PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TESIS Oleh BERNARD ENRICO /TK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Bernard Enrico : Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) Sebagai Koagulan Alternatif Dalam Proses..., 2008 USU Repository 2008

2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Kimia pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh BERNARD ENRICO /TK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 Judul Tesis : PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU Nama Mahasiswa : Bernard Enrico Nomor Pokok : Program Studi : Teknik Kimia Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) Ketua (M. Hendra S. Ginting, ST, MT) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia) MSc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,

4 Tanggal lulus : 20 Desember 2008 Telah diuji pada : Tanggal 20 Desember 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia Anggota : 1. M. Hendra S. Ginting, ST, MT 2. Dr. Rumondang Bulan, MS 3. Dr. Halimatuddahliana, ST, MSc. 4. Mersi Suriani Sinaga, ST, MT 5. Zuhrina Masyithah, ST, MSc.

5 ABSTRAK Pemanfaatan biji asam jawa yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah cair, yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh biji asam jawa sebagai koagulan, ph limbah cair industri tahu, ukuran partikel biji asam jawa dan kombinasi biji asam jawa dengan alum terhadap persentase penurunan turbiditas, TSS dan COD limbah cair industri tahu dengan menggunakan metode koagulasi-flokulasi. Variabel penelitian adalah dosis biji asam jawa (1000, 2000, 3000, 4000 dan 5000 mg/l limbah cair industri tahu), ph limbah cair industri tahu (4, 6, 8 dan 10), ukuran partikel biji asam (ayakan tepung, 50 mesh, 100 mesh dan 140 mesh) dan kombinasi serbuk biji asam jawa dengan alum dengan rasio 1:4, 2:3, 3:2 dan 4:1 (g). Analisa data dilakukan secara grafis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada rentang pengamatan yang dilakukan, dosis biji asam jawa sebagai koagulan yang optimum adalah 3000 mg/l limbah cair industri tahu pada ph 4 limbah cair industri tahu dengan menggunakan ukuran partikel serbuk biji asam jawa 140 mesh mampu menyisihkan turbiditas sebesar 87,88%, TSS sebesar 98,78% dan COD sebesar 22,40%. Sedangkan kombinasi dosis serbuk biji asam jawa dengan alum yang terbaik pada rentang pengamatan dengan rasio 1:4 (g) pada ph 6 limbah cair industri tahu menggunakan ukuran partikel 140 mesh dapat menyisihkan turbiditas sebesar 91,64%, TSS sebesar 86,50% dan COD sebesar 20%. Penggunaan biji asam jawa sebagai koagulan lebih efektif bila dikombinasikan dengan alum. Kata Kunci : Biji asam jawa,limbah cair industri tahu, Koagulasi, Flokulasi, Alum

6 ABSTRACT Tamarind seeds as waste are rarely used until now and needed to be developed further for wastewater treatment which is more economically viable and biodegradable. Study on the effect of tamarind as a coagulant with various of tofu wastewater ph, tamarind particle size and combination between tamarind seed and alum of the percentage reduction of turbidity, TSS and COD from tofu wastewater using coagulation-flocculation process were experimented. The operation variables were the coagulant dosages (1000, 2000, 3000, 4000 and 5000 mg/l sample), tofu wastewater ph (4, 6, 8 and 10), tamarind particle sizes (powder screening, 50 mesh, 100 mesh and 140 mesh) and combination between tamarind seeds and alum ratio 1:4, 2:3, 3:2 and 4:1 (g). Data were analysed graphically. The results showed that the optimum dosage of tamarind seeds as coagulant was 3000 mg/l tofu wastewater at ph 4 using 140 mesh particle size which could removed 87,88% of turbidity, 98,78% of TSS and 22,40% of COD. By using combination between tamarind seeds and alum the optimum amount was reached at the ratio 1:4 (g) at tofu wastewater ph 6 using 140 mesh particle size which could removed 91,64% of turbidity, 86,50% TSS and 20% of COD. Tamarind seeds as coagulant are more effective if combined with alum. Keywords : Tamarind seeds, Tofu wastewater, Coagulation, Flocculation, Alum

7 KATA PENGANTAR Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Adapun jidul Tesis ini adalah Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus indica) Sebagai Koagulan Alternatif Dalam Proses Penjernihan Air Limbah Cair Industri Tahu. Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas dan syarat dalam menempuh ujian Pascasarjana pada Sekolah Pascasarjana, Program Magister Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Secara khusus, saya ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing utama yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, saran, waktu serta pemikiran mulai sejak saya diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Magister Teknik Kimia USU hingga selesainya penulisan tesis ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih saya kepada M. Hendra S. Ginting, ST, MT selaku Co-Pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan, bimbingan, saran, waktu hingga selesainya penulisan tesis ini. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister.

8 Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Para staf pengajar pada Program Studi Magister Teknik Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Poltak Sutrisno Siahaan dan Ibunda Nurmala Simanjuntak yang telah dengan susah payah membesarkan dan mendidik saya untuk dapat menjadi manusia yang berguna ditengah-tengah masyarakat dan takut akan Tuhan serta mendorong saya tanpa bosan-bosannya untuk terus dengan gigih dalam meningkatkan ilmu pengetahuan. Dan kepada saudaraku Robert Bungaran Pangihutan Siahaan yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya untuk dapat secepatnya menyelesaikan tesis ini. Saya menyadari, bahwa sebagai manusia biasa tentunya masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan tesis ini baik dari segi isi, bahasa maupun penyusunannya. Untuk itu, saya mengharapkan masukan dan saran-saran untuk kesempurnaan tesis ini. Medan, Januari 2009 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Palembang pada tanggal 17 Januari Penulis adalah anak ke dua dari pasangan Bapak Poltak Sutrisno Siahaan dan Ibu Nurmala Simanjuntak. Pendidikan SD ditempuh di SD Strada Van Lith II Jatinegara dari tahun , SD Baptis Palembang dari tahun , SDN Lubuk Pakam dari tahun Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Methodist Lubuk Pakam sampai tahun 1997 dan pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan di SMU Santo Thomas II Medan. Pada tahun 2000 penulis diterima menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Fakultas Teknik, Program Studi Teknologi Kimia Industri melalui jalur Diploma IV, dan lulus Sarjana Sains Terapan pada tahun Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Magister Teknik Kimia

10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii v vi ix x xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Lingkup Penelitian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Proses Koagulasi / Flokulasi Koagulasi Flokulasi

11 2.2 Karakteristik Flokulan Biji Asam Jawa Industri Tahu Proses pembuatan tahu Limbah cair industri tahu Karakteristik limbah cair industri tahu Padatan Total Kekeruhan (Turbidity) Chemical Oxygen Demand (COD) III. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat Prosedur Penelitian Prosedur penelitian pengaruh penyisihan turbiditas terhadap variasi ph limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi Prosedur penelitian pengaruh dosis koagulan terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi Prosedur penelitian kombinasi antara dosis koagulan biji asam jawa dan alum terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 27

12 4.1 Penelitian Pendahuluan Penentuan dosis optimum koagulan Penentuan ph optimum koagulasi Pengaruh Dosis Koagulan Partikel Biji Asam Jawa Dan Alum Terhadap Penyisihan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu ph 4 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel ph 6 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel 4.3 Pengaruh Kombinasi Dosis Koagulan Partikel Biji Asam Jawa Dan Alum Terhadap Penyisihan Turbiditas Limbah Cair Industri Tahu Pengaruh Dosis Koagulan Partikel Biji Asam Jawa Dan Alum Terhadap Penyisihan TSS Limbah Cair Industri Tahu ph 4 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel ph 6 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel 4.5 Pengaruh Kombinasi Dosis Koagulan Partikel Biji Asam Jawa Dan Alum Terhadap Penyisihan TSS Limbah Cair Industri Tahu 4.6 Pengaruh Dosis Koagulan Partikel Biji Asam Jawa, Alum Dan Perbandingan Partikel Biji Asam Jawa Dengan Alum Terhadap Penyisihan COD Limbah Cair Industri Tahu. 4.7 Pengaruh Perubahan Turbiditas Pada Dosis Optimum Koagulasi Terhadap Lama Pengendapan Limbah Cair Industri Tahu V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

13 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1 Perkiraan kebutuhan air pada pengolahan tahu per 3 kg kedelai 14.

