HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL HEMATOLOGIS AYAM PETELUR YANG DIBERI KITOSAN DAN TANPA KITOSAN PADA KONDISI UPPER THERMONEUTRAL ZONE

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur fase layer yang digunakan untuk penelitian dipelihara di CV.

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan Iradiasi terhadap Kadar Glukosa Darah Itik Cihateup

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Anas platyrhynchos (domestic duck) Itik sangat identik dengan kehidupan nya yang selalu berkelompok dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan osmotik serta stres panas. Itik akan mengalami kesulitan

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) VII

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum terhadap Total Protein Darah Ayam Lokal Jimmy Farm

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam hati dan otot rangka (Kee Joyce LeFever, 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

PENDAHULUAN. Pemeliharaan itik dipeternakan rakyat tergolong sulit karena kondisi kandang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hen Day Production (HDP) ayam petelur pada THI yang berbeda (kuningan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001).

STATUS HEMATOLOGIS PADA DOMBA EKOR GEMUK JANTAN YANG MENGALAMI TRANSPORTASI

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. fructooligosaccharide (FOS) pada level yang berbeda disajikan pada Tabel 5:

KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antar jenis tanaman menyebabkan tanaman ini tersisih dan jarang ditanam dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

Rita Patriasih, S.Pd., M.Si Prodi Pendidikan Tata Boga PKK FPTK UPI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

ENERGI. Universitas Gadjah Mada

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. glukosa. Pembentukan energi alternatif juga dapat berasal dari metabolisme

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

NUTRISI UNGGAS 11/8/2016. Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

FUNGSI PHOSPOR DALAM METABOLISME ATP

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. Polusi atau pencemaran udara adalah proses masuknya polutan kedalam

Transkripsi:

IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit, Haemoglobin, Hematokrit, dan MCV Ayam Ras Petelur Parameter Perlakuan Tanpa Kitosan (P1) Kitosan (P2) Uji Hasil* Eritrosit (x10 6 /mm 3 ) 2,75 2,42 P< 0,05 Haemoblogin (g%) 14,27 12,85 P< 0,05 Hematokrit (%) 35,13 34,03 P< 0,05 MCV (fl) 127,79 140,82 P< 0,05 Keterangan: *) P< 0,05 Menunjukan perbedaan yang nyata pada masing-masing parameter MCV=mean corpular volume 4.1 Erirosit dan Haemoglobin Rata-rata kadar eritrosit ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian, baik tanpa pemberian kitosan maupun dengan pemberian kitosan, masing-masing 2,75x10 6 dan 2,42x10 6 cell mm 3. Kadar eritrosit ini masih berada dalam range normal, meskipun kadar eritrosit ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) dibanding kadar eritrosit ayam petelur yang diberi kitosan. Menurut Talebi dkk. (2005) jumlah eritrosit normal pada ayam ras umur berkisar antara 2,17-2,86 (10 6 /mm 3 ). Kisaran yang relatif sama juga dilaporkan oleh

Mangkoewidjojo dan Smith (1988), jumlah eritosit normal pada ayam adalah 2,0-3,2 juta/mm3. 32 Jumlah eritrosit yang lebih tinggi pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan menunjukkan sebuah adaptasi terhadap keadaan lingkungan kandang yang memiliki temperatur lebih tinggi dibandingkan kebutuhan temperatur ideal performa ayam petelur. Kondisi temperatur yang lebih tinggi dari termoneutralnya menyebabkan pengeluaran uap air dan karbon dioksida (CO2) melalui proses panting menjadi lebih tinggi. Kondisi ini disertai dengan meningkatnya kebutuhan oksigen. Diketahui bawah proses oksidasi reduksi ditingkat sel memerlukan oksigen dan melepaskan karbon dioksida (CO2). Molekul yang berperan dalam mengangkut senyawa tersebut (O2 dan CO2) adalah haemoblobin (Hb). Temperatur lingkungan kandang yang tinggi, menyebabkan kontraksi otot yang berperan dalam sistem pernafasan menjadi meningkat (Dawson dan Whittow, 2000). Selain itu, kebutuhan energi untuk proses pengeluaran panas memerlukan energi lebih banyak. Terkait dengan masalah ini maka kebutuhan oksigen untuk proses oksidasi reduksi dalam sintesis ATP menjadi meningkat. Begitu pula pengeluaran air melalui panting untuk mempertahankan panas tubuh, disertai pengeluaran karbon dioksida juga menjadi meningkat. Berdasarkan kenyataan tersebut maka peran haemoglobin semakin penting. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti ini maka sintesis eritrosit (eritropoesis) meningkat. Salah satu stuktur di dalam eritrosit terdapatnya molekul haemoglobin.

