OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

PENGARUH KADAR AIR, DOSIS, DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU SKRIPSI

PENGARUH KADAR AIR, DOSIS DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

(Study Stirring Time)

Info Artikel. Etik Isman Hayati *), Eko Budi Susatyo dan Wisnu Sunarto

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 5, No. 4 (2016)

Pengaruh Massa dan Ukuran Biji Kelor pada Proses Penjernihan Air

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

PENGARUH MASSA DAN UKURAN BIJI KELOR PADA PROSES PENJERNIHAN AIR

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL KULIT

II.TINJAUAN PUSTAKA. water basin, hal ini disebabkan karena partikel-partikel halus tersebut memiliki berat jenis yang

SOLID DAN COLOR VALUE AIR LIMBAH INDUSTRI MONOSODIUM GLUTAMAT

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus Indica L) DALAM PENURUNAN TSS DAN COD LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI KOTA MALANG

BAB 3 METODE PERCOBAAN

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

SKRINING POTENSI JENIS BIJI POLONG-POLONGAN (Famili Fabaceae) DAN BIJI LABU- LABUAN (Famili Cucurbitaceae) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI PENGGANTI TAWAS

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

PENURUNAN BOD DAN COD LIMBAH INDUSTRI KERTAS DENGAN AIR LAUT SEBAGAI KOAGULAN

Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor (Moringa oleifera Lamk), Poly Aluminium Chloride (PAC), dan Tawas sebagai Koagulan untuk Air Jernih

PENYISIHAN COD LIMBAH CAIR PKS DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

SUMMARY. Oleh: Herdyanto Ismail Lapasau Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo

LAPORAN AKHIR. PEMANFAATAN BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE OLEH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

PRODUKSI KOAGULAN CAIR DARI LEMPUNG ALAM DAN APLIKASINYA DALAM PENGOLAHAN AIR GAMBUT: KALSINASI 700 o C/2 JAM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PRALAKUAN KOAGULASI DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR DENGAN MEMBRAN: PENGARUH WAKTU PENGADUKAN PELAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT TERHADAP KINERJA MEMBRAN

Jember. Jember ABSTRAK

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2

Indo. J. Chem. Sci. 3 (3) (2014) Indonesian Journal of Chemical Science

PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS DAN COD

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

ISSN : AGRITEPA, Vol. II, No.2, Januari Juni 2016

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

APLIKASI KOAGULAN CAIR HASIL EKSTRAKSI 0,4 MOL H 2 SO 4 UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT

PENGOLAHAN LIMBAH LAUNDRY DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN POLYALUMUNIUM CHLORIDE(PAC) DAN FILTER KARBON AKTIF

Yannie Isworo, SKM., M.Kes. STIKES Muhammadiyah Samarinda ABSTRAK

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

EFEKTIFITAS ELEKTROFLOKULATOR DALAM MENURUNKAN TSS DAN BOD PADA LIMBAH CAIR TAPIOKA

PENGARUH DOSIS, LAMA PENGENDAPAN DAN UKURAN PARTIKEL KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU SKRIPSI

STUDI PENDAHULUAN : PENGOLAHAN LIMBAH CAIR HASIL PRODUKSI PATI BENGKUANG DI GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

PEMANFAATAN KITOSAN DARI KERANG SIMPING (Placuna placenta) SEBAGAI KOAGULAN UNTUN PENJERNIHAN AIR SUMUR

Bab III Metodologi Penelitian

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

DAFTAR ISI ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

KAJIAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR PROSES PEMASAKAN BLEACHING EARTH SEBAGAI KOAGULAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KERANG UNTUK MENAIKKAN ph PADA PROSES PENGELOLAAN AIR RAWA MENJADI AIR BERSIH

TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Diploma III Teknik Kimia

PENGOLAHAN LOGAM BERAT KHROM (Cr) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DENGAN PROSES KOAGULASI FLOKULASI DAN PRESIPITASI