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1 Bagan proses pembuatan tahu Diagram neraca massa proses pembuatan tahu... Skema pembagian zat padat... Bagan alir penelitian pengaruh penyisihan turbiditas terhadap variasi ph limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi. Bagan alir penelitian pengaruh dosis koagulan terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi.. Bagan alir penelitian pengaruh kombinasi antara dosis koagulan biji asam jawa dan alum terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi.... Grafik hubungan dosis koagulan alum dan partikel biji asam jawa terhadap penyisihan turbiditas pada ph 6 limbah cair industri tahu. Grafik hubungan ph sampel terhadap penyisihan turbiditas limbah cair industri tahu menggunakan koagulan alum dan biji asam jawa. Grafik hubungan dosis koagulan terhadap penyisihan turbiditas pada ph 4 limbah cair industi tahu Grafik hubungan dosis koagulan terhadap penyisihan turbiditas pada ph 6 limbah cair industi tahu Grafik hubungan kombinasi dosis koagulan partikel biji asam jawa dengan alum terhadap penyisihan turbiditas pada ph 4 dan 6 limbah cair industri tahu... 36

15 12 13 Grafik hubungan dosis koagulan terhadap penyisihan TSS pada ph 4 limbah cair industri tahu... Grafik hubungan dosis koagulan terhadap penyisihan TSS pada ph 6 limbah cair industri tahu Grafik hubungan kombinasi dosis partikel biji asam dengan alum terhadap penyisihan TSS pada ph 4 dan 6 limbah cair industri tahu Grafik perubahan turbiditas pada dosis optimum koagulasi terhadap lama pengendapan limbah cair industri tahu... 44

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman A. Data Pengamatan B. : Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri C. Prosedur Analisis

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Jumlah dan karakteristik limbah cair industri bervariasi menurut jenis industrinya. Industri tahu dan tempe mengandung banyak bahan organik dan padatan terlarut. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe dihasilkan limbah cair sebanyak 3-5 m 3, sedangkan BOD, COD dan TSS yang dihasilkan berturut-turut adalah 950, dan 309 mg/l (Wenas, Sunaryo dan Sutyasmi, 2002). Sebagian besar limbah cair industri pangan dapat ditangani dengan mudah dengan sistem biologis maupun kimia, karena polutan utamanya berupa bahan organik seperti karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut. Sebelum dibuang ke lingkungan, limbah cair industri pangan harus diolah untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk menyisihkan unsur hara (nutrient) berupa nitrogen dan fosfor (Departemen Perindustrian, 2007) Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri tahu diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Pemanfaatan biji asam jawa (Tamarindus indica) yang selama ini hanya sebagai limbah yang jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan

18 limbah cair, yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Shultz dan Okun, 1983 melaporkan bahwa Institut Penelitian Teknik India, telah menemukan ekstrak Nirmali (Strychnos potatorum), asam (Tamarindus indica), tanaman guar (Cyamopsis psoraloides), sorella merah (Hibiscus sabdariffa), fenugreek (Trigonella foenum) dan lentils (Lens esculenta), semuanya berpotensi sebagai koagulan yang efektif pada turbiditas tinggi air baku dan dapat mengurangi dosis alum yang dibutuhkan sekitar %. Penelitian terdahulu menggunakan biji asam jawa : Mishra A., Bajpai M. (2005) menggunakan ekstrak biji asam jawa sebagai flokulan untuk menghilangkan 60% golden yellow setelah 2 jam dengan dosis 10 mg/l dan 25% direct fast scarlet setelah 1 jam dengan dosis 15 mg/l dalam limbah cair industri tekstil. Imbambi, dkk (1992) melaporkan ekstrak biji asam jawa mempunyai kemampuan dalam melawan bakteri E.coli yang dihasilkan oleh zat tamarindineal (5-hydroxy-2-oxo-hexa-3,5-dineal). Dengan adanya penelitian ini, diharapkan diperoleh bahan koagulan pengolahan limbah cair yang relatif murah sekaligus menambah nilai ekonomisnya, dan pada gilirannya menjadi motivasi bagi masyarakat untuk membudidayakan dan melestarikan fungsinya.

19 1.2 Masalah Penelitian Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana biji asam jawa berperan sebagai koagulan dan kemampuannya jika dikombinasikan dengan alumuniun sulfat (alum) dalam pengolahan limbah cair industri tahu terhadap persentase penurunan turbiditas, total suspended solid (TSS) dan COD dengan variasi ph limbah cair industri tahu, dosis dan ukuran partikel asam jawa yang digunakan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan biji asam jawa sebagai koagulan dan kemampuannya jika dikombinasikan dengan alumuniun sulfat (alum) terhadap persentase penurunan turbiditas, total suspended solid (TSS) dan COD limbah cair industri tahu dengan variasi ph limbah cair industri tahu, dosis dan ukuran partikel biji asam jawa yang digunakan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi dunia industri tahu dalam menemukan bahan koagulan pengganti yang lebih ramah lingkungan dalam pengolahan limbah.

20 1.5 Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, FMIPA, USU, Medan. Penelitian berlangsung selama 3 bulan. Dengan bahan-bahan yang digunakan antara lain biji asam jawa (Tamarindus indica), aluminium sulfat (alum), limbah cair industri tahu di kota Medan, asam sulfat dan natrium hidroksida (teknis). Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi : 1. ph limbah tahu : 4, 6, 8 dan Dosis koagulan biji asam jawa (mg/l limbah tahu) : 1000, 2000, 3000, 4000 dan Perbandingan berat serbuk biji asam jawa dan alum (mg/l limbah tahu) : 1000 : 4000; 2000 : 3000; 3000 : 2000 dan 4000 : Ukuran partikel koagulan : ayakan tepung, 50 mesh, 100 mesh dan 140 mesh Parameter uji adalah turbiditas, Total Suspended Solid (TSS) dan COD limbah cair industri tahu dengan volume sebanyak 200 ml.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Koagulasi / Flokulasi Koagulasi adalah proses pengolahan air / limbah cair dengan cara menstabilisasi partikel-partikel koloid untuk memfasilitasi pertumbuhan partikel selama flokulasi, sedangkan flokulasi adalah proses pengolahan air dengan cara mengadakan kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut bertambah menjadi partikel-partikel yang lebih besar (Kiely, 1997). Koagulasi / flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid. Koloid merupakan partikel-partikel berdiameter sekitar 1nm (10-7 cm) hingga 0,1 nm (10-8 cm). Partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu tertentu dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika biasa Koagulasi Umumnya partikel-partikel tersuspensi / koloid dalam air buangan memperlihatkan efek Brownian. Permukaan partikel-partikel tersebut bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel itu menarik ion-ion positif yang terdapat dalam air dan menolak ion-ion negatif. Ion-ion positif tersebut kemudian menyelubungi partikel-partikel koloid dan membentuk lapisan rapat bermuatan di dekat

