TINJAUAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN TIDAK DAPAT DITERIMA ( NIET ONT VAN KELIJK VER KLAARD

dokumen-dokumen yang mirip
[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam

P U T U S A N Nomor 521/Pdt/2013/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. m e l a w a n

P U T U S A N Nomor 488/Pdt/2016/PT.BDG M E L A W A N

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS

PUTUSAN Nomor 25/Pdt.G/2016/PTA.Plg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA PALEMBANG

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 52/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA HUKUM DALAM PERKARA PERDATA (Verzet, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali dan Derden Verzet) Syahrul Sitorus

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

ABSTRAK Latar belakang

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 1359/PDT. G/2013/PA. MLG DENGAN ALASAN GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM PERKARA CERAI GUGAT

TERBANDING, semula PENGGUGAT;

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

P U T U S A N Nomor 05/Pdt.G/2016/PTA.Plg

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

P U T U S A N. Nomor 0005/Pdt.G/2017/PTA. Plk. M e l a w a n

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

P U T U S A N Nomor : 0016/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya menurut Sudikno Mertokusumo yang dimaksud dengan

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

TINJAUAN TERHADAP GUGATAN TIDAK DITERIMA (NIET ONT VAN KELIJK VER KLAARD

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

P U T U S A N Nomor : 155/Pdt.G/2011/PTA.Bdg

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

PUTUSAN Nomor xxx/pdt.g/2017/pta.bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. NOMOR 0000/Pdt.G/2016/PTA. BTN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PEMBANDING, pekerjaan, agama Islam, bertempat tinggal di. .., Kelurahan Kecamatan Kabupen. , dalam hal ini diwakil oleh kuasa hukumnya

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

P U T U S A N Nomor : 7/Pdt.G/2009/PTA.Plk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat terkenal yaitu Ubi Societas Ibi Ius ( dimana ada masyarakat disana

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

PUTUSAN. NOMOR 0178/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

JAMINAN. Oleh : C

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

P U T U S A N Nomor 362/Pdt/2015/PT.BDG. l a w a n :

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2014/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TIGGI AGAMA BANDUNG

P U T U S A N. Nomor 0002/Pdt.G/2017/PTA.Plk. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

NOMOR : 11/PDT/2013/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ! '( ) &! #*'!#'*' ! & ! ( 5 "*+& 56!"

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

FORMULASI KUMULASI GUGATAN YANG DIBENARKAN TATA TERTIB ACARA INDONESIA (STUDI PUTUSAN MA NOMOR K/PDT/2012 DAN PUTUSAN MA NOMOR.

P U T U S A N. Nomor : 211 /PDT/2011 / PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0037/Pdt.G/2016/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PA PURWODADI TENTANG KUMULASI GUGATAN. A. Analisis terhadap Putusan PA Purwodadi tentang Kumulasi Gugatan

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

ELIZA FITRIA

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara Negara harus berdasarkan hukum. Peran hukum dalam. kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, karena dalam pergaulan

PUTUSAN Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 11/Pdt.G/2010/PTA Btn

Sekitar Kejurusitaan

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

P U T U S A N. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA. Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

P U T U S A N. NOMOR 18/Pdt-G/2009/MSy-Prov. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Kecamatan yang bersangkutan.

PUTUSAN Nomor 0073/Pdt.G/2017/PTA Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI AGAMA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2014/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomo : ---/Pdt.G/2011/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2014/PTA.Btn.

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GUGATAN. Untuk memulai dan menyelesaikan persengketaan perkara perdata

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N

PUTUSAN Nomor. 41/Pdt.G/2009/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN TIDAK DAPAT DITERIMA ( NIET ONT VAN KELIJK VER KLAARD ) DALAM GUGATAN SENGKETA TANAH LETTER C DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI ( Studi Putusan Nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. ) JURNAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh: MUHAMMAD ARIF BILLAH LUTFFI NIM. 13100021 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2016 1

