BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start.


JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan.

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA)

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pendahuluan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas

BAB IV METODE PENELITIAN

Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta ) ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka.

LUQMAN DWI PAMUNGKAS NIM. I

BAB II RETAK PADA PERKERASAN JALAN RAYA. umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

Saiful Anwar Kurniawan NIM. I

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kondisi Eksisting

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA FAKTOR PENYEBAB KERUSAKAN JALAN (STUDI KASUS RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK DAN RUAS JALAN GOR FLOBAMORA)

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. volume maupun berat muatan yang membebani jalan. Oleh karena perubahan

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA

TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX DAN METODE PRESENT SERVICEABILITY INDEX ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI KERUSAKAN RUAS JALAN PULAU INDAH, KELAPA LIMA, KUPANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX

BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

EVALUASI KONDISI DAN KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI BEBERAPA RUAS JALAN KOTA KENDARI

EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY

BAB III LANDASAN TEORI. A. Existing Condition dan Lokasi

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

EVALUASI KUAT TEKAN JALAN BETON YANG POLA PEMBANGUNANNYA DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Teguh Yuono. Abstrak

ANALISIS KERUSAKAN KONSTRUKSI JALAN ASPAL DI KOTA MAKASSAR DENGAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (STUDI KASUS : JALAN LETJEND HERTASNING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Survei Kondisi Jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN PELAYANAN JALAN AKIBAT DISINTEGRATION, UTILITY CUT DEPRESSION, BLEEDING, DAN POLISHED AGGREGATE PADA PERKERASAN LENTUR

EVALUASI JENIS DAN TINGKAT KERUSAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) (STUDI KASUS: JALAN ARIFIN AHMAD, DUMAI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Jalan raya Cibarusah Cikarang, Kabupaten Bekasi merupakan jalan kolektor

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN JALAN DAN PENGARUNYA TERHADAP KECEPATAN KENDARAAN (STUDI KASUS: JALAN BLANG BINTANG LAMA DAN JALAN TEUNGKU HASAN DIBAKOI)

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Dasar teori Definisi Jalan

ANALISA DAYA DUKUNG TANAH (DDT) PADA SUB GRADE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian

RINGKASAN. Kata Kunci : Tanah Ekspansif, Repetisi Beban, Tegangan Tanah, Penurunan Tanah

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tanah Pondasi yang secara langsung mendukung beban akibat beban lalu lintas dari suatu perkerasan, disebut tanah-dasar (subgrade). Tanah-dasar ini, merupakan lapisan tanah yang dipadatkan dan berfungsi sebagai pondasi dari sistem perkerasan (Hardiyatmo,2007) Tanah-dasar sebagai pondasi jalan, terdiri dari materian dalam galian pada bagian atas timbunan dengan ketebalan sekitar 60-90 cm, dibawah dasar struktur perkerasan. Karena tanah-dasar merupakan bagian dari timbunan dimana pondasi bawah (subbase), pondasi (base) atau perkerasan berada, maka integritas dari struktur perkerasan bergantung pada stabilitas struktur tanah-dasar. Pada prinsipnya, tanah-dasar harus tetap dalam kondisi stabil pada kadar air konstan. Untuk itu, tanah-dasar harus dipadatkan dengan baik, agar kemingkinan terjadinya perubahan volume atu terjadinya penurunan tak seragam akibat beban kendaraan dapat diperkecil. Peemadatan yang baik dibutuhkan pada pembangunan untuk badan jalan. Selain itu, drainase yang baik juga dibutuhkan untuk menghindari kadar kair tanah yang terlalu tinggi dalam tanah galian. (Hardiyatmo,2007). Tanah-dasar mengalami tegangan akibat beban roda kendaraan lebih rendah dibandingkan dengan lapis permukaan atau lapis pondasi. Tegangan akibat beban roda, berkurang dengan bertambahnya kedalaman dan pengontrolan tegangan pada tanah-dasar umumnya pada puncaknya, kecuali jika kondisinya tidak umum. Kondisi Tidak umum tersebut, misalnya tanah-dasar berlapis-lapis, kadar air atau kepadatannya sangan bervariasi. Hal-hal ini dapat merubah lokasi pengontrolan tegangan. Kondisi tanah-dasar yang bervariasi tersebut dapat diketahui saat penyelidikan tanah. Perkerasan diatas tanah-dasar, harus mampu mereduksi tegangan yang diterima oleh tanah-dasar pada suatu nilai yang cukup rendah, sehingga dapat mencegah deformasi berlebihan pada tanah-dasar tersebut. (Hardiyatmo,2007). 4