22 permukaannya. Lapisan yang terdiri dari ion-ion positif itu disebut dengan lapisan kokoh (fixed layer atau lapisan stern). Lapisan kokoh dikelilingi lagi oleh sejumlah ion-ion yang berlawanan muatan yang disebut lapisan difusi. Di dalam lapisan difusi terrdapat satu bidang geser (shear plane) yang merupakan batas terhadap mana ionion yang berlawanan muatan dapat tersapu dari permukaan partikel oleh gerakan fluida. Ion-ion di sebelah dalam bidang geser bergerak bersama pertikelnya, sedangkan yang berada di bagian luar, gerakannya ditentukan oleh gerakan fluida atau termal. Kumpulan ion-ion berlawanan di dalam air yang mengelilingi partikel koloid dan muatan-muatan permukaannya itu disebut lapisan ganda listrik (electrical double layer). Adanya muatan-muatan pada permukaan partikel koloid tersebut menyebabkan pembentukan medan elektrostatik di sekitar partikel itu sehingga menimbulkan gaya tolak-menolak antar partikel. Di samping gaya tolak-menolak akibat muatan negatif pada pertikel-partikel koloid, ada juga gaya tarik-menarik antara dua partikel yang dikenal dengan gaya Van der Walls (berasal dari sifat elektron yang merupakan bagian dari sistem atom atau molekuler, dan signifikan hanya pada jarak yang sangat kecil, sekitar satu mikro atau kurang). Selama tidak ada hal yang mempengaruhi kesetimbangan muatan-muatan listrik partikel koloid, gaya tolak-menolak yang ada selalu lebih besar daripada gaya tarik Van der Walls, dan akibatnya partikel koloid tetap dalam keadaan stabil (Farooq dan Velioglu, 1989). Menurut Eckenfelder (1989), potensial listrik diantara bidang geser dan badan cairan dapat ditentukan dengan pengukuran elektroforesis (pengukuran laju partikel dalam suatu medan listrik) dan disebut potensial zeta (ζ). Potensial zeta berhubungan

23 dengan muatan partikel dan ketebalan dari lapisan ganda. Ketebalan lapisan ganda tergantung pada konsentrasi ion di dalam cairan. Semakin besar konsentrasi ion, semakin kecil ketebalan lapisan ganda dan berarti semakin rapat muatan. Potensial zeta sering digunakan sebagai ukuran stabilitas partikel koloid. Semakin tinggi potensial zeta, semakin stabil suatu partikel koloid. Jika ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) ditambahkan ke dalam koloid target koagulasi, maka kation tersebut akan masuk ke dalam lapisan difusi karena tertarik oleh muatan negatif yang ada pada permukaan partikel koloid. Hal ini menyebabkan konsentrasi ion-ion dalam lapisan difusi akan meningkat. Akibatnya, ketebalan lapisan difusi akan berkurang (termampatkan kearah permukaan partikel). Pemampatan lapisan difusi ini akan mempengaruhi potensial permukaan partikel koloid, gaya tolak-menolak antar partikel serta stabilitas partikel koloid. Penambahan kation hingga mencapai suatu jumlah tertentu, akan merubah besar partikel zeta ke suatu tingkat dimana gaya tarik-menarik Van der Walls antar pertikel dapat melampaui gaya tolak-menolak yang ada. Dengan demikian partikel koloid dapat saling mendekati dan menempel satu sama lain serta membentuk mikroflok. Mekanisme destabilisasi partikel koloid ini disebut pemampatan lapisan ganda listrik. Dalam hal ini jenis muatan permukaan partikel koloid tidak berubah (Farooq dan Velioglu, 1989). Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan dalam proses destabilisasi koloid juga dapat bereaksi dengan alkalinitas dalam air, membentuk suatu presipitat padat yang lengket dan memisah dari larutan. Saat

24 mengendap, presipitat ini dapat membantu pembentukan flok dengan cara penjaringan partikel-partikel koloid (Nathanson, 1986). Selain dengan cara tersebut diatas, destabilisasi partikel koloid juga dapat terjadi melalui mekanisme yang disebut dengan jembatan antar partikel. Dalam mekanisme ini, ion-ion atau koloid bermuatan positif yang digunakan bersumber dari polimer. Polimer adalah senyawa karbon rantai panjang (linier atau bercabang). Polimer memiliki banyak tempat aktif sepanjang rantainya dimana partikel koloid dapat berinteraksi dan teradsorbsi. Apabila dua atau lebih partikel teradsorbsi sepanjang rantai polimer, suatu jembatan partikel akan dibentuk. Jembatan partikel tersebut kemudian akan jalin-menjalin dengan jembatan partikel lain selama proses flokulasi dan mengendap dengan mudah sebagai suatu hasil dari pertambahan ukuran. Polimer yang digunakan dalam proses destabilisasi partikel koloid sering disebut dengan polielektrolit (Farooq dan Velioglu, 1989). Ion-ion atau koloid bermuatan positif (kation) yang ditambahkan untuk meniadakan kestabilan partikel koloid tersebut di atas dapat dihasilkan dari senyawa organik atau anorganik tertentu yang disebut koagulan. Zat kimia yang digunakan dalam proses ini meliputi ion-ion metal seperti aluminium atau besi, yang mana akan terhidrolisa dengan cepat untuk membentuk presipitat yang tidak larut, dan polielektrolit organik alam atau sintetik, yang mana dengan cepat teradsorbsi pada permukaan partikel koloid, dengan demikian mempercepat laju pembentukan agregat dari partikel koloid (Montgomery, 1985).

25 Menurut Davis dan Cornwell (1991), ada dua faktor penting dalam penambahan koagulan yakni ph dan dosis. Dosis dan ph optimum harus ditentukan dalam test laboratorium dan biasanya ditentukan dengan suatu prosedur yang disebut dengan jar test. Untuk mengatur ph limbah cair ke dalam range optimal koagulasi, diperlukan bahan penolong (coagulant aid) berupa asam atau alkali. Asam yang paling umum digunakan untuk menurunkan ph adalah asam sulfat dan untuk menaikkan ph biasanya digunakan lime (Ca(OH) 2 ), soda abu (Na 2 CO 3 ) atau NaOH. Koagulan yang paling banyak digunakan adalah Alum (Aluminium Sulfat) dan Polialuminium klorida (PAC) Flokulasi Agar partikel-partikel koloid dapat menggumpal, gaya tolak menolak elektrostatik antara partikelnya harus dikurangi dan transportasi partikel harus menghasilkan kontak diantara partikel yang mengalami destabilisasi. Setelah partikel-partikel koloid mengalami destabilisasi, adalah penting untuk membawa partikel-partikel tersebut ke dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat menggumpal dan membentuk partikel yang lebih besar yang disebut flok. Proses kontak ini disebut flokulasi dan biasanya dilakukan dengan pengadukan lambat (slow mix) secara hati-hati. Flokulasi merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikel-partikel ke dalam kontak sehingga mereka bertubrukan, tetap bersatu, dan tumbuh menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan

26 yang cukup harus diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak. Terlalu banyak pengadukan dapat membubarkan flok sehingga ukurannya menjadi kecil dan terdispersi halus (Davis dan Cornwell, 1991). Dalam proses flokulasi, kecepatan penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar partikel terjadi melalui tiga cara, yakni : 1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini disebut flokulasi perikinetik. 2. kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air), misalnya karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini disebut flokulasi ortokinetik. 3. kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari masing-masing partikel. (Davis dan Cornwell, 1991). 2.2 Karakteristik Flokulan Biji Asam Jawa Asam jawa (Tamarindus indica) termasuk ke dalam suku Fabaceae (Leguminosae). Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus. Beberapa bagian tumbuhan T. indica telah dimanfaatkan untuk keperluan pangan dan medis. Daging buah T. indica digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan herbal, sedangkan bunga dan daun T. indica biasa dikonsumsi sebagai sayuran (Tsunda dkk,