KEGUNAAN KITOSAN SEBAGAI PENYERAP TERHADAP UNSUR KOBALT (Co 2+ ) MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

PENGARUH SINAR ULTRA VIOLET (UV) UNTUK MENURUNKAN KADAR COD,TSS DAN TDS DARI AIR LIMBAH PABRIK KELAPA SAWIT T E S I S

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Lupita Ambarsari 1, Sofia Anita 2

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PERCETAKAN DENGAN PENAMBAHAN KOAGULAN TAWAS DAN FeCl 3 SERTA PENJERAPAN OLEH ZEOLIT RETNO SUDIARTI

KINERJA KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DALAM PENJERNIHAN AIR SUNGAI KALIMAS SURABAYA MENJADI AIR BERSIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

KAJIAN PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENYISIHAN COD DAN TURBIDITI DALAM LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT. Ratni Dewi *) ABSTRAK

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

Luh Putu Widya Kalfika Devi, K. G. Dharma Putra, dan A. A. Bawa Putra. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali ABSTRAK ABSTRACT

Transkripsi:

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR (Moringa oleifera) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MOCAF Natural Coagulant Optimization Using Moringa Seeds (Moringa oleifera) in Mocaf Wastewater Treatment Elida Novita 1) *, Indarto 1), Tris Lailatul Hasanah 1) 1) Jurusan Teknik Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember Jalan Kalimantan No. 37 Tegalboto Jember, 68121 *E-mail: elida_novita.ftp@unej.ac.id ABSTRACT The use of moringa plant seeds as a natural coagulant has economic value and environmental friendly. They also can be used to purify water, so that the seeds were able to decrease the pollution concentration of mocaf wastewater. The aim of this research was to study the ability of moringa seeds, as a natural coagulant to overcome mocaf wastewater pollution. The method was used coagulation-flocculation with coagulant dosage range of 650 mg/l untill 1050 mg/l. The variables observed were turbidity, TSS, TDS and COD. The results showed that the optimum coagulant dose and the optimum ph is 850 mg/l and ph 8 with 59,79% decreased levels of turbidity, 75,46% TSS reduction rate and 32,55% COD reduction rate level. However the TDS values after treatment was greater than the TDS value before. It can be conclude that the use of Moringa seed powder was effective sufficiently as a coagulant for mocaf wastewater. Keywords: kelor seeds, liquid waste mocaf, turbidity, TSS, TDS and COD PENDAHULUAN Keberadaan industri mocaf (modified cassava flour) merupakan salah satu wujud perkembangan industri pangan. Pengolahan produk turunan tepung singkong ini menghasilkan limbah cair dan padat yang berpotensi mencemari lingkungan. Apabila limbah cair tersebut langsung dibuang ke sungai, maka kualitas air yang ada di perairan akan tercemar bahan organik yang cukup tinggi. Salah satu upaya mereduksi kandungan padatan terlarut maupun tersuspensi dalam limbah cair mocaf adalah menggunakan teknik koagulasi flokulasi. Tujuan proses ini adalah untuk meningkatkan efisiensi reduksi koloid dan partikulat dalam penanganan filtrasi dan pengendapan. Tchobanoglous et al. (2003), koagulasi adalah penggumpalan partikel-partikel kecil menggunakan zat koagulan. Adapun flokulasi membantu membentuk flok-flok hasil koagulasi menjadi lebih besar sehingga mudah mengendap. Penambahan zat koagulan bisa berasal dari bahan kimia maupun dari bahan alami. Salah satu koagulan yang berasal dari bahan alami yaitu biji kelor. Nwaiwu et al. (2012), biji kelor mempunyai kemampuan sebagai koagulan dan anti mikroba. Rahayu (2011), menambahkan biji kelor dapat dimanfaatkan tanpa kulit maupun dengan kulitnya. Rambe (2009), membuktikan penggunaan biji kelor untuk menurunkan kekeruhan limbah cair tekstil hingga 69,80% pada dosis 750 mg/l dan mencapai optimalnya pada dosis 1250 mg/l (77,77%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan biji kelor sebagai koagulan alami dan menentukan efisiensi proses koagulasi flokulasi menggunakan biji kelor sebagai koagulan primer. 171