Judul : TINJAUAN HUKUM TERHADAP PUTUSAN TIDAK DAPAT DITERIMA ( NIET ONT VAKELIJKE VER KLAARD ) DALAM GUGATAN SENGKETA TANAH LETTER C DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI ( Studi Putusan Nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl ) Disusun Oleh : Muhammad Arif Billah Lutffi NIM : 13100021 Prodi : Ilmu Hukum / Universitas Slamet Riyadi Surakarta. ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk memahami dasar hukum yang menyebabkan terjadinya putusan NO ( Niet Ont Van Kelijke Ver Klaard ) dan untuk mengetahui akibat hukum serta upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan apabila hakim menjatuhkan putusan NO. Latar belakang penelitian ini adalah bentuk putusan Hakim yang bersifat negatif yakni menyatakan gugatan tidak dapat diterima ( NO ) berkaitan dengan persengketaan antara Sdri. Mugi Rahayu sebagai Penggugat melawan Sdri. Sri Mulyani dan Sdr.Susilo sebagai Para Tergugat. Sengketa tersebut terjadi akibat klaim atas kepemilikan tanah Letter C dari Kakek Penggugat yang bernama Alm. Mbah Setro Semito yang kini dikuasai oleh Para Tergugat secara sepihak. Obyek sengketa tersebut berupa kebun pohon jati dan lahan persawahan, seluas ± 2.050 m 2 yang terletak di Desa Ketitang, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian penelitian hukum normatif karena merupakan suatu kajian terhadap asas-asas hukum atau dasar dasar hukum pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara. Sifat penelitian diskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian. Hasil penelitian dapat disimpulkan dasar hukum Majelis Hakim dalam memutus ( NO ) perkara No. 57/Pdt.G/PN.Byl, tertanggal 13 April 2016 adalah berdasarkan pada eksepsi dari para tergugat berkenaan dengan ketidak jelasan mengenai obyek sengketa, disertai temuan fakta pada saat Pemeriksaan Setempat ternyata luas tanah yang dikuasai tergugat tidak sama batas-batas dan luasnya dengan apa yang sudah didalilkan penggugat dalam surat gugatannya, ada sebagian tanah milik orang lain yang masuk dalam gugatan penggugat, sehingga gugatan penggugat dianggap sebagai gugatan yang kabur ( Obscuur Libel ), dan putusan tersebut telah sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1449 K/Sip/1975 dan No. 81 K/ Sip/1971. Akibat hukum dari putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( NO ) maka tidak lagi dilanjutkan oleh Majelis Hakim untuk memeriksa materi gugatan didalamnya / pokok perkaranya. Dalam hal ini status kepemilikan obyek perkara masih sama dan tidak ada perubahan serta posisi dari para pihak masih seperti semula sebelum terjadi gugatan tersebut. Atas Putusan ( NO ) pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum yakni banding dalam jangka waktu 14 hari setelah Putusan tersebut di bacakan atau mengajukan gugatan yang baru dengan cara memperbaiki kesalahan / kecacatan formil pada gugatan yang sebelumnya. Kata Kunci : Gugatan, Cacat Formil, Obscuur Libel, Niet Ont Van Kelijke Ver Klaard. 2

A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup bermasyarakat atau berkelompok. Sebagai mahkluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya untuk saling berinteraksi, dalam berinteraksim pasti ada kemungkinan terjadi konflik diantara mereka, konflik dalam masyarakat tersebut apabila menyangkut tentang hal-hal yang diatur oleh hukum, maka lazimnya disebut sebuah sengketa hukum. Untuk menyelesaikan konflik / sengketa tersebut negara telah membentuk suatu badan peradilan yang mandiri yakni pengadilan. Dalam hal ini masyarakat yang sedang bersengketa dapat menempuh upaya hukum dengan cara mengajukan suatu gugatan ke pengadilan negeri yang berwenang, dibentuknya lembaga peradilan ini juga berfungsi untuk mencegah agar tidak terjadi tindakan main hakim sendiri ( eigenrichting ) di antara masyarakat. ( Bambang Sugeng dan Sujayadi, 2009:3 ) Bagi pihak-pihak yang merasa hak-hak keperdataannya dirugikan oleh pihak lain dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaiannya sesuai koridor hukum yang berlaku. Didalam suatu penyelesaian perkara perdata Hakim hanya bersifat menunggu ( iudex ne procedat ex officio ) adanya gugatan / permohonan yang masuk atau di daftarkan di pengadilan ( Pasal 118 HIR/ 142 RBg ). Pengajuan gugatan tersebut dapat secara tertulis maupun secara lisan. Gugatan secara lisan dibenarkan kepada mereka yang buta huruf. Namun dalam praktek peradilan sekarang, tidak lazim lagi ditemukan suatu pengajuan gugatan secara lisan. Formulasi gugatan yang disusun dan diajukan oleh penggugat merupakan dasar acuan dalam pemeriksaan perkara tersebut di pengadilan. Apabila gugatan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat formil sebuah gugatan, maka akibat hukumnya adalah gugatan tersebut akan dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Ont Van Kelijk Ver Klaard ) atau yang biasa disingkat dengan istilah NO. Kemudian apabila setelah perkara tersebut setelah disidangkan kemudian diputus oleh Hakim dengan amar tidak dapat diterima gugatannya, pada dasarnya ada beberapa alasan atau pertimbangan Hakim dalam memutuskan hal tersebut, salah satunya adalah dengan alasan gugatan obscuur libel, salah satu contohnya adalah putusan Pengadilan Negeri Boyolali nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. Sengketa perdata antara Sdri. Mugi Rahayu ( sebagai Penggugat ) melawan Sdri. Sri Mulyani dan Sdr. Susilo ( sebagai Para Tergugat ). Persengketaan tersebut terjadi akibat klaim atas kepemilikan tanah Letter C dari Kakek Penggugat yang bernama Alm. Mbah Setro Semito yang kini dikuasai oleh Para 3