27 1994). Sementara itu, biji T. indica yang mengandung asam tertarat hanya digunakan sebagai bahan baku kue dan roti. Minyak T. indica sangat cocok untuk membuat minyak pernis dan cat lukis (Coronel, 1991). Ekstrak biji asam jawa mengandung polisakarida alami yang tersusun atas D- galactose, D-glucose dan D-xylose yang merupakan flokulan alami. Flokulan alami terutama polisakarida, lebih ramah lingkungan bila dibandingkan dengan koagulan organik dan anorganik (Mishra dan Bajpai, 2005). 2.3 Industri Tahu Proses Pembuatan Tahu Kedelai dan produk makanan yang terbuat dari kacang kedelai merupakan sumber bahan makanan yang dapat diperoleh dengan harga yang murah serta kandungan protein tinggi. Bagi penduduk dunia terutama orang Asia, tahu merupakan makanan yang umum. Di Indonesia, peningkatan kualitas kesehatan secara langsung merupakan bagian dari peningkatan produk makanan yang terbuat dari kedelai, seperti tahu, tempe, kecap dan produk lain yang berbasis kedelai. Industri tahu di Indonesia berkembang pesat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun di sisi lain industri ini menghasilkan limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan. Industri tahu membutuhkan air untuk pemrosesannya, yaitu untuk proses sortasi, perendaman, pengupasan kulit, pencucian, penggilingan, perebusan dan penyaringan.

28 Secara umum, skema proses pembuatan tahu dapat dilihat pada Gambar 1. Air Kedelai Sortasi dan pembersihan Kotoran Limbah Cair Air Air Air Air Air Air Batu tahu Asam Asetat atau Whey Perendaman Pengupasan Kulit Pencucian Penggilingan Penggumpalan Penyaringan (3 12 jam) Kulit kedelai Limbah Cair (BOD, TSS) Limbah cair (30-40 menit) - Air hangat ( 8 : 1) Pemasakan bubur kedelai air hangat, 100 o C, menit Penyaringan Ampas tahu air hangat FILTRAT 30 menit Limbah cair (BOD, TSS) Air tahu/ whey (TSS, BOD) Pencetakan/pengepresan/pemotongan Air tahu Air Perebusan 80 o C air rebusan Tahu (Sumber : Santoso, 1993; Bapedal, 1994 dan BPPT, 1997a) Gambar 1 Bagan Proses Pembuatan Tahu

29 Gambar 2 menunjukkan diagram neraca massa proses pembuatan tahu. Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700Kg Proses Tahu 80 kg Manusia Ampas Tahu 70 Kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah (Sumber : BPPT, 1997a) Gambar 2 Diagram neraca massa proses pembuatan tahu Limbah Cair Industri Tahu Limbah industri tahu terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh

30 industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida (1985) jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpal (Dhahiyat, 1990). Princian pengggunaan air dalam setiap tahapan proses dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perkiraan kebutuhan air pada pengolahan tahu per 3 kg kedelai Tahap Proses Pencucian Perendaman Penggilingan Pemasakan Pencucian ampas Perebusan Kebutuhan Air (Liter) Jumlah 135 Sumber : Nuraida (1985) Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam-asam amino (EMDI Bapedal, 1994) dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut (BPPT, 1997a). Adanya senyawa-senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD dan TSS yang tinggi (Tay, 1990; BPPT, 1997a; dan Husin, 2003) yang apabila dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat menyebabkan pencemaran.

31 2.3.3 Karakeristik Limbah Cair Industri Tahu Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1991), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1994). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme didalam air limbah tahu tersebut. Berdasarkan hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air buangan industri tahu di Medan (Bappeda Medan, 1993), diketahui bahwa limbah cair industri tahu rata-rata mengandung BOD (4583 mg/l); COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l) dan minyak atau lemak 26 mg/l serta ph 6,1. Sementara menurut Laporan EMDI Bapedal (1994) limbah cair industri tersebut rata-rata mengandung BOD, COD dan TSS berturut - turut sebesar 3250, 6520, dan 1500 mg/l. 2.4 Padatan Total Alerts dan Sri (1978) menjelaskan bahwa dalam air alam terdapat dua kelompok zat yaitu zat terlarut (garam, molekul organis) dan zat padat tersuspensi (koloid). Perbedaan pokok antara kedua kelompok ini ditentukan melalui ukuran-ukuran partikelnya. Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-

32 komponen air secara lengkap, serta untuk perencanaan serta pengawasan proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam air buangan. Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek Tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul yang tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi. Dalam analisa zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat padat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan inorganik seperti dijelaskan dalam skema berikut ini : Zat Padat Total Total padatan terlarut (TDS) Total padatan tersuspensi (TSS) Zat padat terendap Zat padat teruapkan Zat padat teruapkan Zat padat terendap (anorganik) (organik) (organik) (anorganik) Total zat padat volatil Total zat padat terendap Sumber : Alerts dan Sri (1978) Gambar 3 Skema pembagian zat padat

33 2.5 Kekeruhan (Turbidity) Kekeruhan adalah sifat optis dari suatu larutan, yaitu hamburan dan adsorbsi cahaya yang melaluinya. Uji kekeruhan adalah mengukur suatu sifat optik dari suatu sampel air yaitu hasil penyebaran dan penyerapan cahaya oleh bahan-bahan pertikel yang terdapat dalam sampel. Jumlah dari kekeruhan yang terukur tergantung pada berbagai macam variabel seperti : ukuran, bentuk dan indeks refraksi dari pertikel. Kekeruhan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap berat berbagai bahan yang terdapat pada suspensi karena bentuk dan indeks refraksi dari berbagai pertikel mempunyai efek terhadap penyebaran sinar dari suspensi (Alerts dan Sri, 1978). Ada tiga metode pengukuran kekeruhan, yaitu : 1. Metode Neflometrik (unit kekeruhan NTU dan FTU) 2. Metode Helliege Turbidimeter (unit kekeruhan Silika) 3. Metode Visuil (unit kekeruhan Jakson) Kekeruhan dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu seperti : tawas, garam-garam Fe (III) atau suatu polielektrolit organik. Selain penambahan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan akhirnya mengendap. 2.6 Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi

34 kimia. Dalam hai ini, bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) menjadi gas CO 2 dan H 2 O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut : C a H b O c + Cr 2 O H + katalis CO 2 + H 2 O + Cr 3+ Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalis perak sulfat (Ag 2 SO 4 ) untuk mempercepat reaksi. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan semakin banyak juga kalium bikromat yang terpakai.

35 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian berlangsung selama 3 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Juli Bahan dan Alat Bahan Bahan baku Bahan baku dalam percobaan ini adalah limbah cair industri tahu. Limbah cair diambil dari salah satu industri tahu yang ada di Medan dan dibawa ke laboratorium, Total Suspended Solid (TSS), turbiditas, COD dan ph awal limbah cair industri tahu yang digunakan terlebih dahulu diukur Bahan koagulan Bahan koagulan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji asam jawa (Tamarindus indica) yang diambil dari sekitar komplek USU dan sebagai pembanding digunakan alum (aluminium sulfat). Untuk membuat koagulan biji asam jawa, buah asam yang sudah matang (berwarna coklat) dan kering secara alamiah di pohonnya diambil lalu bijinya di

36 pisahkan dari daging buahnya. Biji dengan cangkangnya yang bersih lalu di blender hingga menjadi serbuk dan diayak dengan menggunakan ukuran partikel yang berbeda-beda lalu dikeringkan dalam oven panas pada suhu 105 o C selama 30 menit untuk menghomogenkan dan menurunkan kadar airnya hingga konstan. Serbuk biji asam jawa selanjutnya sudah siap digunakan sebagai koagulan Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam sulfat pekat 15% dan natrium hidroksida teknis untuk menurunkan dan menaikkan ph limbah cair industri tahu Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Peralatan Jar Test 2. ph meter digital 3. Turbidimeter 4. Neraca Analitik 5. Stop watch 6. Oven 7. Beaker glass 8. Gelas ukur 9. Erlenmeyer