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah jirigen, jar test Health H-FL-6 FLOCCULATOR, ph meter HI 223, neraca analitik ohaus, beaker glass, turbidimeter TN-100, stopwatch, mortar dan stampel, ayakan 30 mesh, kertas saring 0,45 mikron, oven, desikator, spektrofotometer HI 83099, COD reactor HI 839800, TDS meter 8302. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain biji kelor, limbah cair mocaf, NaOH, H 2 SO 4, reagent COD HI 93754C-25 HR. Adapun karakteristik limbah cair mocaf disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik limbah cair mocaf Kadar Limbah Cair Parameter Mocaf ph 4,0 Kekeruhan TSS TDS COD 64,8 NTU 142,7 mg/l 294,0 mg/l 2622,0 mg/l Tahapan Penelitian Persiapan biji kelor Agar biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan, buah kelor yang sudah matang (berwarna coklat) dan kering, diambil lalu bijinya dikeluarkan dari dalam buah. Biji dengan cangkangnya yang bersih lalu dihaluskan hingga menjadi bubuk dan diayak menggunakan ayakan 30 mesh, kemudian dikeringkan dalam oven panas dengan suhu stabil (100 o C) selama 30 menit untuk menghomogenkan dan menurunkan kadar airnya hingga konstan (Rambe, 2009). Penentuan ph optimum limbah dan range dosis koagulan Penentuan ph optimum limbah dan dosis optimum koagulan menggunakan jar test. Pada jar test terdapat 6 buah beaker glass, dimana masing-masing beaker glass diisi 250 ml limbah cair mocaf. Penentuan ph dilakukan dengan penambahan H 2 SO 4 pure analysis (PA) dan NaOH 50%. ph dan dosis optimum adalah berdasarkan nilai kekeruhan terendah. Pengaturan ph dilakukan dengan Penentuan kombinasi ph dan dosis koagulan Penentuan ph optimum limbah cair mocaf dilakukan untuk mengetahui pada ph berapakah koagulan biji kelor bekerja secara optimum. Range ph yang digunakan dalam penentuan ph optimum limbah cair mocaf yaitu 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan dosis yang digunakan pada penentuan ph optimum limbah yaitu 750 mg/l, 875 mg/l, 950 mg/l, 1125 mg/l, 1250 mg/l dan 1375 mg/l. Prosedur penentuan ph optimum limbah cair mocaf menggunakan jar test yaitu disiapkan beaker glass sebanyak 6 buah diisi 250 ml limbah cair mocaf dan ditentukan ph nya menggunakan H 2 SO 4 pure analysis (PA) dan NaOH 50% hingga didapatkan nilai ph 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Ditambahkan koagulan biji kelor sebanyak 750 mg/l, 875 mg/l, 950 mg/l, 1125 mg/l, 1250 mg/l dan 1375 mg/l pada masingmasing beaker glass. Dilakukan proses koagulasi menggunakan ±400 rpm selama 1 menit dan proses flokulasi menggunakan ±150 rpm selama 15 menit. Setelah proses koagulasi-flokulasi selesai, dilakukan pengendapan terhadap limbah cair mocaf selama 60 menit. Pengendapan dilakukan untuk memisahkan flok dengan limbah cair mocaf. Setelah pengendapan selesai, dilakukan pengukuran terhadap parameter kekeruhan pada cairan yang bening. Dilakukan analisis data dan dibuat grafik pengaruh ph optimum dan dosis koagulan terhadap nilai kekeruhan terendah. Penentuan range dosis koagulan Penentuan range dosis koagulan biji kelor dilakukan untuk menentukan dosis yang tepat pada pengolahan limbah cair mocaf. Pada penentuan range dosis 172

