dapat ditemukan di tanah, tanaman, dan air. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari kotoran hewan atau manusia yang mengandung koliform fekal di dalamnya. Penularan bakteri koliform patogen pada manusia dapat terjadi melalui konsumsi bahan pangan dan air yang terkontaminasi. Kontaminasi pada daging dan susu dapat terjadi secara langsung melalui feses hewan. Selain itu, kontaminasi juga dapat terjadi pada proses pengolahan bahan pangan melalui air dan tanah yang terkontaminasi. Proses penyimpanan yang tidak tepat dan sanitasi yang buruk juga menjadi salah satu sumber kontaminasi bakteri koliform pada bahan pangan (Ray & Bhunia 2008). Kejadian infeksi E. coli pada manusia dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis, namun dalam beberapa kasus terlihat adanya gejala diare berair dan kolitis hemoragi. Diare merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Kolitis hemoragi ditandai dengan adanya gejala diare berat yang sering disertai dengan diare berdarah, kram perut, mual, dan muntah. Akibat kehilangan banyak cairan tubuh pada saat diare dan muntah, maka risiko dehidrasi sering terjadi. Pada infeksi yang berat, penyakit ini dapat menimbulkan kematian pada manusia jika tidak dilakukan pengobatan (OIE 2009; CDC 2011b). Antimikroba dan Antibiotik Antimikroba merupakan obat yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dan berbagai jenis mikroorganisme, diantaranya virus, protozoa, jamur, dan rikettsia. Aktivitas kerja antimikroba dibedakan menjadi aktivitas bakteriostatik dan aktivitas bakterisidal. Antimikroba yang memiliki aktivitas bakteriostatik bekerja dengan menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan

8 10 antimikroba bakterisidal mampu membunuh mikroba. Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal apabila kadar antimikroba tersebut ditingkatkan (Kee & Hayes 1996; Setiabudy & Gan 2003). Sifat antimikroba berbeda satu dengan lainnya. Beberapa jenis antimikroba bersifat aktif terhadap bakteri Gram positif, namun bakteri Gram negatif tidak peka. Berdasarkan sifat ini, antimikroba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antimikroba berspektrum luas merupakan antimikroba yang aktif terhadap berbagai jenis mikroba baik Gram positif maupun Gram negatif, misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin, sedangkan antimikroba berspektrum sempit merupakan antimikroba yang hanya aktif pada beberapa jenis mikroba tertentu misalnya benzil penisilin dan streptomisin (Setiabudy & Gan 2003). Mekanisme kerja antimikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis dinding sel mikroba, mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, menghambat sintesis protein sel mikroba, dan menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Penggunaan antimikroba ini ditentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan beberapa faktor, diantaranya gambaran klinik penyakit infeksi, jenis mikroba, dan patogenisitas mikroba. Oleh karena itu, indikasi untuk memberikan antimikroba pada pasien harus dipertimbangkan dengan seksama (Setiabudy & Gan 2003). Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba sebagai metabolit sekunder yang mempunyai massa molekul rendah sehingga pada konsentrasi rendah dapat menghambat dan membasmi mikroba jenis lain. Namun dalam praktik sehari-hari antimikroba yang tidak diturunkan dari produk mikroba juga sering digolongkan sebagai antibiotik (Kee & Hayes 1996; Setiabudy & Gan 2003).

