BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa 2.1.1. Taksonomi Tanaman Kelapa Kingdom Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Liliopsida : Arecidae : Arecales : Arecaceae : Cocos Spesies : Cocos nucifera L. 2.1.2. Manfaat Tanaman Kelapa Kelapa (Cocos nucifera) adalah satu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan adalah anggota tunggal dalam marga Cocos. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serba guna. Batangnya digunakan sebagai kayu dengan mutu menengah dan dapat digunakan sebagai papan untuk rumah. Daunnya digunakan sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi,
dihimpun satu menjadi sapu. Tandan bunganya digunakan untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan simbol tertentu. Bunga betinanya dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi menjadi tuak. Buah kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. Tempurung atau batok digunakan sebagai bahan bakar, pengganti gayung, wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan tangan. Endosperma buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat di dinding dalam batok (daging buah kelapa) adalah sumber penyegar populer. Daging buah muda berwarna putih dan lunak biasa disajikan sebagai es kelapa muda. Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memiliki khasiat penetral racun dan efek penyegar/penenang. Daging buah kelapa tua berwarna putih dan mengeras. Sarinya diperas dan cairannya dinamakan santan. Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi komoditi perdagangan bernilai, disebut kopra. Kopra adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa dan turunannya. Cairan buah kelapa tua biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar dan merupakan limbah industri kopra. Namun, dapat dimanfaatkan lagi untuk dibuat menjadi bahan semacam jelly yang disebut nata de coco dan merupakan bahan campuran minuman penyegar (Wikipedia, 2011).
2.2. Lemak dan Minyak Lemak merupakan makanan berenergi tinggi yang menghasilkan energi sekitar 9 kkal per gram. Beberapa lemak digunakan sebagai bahan bakar untuk aktivitas manusia. Dan yang lainnya digunakan untuk membangun dan memelihara unsur penting dari sel, seperti membran sel. Lemak dalam makanan kita berasal dari berbagai sumber (Hill, 2007). Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzen, kloroform) atau sebaliknya, ketidaklarutannya dalam pelarut air. Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak (Sudarmadji, 1989). Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi bersifat padat pada suhu kamar, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah bersifat cair. Lemak yang padat pada suhu kamar disebut lemak, sedangkan yang cair pada suhu kamar disebut minyak (Sediaoetama, 1985). Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buahbuahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayuran. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair dan hal ini tergantung dari komposisi asam lemak
yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1986). 2.3. Minyak Kelapa 2.3.1. Kandungan Minyak Kelapa Minyak kelapa adalah minyak yang berwarna kuning pucat sampai tidak berwarna, atau lemak semi padat berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa digunakan secara luas dalam industri makanan dan produk kosmetika serta sabun. Minyak kelapa berupa lemak yang terdiri dari 90% lemak jenuh yang diekstrak dari buah kelapa yang digunakan dalam kosmetika dan minyak goreng. Minyak kelapa mengandung asam lemak rantai pendek sampai medium sekitar 57% merupakan asam kaprat (C8) dan asam laurat (C12). Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0,06 0,08%), tokoferol (0,003), dan asam lemak bebas (kurang dari 5%). Sterol yang terdapat di dalam minyak nabati disebut fitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta sitosterol (C 29 H 50 O) dan stigmasterol (C 29 H 48 O). Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil, dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol
mempunyai tiga isomer, yaitu α-tokoferol (titik cair 158 0-160 0 C), β-tokoferol (titik cair 138 0-140 0 C) dan γ-tokoferol. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan dan berfungsi sebagai antioksidan (Ketaren, 1986). 2.3.2. Jenis-jenis Minyak Kelapa menjadi : Berdasarkan cara pembuatannya, minyak kelapa dapat digolongkan 1. Minyak kelapa industri, dibuat dengan bahan baku kopra dengan proses RBD (Refining, Bleaching, dan Deodorizing). Setelah kopra dipres, lalu dibersihkan, diputihkan, dan dihilangkan bau tengiknya. Minyak kelapa yang dijual untuk memasak seringkali dicampur dengan minyak sayur lain sehingga harganya cukup murah. 2. Minyak kelapa kelentik, dibuat secara tradisional oleh para petani kelapa (atau ibu rumah tangga) dengan cara memasak santan kelapa sehingga minyak terpisah dari blondonya (karamel). Seringkali hasilnya berwarna kuning sampai coklat akibat terkontaminasi karamel yang gosong. 3. Minyak kelapa murni (VCO/Virgin Coconut Oil). Secara definisi, minyak kelapa murni adalah minyak yang tidak mengalami proses hidrogenasi. Agar tidak mengalami proses hidrogenasi, maka ekstraksi minyak kelapa ini dilakukan dengan proses dingin (Darmoyuwono, 2006).