koagulan digunakan ph optimum yang didapatkan dari penentuan ph optimum limbah yaitu ph 7 dan 8. Dosis yang digunakan yaitu 150 mg/l, 250 mg/l, 350 mg/l, 450 mg/l, 550 mg/l, 650 mg/l, 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l, 1050 mg/l, 1150 mg/l dan 1250 mg/l. Prosedur penentuan range dosis koagulan yaitu disiapkan beaker glass sebanyak 24 buah, kemudian diisi 250 ml limbah cair mocaf dan ditentukan ph nya menggunakan H 2 SO 4 pure analysis (PA) dan NaOH 50% hingga didapatkan nilai ph 7 dan 8. Selanjutnya ditambahkan koagulan biji kelor sebanyak 150 mg/l, 250 mg/l, 350 mg/l, 450 mg/l, 550 mg/l, 650 mg/l, 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l, 1050 mg/l, 1150 mg/l dan 1250 mg/l pada masing-masing beaker glass. Proses koagulasi dilakukan pada ±400 rpm selama 1 menit dan proses flokulasi dengan putaran ±150 rpm selama 15 menit. Setelah selesai, limbah cair mocaf didiamkan selama 60 menit sehingga terjadi pengendapan untuk memisahkan flok dengan cairan limbah. Pengukuran dilakukan terhadap parameter kekeruhan pada cairan yang bening. Data yang diperoleh dianalisis dengan membuat grafik hubungan antara dosis koagulan dan ph optimum terhadap nilai kekeruhan terendah. Penelitian utama Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui ph dan dosis terbaik untuk menurunkan nilai parameter kekeruhan, TSS, TDS dan COD. Penelitian utama dilakukan dengan menyiapkan beaker glass sebanyak 10 buah yang diisi 250 ml limbah cair mocaf dan penentuan ph proses menggunakan H 2 SO 4 dan NaOH 50% pada nilai ph 7,0 dan 8,0. Biji kelor ditambahkan pada masing-masing beaker glass sebanyak 650 mg/l, 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l dan 1050 mg/l. Sebagaimana penelitian pendahuluan proses koagulasi dilakukan pada putaran ±400 rpm selama 1 menit dan flokulasi pada ±150 rpm selama 15 menit. Proses pengendapan dilakukan selama 60 menit. Parameter yang diukur adalah kekeruhan, TDS, TSS dan COD dengan mengambil cairan bening limbah di atas endapan. Analisis data dilakukan dengan membuat grafik hubungan antara dosis dan ph terhadap nilai kekeruhan, TDS, TSS dan COD limbah cair mocaf. Parameter Analisis Parameter yang diukur dan dianalisis selama proses adalah ph, kekeruhan, TDS, TSS dan COD limbah. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penentuan ph optimum limbah cair mocaf Hasil penentuan ph optimum proses koagulasi flokulasi pada limbah cair mocaf disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Penentuan ph optimum limbah mocaf: dosis (mg) dan ph ( ); kekeruhan (NTU) ( ) Gambar 1 menunjukkan bahwa pada dosis 750 mg/l dengan nilai ph 4,0 didapatkan nilai kekeruhan 350 NTU, nilai tersebut melebihi nilai kekeruhan awal limbah (64,8 NTU). Pada kondisi ini koagulasi tidak sempurna, karena partikelpartikel koagulan tidak berinteraksi atau bertumbukan dengan baik. Pada dosis 875 mg/l dengan ph 5,0, nilai kekeruhan semakin meningkat hingga mencapai nilai 173