Tergugat secara sepihak. Obyek sengketa tersebut berupa kebun pohon jati dan lahan persawahan, seluas ± 2.050 m 2 yang terletak di Desa Ketitang, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Alasan Majelis Hakim menjatuhkan putusan negatif ( NO ) dalam perkara nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. Didasarkan pada eksepsi dan temuan fakta saat Pemeriksaan Setempat ternyata luas dan batas-batas obyek sengketa yang dikuasai oleh Tergugat berbeda dengan dalil-dalil gugatan dari Penggugat dan ada sebagian tanah milik orang lain yang masuk dalam gugatan Penggugat. Dengan adanya hal tersebut maka berdasarkan teori-teori hukum yang ada dan yurisprudensi dari Mahkamah Agung Majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat kabur dan tidak jelas ( Obscuur libels ). Sehingga dengan demikian Majelis Hakim menyatakan gugatan Penggugat Konvensi tidak dapat diterima ( Niet Ont van kelijk ver klaard ). Berkaitan dengan di putus nya ( NO ) perkara tersebut tidak ada akibat hukum atau konsekuensi terhadap status kepemilikan objek perkara, dalam hal ini tanah tersebut tetap dikuasai oleh Para Tergugat. Atas Putusan Pengadilan yang menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima pihak yang berkepentingan dapat mengajukan upaya hukum dalam bentuk banding atau mengajukan gugatan yang baru lagi. Pada dasarnya Putusan ( NO ) adalah Putusan yang bersifat negatif dan tidak ada konsekuensi perubahan terhadap status obyek perkara yang disengketakan. B. PERUMUSAN MASALAH : Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas yang telah penulis uraikan, maka permasalahan yang akan dibahas, adalah sebagai berikut : 1. Apa dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dalam memutus gugatan tidak dapat diterima ( NO ) terhadap putusan nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl? 2. Apa akibat hukum terhadap gugatan yang tidak dapat diterima ( NO ) terhadap putusan nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl? 3. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan Penggugat terhadap Putusan Majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima ( NO )? C. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian tentang Tinjuan Hukum Terhadap Putusan Tidak Dapat Diterima ( Niet Ont Van Kelijke Ver Klaard ) Dalam Gugatan Sengketa Tanah Letter C Di Pengadilan Negeri Boyolali ( Studi Putusan 4

Nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. ) adalah penelitian hukum normatif karena merupakan suatu kajian terhadap asas-asas hukum atau dasar-dasar hukum pertimbangan Hakim dalam memutus perkara No. 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat diskriptif analitis, yang mana mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum berkenaan dengan putusan NO. dalam perkara No. 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. tentang sengketa tanah Letter C di Pengadilan Negeri Boyolali. Penelitian ini bersifat diskriptif analitis sebab bertujuan menggambarkan pentingnya kecermatan dalam menyususn suatu surat gugatan khususnya pada syarat formilnya agar tidak diputus NO. oleh Hakim yang memeriksa perakara tersebut. D. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN Berdasarkan Studi kasus di atas, berikut ini adalah uraian pembahasannya : 1. Dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim yang menyebabkan Putusan dalam perkara perdata Nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl, tertanggal 13 April 2016 dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. ) Bahwa putusan tidak dapat diterimanya gugatan penggugat ( NO ) dalam perkara nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. Sudah dipertimbangkan majelis hakim secara adil dan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap pada rangkaian agenda persidangan yang sudah dilaksanakan, selanjutnya untuk lebih memperjelas alasan-alasan yuridis mengapa Majelis Hakim memutus NO. perkara nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl. maka akan penulis uraikan alasanya yuridisnya sebagai berikut : Bahwa di dalam jawabannya, para tergugat telah mengajukan beberapa eksepsi. Pada dasarnya eksepsi ini hanya dapat diajukan bersamaan dengan tanggapan / jawaban pertama dari pihak tergugat. Hal tersebut berpedoman pada putusan MA No. 2150 K/Pdt/1984 yang menyatakan eksepsi berdasarkan Pasal 136 HIR jo. Pasal 114 Rv ayat ( 1 ) harus diajukan pada jawaban pertama bersama-sama dengan jawaban terhadap pokok perkara. Eksepsi yang dijukan sesudah itu, adalah gugur. Oleh karena itu atas eksepsi tersebut dipertimbangkan terlebih dahulu Majelis Hakim sebelum memeriksa pokok perkaranya. 5