37 10. Kertas saring Whatman 11. Blender 12. Ayakan mesh 50, 100 dan Pipet volume 14. COD meter 3.3 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian pengaruh penyisihan turbiditas terhadap variasi ph limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi Prosedur penelitian pengaruh penyisihan turbiditas terhadap variasi ph limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi adalah sebagai berikut : 1. Turbiditas (turbidity), TSS, COD dan ph awal limbah cair industri tahu diukur sebagai kontrol 2. Sampel limbah cair industri tahu sebanyak 200 ml digunakan pada alat jar test. Derajat keasaman (ph) sampel diatur hingga 6 dengan menambahkan NaOH. Serbuk biji asam jawa ditambahkan dengan variasi 1000 mg/l sampai 5000 mg/l limbah cair industri tahu. Setelah setiap penambahan, sampel diaduk cepat (100 rpm) selama 1 (satu) menit lalu diikuti dengan pengadukan lambat (40 rpm) selama 3 (tiga) menit. 3. Dosis koagulan yang menghasilkan penyisihan turbiditas tertinggi pada langkah 2 digunakan. Beaker jar test diisi dengan sampel sebanyak 200 ml dan ph-nya diatur dengan menambahkan NaOH dan H 2 SO 4 untuk 4, 6, 8 dan

38 10. sampel kemudian diaduk cepat selama 3 menit (proses koagulasi) dan diikuti dengan pengadukan lambat selama 12 menit (proses flokulasi) lalu didiamkan mengendap selama 60 menit. Turbiditas supernatan dari masingmasing sampel diukur 4. Prosedur 2 hingga 4 diulangi untuk koagulan alum (sebagai pembanding). Bagan alir penelitian selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini : Limbah Cair Wadah TSS, COD, turbiditas & ph awal Beaker Jar Test (200 ml, ph : 6) Pengadukan 100 rpm, 1 menit 40 rpm, 3 menit Dosis optimum koagulan awal koagulan Beaker Jar Test 200 ml, ph : 4, 6, 8 dan 10 Pengadukan 100 rpm, 3 menit dilanjutkan 40 rpm, 12 menit Grafik Turbiditas vs- ph Turbiditas akhir Pengendapan (60 menit) ph optimum Gambar 4 Bagan alir penelitian pengaruh penyisihan turbiditas terhadap variasi ph limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi

39 3.3.2 Prosedur penelitian pengaruh dosis koagulan terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi Prosedur penelitian pengaruh dosis koagulan terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi adalah sebagai berikut : 1. Beaker diisi lagi dengan sampel limbah cair industri tahu sebanyak 200 ml dan ph-nya diatur sesuai dengan ph yang menghasilkan turbiditas supernatan sampel optimum pada bagian di atas. Kemudian koagulan ditambahkan ke dalam Beaker sebanyak masing-masing 1000 mg/l hingga 5000 mg/l limbah cair industri tahu. Sampel kemudian diaduk cepat selama 3 (tiga) menit dan diikuti dengan pengadukan lambat selama 12 (dua belas) menit lalu didiamkan (dibiarkan mengendap) selama 60 menit. Turbiditas supernatan dari masing-masing sampel diukur 2. Persen penyisihan turbiditas vs dosis koagulan diplot pada kertas grafik lalu dosis optimumnya dipilih. 3. Prosedur 1 dan 2 diulangi lagi untuk koagulan alum (sebagai pembanding).

40 Bagan alir penelitian selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini : Limbah Cair Wadah TSS, COD, turbiditas & ph awal Beaker Jar Test 200 ml, ph optimum Pengadukan 100 rpm, 3 menit 40 rpm, 12 menit Koagulan biji asam (mg) : 1000, 2000, 3000, 4000 dan 5000 Pengendapan (60 menit ) Turbiditas, TSS dan COD akhir Grafik Turbiditas-vsdosis koagulan Dosis optimum Gambar 5 Bagan alir penelitian pengaruh dosis koagulan terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi

41 3.3.3 Prosedur penelitian kombinasi antara dosis koagulan biji asam jawa dan alum terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi Prosedur penelitian kombinasi antara dosis koagulan biji asam jawa dan alum terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi, adalah sebagai berikut : 1. Beaker diisi lagi dengan sampel limbah cair sebanyak 200 ml dan ph-nya diatur sesuai dengan ph yang menghasilkan turbiditas supernatan sampel optimum pada bagian di atas. Kemudian koagulan ditambahkan ke dalam Beaker dengan kombinasi antara dosis koagulan biji asam jawa dan alum masing-masing 1:4; 2:3; 3:2 dan 4:1 dari dosis koagulan biji asam jawa optimum pada langkah 2 bagian di atas. sampel kemudian diaduk cepat selama 3 (tiga) menit dan diikuti dengan pengadukan lambat selama 12 (dua belas) menit lalu didiamkan (dibiarkan mengendap) selama 60 menit. Turbiditas supernatan dari masing-masing sampel diukur 2. Persen penyisihan turbiditas vs dosis koagulan diplot pada kertas grafik lalu dosis optimumnya dipilih.

42 Bagan alir penelitian selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini : Limbah Cair Wadah TSS, COD, turbiditas & ph awal Beaker Jar Test 200 ml, ph optimum Pengadukan 100 rpm, 3 menit 40 rpm, 12 menit Kombinasi biji asam jawa dan alum (mg) : 1:4, 2:3, 3:2 dan 4:1 Pengendapan (60 menit ) Turbiditas, TSS dan COD akhir Grafik Turbiditas-vsdosis kombinasi koagulan Dosis kombinasi optimum Gambar 6 Bagan alir penelitian pengaruh kombinasi antara dosis koagulan biji asam jawa dan alum terhadap turbiditas limbah cair industri tahu pada proses koagulasi / flokulasi

43 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penentuan dosis optimum koagulan Pada penelitian pendahuluan ini, ditentukan dosis optimum koagulan awal partikel biji asam jawa untuk limbah cair industri tahu. Limbah cair industri tahu terlebih dahulu diukur turbiditas, ph, TSS, dan COD awalnya, kemudian sampel limbah cair industri tahu sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml dan diatur ph awalnya menjadi 6 dengan penambahan NaOH. Pengaturan ph 6 ini dikarenakan penggunaan alum sebagai pembanding yang memiliki kemampuan optimal pada kisaran ph 6-7. Kemudian sampel diaduk dengan pengadukan cepat (100 rpm) selama 1 menit dan pengadukan lambat (40 rpm) selama 3 menit. Dosis koagulan partikel biji asam jawa dengan ukuran partikel ayakan tepung adalah 1000 mg/l hingga 5000mg/L limbah cair industri tahu. Dari pengamatan yang telah dilakukan, maka dosis optimum partikel biji asam jawa sebagai koagulan tercapai pada dosis 3000 mg/l limbah cair industri tahu. Dengan proses yang sama dilakukan juga untuk penentuan dosis optimum koagulasi awal untuk koagulan alum. Dengan koagulan alum, pada dosis 1000 mg/l sampel sudah menunjukkan hasil yang optimum. Penentuan dosis pada kondisi optimum dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini :

44 Dari Gambar 7 dibawah ini terlihat bahwa kekeruhan awal limbah cair industri tahu dapat disisihkan sebesar 95,73% menggunakan alum dengan dosis 1000 mg/l. Kekeruhan akan semakin meningkat seiring dengan penambahan dosis alum, hal ini disebabkan karena dosis alum yang terlalu banyak sehingga kemampuan untuk menjernihkan limbah cair industri tahu menjadi jenuh. Gambar 7 Grafik hubungan dosis koagulan alum dan partikel biji asam jawa terhadap penyisihan turbiditas pada ph 6 limbah cair industri tahu Bila menggunakan partikel biji asam jawa, penyisihan kekeruhan tertinggi pada dosis 3000 mg/l sebesar 81,57%. Pada dosis 1000 mg/l, kemampuan biji asam dalam menjernihkan limbah cair industri tahu belum terlalu efektif sampai pada dosis 3000 mg/l dan selanjutnya kekeruhan semakin meningkat dikarenakan larutan sudah semakin jenuh.