469 NTU. Hal ini juga disebabkan oleh ph dan dosis yang digunakan. Pada dosis 1000 mg/l dengan nilai ph 6, kekeruhan turun menjadi 41,2 NTU. Mulai ph 6,0 proses koagulasi mulai terjadi dengan baik, flok-flok terbentuk cukup banyak sehingga menurunkan nilai kekeruhan. Hal ini terus berlanjut hingga ph 8,0 dengan dosis 1250 mg/l, nilai kekeruhan menurun hingga mencapai 14,42 NTU. Hal ini berarti antara ph 6,0 hingga ph 8,0 proses tumbukan antar partikel terjadi baik. Sebaliknya pada ph 9,0, kekeruhan meningkat lagi karena partikel koagulan tidak dapat menyatu lagi dengan partikel padatan dari limbah cair. Hal ini terjadi karena kejenuhan daya tarik menarik antar partikel. Selanjutnya penentuan ph optimum proses koagulasi flokulasi, nilai kekeruhan terendah menjadi dasar pemilihan nilai ph optimum limbah. Nilai kekeruhan terendah terdapat pada ph 7,0 dengan dosis koagulan 1125 mg/l dan ph 8,0 dengan dosis 1250 mg/l. Selanjutnya ph 7,0 dan 8,0 digunakan pada penentuan dosis optimum koagulan dengan memperlebar range dosis. Penentuan range dosis koagulan Penentuan range dosis koagulan dilakukan pada 2 tingkat ph yaitu ph 7,0 dan 8,0. Range dosis koagulan diperbanyak untuk menentukan dosis yang tepat pada ph optimum 7,0 dan 8,0. Dosis yang digunakan yaitu 150 mg/l, 250 mg/l, 350 mg/l, 450 mg/l, 550 mg/l, 650 mg/l, 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l, 1050 mg/l, 1150 mg/l dan 1250 mg/l. Hasil penelitian pada penentuan range dosis koagulan disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Penentuan range dosis koagulan dan kekeruhan pada ph 7 ( ) dan ph 8 ( ) Gambar 2. menunjukkan bahwa pada ph 7,0 nilai kekeruhan terendah terdapat pada dosis 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l dan 1150 mg/l. Pada ph 8,0 nilai kekeruhan terendah terdapat pada dosis 150 mg/l, 550 mg/l dan 1050 mg/l. Pada dosis-dosis tersebut, proses koagulasi terjadi dengan baik. Seiring penambahan dosis koagulan, proses tumbukan antar partikel pada proses koagulasi semakin baik. Berdasarkan hasil penentuan dosis tersebut, range dosis yang akan digunakan pada penelitian utama diperkecil untuk memudahkan penentuan dosis optimum. Sehingga dosis yang terpilih adalah 650 mg/l, 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l dan 1050 mg/l. Kelima dosis ini dipilih karena mempunyai nilai kekeruhan terendah pada ph 7,0 dan 8,0. Dengan demikian, ph dan dosis yang digunakan pada penelitian utama yaitu ph 7,0 dan 8,0 dengan dosis 650 mg/l, 750 mg/l, 850 mg/l, 950 mg/l dan 1050 mg/l. Penelitian Utama Pada penelitian utama dilakukan pengukuran parameter kekeruhan, TDS, TSS dan COD limbah cair mocaf, dengan menggunakan ph optimum limbah dan dosis optimum koagulan. 174