Kurangnya kehati-hatian dalam perencanaan desain konstruksi jalan tanpa memperhitungkan kondisi tanah dapat berakibat kegagalan struktur dengan konsekuensi kerugian materiil yang cukup banyak. Peristiwa amblasnya jalan Gunung Tugel merupakan salah satu Pada awal kerusakan yang terjadi berupa cracking (retak), depression (ambles) sedikit. Hinga pada awal Februari Bermula dari hujan yang cukup deras, tiba-tiba tanah di sekitar jalan amblas. Kerusakan pada jalan raya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu di antaranya adalah sifat fisik yang khusus dimiliki oleh tanah dasar. Sifat fisik khusus tersebut berupa kepekaan tanah dasar tersebut yang tinggi terhadap perubahan kadar airnya. Apabila kadar air tanah tersebut bertambah, maka volume lapisan tanah dasar tersebut meningkat dan mengembang, yang mengakibatkan permukaan jalan bergelombang. Sebaiknya apabila kadar air tanah dasar berkurang, volume tabah akan mengecil, yang mengakibatkan timbulnya retakan pada permukaan jalan. Jenis lapisan tanah dasar tersebut dalam ilmu Mekanika Tanah diklasifikasikan sebagai tanah lempung yang mempunya plastisitas tinggi (L.L.> 41% P.I.> 11%) dan lebih umum disebut Expansive clay. akibat swelling pressure (Sutrisno, 2009). Persoalan tanah mengembang merupakan persoalan yang relatif sulit diatasi. Kegagalan konstruksi yang terjadi pada tanah ekpansif pada prinsipnya sebagian besar disebabkan oleh pemahaman yang masih terbatas terhadap sifat-sifat tanah tersebut. Hal ini mengakibatkan metode analisis yang digunakan dalam penentuan lereng statis atau dinamis dengan mereduksi kekuatan besaran tanah (Anonim, 2003).Lapisan-lapisan perkerasan berfungsi sebagai penyebar beban ke tanah-dasar. Semakin tebal perkerasan, semakin kecil beban lalu lintas yangharus didukung tanah-dasar. Karena itu, bila kapasitas dukung tanah-dasar kecil, maka dibutuhkan perkerasan yang lebih tebal. Cara dimana tanah-dasar mendukung beban roda bergantung pada reaksinya terhadap beban dan perubahan iklim. Reaksi tanah-dasar bergantung pada beberapa parameter karakteristik tanah, antara lain : 1. Potensi Pengembangan (Swelling Potential) 2. Tingkat Keaktivan (Activity) 5

Berdasarkan kajian pustaka diatas maka dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan alternatif desain perbaikan struktur perkerasan jalan di perlukan mengetahui karakteristik tanah-dasarnya sehingga didapatkan desain perbaikan struktur perkerasan jalan yang tepat sesuai kondisi tanah pada ruas Jalan Gunung Tugel Kabupaten Banyumas. 2.2. Tipe-Tipe Kerusakan Pada Perkerasan Lentur Tipe-tipe kerusakan umumnya berbeda-beda. Berikut ini mengacu pada tipe-tipe kerusakan yang disarankan oleh Bina Marga (1995), Lavin (2003), Shahin (1994), Yoder dan Witzcak (1975), rrl (1968), Dan Buku-Buku Katalog Tentang Kerusakan Perkerasan, Yang Diterbitkan Oleh AUTOROADS (1987), FHWA (2003) dan Asphalt Intitute MS-16. Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya dapat diklasifikasi sebagai berikut : 1.2.1 Deformasi Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya(sesudah pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan pentin dari kondisi perkerasan, karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu lintas (kekasaran, genangan air yang mengurangi kekesatan permukaan), dan dapat mencerminkan kerusakan struktur perkerasan. Mengacu pada AUSTROADS (1987) dan Shahin (1994) beberapa tipe deformasi perkerasan lentur adalah : 1. Bergelombang (corrugation) 2. Alur (rutting) 3. Ambles (depression) 4. Sungkur (shoving) 5. Mengembang (swell) 6. Benjol dan turun (bump and sags) 6