9 11 Eritromisin Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolida yang dihasilkan oleh Streptomyces erythreus. Antibiotik ini memiliki sebuah cincin lakton makrosiklik yang terdiri dari keton dan gula amino. Eritromisin berupa kristal berwarna kekuningan yang kelarutannya rendah dalam air dan tidak stabil dalam suasana asam (Setiabudy 2003; Giguère 2006). Eritromisin bekerja dengan menghambat sintesis protein mikroba yaitu dengan berikatan secara reversibel pada ribosom sub unit 50S. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik atau bakterisidal tergantung dari jenis dan jumlah mikroba (Setiabudy 2003). Eritromisin sangat mudah didegradasi oleh asam lambung. Hal tersebut dapat dihindari dengan pemberian lapisan yang tahan asam pada eritromisin yang diberikan secara per oral atau digunakan sediaan dalam bentuk basa bebas, stearat, etilsuksinat atau ester estolat. Stearat dihidrolisis dalam usus menjadi basa, sedangkan etilsukinat dan ester estolat langsung diserap dan dihidrolisis dalam tubuh menjadi basa aktif. Eritromisin mudah diserap oleh usus halus bagian atas dan mudah didistribusikan ke berbagai jaringan tubuh kecuali otak dan cairan serebrospinal. Antibiotik ini dimetabolisme dan diekskresikan sebagian besar dalam empedu. Sebagian besar dari obat ini akan terikut dalam feses meskipun penyerapan usus terjadi (Setiabudy 2003; Giguère 2006). Menurut Giguère (2006), eritromisin merupakan obat pilihan untuk pencegahan dan pengobatan diare akibat infeksi C. jejuni. Pada unggas, antibiotik ini juga dapat ditambahkan ke dalam air minum untuk pengobatan dan pencegahan infeksi staphylococcal atau streptococcal, dermatitis nekrosa, infectious coryza, dan infeksi M. gallisepticum. Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan turunan asam dikloroasetat yang mengandung gugus nitrobenzena. Kloramfenikol dapat diisolasi dari Streptomyces venezuelae. Obat ini berbentuk kristal putih yang sulit larut dalam air tapi dapat larut dalam lemak (Setiabudy & Kunardi 2003; Dowling 2006).

10 12 Kloramfenikol bekerja dengan menghambat pembentukan protein mikroba. Obat ini berikatan secara irreversibel dengan reseptor pada ribososom sub unit 50S dan menghambat enzim peptidil transferase, sehingga pembentukan ikatanikatan peptida pada proses sintesis protein mikroba tidak terjadi. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi obat ini dapat bersifat bakterisidal terhadap mikroba-mikroba tertentu (Setiabudy & Kunardi 2003; Dowling 2006). Pada hewan monogastrik, kloramfenikol dapat diserap baik oleh saluran pencernaan. Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal, dan mata (Setiabudy & Kunardi 2003; Brumbaugh et al diacu dalam Dowling 2006). Masa paruh eliminasi kloramfenikol bervariasi antar spesies. Eliminasi terutama oleh metabolisme hati melalui konjugasi dengan asam glukuronat. Metabolit yang tidak aktif akan diekskresikan melalui urin (Dowling 2006). Menurut Hofacre (2006), kloramfenikol memiliki potensi untuk menimbulkan anemia aplastik pada manusia. Pada dosis tertentu kloramfenikol dapat menghambat sintesis protein mitokondria sel-sel sumsum tulang mamalia sehingga menimbulkan gangguan pada sistem hemopoetik. Hal tersebut mengakibatkan pelarangan penggunaan kloramfenikol pada hewan konsumsi di sebagian besar negara. Penggunaan Antibiotik pada Peternakan Ayam Pada suatu industri unggas komersial, pencegahan penyakit merupakan fokus utama bagi seorang dokter hewan. Ketika prosedur biosekuriti gagal untuk mencegah masuknya suatu agen penyakit, maka penggunaan antibiotik merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menekan kerugian ekonomi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunakan antibiotik pada peternakan ayam diantaranya, pemilihan obat yang sesuai dengan aturan, cara pemberian obat yang tepat, dan waktu henti obat (withdrawal time) dalam produk ternak. Penggunaan antibiotik pada peternakan ayam dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai tindakan pencegahan, obat terapi, dan pemacu