Parameter kekeruhan (Turbidity) Tingkat penurunan kekeruhan menggunakan koagulan biji kelor disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh dosis dan ph optimum terhadap penurunan kekeruhan: kekeruhan pada ph 7 ( ) dan kekeruhan pada ph 8 ( ) Berdasarkan Gambar 3, dapat diketahui bahwa pada dosis 650 mg/l pada ph 7,0 dan 8,0 persentase penurunan nilai kekeruhan yaitu 29,1% dan 38,89%. Kondisi ini dikarenakan pada dosis 650 mg/l koagulan bekerja tidak optimum pada saat proses koagulasi, sehingga proses adsorbsi kation untuk terjadinya tumbukan antar partikel berkurang sehingga tidak terbentuk flok-flok yang lebih besar, dan penurunan kekeruhan kurang optimal. Pada dosis 750 mg/l dengan nilai ph 7,0 dan 8,0 persentase penurunan nilai kekeruhan naik menjadi 31,5% dan 45,9%. Pada dosis 750 mg/l, persentase nilai kekeruhan mulai mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan seiring adanya penambahan koagulan, maka proses adsorbsi kation yang terjadi juga lebih besar, sehingga flok-flok yang terbentuk juga lebih besar. Persentase penurunan nilai kekeruhan terjadi secara optimal pada dosis 850 mg/l dan nilai ph 7,0 dan 8,0 yaitu sebesar 56,36% dan 59,79%. Penambahan dosis koagulan 850 mg/l menyebabkan terjadinya destabilisasi koloid, sehingga koloid menyatu sama lain dan membentuk mikroflok. Mikroflok tersebut akan membentuk makroflok dan akhirnya mengendap sehingga nilai kekeruhan berkurang. Adapun pada dosis 950 mg/l dan 1050 mg/l, persentase penurunan nilai kekeruhan turun karena penambahan dosis menyebabkan konsentrasi partikel mengalami kejenuhan. Dengan demikian dapat diketahui ph optimum limbah cair mocaf terdapat pada ph 8,0 dengan dosis 850 mg/l (59,79%). Eilert et al. (1981), menyampaikan bahwa penurunan kekeruhan limbah cair karena penggunaan biji kelor disebabkan karena biji kelor mengandung suatu zat aktif (active agent) 4α-4-rhamnosyloxybenzyl-isothiocyanate sebagai protein kationik. Apabila dilarutkan, biji kelor akan menghasilkan muatan-muatan positif dalam jumlah yang banyak. Muatan mutan positif inilah yang menarik muatan negatif dari partikel tersuspensi limbah cair untuk membentuk flok-flok yang mudah mengendap. TDS (Total Dissolved Solid) Hubungan pemberian dosis dan ph optimum terhadap penurunan padatan terlarut (TDS) disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Pengaruh dosis dan ph optimum terhadap penurunan TDS: TDS pada ph 7 ( ) dan TDS pada ph 8 ( ) Pada Gambar 4, diketahui nilai TDS awal limbah cair mocaf yaitu 294 mg/l (Tabel 1). Nilai ini mengalami kenaikan dengan pemberian koagulan biji 175