Bahwa eksepsi yang diajukan oleh para tergugat ini termasuk dalam eksepsi prosesual yakni upaya dari para tergugat atau tergugat yang menuju kepada tuntutan tidak diterimanya gugatan. Berikut ini adalah poin-poin eksepsi dari para tergugat : 1. Tidak jelas dalam subyek hukum. Para tergugat mendalilkan dalam posita gugatannya pada angka 1 tidak jelas siapa yang dimaksud dengan ahli waris mbah Setro Semito, apakah Penggugat atau Tergugat. Seandainya Penggugat menyatakan diri sebagai ahli waris dari mbah Setro semito tidak jelas bagaimana kapasitas dan kedudukannya. Menyatakan diri sebagai ahli waris haruslah mendapat penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama mengingat agama Penggugat adalah Islam. Dengan demikian karena tidak ada penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama terkait dengan status sebagai ahli waris dari mbah Setro Semito maka Penggugat bukanlah ahli waris yang sah secara hukum. 2. Gugatan obscure libels ( kabur dan tidak jelas ). Gugatan Penggugat tidak jelas mengenai dasar hukum dan kejadian atau peristiwa yang mendasari gugatan serta dasar fakta sehingga gugatan tersebut tidak memenuhi syarat formil. 3. Gugatan Penggugat tidak jelas mengenai obyek sengketa. Penggugat dalam gugatannya tidak jelas apa yang menjadi obyek sengketa, siapa pemiliknya dan dimana letaknya. 4. Tidak konsisten antara posita dengan petitum. Dalam posita gugatan tidak disebutkan gambaran perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I tetapi dalam petitumnya Penggugat menyatakan Tergugat I adalah perbuatan melawan hukum. 5. Tidak jelas maksud dan tujuan Penggugat menarik subyek hukum bernama Susilo sebagai Tergugat, sedangkan di dalam Posita maupun Petitum tidak disebutkan secara jelas apa yang dilakukan Susilo sehingga dijadikan Tergugat. 6. Penggugat memasukkan istilah debitur atau konsumen membuat gugatan tidak jelas karena apakah gugatan Penggugat tersebut adalah gugatan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum dan tidak jelas siapa yang disebut debitur atau konsumen dalam perkara a quo. 6

Atas 6 poin eksepsi yang disampaikan oleh para tergugat tersebut berikut adalah pembahasannya : Dalam eksepsi poin 1 dari para tergugat, telah mendalilkan permasalahan penetapan ahli waris. para tergugat dalam hal ini mempermasalahkan kedudukan penggugat sebagai subyek hukum tidak jelas dari mana asal-usulnya. Hal tersebut didalilkan para tergugat berkenaan dengan tidak adanya penetapan ahli waris dari pengadilan agama yang menyatakan penggugat sebagai ahli waris sah dari Alm. Setro Semito. Tapi yang dipermasalahkan oleh penggugat sekarang adalah sengketa tentang hak kepemilikan atas obyek tanah Letter C.574 ke C 932, luas : 2.050 M2 Tahun 1959 a/n. Setro Semito di Ds.Ketitang, Kec.Nogosari, Kab.Boyolali, dan hal tersebut bukanlah berkenaan dengan kewarisan. Karena pada dasarnya antara penggugat dengan para tergugat tidak ada hubungan keluarga baik lurus maupun menyamping. Berdasarkan Pasal 50 Undang-undang No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menyebutkan Dalam hal terjadi sengeketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara yang disebut Pasal 49 maka obyek sengekta tersebut harus di putus terlebih dahulu di pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Jadi jika terdapat suatu sengketa hak milik, maka penyelesaiannya tetap menjadi kewenangan PN ( Peradilan Umum ) sedangkan sengketa pembagian warisannya merupakan yurisdiksi dari Pengadilan Agama. Bahwa atas eksepsi yang diajukan oleh para tergugat pada poin 1 Majelis Hakim telah mempertimbangkannya dan telah menjatuhkan Putusan Sela yang dibacakan saat persidangan pada hari Selasa, tanggal 16 Februari 2016. Yang amarnya sebagai berikut : 1. Menyatakan menolak eksepsi Para Tergugat; 2. Menyatakan Pengadilan Negeri Boyolali berwenang memeriksa dan mengadili perkara No. 57/Pdt.G/2015/PN.Byl; 3. Menyatakan pemeriksaan perkara No. 57/Pdt.G/2015/ PN.Byl dilanjutkan; 4. Menangguhkan ongkos perkara hingga putusan akhir. Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan sela tersebut memiliki pertimbangan hukum bahwasanya ada sengketa hak milik diantara Penggugat dan Para Tergugat maka hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara, dengan demikian eksepsi Para Tergugat berkenaan dengan penetapan ahli waris pada poin 1 telah ditolak oleh Majelis Hakim. 7