Sumber : Hardiyatmo(2007) Gambar 2.1 Tipe-tipe kerusakan deformasi pada permukaan aspal 1.2.2 Retak (crack) Retak dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan melibatkan mekanisme yang kompleks. Secara teoritis, retak dapat terjdi bila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan aspal melampaui tegangan tarik maksimuam yang dapat ditahan oleh perkerasan tersebut. Misalnya, retak oleh kelelahan (fatigue) terjadi akibat tegangan tarik berulang-ulang akibat beban lalu-lintas. Perkerasan yang kurang kuat tidak mempunyai tahanan terhadap tegangan tarik yang tinggi. Demikian pula, jika campuran aspal menghasilkan material yang kuat, tapi ternyata lapisan yang berada di bawahnya lemah, maka campuran juga akan mengalami retak tarik. Mengacu pada AUSTROADS (1987), retak pada perkerasan lentur dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu (Gambar 2.2) 1) Retak memanjang (longitudinal cracks) 2) Retak melintang (transverse cracks) 3) Retak diagonal (diagonal cracks) 4) Retak berkelok-kelok (meandering) 5) Retak reflektif sambungan (joint reflective cracks) 6) Retak blok (block cracks) 7) Retak kulit buaya (alligator cracks) 8) Retak slip (slippage cracks) atau retak bentuk bulan sabit (crescent shape cracks). 7

Sumber : Hardiyatmo(2007) Gambar 2.2 Tipe-tipe retakan perkerasan lentur Prosedur pemeliharaan, umumnya bergantung pada sebab-sebab kerusakan, lebar retak dan jumlah retak pada area yang rusak. Pada perbaikan, penting untuk mencegah infiltrasi air (dan batu dan pasir) ke dalam retakan dan struktur perkerasan yang berada di bawahnya. 1.2.3 Kerusakan di Pinggir Perkerasan Kerusakan di pinggir perkerasan adalah retak yang terjadi di sepanjang pertemuan antara permukaan perkerasan aspal dan bahu jalan, lebih-lebih bila bahu jalan tidak ditutup (unsealed). Kerusakan ini terjadi secara lokal atau bahkan bisa memanjang di sepanjang jalan, dan sering terjadi di salah satu bagian jalan, atau sudut. Akibat dari kerusakan pinggir adalah: a) Lebar perkerasan berkurang. b) Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan kecelakaan. c) Air masuk ke dalam lapis pondasi (base) d) Terjadinya alur di pinggir mengakibatkan erosi pada bahu jalan. 8

Sumber : Hardiyatmo(2007) Gambar 2.3 kerusakan di pinggir perkerasan 1.2.4 Kerusakan Tekstur Permukaan Kerusakan tekstur permukaan merupakan kehilangan material perkerasan secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke arah bawah. Perkerasan nampak seakan pecah menjadi bagian-bagian kecil, seperti pengelupasan akibat terbakar sinar matahari, atau mempunyai garis-garis goresan yang sejajar. Butiran lepas dapat terjadi di atas seluruh permukaan, dengan lokasi terburuk di jalur lalulintas. Kerusakan aspal akibat disintegrasi ini tidak menunjukan penurunan kualitas struktur perkerasan, hanya mempunyai pengaruh terhadap gangguan kenyamanan berkendaraan. Berberapa kerusakan yang tidak diperbaiki, dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas struktur perkerasan. Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat dibedakan menjadi: 1) Butiran lepas (raveling) 2) Kegemukan (bleeding) 3) Agregat licin (polished aggregate) 4) Terkelupas (delamination) 5) Stripping. 9

1.2.5 Lubang (patholes) Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus dan material lapis pondasi (base). Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan kerusakan permukaan lainnya. Lubang bisa terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada. Lubang, umumnya mempunyai tepi yang tajam dan mendekati vertikal. Lubang ini terjadi ketika beban lalu-lintas menggerus bagian-bagian kecil dari permukaan perkerasan, sehingga air bisa masuk. Disintegrasi terjadi karena melemahnya lapis pondasi (base) atau mutu campuran lapis permukaan yang kurang baik. Air yang masuk ke dalam lubang dan lapis pondasi ini mempercepat kerusakan jalan. 1.2.6 Konsolidasi atau Gerakan Tanah Pondasi Penurunan konsolidasi tanah di bawah timbunan menyebabkan distrorsi perkerasan. Perkerasan lentur yang dibangun di atas kotoran atau tanah gambut, akan memunculkan area yang ambles. Kegagalan urugan juga menyebabkan retak yang berbentuk setengah lingkaran di permukaan perkerasan. Gerakan ini dapat dikenali, pertama kali dengan terbentuknya retakan di puncak dari massa yang akan longsor. Retak yang biasanya terbentuk setengah lingkaran, atau pola memanjang pada perkerasan yang berada di atas timbunan harus diselidiki kemungkinan adanya ketidakstabilan lereng. Gerakan akibat mampatnya lapisan tanah lunak, tidak dipengaruhi oleh tebal lapis pondasi (base) atau perkerasan. Gerakan ini dapat ditandai dengan gerakan turun perlahan. Kerusakan semacam ini dapat diperbaiki dengan meletakkan lapisan perata, sehingga kualitas kerataan perkerasan dapat dikembalikan ke kekondisinya semula. 10