2.4. Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil/VCO) 2.4.1. Definisi Minyak Kelapa Murni Minyak kelapa murni atau yang lebih dikenal dengan sebutan VCO adalah minyak kelapa yang tidak mengalami hidrogenasi dan bebas dari lemak trans. Minyak kelapa murni mencair pada suhu 20 0-25 0 C (Darmoyuwono, 2006). Menurut SNI 7381:2008, minyak kelapa murni adalah minyak yang diperoleh dari daging buah kelapa (Cocos nucifera L) tua yang segar dan diproses dengan diperas dengan atau tanpa penambahan air, tanpa pemanasan atau pemanasan tidak lebih dari 60 0 C dan aman dikonsumsi manusia. 2.4.2. Sifat Kimia-Fisika Minyak Kelapa Murni - Penampakan : tidak berwarna - Aroma : sedikit berbau asam ditambah harum karamel - Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol - Berat Jenis : 0,883 pada suhu 20 0 C - Titik Cair : 20-25 0 C - Titik Didih : 225 0 C - ph : di bawah 7 (Darmoyuwono, 2006).
2.4.3. Kandungan Minyak Kelapa Murni Minyak kelapa mengandung 50% asam laurat. Asam Laurat ini memiliki fungsi lain, yakni diubah menjadi monolaurin di dalam tubuh manusia. Monolaurin adalah monogliserida antiviral, antibakterial, dan antiprotozoal yang digunakan oleh sistem kekebalan tubuh manusia dan hewan untuk menghancurkan virus, bakteri, serta protozoa. Minyak kelapa juga mengandung sekitar 6-7% asam kaprat yang juga berfungsi sebagai zat kekebalan tubuh ketika diubah menjadi monokaprin di dalam tubuh manusia atau hewan (Darmoyuwono, 2006). Dalam minyak kelapa murni terdapat MCFA (Medium Chain Fatty Acid). MCFA merupakan komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang produksi insulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. Selain itu, MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi energi. Asam Laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek seperti asam kaprat, kaprilat, dan miristat yang terkandung dalam minyak kelapa murni dapat berperan positif dalam pembakaran nutrisi makanan menjadi energi (Sutarmi, 2005). 2.4.4. Manfaat Minyak Kelapa Murni Minyak kelapa murni banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, susu formula, maupun sebagai minyak goreng mutu tinggi. Minyak kelapa murni dapat menanggulangi beragam penyakit pada manusia. Suatu penelitian diperoleh bahwa dengan mengonsumsi minyak kelapa murni di dalam
masakan sehari-hari akan meningkakan ketahanan tubuh terhadap penyakitpenyakit mematikan (Novarianto, 2004). Untuk pengobatan penyakit, minyak kelapa murni digunakan untuk mengobati HIV-AIDS, kanker, hepatitis, osteoporosis, diabetes, penyakit jantung, obesitas, dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh mikroba (Novarianto, 2004). Untuk kosmetika, minyak kelapa murni sering digunakan pada minyak telon, handbody, atau pelembap wajah. Selain itu, minyak kelapa murni juga mampu memperbaiki sistem pencernaan. Hal ini dikarenakan asam lemak rantai menengah (MCFA) yang terkandung dalam VCO langsung dapat diserap melalui dinding usus tanpa harus mengalami proses hidrolisis dan enzimatis sehingga langsung dimetabolisme dalam hati untuk diproduksi menjadi energi. VCO juga dapat digunakan untuk memasak dan menggoreng. Minyak kelapa direkomendasikan dengan kuat oleh para dokter di Amerika sebagai ingredien dalam susu formula dan sapihan (Sutarmi, 2005). 2.5. Asam Lemak Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis ester terutama gliserol dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat di alam biasanya mengandung atom karbon genap dan merupakan derivat berantai lurus. Rantai dapat jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap) atau tidak jenuh (mengandung satu atau lebih ikatan rangkap) (Martin, 1992).
Asam lemak terdiri dari elemen karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang tersusun berupa rantai karbon dengan gugus karboksil (-COOH) pada salah satu ujungnya. Asam lemak jenuh (saturated fatty acid) berarti atom karbonnya mengikat atom hidrogen dalam jumlah maksimal yang dapat dipegang, sehingga tidak terdapat ikatan rangkap diantara atom-atom karbon yang bersebelahan. Asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acid) memiliki satu atau lebih ikatan rangkap (Darmoyuwono, 2006). 2.5.1. Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam-asam lemak bebas dan gliserol. Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatis maupun nonenzimatis (Sudarmadji, 1989). Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (Winarno, 1997).
Menurut SNI 7381:2008, kadar asam lemak bebas yang memenuhi Persyaratan Mutu Minyak Kelapa Murni adalah maksimal 0,20%. 2.5.2. Pengaruh Asam Lemak Bebas terhadap Mutu Minyak Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%, belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14. Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan berlemak (Ketaren, 1986). Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2% (Winarno, 1997).