Selanjutnya berkaitan dengan eksepsi Para Tergugat pada poin 2 sampai dengan poin 6, Majelis Hakim berpendapat eksepsi tersebut adalah mengenai gugatan obscuur libel. Mengenai gugatan yang obscuur libel ini seringkali dijadikan senjata oleh lawan untuh mementahkan gugatan. Karena pada dasarnya eksepsi tersebut bertujuan untuk mengakhiri pemeriksaan perkara sebelum hakim memeriksa pokok perkaranya dengan alasan terdapat cacat formil pada surat gugatannya. Eksepsi pada poin 2 hingga poin ke 6 ini termasuk dalam eksepsi prosesual diluar kompetensi. Oleh karena eksepsi para tergugat pada poin ke 2 dan 3 mendalilkan gugatan Penggugat tidak jelas mengenai obyek sengketanya, dan para tergugat mempermalasahkan kaburnya substansi gugatan berkaitan dengan obyek sengketa baik bentuk wujud, siapa pemiliknya dan kejelasan terletak dimana obyek sengketa itu berada. Maka untuk memperjelas dalil gugatan penggugat pada posita nomor 4, Majelis Hakim meminta untuk dilaksanakan pemeriksaan setempat obyek sengketa tersebut guna memastikan letak obyek, batas-batasnya dan luas obyek sengketa tersebut. Pada prinsipnya Pemeriksaan Setempat adalah hal yang erat kaitannya dengan hukum pembuktian, secara formil ia tidak termasuk alat bukti dalam Pasal 1866 KUH Perdata. Namun pemeriksaan setempat berfungsi untuk membuktikan kejelasan dan kepastian tentang lokasi, ukuran, dan batas batas objek sengketa. Pemeriksaan Setempat tersebut berdasarkan Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBG atau Pasal 211 Rv dapat dilakukan atas permintaan hakim karena jabatannya ataupun atas permintaan para pihak yang sedang berperkara. Bahwa setelah dilakukan pemeriksaan setempat, Majelis Hakim mendapati fakta-fakta dilapangan sebagai berikut : Bahwa tanah obyek sengketa terletak di Desa Ketitang, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali dengan batas-batas sebagai berikut : - Utara : Tanah milik Randim dan Kusnan; - Timur : Kebun jati milik Nyono; - Selatan : Bangunan milik Harsono, sawah milik Sunar, sawah milik Suratno dan sawah milik Paiman; - Barat : Sungai dan sawah milik Paiman. 8