33 Inilah yang menjadi alasan utama terjadinya peningkatan kadar eritrosit dan haemoglobin (P<0,05) ayam petelur pada kondisi pemeliharaan di atas zona termoneutral (upper termonutral zone) tanpa kitosan. Kadar eritrosit dan haemoglobin yang lebih rendah (P<0,05) pada ayam ras petelur yang diberi kitosan merupakan dampak fisiologik atas kemampuan kitosan menurunkan stres panas ayam petelur tersebut. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan pemberian kitosan mampu meningkatan pertumbuhan villi. Pertumbuhan villi illium yang lebih baik dapat dipastikan bahwa absorbsi nutrient menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian dilaporkan oleh (Huang dkk., 2005) menunjukkan absorbsi Asam-asam amino esensial maupun non esensial lebih tinggi pada ayam yang diberi kitosan dibanding ayam tanpa pemberian kitosan. Lebih lanjut dilaporkan bahwa asam amino metionin tampak diabsorbsi lebih banyak dengan perlakuan pemberian kitosan dan ransum ayam tersebut. Kadar eritrosit dan haemoglobin pada kelompok ayam yang mendapatkan kitosan menunjukkan kelompok ayam-ayam tersebut tidak mengalami stres panas sebagaimana yang dialami kelompok ayam tanpa pemberian kitosan. Hasil penelitian ini menunjukkan peran asam amino metionin yang diabsorbsi lebih tinggi ke dalam darah maupun sel pada kelompok ayam yang diberi kitosan. Terkait fungsi metionin, Hancock (2005) dan Campbell dkk. (2004) menyatakan bahwa asam amino metionin dapat berperan sebagai zat neurotransmitter. Metionin sebagai neurotransmitter berperan dalam menghambat dan transmisi dari central nervous system atau system syaraf pusat ke kereseptor-reseptor syaraf tepi/ujung-ujung

34 syaraf atau sebaliknya (Hausser dkk., 2007; Nelson dkk., 2008). Kemampuan metionin tersebut menyebabkan ekspos panas pada kelompok ayam yang diberi kitosan, diterima sistem syaraf dan direspon sangat lambat oleh sistem syaraf pusat sehingga respon fisilogik sel terhadap panas menjadi lambat. 4.2 Hematokrit dan Mean Corpucular Volume (MCV) Pengukuran jumlah sel darah merah hematokrit untuk mengetahui perbandingan terhadap volume darah sel darah merah. Biasanya dalam penilaian, hematokrit memiliki satuan menggunakan persen. Nilai hematokrit dapat menunjukkan kehadiran faktor toksik yang memberikan efek atau penurunan status fisilogis pada pembentukan sel darah merah, buruk pada pembentukan sel darah merah, juga dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi sel darah merah yang tidak sebanding dengan komponen cairan darah. Nilai hematokrit mengalami perubahan akibat peningkatan air plasma atau penurunan air plasma tanpa mempengaruhi jumlah MCV sel sepenuhnya (Rosmalawati, 2008). Sedangkan jumlah mean corpuscular volume (MCV) merupakan salah satu pemeriksaan darah yang menunjukan volume rata-rata satu sel darah merah dibandingkan dengan volume sel darah merah keseluruhan dalam darah (Soeharsono dkk., 2010). Rata-rata kadar hematokrit ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian (Tabel 1), tampak lebih tinggi (P< 0,05) pada kelompok ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan (35,13%), dibandingkan dengan kelompok ayam yang diberikan kitosan (34,03%). Kedua kelompok ayam ini masih berada dalam range normal.