11 13 pertumbuhan. Antibiotik pemacu pertumbuhan dapat diberikan melalui pakan. Penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan pada kebanyakan negara tidak diperbolehkan karena dapat menimbulkan resistensi berbagai jenis mikroba terhadap antibiotik. Infeksi bakteri pada ayam cenderung berjalan dengan cepat dan dalam waktu singkat dapat menimbulkan kematian. Selain itu, berbagai jenis penyakit pada ayam dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala klinis. Seorang dokter hewan harus mampu melihat tanda atau perubahan yang terjadi dalam kelompok ternak sedini mungkin agar kerugian ekonomi akibat suatu penyakit dapat ditekan. Pengobatan pada suatu peternakan ayam dilakukan secara populasi. Pengobatan ini dilakukan tidak hanya untuk menghindari penyakit pada ternak, namun juga dilakukan untuk mencegah penularan penyakit ke manusia. Dampak residu antibiotik pada produk pangan merupakan salah satu pertimbangan dalam penggunaan antibiotik pada ayam. Oleh karena itu, seorang dokter hewan diharapkan dapat menjamin bahwa daging ayam yang dipasarkan aman dan sehat untuk dikonsumsi.

12 14 Penggunaan Antibiotik pada Kejadian Campylobacteriosis di Ayam Penularan C. jejuni melalui makanan dapat dikontrol melalui proses sanitasi yang baik. Pengolahan pangan yang tepat mulai dari proses pemotongan diharapkan mampu mengurangi kejadian campylobacteriosis pada manusia. Pencegahan campylobacteriosis pada manusia juga dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik pada ayam. Sebagian besar Campylobacter sp. rentan terhadap antibiotik, diantaranya eritromisin (Songer & Post 2005; Roasto et al. 2007). Pada suatu kajian mengenai resistensi C. jejuni terhadap beberapa antibiotik di Norwegia, diketahui bahwa C. jejuni rentan terhadap antibiotik golongan quinolone, yaitu eritromisin, gentamisin, enrofloksasin, dan asam nalidiksat. Sedangkan pada oksitetrasiklin dan ampisilin diketahui tingkat resistensi C. jejuni masing-masing sebesar 1.3% dan 4% (Norstrom et al. 2007). Sebuah hasil penelitian di Kanada pada tahun 2005 menunjukkan bahwa, persentase resistensi C. jejuni pada beberapa antibiotik berbeda-beda. Resistensi C. jejuni terhadap ampisilin sebesar 14.3%; asitromisin 17.9%; kloramfenikol 0%; siprofloksasin 3.7%; klindamisin 2.3%; eritromisin 6.7%; gentamisin 0.2%; asam nalidiksat 5.1%; streptomisin 13.6%; dan tetrasiklin 52.6% (Larkin et al. 2006). Tingkat resistensi C. jejuni terhadap antibiotik dari berbagai wilayah berbedabeda. Hal ini berkaitan dengan jenis strain dari isolat C. jejuni dan tingkat penggunaan suatu antibiotik pada wilayah tersebut. Campylobacter spp. yang masuk ke dalam tubuh tahan terhadap asam lambung dan berkembang di usus kecil. Bakteri ini akan berpenetrasi ke dalam mukosa usus dan menginvasi sel epitel. Invasi jaringan oleh Campylobacter spp. dapat menimbulkan enteritis hemoragi yang menyebabkan terjadinya diare berdarah pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni

APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni APLIKASI ERITROMISIN DAN KLORAMFENIKOL DALAM MENEKAN JUMLAH Campylobacter spp. DAN KOLIFORM PADA AYAM YANG DIINFEKSI OLEH Campylobacter jejuni MURDIANA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Ayam yang Diinfeksi C. jejuni Asal Kudus dan Demak Bobot badan merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Bobot badan ayam yang diinfeksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Campylobacter jejuni yang diuji dalam penelitian ini berasal dari wilayah Demak dan Kudus. Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro terdapat perbedaan karakter pola resistensi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah

BAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

= Campylobacter jejuni

= Campylobacter jejuni Campylobacter jejuni Campylobacter jejuni merupakan pantogen manusia yang terutama menyebabkan enteritis dan kadang-kadang invasi sistemik, terutama pada bayi. Bakteri ini merupakan penyebab diare yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease Foodborne disease adalah suatu penyakit ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jalan fecal-oral, seperti diare. Diare didefinisikan sebagai buang air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA UNIVERSITAS MEDAN AREA

