BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60) dan usia lanjut (>60). Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Usia, Tahun 2011 Kelompok Umur Suami Istri N Persen N Persen 18-40 1 2 9 20 41-60 31 69 36 80 >60 13 29 0 0 Total 45 100 45 100 Tabel 6 menjelaskan usia responden dalam penelitian ini paling muda berusia 40 tahun untuk responden laki-laki dan 30 tahun untuk responden perempuan, usia yang paling tua yaitu 66 tahun untuk responden laki-laki dan 60 tahun untuk responden perempuan. Persentase usia responden laki-laki dan perempuan terbanyak tersebar antara 41-60 tahun sebanyak 69 persen untuk responden laki-laki serta 80 persen untuk responden perempuan. Usia tersebut masuk dalam kategori dewasa madya. Tingginya partisipasi responden pada kategori usia ini sesuai dengan tugas salah satu perkembangan pada masa ini yaitu berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut 5.2. Jenis Kelamin Pada penelitian ini, responden sampel berjumlah 90 orang yang terdiri atas 45 orang laki-laki dan 45 orang perempuan. Jumlah responden sampel dalam
48 penelitian ini setara antara laki-laki dan perempuan dikarenakan unit analisis yang digunakan adalah rumahtangga sehingga dalam satu rumahtangga yang menjadi responden yaitu kedua-duanya laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2011 Jenis Kelamin Jumlah n persen Laki-laki 45 50 Perempuan 45 50 Jumlah 90 100 5.3. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yaitu jenjang terakhir sekolah formal responden yang pernah ditamatkan maupun tidak tamat. Berdasarkan tabel terlihat bahwa persentase terbesar 40 persen untuk responden laki-laki(suami) berpendidikan SMP, dan 31 persen untuk responden perempuan (istri) berpendidikan SMA. Persentase terendah responden tidak pernah mengenyam bangku pendidikan sebesar 0 persen untuk responden perempuan dan satu persen untuk responden laki-laki. Berikut sebaran tingkat pendidikan responden. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan, Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Suami Istri n persen n persen Tidak sekolah 1 2 0 0 Tidak tamat SD 5 11 6 13 Tamat SD 7 16 12 27 SMP 18 40 13 29 SMA 14 31 14 31 Perguruan tinggi 0 0 0 0 Total 45 100 45 100 Tingkat pendidikan di Desa Sidakaton dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah untuk tamatan SD atau sederajat, sedang untuk tamatan SMP atau sederajat, dan tinggi untuk tamatan SMA atau sederajat. Berdasarkan Gambar 2
49 dapat dilihat bahwa persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan tinggi antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) sama yaitu bernilai 31 persen, sedangkan persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan rendah laki-laki memiliki persentase lebih kecil dari pada perempuan hal tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan untuk perempuan masih rendah. Gambar 2. Persentase Responden berdasarkan Kategori Tingkat Pendidikan, Tahun 2011(dalam persen) Berdasarkan data penduduk Desa Sidakaton menurut tingkat pendidikannya, lulusan SD/sederajat memiliki persentase paling tinggi yaitu sebesar 25.21 persen dengan mata pencaharian utama di bidang pertanian. Jumlah tersebut membuktikan bahwa penduduk Desa Sidakaton mayoritas bergerak di bidang pertanian dengan produk unggulan pertanian yaitu bawang merah. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3 yang menggambarkan persentase pekerjaan responden. Gambar 3. Persentase Responden berdasarkan Pekerjaan, Tahun 2011 (dalam persen)