kelor sebanyak 750 mg/l dan 850 mg/l. Persentase penurunan TDS pada kedua dosis tersebut sebesar -88,77% dan - 93,53%. Hal ini terjadi dimungkinkan karena dengan penambahan koagulan ke dalam limbah menyebabkan aktifnya muatan listrik di sekitar permukaan partikel koagulan. Partikel-partikel positif limbah cair yang tidak membentuk flok saling tolak menolak di antara partikel koloidal. Menurut Sukardjo (1985), gerakan partikel koloid akibat adanya medan listrik disebut elektroforesis. Bila pemakaian medan listrik partikel-partikel koloid ditahan tetap pada tempatnya, maka pelarut akan bergerak ke arah lawan dari gerakan partikel dalam elektroforesis. Stabilitas partikel-partikel koloid, terutama disebabkan karena partikel-partikel ini bermuatan listrik sama. Muatan yang sama selalu tolak menolak, hingga mencegah koagulasi atau flokulasi. Hal ini yang menyebabkan nilai TDS limbah meningkat. TSS (Total Suspended Solid) Kurva hubungan penambahan dosis dan ph optimum terhadap penurunan TSS disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Penambahan dosis dan ph optimum terhadap penurunan TSS: TSS pada ph 7 ( ) dan TSS pada ph 8 ( ) Gambar 5 menunjukkan, pada ph 7,0 dengan dosis 650 mg/l nilai TSS sebesar 80,37%. Persentase penurunan TSS pada dosis ini cukup baik. Adsorbsi kation yang terjadi pada dosis 650 mg/l cukup baik dikarenakan adanya penambahan koagulan sebesar 650 mg/l, proses destabilisasi koloid yang terjadi membentuk mikroflok dan pada akhirnya mikroflok tersebut membentuk makroflok yang selanjutnya akan membentuk endapan. Pada dosis 750 mg/l dan 850 mg/l, persentase penurunan TSS turun menjadi 58,64% dan 48,13%. Hal ini dikarenakan walaupun terjadi destabilisasi koloid, penggumpalan flok yang terjadi kurang optimal, sehingga tidak terbentuk makroflok. Pada dosis 950 mg/l persentase penurunan TSS cukup tinggi yaitu sebesar 90,88%. Pada dosis ini proses koagulasi bekerja secara optimal, sehingga proses destabilisasi koloid dapat menghasilkan makroflok. Makroflok tersebut pada akhirnya akan mengendap. Pada dosis 1050 mg/l persentase penurunan TSS turun menjadi 50,93%. Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan koagulan yang berlebih, menyebabkan terjadinya restabilisasi koloid, sehingga proses adsorbsi berkurang. Pada ph 8,0 dan dosis 650 mg/l persentase penurunan TSS sebesar 65,75%. Adsorbsi kation yang terjadi pada dosis 650 mg/l kurang optimal, dikarenakan dengan adanya penambahan koagulan sebesar 650 mg/l, destabilisasi koloid yang terjadi tidak dapat membentuk flok yang lebih besar lagi sehingga nilai TSS-nya kurang optimal. Pada penambahan dosis selanjutnya yaitu 750 mg/l, persentase penurunan TSS turun menjadi 56,64%. Namun pada dosis 850 mg/l, 950 mg/l dan 1050 mg/l, persentase penurunan TSS berangsur-angsur mengalami kenaikan sebesar 75,46%, 83,17% dan 88,78%. Kondisi ini terjadi seiring dengan penambahan dosis yang digunakan. Pada dosis 850 mg/l, 950 mg/l dan 1050 mg/l adsorbsi kation yang terjadi berjalan dengan normal, sehingga adanya destabilisasi koloid yang memacu 176

pembentukan flok yang lebih besar terjadi. Flok-flok tersebut pada akhirnya akan mengendap bersama dengan bahan-bahan yang terkandung dalam limbah cair mocaf sehingga persentase penurunan TSS lebih besar. COD (Chemical Oxygen Demand) COD merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui jumlah bahan organik pada limbah. COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia bahan organik di dalam limbah (Bangun et al., 2013). Nilai COD merupakan suatu ukuran tingkat pencemaran oleh bahan organik. Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 5 diketahui bahwa pada ph 7,0 dosis koagulan optimum pada 850 mg/l dengan persentase penurunan nilai kekeruhan 56,35% dan persentase penurunan TSS 48,13% pada ph 7. Pada ph 8,0 persentase penurunan kekeruhan 59,79% dan persentase penurunan TSS 75,46%. Nilai-nilai tersebut dijadikan acuan untuk menganalisis kadar COD limbah cair mocaf. Analisis penurunan kadar COD limbah cair mocaf hanya dilakukan terhadap nilai kekeruhan terendah pada ph 7 dan ph 8 untuk bahan dan alat. Tabel 2 menunjukkan penurunan nilai COD limbah cair mocaf. Tabel 2. Rata-rata nilai COD limbah cair mocaf pada nilai kekeruhan terendah ph Dosis (mg/l) Kekeruhan terendah (NTU) COD (mg/l) COD (%) 7 850 27,4 1478,5 43,61 8 850 28,6 1768,5 32,55 Kadar COD awal limbah cair mocaf sebelum mendapatkan perlakuan yaitu sebesar 2622 mg/l dapat dilihat pada (Tabel 1). Pada ph 7,0 nilai COD limbah cair mocaf turun menjadi 1478,5 mg/l. Pada ph 8,0 nilai COD limbah cair mocaf turun menjadi 1768,5 mg/l. Adanya penurunan bahan organik yang dihasilkan dari proses koagulasi flokulasi menyebabkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam limbah juga berkurang, sehingga nilai COD juga berkurang. Gambar 6 menunjukkan penurunan kadar COD limbah cair mocaf. Gambar 6. COD limbah cair mocaf berdasarkan analisis nilai kekeruhan terendah pada dosis 850 mg/l (kekeruhan: dan COD: ) Gambar 6 menunjukkan penurunan nilai COD pada ph 7,0 dan 8,0. Pada ph 7,0 persentase penurunan kekeruhan yaitu 56,35% dan persentase penurunan COD 43,61%. Pada ph 8,0 persentase penurunan kekeruhan 59,79% dan persen penurunan COD 32,55%. COD pada ph 7,0 dapat disebabkan adanya proses koagulasi bahan organik yang terjadi secara sempurna. Menurut Rambe (2009), biji kelor mempunyai kemampuan untuk menurunkan bahan organik dengan cara koagulasi. bahan organik akan menyebabkan berkurangnya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut, sehingga nilai COD akan turun. Menurut keputusan menteri lingkungan hidup untuk baku mutu limbah industri tapioka, konsentrasi COD limbah yang dapat dibuang ke lingkungan adalah 300 mg/l. Untuk parameter COD limbah cair mocaf belum memenuhi syarat baku mutu limbah industri tapioka. Oleh karena itu perlu adanya pengolahan tahap 177