45 4.1.2 Penentuan ph optimum koagulasi Setelah didapatkan dosis optimum koagulasi awal dengan ph 6 untuk masing masing koagulan (partikel biji asam jawa dan alum) selanjutnya dilakukan pengaturan ph limbah cair industri tahu menjadi 4, 6, 8 dan 10. Limbah cair industri tahu dengan turbiditas awal 586 NTU dan ph awal 4 (Tabel 2) dimasukkan ke dalam beaker glass 500 ml sebanyak 200 ml kemudian diatur ph-nya dengan menambahkan NaOH untuk menaikkan ph dan H 2 SO 4 pekat 15% untuk menurunkan ph. Kemudian ditambahkan dosis optimum koagulasi awal, yaitu 1000 mg/l limbah cair industri tahu untuk alum dan 3000 mg/l limbah cair industri tahu untuk partikel biji asam jawa, dilakukan pengadukan cepat (100 rpm) selama 3 menit dan pengadukan lambat (40 rpm) selama 12 menit. Penyisihan turbiditas akhir sampel untuk penggunaan masing-masing koagulan pada ph yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 8 dibawah ini. Gambar 8 Grafik hubungan ph sampel terhadap penyisihan turbiditas limbah cair industri tahu menggunakan koagulan alum dan biji asam jawa

46 Pada Gambar 8, koagulan partikel biji asam jawa memiliki ph optimum limbah pada ph 4 dengan turbiditas tersisihkan sebesar 83,62%, sedangkan koagulan alum memiliki ph optimum limbah pada ph 6 dengan turbiditas tersisihkan sebesar 95,73%. Koagulan biji asam jawa bekerja efektif pada ph 4 mungkin disebabkan karena kandungan asam tertarat yang terdapat pada bijinya, sehingga ion H + pada asam tertarat tersebut berikatan dengan ion negatif pada partikel koloid limbah cair industri tahu membentuk suatu lapisan yang lama-kelamaan akan semakin membesar yang disebut flok. Hal ini berarti pengolahan limbah cair industri tahu menggunakan koagulan partikel biji asam jawa tidak memerlukan pengaturan ph untuk proses koagulasi-flokulasi, karena pada ph alami 4 proses koagulasi-flokulasi terjadi lebih optimal. Pada koagulan alum, ph optimumnya berada pada ph 6 dengan turbiditas akhir 25 NTU. Dengan menggunakan kedua ph tersebut, yaitu ph 4 dan 6 proses selanjutnya dapat dilakukan.

47 4.2 Pengaruh dosis koagulan partikel biji asam jawa dan alum terhadap penyisihan turbiditas limbah cair industri tahu ph 4 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel Pengaruh dosis koagulan partikel biji asam jawa dan alum terhadap penyisihan turbiditas pada ph 4 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel ditunjukkan pada Gambar 9 berikut ini : Gambar 9 Grafik hubungan dosis koagulan terhadap penyisihan turbiditas pada ph 4 limbah cair industi tahu Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa partikel biji asam jawa mampu menurunkan turbiditas limbah cair industri tahu pada berbagai ukuran partikel bahkan pada dosis tertentu penyisihan kekeruhannya lebih baik daripada menggunakan koagulan alum yaitu pada dosis 1000 mg/l sampai 3000 mg/l. Penyisihan turbiditas optimum diperoleh pada dosis koagulan partikel biji asam jawa 3000 mg/l limbah cair menggunakan ukuran partikel 140 mesh pada ph 4 limbah cair industri tahu

48 sebesar 87,88%, bila dibandingkan dengan koagulan alum pada dosis dan ph yang sama hanya mampu menunjukkan penyisihan turbiditas sebesar 59,72%. Pada partikel biji asam jawa berdasarkan data pengamatan menunjukkan kemampuan yang lebih besar terhadap penyisihan turbiditas limbah cair industri tahu pada ph 4 karena berdasarkan penelitian pendahuluan antara ph 4, 6, 8 dan 10 kinerja partikel biji asam jawa lebih optimal ditunjukkan pada ph 4. Koagulan alum memiliki ph optimum 6 sehingga pada kondisi ph 4 koagulan alum kurang mampu memberikan penyisihan turbiditas yang optimum karena pada ph 4,3 gugus utamanya berupa oligomer seperti Al 13 O 40 H atau gugus yang berhubungan yang mengandung sulfat, sedangkan pada ph 3 atau lebih kecil, gugus utamanya adalah suatu hidrat dari Al 3+,. Dengan ph antara 6 dan 9,5, gugus utamanya adalah Al(OH) 3 (Mini-Encyclopedia of Papermaking Wet-End Chemistry,2008). Ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap penyisihan turbiditas karena semakin kecil ukuran partikel, maka luas bidang kontak antara koagulan dengan limbah cair industri tahu akan semakin besar yang ditunjukkan dari data pengamatan yang telah dilakukan, dimana pada ukuran partikel ayakan tepung, partikel biji asam jawa kurang memberikan hasil yang signifikan dibandingkan dengan menggunakan ukuran partikel 140 mesh. Dosis koagulan sangat berpengaruh terhadap penyisihan turbiditas limbah cair industri tahu karena dengan memberikan dosis yang tepat maka penyisihan turbiditas sampel akan semakin signifikan. Pada percobaan, dosis optimum partikel biji asam jawa ditunjukkan pada 3000 mg/l limbah cair industri tahu dengan penyisihan

49 turbiditas terbesar adalah 87,88%. Dosis koagulan partikel biji asam jawa ini tidak melebihi konsentrasi koagulan yang ditentukan menurut Wagner (2001) yaitu antara 0,5 persen dan kurang dari 1,0 persen, jika diasumsikan dalam persen berat per volum (b/v) dimana 1% b/v 1 gram koagulan dalam 100ml limbah. Menurut Wiley (1955) suatu koagulan dikatakan efektif, apabila mampu mengurangi nilai turbiditas sebesar 50% sehingga koagulan partikel biji asam jawa ini merupakan koagulan yang efektif untuk menurunkan turbiditas limbah cair industri tahu ph 6 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel Pengaruh dosis koagulan partikel biji asam jawa dan alum terhadap penyisihan turbiditas pada ph 6 limbah cair industri tahu untuk beberapa ukuran partikel ditunjukkan pada Gambar 10 berikut ini : Gambar 10 Grafik hubungan dosis koagulan terhadap penyisihan turbiditas pada ph 6 limbah cair industi tahu

50 Pada Gambar 10 diperoleh koagulan alum dengan dosis 1000 mg/l limbah cair industri tahu menunjukkan penyisihan turbiditas yang optimum sebesar 95,73% sedangkan penyisihan turbiditas terbaik untuk koagulan partikel biji asam jawa diperoleh dengan dosis 3000 mg/l limbah cair (140 mesh) yaitu sebesar 81,40%. Pada ph 6 limbah cair industri tahu ini merupakan ph optimum bagi koagulan alum, sehingga dosis yang dibutuhkan untuk proses koagulasi-flokulasi tidak terlalu besar yaitu 1000 mg/l limbah cair industri tahu, sehingga apabila dosis tersebut semakin ditambah menjadi 2000 mg/l limbah cair industri tahu akan mengakibatkan terjadinya pengotoran akibat dosis yang berlebihan dan larutan akan menjadi jenuh. Pada ph 6 limbah cair industri tahu ini, alum akan terdisosiasi melepaskan kation Al - 3+ yang akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Selain gaya tolak-menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan membentuk flok yang berukuran lebih besar. Selain itu, ukuran partikel yang semakin kecil membuat bidang kontak antara partikel koagulan dengan limbah cair akan semakin besar sehingga proses tumbukan antar partikel akan semakin besar, mengakibatkan terbentuk flok yang semakin besar juga. Sedangkan koagulan biji asam jawa dosis optimumnya 3000 mg/l limbah cair industri tahu. Meskipun memiliki dosis optimum yang sama pada ph 4 limbah cair industri tahu, tetapi persentase penyisihan turbiditas semakin kecil karena koagulan partikel biji asam jawa tidak bekerja pada ph optimumnya yaitu pada ph 4 limbah