50 5.4. Luasan Kepemilikan lahan Luas lahan adalah luas areal persawahan yang akan ditanam padi atau bawang merah pada musim tertentu. Pada umumnya lahan sawah merupakan lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk menahan/ menyalurkan air, lahan sawaah merupakan lahan yang ditanami padi sawah atau bawang merah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status tanah tersebut. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha. Taraf hidup masyarakat petani pada umumnya rendah dan tergolong pada masyarakat miskin. Menurut Gunawan dan Erwidodo 3 mengungkapkan bahwa di pedesaan, kemiskinan berkolerasi tinggi dengan penguasaan lahan pertanian. Rata-rata pemilik lahan per rumahtangga buruh tani berkisar antara 0,001-0,004 ha untuk lahan kering. Lahan bagi masyarakat pedesaan sangatlah penting karena merupakan faktor produksi, sehingga lahan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi penduduk desa. Menurut Sajogyo (1999) petani dapat digolongkan berdasarkan luas lahan pertanian yaitu: 1. Golongan petani kecil dengan luas lahan < 0,5 ha 2. Golongan petani menengah dengan luas lahan 0,5-1 ha 3. Golongan petani besar dengan luas lahan >1 ha Kepemilikan lahan menentukan status sosial seseorang. Petani dengan lahan garapan yang luas biasanya tingkat ekonominya lebih tinggi daripada petani yang berlahan sempit. Berikut persentase luasan lahan yang digarap oleh responden: 2 http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_0700057_chapter2.pdf diakses pada tanggal 15 November 2011, pukul 19.38 WIB
51 Gambar 4. Persentase Luas Lahan yang digarap, Tahun 2011 (dalam persen) Berdasarkan Gambar 4 diatas bahwa luas lahan petani bawang merah yang digarap dapat digolongkan menjadi tiga yaitu petani yang menggarap lahan seluas < 0,5 ha disebut petani sempit sebanyak 40 persen dan petani bawang merah yang menggarap lahan seluas 0,5-1 ha disebut petani menengah sebanyak 44 persen dan petani bawang merah yang menggapap lahan seluas > 1 ha disebut petani besar sebanyak 16 persen, dapat disimpulkan bahwa luas lahan yang digarap petani bawang merah rata-rata sebesar 0,5-1 ha sehingga petani bawang merah Desa Sidakaton dapat dikatakan tergolong petani sempit dan petani menengah. Petani besar di Desa Sidakaton tidak terlalu banyak hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki lahan yang luas. 5.5. Status Kepemilikan Lahan Selain luas lahan yang dimiliki oleh petani, pengelompokan petani juga dilakukan berdasarkan usaha yang mereka lakukan dalam pertanian. Petani di Indonesia dapat dikelompok menjadi tiga menurut Sandy 3 (1985) yaitu: 1. Petani Pemilik adalah petani yang mengusahakan sendiri lahannya atau disewakan kepada orang lain dengan luasan tertentu. Biasanya lahan yang dimiliki terkumpul dalam satu daerah yang luas namun ada juga petani yang memiliki lahan pertanian yang terpisah-pisah 3 Ibid
52 2. Petani Penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan orang lain atas dasar bagi hasil 3. Buruh tani adalah orang menyewa tenaga kerja dibidang pertanian dalam usahanya mendapat upah. Status Kepemilikan lahan untuk 45 rumahtangga yang menjadi responden sampel di Desa Sidakaton sangat beragam. Persentase tertinggi sebesar 91 persen berstatus pemilik dan penggarap, dan sembilan persen berstatus sebagai penggarap. Berikut persentase status kepemilikan lahan responden sampel desa sidakaton. Gambar 5. Persentase Status Kepemilikan Lahan, Tahun 2011 (dalam persen) Status kepemilikan lahan di Desa Sidakaton hampir rata-rata sebagai pemilik sekaligus sebagai pengarap. Petani Desa Sidakaton kebanyakan menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Sistem bagi hasil pembagiannya tergantung kesepakan antara pemilik dan penggarap biasanya 1/8 atau 1/7. Satu untuk buruh tani/ penggarap dan delapan atau tujuh untuk pemilik lahan dan modal. Semua biaya produksi ditanggung pemilik lahan, buruh tani hanya modal tenaga saja. Hasil terkadang berbentuk uang kadang juga berbentuk barang teergantung hasil panennya, langsung dijual atau masih berbentuk barang.