Berdasarkan hasil Pemeriksaan Setempat ternyata Majelis Hakim mendapati fakta bahwa batas-batas tanah obyek sengketa berbeda dengan batas-batas tanah yang didalilkan penggugat dalam gugatannya dan para tergugat yang selama ini mengerjakan tanah tersebut menyatakan bahwa luas tanah lebih dari 2.050 m2 karena di sebelah Timur berbatasan dengan saluran kecil memanjang dengan panjang 2 meter dari pohon jati sampai ke bangunan dan tanah milik Harjo Nyono dan di sebelah selatan lebih dari 5 meter dari batas-batas yang ditunjukkan Penggugat. Ketika Pemeriksaan Setempat, ternyata ada sebagian sawah milik Sunar yang masuk ke dalam obyek sengketa sehingga hal ini berpengaruh terhadap luas tanah yang disengketakan, sedangkan Para Tergugat menyatakan tidak mengerjakan sebagian sawah tersebut karena sebagian sawah tersebut adalah milik Sunar. Atas fakta-fakta yang telah terungkap, maka Majelis Hakim menggunakan pedoman Putusan Mahkamah Agung No. 1449 K/Sip/1975 dan Putusan Mahkamah Agung No. 81 K/ Sip/1971 untuk memutus perkara tersebut. Yang mana pada Putusan Mahkamah Agung No. 1449 K/Sip/1975 menyatakan bahwa surat gugatan yang tidak menyebut dengan jelas letak dan batas-batas tanah sengketa berakibat gugatan tidak dapat diterima. Hal tersebut dipertegas oleh M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Hukum Acara Perdata, Penerbit Sinar Grafika pada halaman 450 menjelaskan bahwa apabila tanah sengketa belum bersertifikat maka mutlak diharuskan penyebutan letak, batas dan luas tanah. Sedangkan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 81 K/ Sip/1971 dinyatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan setempat oleh PN atas perintah MA, tanah yang dikuasai tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasnya dengan yang tercantum dalam gugatan oleh karena itu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Maka berdasarkan teori hukum dan yurisprudensi diatas, oleh karena penyebutan batas tanah obyek sengketa dalam gugatan ternyata berbeda dengan hasil pemeriksaan setempat, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat obscuur libel sehingga eksepsi Para Tergugat yang menyatakan gugatan Penggugat tidak jelas mengenai obyek sengketa yaitu pada eksepsi poin 2 dan poin 3 patut untuk dikabulkan. Dari pembahasan di atas dapat disampaikan oleh penulis bahwa dasar hukum Majelis Hakim memutus ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. ) dalam perkara No. 57/Pdt.G/PN.Byl, tertanggal 13 April 2016 adalah berdasarkan pada eksepsi dari para tergugat berkenaan dengan ketidak jelasan mengenai obyek sengketa serta temuan fakta dilapangan oleh Majelis Hakim sendiri bahwa pada saat dilaksanakan Pemeriksaan Setempat obyek sengketa tersebut 9

ternyata luas tanah yang dikuasai tergugat tidak sama batas-batas dan luasnya dengan apa yang sudah didalilkan penggugat dalam surat gugatannya, sehingga eksepsi dari para tergugat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dan Majelis Hakim berpendapat surat gugatan penggugat sebagai gugatan yang kabur ( Obscuur Libel ), dan putusan tersebut telah sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1449 K/Sip/1975 dan No. 81 K/ Sip/1971. 2. Akibat hukum dari Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( NO ) terhadap putusan No. 57/Pdt.G/PN.Byl, tertanggal 13 April 2016. Putusan hakim adalah suatu pernyataan dari hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk diucapkan di dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara sengketa antar pihak. Putusan yang dibuat oleh hakim haruslah mengikuti tata cara yang disyahkan oleh perundang-undangan yang ada, melalui yurisprudensi, kebiasaan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis. Bahwa dalam putusan perkara perdata nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena tidak ada upaya hukum lagi dari para pihak yang berperkara. Berkaitan dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap hal tersebut ketentuannya telah termuat dalam Pasal 1917 dan Pasal 1918 KUHPerdata serta dalam Pasal 21, Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekusaan Kehakiman. Bahwa terhadap Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap ( inkrahct ) tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan tersebut namun dapat diajukan PK jika ada alat bukti yang baru yang belum pernah diungkap didalam persidangan atau diketahui terdapat kesalahan atau kekhilafan hakim dalam memutus perkara. Putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / NO. ) merupakan putusan yang memuat alasan-alasan dikarenakan gugatan mengandung cacat formil. Ini artinya, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa pokok perkaranya dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan di dalam putusan untuk dieksekusi. Lain halnya jika putusan tersebut menyatakan bahwa seluruh gugatan dikabulkan atau dikabulkan sebagian serta sudah inkracht. Maka atas hal tersebut Penggugat dapat mengajukan eksekusi atas obyek perkara. 10

Jadi akibat hukum dari putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Onvankelijke Verklaard / N. O. ) Majelis Hakim tidak akan melanjutkan pemeriksaan materi gugatan didalamnya / pokok perkara, karena terkandung cacat formil dalam gugatan dari penggugat. Atas hal tersebut obyek sengketa pun tidak mengalami perubahan status apapun sedangkan posisi hukum dari para pihak masih seperti semula sebelum terjadi perkara tersebut. 3. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap Putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( NO ). Terhadap putusan Hakim yang amarnya menyatakan gugatan tidak dapat diterima, maka Penggugat dapat melakukan upaya hukum dengan menyatakan banding atau mengajukan gugatan yang baru. Berikut ini akan Penulis uraikan tentang Upaya Hukum Banding atau mengajukan gugatan baru apabila dikaitkan dengan perkara nomor 57/Pdt.G/2016/PN.Byl sebagai berikut : a. Upaya Hukum Banding Upaya hukum Banding merupakan hak dari pihak yang berperkara apabila merasa tidak puas dengan putusan yang diberikan oleh pengadilan. Upaya hukum Banding hanya dapat dilaksanakan setelah 14 hari dari putusan tersebut di ucapkan, jika lebih dari itu maka upaya hukum banding tidak dapat diajukan kembali. Pemeriksaan banding merupakan upaya yang dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan selanjutnya / Pengadilan Tinggi. Ditinjau dari segi tujuan pemeriksaan tingkat banding mempunyai beberapa maksud antara lain : 1. Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertama 2. Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan 3. Untuk menciptakan keseragaman penerapan hukum Berikut ini adalah urutan pengajuan Upaya hukum Banding berdasarkan Pasal 21 UU No. 4 Tahun 2004 jo. Pasal 9 UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura sebagai berikut : 1. Adanya pernyataan ingin banding. 2. Panitera membuat suatu akta banding. 3. Telah dicatat dalam register induk perkara. 11