51 cair industri tahu. Dengan bertambahnya dosis koagulan, akan menyebabkan larutan semakin jenuh sehingga koagulan yang tersisa akan mengotori larutan yang ada. Ukuran partikel 140 mesh merupakan ukuran yang paling ideal untuk proses koagulasi dalam penelitian ini karena memberikan hasil yang cukup signifikan dibandingkan dengan ukuran partikel lainnya karena luas kontak antara partikel koagulan biji asam jawa dengan limbah cair industri tahu semakin besar. 4.3 Pengaruh kombinasi dosis koagulan partikel biji asam jawa dan alum terhadap penyisihan turbiditas limbah cair industri tahu Setelah menemukan dosis koagulan yang paling optimum untuk menyisihkan turbiditas limbah cair industri tahu, maka dilakukan kombinasi dosis koagulan antara koagulan partikel biji asam jawa ukuran partikel 140 mesh dengan koagulan alum menggunakan rasio kombinasi 1:4 ; 2:3 ; 3:2 dan 4:1 pada ph 4 dan 6 limbah cair industri tahu. Penyisihan turbiditas yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :

52 Gambar 11 Grafik hubungan kombinasi dosis koagulan partikel biji asam jawa dengan alum terhadap penyisihan turbiditas pada ph 4 dan 6 limbah cair industri tahu Dari Gambar 11, diperoleh pada ph 4 limbah cair industri tahu, penyisihan turbiditas tertinggi ditunjukkan pada kombinasi partikel biji asam jawa dengan alum 2:3 yaitu sebesar 87,88%. Hal ini disebabkan karena koagulan partikel biji asam jawa bekerja maksimal pada ph 4. Sedangkan penyisihan turbiditas terbaik pada rasio kombinasi dosis koagulan partikel biji asam jawa dan alum 1:4 dan 2:3 pada ph 6 limbah cair industri tahu masing-masing sebesar 91,64% dan 90,44%. Penyisihan turbiditas tertinggi terdapat pada ph 6 limbah cair industri tahu karena partikel biji asam jawa ini lebih efektif jika dikombinasikan dengan koagulan alum dengan dosis koagulan alum yang lebih besar sehingga ph limbah cair industri tahu yang paling optimum mengikuti ph optimum koagulan alum yaitu pada ph 6.

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI 85 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI Fitri Ayu Wardani dan Tuhu Agung. R Program Studi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI al Kimiya, Vol. 2, No. 1, Juni 215 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI DYAH DWI POERWANTO, 1 EKO PRABOWO HADISANTOSO, 1*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 06: 16-26 KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH Sudiro Ika Wahyuni Harsari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. water basin, hal ini disebabkan karena partikel-partikel halus tersebut memiliki berat jenis yang

II.TINJAUAN PUSTAKA. water basin, hal ini disebabkan karena partikel-partikel halus tersebut memiliki berat jenis yang II.TINJAUAN PUSTAKA A. Clarifier Tank Alat ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partitel halus yang tidak mengendap di water basin, hal ini disebabkan karena partikel-partikel halus tersebut memiliki

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) D-22 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-22 Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindusindica) Sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Menurunkan Kadar COD dan BOD dengan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR

OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR OPTIMASI PENGGUNAAN KOAGULAN ALAMI BIJI KELOR (Moringa oleifera) PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MOCAF Natural Coagulant Optimization Using Moringa Seeds (Moringa oleifera) in Mocaf Wastewater Treatment Elida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tahu Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Industri tersebut berkembang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati

Serbuk Biji Kelor Sebagai Koagulan Harimbi Mawan Dinda Rakhmawati SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES KOAGULASI FLOKULASI LIMBAH CAIR PABRIK TAHU Harimbi Setyawati 1), Mawan Kriswantono 2), Dinda An Nisa 3), Rakhmawati Hastuti 4) 1,3,4 Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR, DOSIS DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU

PENGARUH KADAR AIR, DOSIS DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU PENGARUH KADAR AIR, DOSIS DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU Ayu Ridaniati Bangun, Siti Aminah, Rudi Anas Hutahaean, M. Yusuf Ritonga

Lebih terperinci

(Study Stirring Time)

(Study Stirring Time) Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 8 No.3 (Desember 2007) 215-220 PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA ( (Tamarindus indica) ) SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES KOAGULASI LIMBAH CAIR TAHU (KAJIAN KONSENTRASI SERBUK BIJI

Lebih terperinci

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride) PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride) Etih Hartati, Mumu Sutisna, dan Windi Nursandi S. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU PADA PROSES FERMENTASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS TESIS

PENGARUH WAKTU TINGGAL DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU PADA PROSES FERMENTASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS TESIS PENGARUH WAKTU TINGGAL DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU PADA PROSES FERMENTASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS TESIS OLEH NURMAY SISKA ROSILAWATI SIALLAGAN 067022009/TK FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas bulu dan urat di bawah kulit. Pekerjaan penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

Info Artikel. Etik Isman Hayati *), Eko Budi Susatyo dan Wisnu Sunarto

Info Artikel. Etik Isman Hayati *), Eko Budi Susatyo dan Wisnu Sunarto Indo. J. Chem. Sci. 5 (1) (2016) Indonesian Journal of Chemical Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs PEMANFAATAN SERBUK BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica L) UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Lebih terperinci

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER) Irawan Widi Pradipta*), Syafrudin**), Winardi Dwi Nugraha**)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 18 BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang diperoleh dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi daerah setempat. Kondisi sumber air pada setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penurunan kualitas air merupakan salah satu bentuk penurunan kualitas lingkungan sebagai akibat dari tingkat pertambahan penduduk yang semakin tinggi dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Prosedur Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan kali ini secara keseluruhan digambarkan oleh Gambar III.1. Pada penelitian kali akan digunakan alum sebagai koagulan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus Indica L) DALAM PENURUNAN TSS DAN COD LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI KOTA MALANG

PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus Indica L) DALAM PENURUNAN TSS DAN COD LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI KOTA MALANG PENENTUAN DOSIS OPTIMUM KOAGULAN BIJI ASAM JAWA (Tamarindus Indica L) DALAM PENURUNAN TSS DAN COD LIMBAH CAIR INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT DI KOTA MALANG Evy Hendriarianti, Humairoh Suhastri Program Studi

Lebih terperinci

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1 Waktu dan Lokasi Percobaan Sampel air diambil dari danau yang berada di kompleks kampus Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta sebelah selatan Fakultas Pertanian. Pengambilan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR. PEMANFAATAN BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE OLEH

LAPORAN AKHIR. PEMANFAATAN BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE OLEH LAPORAN AKHIR PEMANFAATAN BIJI KECIPIR (Psophocarpus tetragonolobus L.) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE OLEH Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nurul Faqih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang   Nurul Faqih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini di lndonesia, khususnya di kota-kota besar masalah pencemaran sungai akibat buangan limbah cair industri semakin meningkat, di sisi lain pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan suatu bahan pokok yang sangat diperlukan oleh setiap mahluk hidup yang ada di bumi. Keberadaan sumber air bersih pada suatu daerah sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL KULIT

PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL KULIT PEMANFAATAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEKSTIL KULIT Irmayana 1, Eko Prabowo Hadisantoso 1*, dan Soeharti Isnaini 2 1 Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi,

Lebih terperinci

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014 5. Teknik Bioseparasi Dina Wahyu Genap/ March 2014 Outline Chemical Reaction Engineering 1 2 3 4 5 6 7 Pendahuluan mempelajari ruang lingkup teknik bioseparasi dan teknik cel disruption Teknik Pemisahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL KELOMPOK : 3 NAMA NIM APRIANSYAH 06111010020 FERI SETIAWAN 06111010018 ZULKANDRI 06111010019 AMALIAH AGUSTINA 06111010021 BERLY DWIKARYANI

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54

Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar Tanin dari Daun Belimbing Wuluh... 54 Aries Kristanto et al., Pengaruh Ekstrak Kasar dari Daun Belimbing Wuluh... 54 PENGARUH EKSTRAK KASAR TANIN DARI DAUN BELIMBING WULUH (AVERRHA BILIMBI L.) PADA PENGLAHAN AIR (THE EFFECT F CRUDE EXTRACT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran air yang terus meningkat telah menurunkan kualitas air di seluruh dunia. Pencemaran air disebabkan oleh jumlah manusia dan kegiatan manusia yang beragam.

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010 PARAMETER BIOLOGIS BADAN AIR SUNGAI NGRINGO SEBAGAI DAMPAK INDUSTRI TEKSTIL Nanik Dwi Nurhayati Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: nanikdn@uns.ac.id ABSTRAK Berbagai bakteri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai usaha telah dilaksanakan oleh pemerintah pada akhir-akhir ini untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN ABSTRACT Dian Yanuarita P 1, Shofiyya Julaika 2, Abdul Malik 3, Jose Londa Goa 4 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian air secara umum Mutu air adalah kadar air yang diperbolehkan dalam zat yang akan digunakan.air murni adalah air yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI.   ABSTRAK PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI Anwar Fuadi 1*, Munawar 1, Mulyani 2 1,2 Jurusan Teknik kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Email: arfirosa@yahoo.co.id ABSTRAK Air adalah elemen

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR AIR, DOSIS, DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU SKRIPSI

PENGARUH KADAR AIR, DOSIS, DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU SKRIPSI PENGARUH KADAR AIR, DOSIS, DAN LAMA PENGENDAPAN KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI ALTERNATIF PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU SKRIPSI Oleh SITI AMINAH 080405018 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan Hasil pengujian tahap awal ini ditunjukkan pada Gambar 4.1 yaitu grafik pengaruh konsentrasi flokulan

Lebih terperinci

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan II. Dasar Teori Sedimentasi adalah pemisahan solid dari

Lebih terperinci

SKRINING POTENSI JENIS BIJI POLONG-POLONGAN (Famili Fabaceae) DAN BIJI LABU- LABUAN (Famili Cucurbitaceae) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI PENGGANTI TAWAS

SKRINING POTENSI JENIS BIJI POLONG-POLONGAN (Famili Fabaceae) DAN BIJI LABU- LABUAN (Famili Cucurbitaceae) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI PENGGANTI TAWAS ISSN 1907-9850 SKRINING POTENSI JENIS BIJI POLONG-POLONGAN (Famili Fabaceae) DAN BIJI LABU- LABUAN (Famili Cucurbitaceae) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI PENGGANTI TAWAS Ni Komang Ariati 1* dan Ketut Ratnayani

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017) STUDY PENURUNAN TURBIDITY, TSS, COD MENGGUNAKAN BIJI KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI NANOBIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREY WATER) Dimas Kreshna Wibawarto*) Syafrudin**) Winardi Dwi

Lebih terperinci

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS) Padatan (solid) merupakan segala sesuatu bahan selain air itu sendiri. Zat padat dalam air ditemui 2 kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT Aditiya Yolanda Wibowo, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS DAN COD

PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS DAN COD PENGARUH BEBERAPA JENIS KOAGULAN TERHADAP PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DALAM TINJAUANNYA TERHADAP TURBIDITY, TSS DAN COD Pamilia Coniwanti*, Indah Desfia Mertha, Diana Eprianie *Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pemerintah menghimbau masyarakat dan pengusaha untuk meningkatkan ekspor non migas sebagai sumber devisa negara. Sangat diharapkan dari sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin besarnya laju perkembangan penduduk dan industrialisasi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Padatnya pemukiman dan kondisi

Lebih terperinci

Kata Kunci: arang aktif, tempurung kelapa, kayu meranti, COD.

Kata Kunci: arang aktif, tempurung kelapa, kayu meranti, COD. UJI PERBEDAAN EFEKTIVITAS ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA DAN KAYU MERANTI TERHADAP NILAI COD PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU Muhammad Hidayat Koem, Dian Saraswati, Ekawaty Prasetya 1 muhammadhidayatkoem@gmail.com

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, tahap isolasi kitin yang terdiri dari penghilangan protein, penghilangan mineral, tahap dua pembuatan kitosan dengan deasetilasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bioflokulan DYT merupakan material polimer alami yang telah diuji dapat digunakan sebagai flokulan alami yang ramah lingkungan dalam pengolahan limbah cair

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air adalah salah satu elemen atau unsur yang berdiri sebagai pemegang tonggak kehidupan makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, oleh karena itu air berperan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Peneliti (th) Judul Ran cob Hasil 1 M. Hidun Pulungan dkk (2007) Proses pengolahan limbah cair tahu dengan bahan koagulasi alami Eksperiment al Acak dengan rancangan acak

Lebih terperinci

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA

PENGARUH ph PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 5, No. 2, Desember 2009, pp. 40-45 ISSN: 1829-6572 PENGARUH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA Rachmawati S.W., Bambang Iswanto, Winarni

Lebih terperinci

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto

APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT. Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto APLIKASI METODE ELEKTROKOAGULASI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH COOLANT Arie Anggraeny, Sutanto, Husain Nashrianto Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Jalan Pakuan PO BOX 452,

Lebih terperinci

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN ph LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT

EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN (Muhammad Rizki Romadhon )35 EFEKTIVITAS JENIS KOAGULAN DAN DOSIS KOAGULAN TEHADAP PENURUNAN KADAR KROMIUM LIMBAH PEYAMAKAN KULIT THE EFFECTIVITY RATE OF THE TYPE OF COAGULANT

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI JRL Vol. 4 No.2 Hal 125-130 Jakarta, Mei 2008 ISSN : 2085-3866 PROSES PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK SECARA KOAGULASI DAN FLOKULASI Indriyati Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan., BPPT Abstrak Soya bean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

8 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusai dan makhluk hidup lainnya, serta sebagai modal dasar dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Jawa Asam jawa, asam atau asem adalah sejenis buah yang masam rasanya, biasa digunakan sebagai bumbu dalam banyak masakan Indonesia sebagai perasa atau penambah rasa asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L) UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L) Yuli Pratiwi 1*, Sri Hastutiningrum 2, Dwi Kurniati Suyadi 3 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2

Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu Hanifah 2 EFEKTIFITAS KOAGULAN POLI ALUMINIUM KLORIDA DAN ALUMINIUM SULFAT UNTUK MEMPERBAIKI KUALITAS AIR SUMUR GAMBUT DI DESA RIMBO PANJANG KECAMATAN TAMBANG KABUPATEN KAMPAR Elisa Oktasari 1, Itnawita 2, T. Abu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI Satriananda 1 1 Staf Pengajar email : satria.pnl@gmail.com ABSTRAK Air yang keruh disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak memerlukan berbagai macam bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya tersebut manusia melakukan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL PENDAHULUAN 1. AIR Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat

Lebih terperinci