35 Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), nilai hematokrit normal pada ayam berkisar antara 24-43%. Nilai hematokrit pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan mempertegas bahwa tanpa pemberian kitosan maka gejala stres panas tidak dapat ditanggulangi. Dalam keadaan lingkungan panas (upper thermoneutral zone), maka panas yang diradiasikan ke dalam tubuh ayam menjadi meningkat. Salah satu usaha ayam tersebut mempertahankan panas tubuhnya adalah melalui panting. Kondisi ini juga memaksa ternak tersebut meningkatkan metabolisme basal untuk menghasilkan energi. Baik painting maupun peningkatan metabolisme basal menyebabkan meningkatnya pengeluaran air menuju lingkungan kandang. Konsekuensi penyesuaian kondisi fisiologik menyebabkan penurunan cairan tubuh ektraselular, antara lain cairan plasma darah. Dampak ini menjadi salah satu faktor utama peningkatan kadar hematokrit atau proporsi sel-sel darah terhadap plasmanya, sebagaimana terjadi pada kelompok ayam tanpa pemberian kitosan. Rata-rata kadar MCV ayam ras petelur berdasarkan hasil penelitian, baik tanpa pemberian kitosan maupun dengan pemberian kitosan, masing-masing 127,79% fl dan 140,02% fl. Kadar MCV ini masih berada dalam range diatas normal, meskipun kadar MCV ayam ras petelur tanpa pemberian kitosan berbeda nyata lebih rendah (P<0,05) dibanding kadar MCV ayam petelur yang diberi kitosan. Rata-rata kadar MCV kedua kelompok ayam tersebut secara keseluruhan

36 lebih tingggi dibandingkan kadar MCV menurut Talebi dkk. (2005). MCV normal berkisar antara 115,8-125,44 fl. Rata-rata ukuran sel darah merah lebih tinggi pada kelompok ayam yang diberi kitosan. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pemberian kitosan berdampak positif antara lain pertumbuhan villi lebih baik (Huang dkk., 2005). Pertumbuhan villi yang lebih baik menyebabkan absorbsi asam amino lebih tinggi. Dampak lain dilaporkan Zhou dkk. (2009), pemberian kitosan menyebabkan peningkatan ukuran organ pencernaan dan ukuran liver. Absorbsi asam amino lebih tinggi dengan pemberian kitosan, berdapak baik terhadap eritrospoisis atau pembentukan sel-sel darah merah diketahui bahwa prekursor pembentukan sel-sel darah merah adalah asam amino selain karbohidrat dan lemak. Prekursor sel-sel darah merah yang tercukupi sangat memungkin terbentuknya sel-sel darah merah dengan ukuran yang lebih besar (Aengwanich dkk., 2003). Hasil penelitian ini juga ditunjang dengan perningkatan ukuran liver sebagai dampak pemberian kitosan, sebagaimana yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya. Ukuran liver yang lebih besar meningkatkan volume sintesis zat eritropoeitin. Eritropoeitin merupakan senyawa kimia (hormon) yang menstimulasi dan mengatur pembentukan eritrosit (sel-sel darah merah). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa lingkungan kandang diatas zona termoneutral menyebabkan stres. Penurunan imunitas (IgA, IgG, dan IgM) tanpa kitosan lebih rendah (Huang dkk,. 2005) menyebabkan konsumsi protein diarahkan

meningkatkan imunitas, terutama beta lymphosit, sehingga ukuran eritrosit lebih kecil (Blecha, 2000). 37