4. Pernyataan banding harus telah di terima oleh pihak terbanding paling lama empat belas ( 14 ) hari sesudah suatu pernyataan banding tersebut dibuat. 5. Pihak pembanding juga dapat membuat suatu memori banding, 6. Terbanding juga bisa mengajukan suatu kontra memori banding. Berkaitan dengan pengajuan memori banding atau kontra memori banding, perlu diketahui terlebih dahulu pengertiannya, memori dan kontra memori banding adalah uraian atau risalah yang memuat tanggapan keberatan terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama, hal ini diajukan oleh pembanding untuk mengemukakan kelemahan dan ketidaktepatan penafsiran atau penerapan hukum yang terdapat dalam putusan pengadilan tingkat pertama. Kontra memori banding ini merupakan hak terbanding, dan bukan kewajiban hukum jadi tanpa memori banding pun perkara tetap diperiksa. Berkaitan dengan tenggat waktu pengajuan memori banding, menurut M. Yahya Harahap di dalam bukunya yang berjudul Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata dalam Tingkat Banding ( Hal. 72 ), menyatakan bahwa oleh karena memori banding bukan merupakan suatu syarat formil dalam pengajuan banding, maka tidak ada peraturan yang mengatur tenggat waktu apabila pembanding ingin mengajukan. Dia berpendapat bahwa penyampaian memori banding yang dianggap paling tepat, dilakukan bersamaan dengan permohonan banding. Dengan cara yang demikian, pada saat pemberitahuan banding kepada terbanding, juru sita tidak mengalami kendala untuk sekaligus menyerahkan salinan memori banding kepada terbanding. Namun penyerahan memori banding dapat juga dilakukan kapan saja asalkan selama perkara tersebut belum diputus pengadilan tinggi dalam tingkat banding. b. Mengajukan Gugatan Baru Bahwa putusan yang diputus dengan amar menyatakan gugatan tidak dapat diterima, tidak melekat asas ne bis in idem seperti dalam ketentuan Pasal 1917 KUH Perdata, meskipun putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Pada dasarnya putusan ( NO ) adalah putusan yang bersifat negatif dan belum memiliki konsekuensi terhadap perubahan status dari obyek sengketa maupun para pihak yang bersengketa, maka dari itu dapat diajukan gugatan kembali gugatan yang baru dengan cara memperbaiki cacat formil pada gugatan yang sebelumnya tanpa batasan waktu atau dapat diajukan kapan saja setelah gugatan diperbaiki. 12