selanjutnya untuk dapat menyisihkan kadar COD yang tinggi dan agar kadar COD dapat disesuaikan dengan baku mutu limbah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan penggunaan dosis optimum koagulan pada setiap ph yang digunakan. Penggunaan optimum koagulan akan diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Penggunaan dosis optimum koagulan biji kelor pada setiap ph ph kekeruhan (%) TDS (%) TSS (%) COD (%) 7 56,35-79,93 48,13 43,61 8 59,79-93,53 75,46 32,55 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa ph 8,0 merupakan ph optimum, karena pada ph 8,0 didapatkan nilai kekeruhan dan TSS melebihi 50% dengan dosis optimum koagulan biji kelor 850 mg/l. Oleh karena itu Tabel 3 dapat dijadikan rekomendasi untuk penggunaan biji kelor sebagai koagulan terhadap limbah cair yang berbeda. The Antibiotic Principle of Moringa oleifera and Moringa stenopetala Planta Medica. Journal of Medical Plant and Natural Product Research, 42: 55-61. Nwaiwu, N. E. I., Ibrahim, W. I., dan Raufu, I. A. 2012. Antiseptic and coagulation properties of crude extracts of Moringa Oleifera seeds from North East of Nigeria. Journal of Applied Phytotecnology in Environmental Sanitation, 1 (2): 51-59. Rahayu, R. S. 2011. Kajian Potensi Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Koagulan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rambe, A. M. 2009. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tekstil. Tesis. Sekolah Pascasarjana USU, Sumatra Utara. Sukardjo. 1985. Kimia Anorganik. Rineka Cipta, Jakarta. Tchobanoglous, G., F. L. Burton, dan H. D. Stensel. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth Edition. Mc Graw Hill, New York. KESIMPULAN Dosis dan ph optimum proses koagulasi flokulasi pada limbah cair mocaf menggunakan biji kelor adalah pada dosis 850 mg/l dan ph 8,0. Efisiensi proses koagulasi flokulasi menggunakan biji kelor adalah mencapai 59,79% untuk menurunkan kekeruhan, 75,46% menurunkan padatan tersuspensi (TSS) dan 32,55% menurunkan kandungan bahan organik (COD). DAFTAR PUSTAKA Bangun, A. R., Aminah, S., Hutahean, R. A., dan Ritonga, M. Y. 2013. Pengaruh kadar air, dosis dan lama pengendapan koagulan biji kelor sebagai alternatif pengolahan limbah cair industri tahu. Jurnal Teknik Kimia, 2 (1). Eilert U., Wolters, B. dan Nahrstedt. 1981. 178