TINJAUAN PUSTAKA UNIVERSITAS MEDAN AREA TINJAUAN PUSTAKA Jamu Cara pandang orang yang lebih ramah lingkungan melahirkan Green Science yang saat ini menjadi perhatian dunia. Mulai dari hemat energi hingga berbagai produk back to nature yang sedang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang pesat dengan kemajuan tekhnologi hingga saat ini. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut diikuti pula dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Familia Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang dibutuhkan manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal) TINJAUAN PUSTAKA Karkas Ayam Pedaging Ayam dibagi menjadi 2 tipe yaitu ayam petelur dan ayam pedaging. Ayam petelur adalah ayam yang dimanfaatkan untuk diambil telurnya sedangkan ayam pedaging adalah ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bau yang dihasilkan tubuh melalui feses dapat dihitung melalui perhitungan kadar senyawa odoran seperti amonia, trimetilamin dan fenol dalam feses. Pemberian serbuk buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan MIKROORGANISME PATOGEN Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan Sub Pokok Bahasan Definisi mikroorganisem pathogen Infeksi dan intoksikasi Jenis-jenis mikroorganisme pathogen dalam makanan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk

Lebih terperinci

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( ) COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit yang disebabkan ketika mikroorganisme masuk ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan orang meninggal bila dibiarkan. Penyakit ini menjadi salah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM W.W.

ASSALAMU ALAIKUM W.W. ASSALAMU ALAIKUM W.W. ANTIMIKROBA LAIN 1. Eritromisin dan makrolid lain 1) Eritromisin 2) Spiramisin 3) Roksitromisin dan klaritromisin 2. Linkomisin dan klindamisin 1) Linkomisin 2) Klindamisin 3. Golongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di negara berkembang. Penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Antibiotik Antibiotik adalah suatu substansi kimia yang diperoleh atau dibentuk oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

: Clostridium perfringens

: Clostridium perfringens Clostridium perfringens Oleh : Fransiska Kumala W 078114081 / B Clostridium perfringens adalah salah satu penyebab utama infeksi luka berakibat gangrene gas. Seperti banyak clostridia, organisme ini banyak

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi yolk sac merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan pada anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri. Infeksi yolk sac dapat ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan berperan dalam pembentukan hormon-hormon anak ginjal, testis, dan ovarium. Kolesterol merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Air Air adalah: zat organik yang terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 atomhidrogen berikatan dengan sebuah atom oksigen melalui ikatan kovalen tersebut, sebesar 11,02

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda

Bacillius cereus siap meracuni nasi anda AWAS!! Bacillius cereus siap meracuni nasi anda 14 Mei 2008 Iryana Butar Butar Farmasi/B/078114094 Universitas Sanata Dharma Kingdom: Bacteria Phyllum : Firmicutes Classis : Bacilli Ordo : Bacillales Familia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Keamanan pangan Menurut Undang-undang Republik Indonesia no. 18/2012 tentang pangan, bahwa keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak dikembangkan penelitian tentang mikroorganisme penghasil antibiotik, salah satunya dari Actinomycetes. Actinomycetes berhabitat di dalam tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai

BAB I PENDAHULUAN. melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare terutama diare pada anak sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan (Widodo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin meningkat, tidak terkecuali pangan asal hewan terutama

Lebih terperinci

RABBIT FEVER?? Francisella tularensis

RABBIT FEVER?? Francisella tularensis RABBIT FEVER?? Kelinci bisa kena demam?? Gara-gara apa? Fransisca Kurnianingsih 078114084 Francisella tularensis Abstract Francisella tularensis adalah bakteri Gram negatif (bakteri Gram negatif terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli BAB II TINJAUAN PUSTAKA Escherichia coli merupakan bakteri komensal yang dapat bersifat patogen, bertindak sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia (Tenailon

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Glukosa adalah monosakarida yang berperan sebagai sumber karbon pada media pertumbuhan mikrobia, yang juga merupakan salah satu produk pertanian yang murah dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil penelitian Setiawan (2006),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis putih merupakan bahan pangan yang banyak ditemukan di Indonesia dan sudah tidak asing bagi masyarakat. Kubis putih dapat hidup pada dataran tinggi salah satunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, syarat-syarat air minum

Lebih terperinci