Kedua pilihan diatas antara mengajukan banding atau membuat gugatan yang baru, pasti masing-masing pilihan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu perlu dipahami dengan cermat dan perhitungan yang matang setiap risiko atau akibat dari memilih salah satu upaya hukum tersebut. Bila dikaitkan dengan putusan Pengadilan Nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl tersebut, jika diajukan Upaya hukum Banding maka lebih besar kemungkinan Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi memperkuat putusan pada Pengadilan Tingkat pertama yakni tetap tidak dapat menerima gugatan tersebut dikarenakan adanya cacat formil yang menjadi dasar Hakim memutus ( NO ) perkara tersebut di Peradilan yang sebelumnya, sedangkan bila di ajukan gugatan yang baru, maka penggugat lebih berkesempatan menyempurnakan materi gugatan dengan memperhatikan pada pertimbangan Majelis Hakim pada gugatan yang terdahulu serta dapat meminimalisir adanya kecacatan formil pada surat gugatan yang baru, serta mengajukan gugatan yang baru Penggugat dapat langsung berkomunikasi dengan pihak yang berkepentingan dan lebih memungkinkan untuk terwujudnya mediasi dalam penyelesaian perkara tersebut atau bahkan dapat memenangkan perkara tersebut. Memang upaya hukum banding secara ekonomis lebih efisien daripada pengajuan gugatan baru. Sedangkan mengajukan gugatan yang baru lebih banyak biaya dan tentunya lebih menyita banyak waktu. Maka sebelum mengambil keputusan untuk memilih jalur banding atau mengajukan gugatan baru, harus mempertimbangankan terlebih dahulu kelemahan dari gugatan yang akan dibuat dan memperhatikan ketersediaan alat bukti yang kita punya serta tak lupa ketersediaan dana yang kita miliki untuk melakukan upaya hukum tersebut. Namun apabila berkaitan dengan akibat syarat formal suatu gugatan yang tidak terpenuhi dan menjadikan gugatan mentah, maka sebaiknya mengajukan gugatan baru dengan memperbaiki syarat formal itu. Karena ketika ditingkat banding nanti yang diperiksa pasti dari syarat formil nya terlebih dahulu bukan langsung pokok perkaranya dan kemungkinan besar pengadilan tinggi hanya akan memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. E. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dari studi pustaka Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor 57/Pdt.G/2015/PN.Byl, Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Putusan Pengadilan, dan landasan teori serta pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkannya sebagai berikut : 13

1. Bahwa dasar hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Boyolali dalam memutus ( NO ) perkara No. 57/Pdt.G/PN.Byl, tertanggal 13 April 2016. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap apda saat Pemeriksaan Setempat, Majelis Hakim mendapati fakta ternyata luas tanah yang dikuasai tergugat tidak sama batas-batas dan luasnya dengan apa yang sudah didalilkan penggugat dalam surat gugatannya serta ada sebagian tanah milik orang lain yang masuk dalam obyek sengketa. Atas hal tersebut Gugatan penggugat dianggap sebagai gugatan yang kabur ( Obscuur Libel ) oleh Majelis Hakim dan akhirnya di Putus ( NO ) / gugatan tidak dapat diterima. Bahwa putusan ( NO ) tersebut telah sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1449 K/Sip/1975 dan No. 81 K/ Sip/1971. 2. Akibat hukum dari putusan yang dinyatakan tidak dapat diterima ( NO ) maka tidak lagi dilanjutkan oleh Majelis Hakim untuk memeriksa materi gugatan didalamnya / pokok perkaranya. Dalam hal ini status obyek perkara masih sama dan tidak ada perubahan serta posisi dari para pihak masih seperti semula sebelum terjadi gugatan tersebut. 3. Bahwa terhadap perkara yang diputus ( NO ) oleh Majelis Hakim, pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum yakni banding atau pengajuan gugatan kembali setelah melakukan perbaikan terhadap dalil-dalil dalam gugatan yang baru. Upaya Hukum Banding ini dapat dilaksanakan setelah 14 hari dari putusan tersebut di ucapkan, jika lebih dari itu maka upaya hukum banding tidak dapat diajukan kembali. Sedangakan jika membuat gugatan baru maka tidak ada batasan waktu untuk mengajukannya serta dapat lebih meminimalisir adanya kesalahan / kecacatan formil pada gugatan yang baru tersebut. Dan perlu diketahui bahwa putusan ( NO ) tidak melekat asas ne bis in idem seperti dalam ketentuan Pasal 1917 KUH Perdata, meskipun putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. 14

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku : Bambang Sugeng, Sujayadi. 2009. Pengantar Hukum Acara Perdata & Contoh Dokumen Litigasi. Jakarta: Kencana Predana Media Grup. Lilik Mulyadi. 2015. Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Riduan Syahrani. 2004. Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Yahya Harahap. 2015. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan,Penyitaan,Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta : PT. Sinar Grafika. --------------------------------.2006. Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata dalam Tingkat Banding. Jakarta : PT. Sinar Grafika. Peraturan Perundang-Undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/WB (Wet Boek) HIR (Herzien Indonesis Reglement); Rv ( Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering ) RBg ( Rechtsglement Buitengewesten ) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 jo. Unadang-undang Nomor 8 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura. Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor 57Pdt.G/2015/PN.Byl. Internet / Website : http://peunebah.blogspot.com/2011/12/upaya-hukum.html. Diakses pada tanggal 1 Desember 2016. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5037/memori-banding-dan-jangka-waktupenyerahannya.html. Diakses pada tanggal 2 Desember 2016. Jurnal : Rezki Erawati. ( 2011 ). Peranan Hakim Terhadap Lahirnya Putusan Pengadilan Yang Menyatakan Guagatan Tidak Dapat Diterima ( Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.Mks ). Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makasar. 15