2.3 Parameter Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade) Identifikasi karakteristik tanah dasar dilakukan dengan menggunakan parameter - parameter hasil dari uji indeks. Uji indeks yang diperlukan antara lain adalah data properties tanah. Pada umumnya, tanah dengan indeks plastisitas (PI) kurang dari 15 persen tidak akan memperlihatkan perilaku pengembangan. Untuk tanah dengan PI lebih besar dari 15 persen, kandungan kadar lempung harus dievaluasi. Identifikasi secara sederhana dapat dilakukan dengan menghitung nilai potensi pengembangan (swelling potential) dan tingkat keaktifan (activity) berdasarkan nilai-nilai batas Atterberg dan/atau persentase kandungan lempung 2.3.1 Potensi Pengembangan ( Swelling Potential ) Menurut Chen Menurut Chen (1975), potensi pengembangan dapat diidentifikasi menggunakan indeks tunggal berdasarkan nilai indeks plastisitas dari data atterberg seperti pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Tingkat pengembangan tanah (Chen,1975) Indeks Plastisitas / PI ( % ) Potensi Pengembangan 0 15 Rendah 10-35 Sedang 20-55 Tinggi > 55 Sangat Tinggi Sumber : Chen, 1975 Menurut Cara USBR di kembangkan oleh Holtz dan Gibbs (1974) Menurut Cara United State Bureau of Reclamation(USBR) dikembangkan oleh Holtz dan Gibbs Potensi pengembangan dapat diidentifikasi berdasarkan Tabel 2.2 11

Tabel 2.2 Potensi pengembangan tanah (USBR) Cara USBR di kembangkan oleh Holtz dan Gibbs Indeks Plastisitas Kemungkinan Mengembang (%) Derajat Mengembang >35 >30 Sangat Tinggi 25 41 20-30 Tinggi 15 28 10-20 Sedang <18 <10 Rendah Persamaan Potensi Mengembang Seed, Woodward, dan Lundgren S = 60 * K * (PI) ^2,44 K = 3,6 * 10^-5 Sumber : USBR,1974 Menurut Raman Menurut Raman (1967) potensi pengembangan dapat diidentifikasi berdasarkan Tabel 2.3 Tabel 2.3 Potensi pengembangan tanah (Raman, 1967) PI ( % ) Potensi Pengembangan <12 Rendah 12-23 Sedang 23-32 Tinggi >32 Sangat Tinggi Sumber : Raman, 1967 2.3.2 Tingkat Keaktifan (Activity) Batas Atterberg dan fraksi lempung dapat dikombinasikan menjadi satu parameter yang dinamakan tingkat keaktifan (activity). Pada umumnya, tanah dengan indeks plastisitas (PI) kurang dari 15 persen tidak akan memperlihatkan perilaku pengembangan. 12

Menurut Skempton Tingkat keaktifan suatu tanah dapat ditentukan dari persamaan : PI Ac CF dengan : Ac = tingkat keaktifan PI = indeks plastisitas (%) CF = persentase fraksi lempung (%) Jika dikorelasikan dengan potensi pengembangan, maka tanah lempung dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat keaktifannya, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut : Tabel. 2.4 Korelasi tingkat keaktifan dengan potensi pengembangan (Skempton, 1953) Tingkat Keaktifan Potensi Pengembangan < 0,75 Tidak Aktif 0,75 1,25 Normal > 1,25 Aktif Sumber : Skempton, 1953 Menurut Seed Memperlihatkan potensi kembang suatu tanah remasan dikaitkan dengan tingkat keaktifan dan fraksi lempung. Tingkat keaktifan suatu tanah dapat ditentukan dari persamaan di bawah ini dan diplotkan dalam grafik berikut : PI Ac CF 10 Hasil aktifitas ini bersama persentase fraksi lempung kemudian diplotkan pada grafik klasifikasi mengembang yang telah dibuat oleh Seed (1962). Titik perpotongan ini akan berada diantara garis potensi pengembangan 13

1,5%, 5% dan dan 25%, maka tanah akan bersifat pengembangan rendah, medium, tinggi dan sangat tinggi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 Sumber : Seed et al, 1962 Gambar. 2.4 Klasifikasi Potensi Pengembangan (Seed et al., 1962) 14