BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Umum Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar dengan cara menyebarkannya pada lapisan perkerasan tanpa menimbulkan lendutan pada lapis perkerasan yang dapat merusak struktur perkerasan itu sendiri. Berdasarkan jenis bahan pengikatnya, struktur perkerasan jalan dapat dibedakan atas 3 jenis, meliputi : a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan jenis ini bekerja dengan cara memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu struktur perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan ini bekerja sebagai pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu merupakan kombinasi anatar perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya. 14

2 Salah satu jenis perkerasan yang paling umum digunakan adalah perkerasan lentur. Hampir 80 % dari total panjang jalan di Indonesia merupakan perkerasan lentur. Sebagaimana struktur perkerasan pada umumnya, perkerasan lentur juga akan mengalami defisiensi atau penurunan kinerja akibat pengaruh beban lalu lintas dan lingkungan seiiring dengan berjalannya umur rencana perkerasan. Sehingga struktur perkerasan akan membutuhkan upaya-upaya pemeliharaan untuk menjaga kinerjanya. Untuk mempertahankan kinerja perkerasan, diperlukan beberapa tindakan perbaikan kerusakan, baik berupa pemeliharaan rutin yang dilakukan setiap tahun maupun pemeliharaan berkala yang biasanya dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Keseluruhan pemeliharaan tersebut bertujuan untuk menjaga kinerja perkerasan agar dapat memberikan pelayanan sampai akhir umur rencananya. Pada akhir umur rencana, dimana kondisi perkerasan telah mencapai kondisi kritis, maka jenis penanganan yang diperlukan adalah berupa peningkatan atau betterment, dalam hal ini dapat berupa pemberian lapis tambah maupun rekonstruksi perkerasan. II. 2 Daur Ulang Perkerasan Jalan (Recycling) Dewasa ini panjang jaringan jalan beraspal di Indonesia yang perlu perawatan dan peningkatan semakin bertambah. Salah satu cara konvensional untuk memelihara dan merehabilitasi perkerasan jalan yang rusak seperti keausan, retak, bleeding, gelombang dan lainnya adalah dengan memberi satu lapis perkerasan baru (overlay) di atas perkerasan lama. Namun cara ini memerlukan bahan jalan (aggregate dan aspal) yang banyak, sedangkan akhir-akhir ini bahan 15

3 aspal mulai sulit diperoleh di pasaran dan harganya cenderung naik. Kenaikan harga tersebut sesuai dengan kenaikan harga minyak bumi yang diperkirakan akan berlanjut karena semakin berkurangnya kandungan minyak dalam bumi ini. Sebagaimana diketahui bahwa wilayah perkotaan dan jalan-jalan regional utama di Indonesia telah banyak menggunakan konstruksi beton aspal campuran panas (hot mix asphalt concrete). Lapisan beton aspal tersebut bahkan untuk banyak jalan telah terbentuk dengan ketebalan yang tinggi sekali sehingga menggangu drainase, ketinggian bahu dan kerb jalan. Untuk itu teknik daur ulang sangat berpotensial untuk diterapkan pada pemeliharaan jalan-jalan tersebut, khususnya jalan kota dan jalan nasional/propinsi dengan kerusakan campuran aspal (tidak stabil). Teknik daur ulang dilaksanakan dengan menggunakan mesin yang menggaruk ketebalan tertentu dari lapis permukaan jalan, menggemburkannya, mencampurnya secara panas ataupun dingin dengan penambahan aspal, aggregate, aspal modifier, atau bahan pengikat. Kemudian menghamparnya kembali tanpa menambah tinggi permukaan jalan. II Perkembangan Metode Daur Ulang Perkerasan Teknik daur ulang material perkerasan jalan sebenarnya bukanlah suatu konsep yang baru. Teknik pengupasan dan penghancuran struktur perkerasan lama pengolahan kembali dengan berbagai jenis bahan pengikat (binders) untuk membentuk suatu jenis lapis pondasi yang distabilisasi sudah diterapkan pada sejak tahun 1950an. Sementara usaha untuk penyempurnaan dan pengembangan baik dalam metode maupun perlengkapan peralatan yang digunakan terus dilakukan agar diperoleh suatu hasil yang maksimal seiring dengan perkembangan 16

4 teknologi dan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Teknik daur ulang pada dasarnya merupakan perkembangan dari teknik stabilisasi tanah (soil stabilizing) dalam konstruksi pekerasan jalan. Jika dahulu stabilisasi tanah dilakukan dengan peralatan sederhana dengan kemampuan yang sangat terbatas. Saat ini, seiring dengan penemuan alat stabilisasi modern seperti heavy duty recycler Wirtgen WR-2500 atau CMI RS 500/600 memungkinkan dibuatnya stabilisasi material daur ulang perkerasan dengan mudah dan handal. Demikian juga halnya dengan penemuan peralatan pendukung untuk pengaplikasian berbagai jenis bahan pengikat serta proses pencampuran untuk mendapatkan hasil yang optimum semakin mempermudah pelaksanaan teknik daur ulang ini. Di Indonesia studi ataupun pengkajian tentang potensi penerapan teknik daur ulang perkerasan jalan mulai dilakukan pada tahun Dan salah satu teknik daur ulang perkerasan jalan yang saat ini sedang diterapkan di Propinsi Sumatera Utara adalah teknik daur ulang perkerasan yang dikenal dengan teknik Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR). Teknik ini merupakan teknik daur ulang material perkerasan lama ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan mencapai 300 mm ataupun lebih dengan satu kali proses pengerjaan dengan mengunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler. Hasil dari proses ini merupakan lapis pondasi perkerasan daur ulang yang distabilisasi dengan menggunakan semen yang dikenal dengan Cement Treated Recycling Base dan Cement Treated Recycling Sub Base (CTRB dan CTRSB). 17

5 II Keuntungan Metode Daur Ulang Perkerasan Beraspal Sebagai alternatif teknik perbaikan kerusakan jalan, metode daur ulang perkerasan memberikan keuntungan-keuntungan antara lain : 1. Penghematan Material Dengan menggunakan teknik daur ulang perkerasan memungkinkan untuk menggunakan kembali material perkerasan yang lama sebagai bahan baku untuk perbaikan kerusakan jalan sehingga penghematan dari penggunaan material baru dapat dilakukan. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan mengingat sangat sulitnya memperoleh material yang bermutu baik dari segi kualitas maupun kuantitas, terutama di daerah yang tidak memiliki sumber material. 2. Penghematan Energi Selain menghemat penggunaan material baru, teknik daur ulang juga memberikan keuntungan dalam hal penghematan energi. Seperti yang diketahui, untuk memproduksi agregat yang berkualitas seperti batu pecah dibutuhkan energi yang cukup besar yang digunakan dalam operasional mesin pemecah batu (stone crusher). Dengan metode konvensional, kebutuhan agregat akan lebih banyak bila dibandingkan dengan teknik daur ulang energi yang digunakan untuk memproduksi agregat juga lebih besar. Maka dengan penggunaan teknik daur ulang, penghematan energi dapat dilakukan. Demikian juga halnya dengan transportasi yang digunakan untuk mengangkut material perkerasan dari semuber material ke lokasi pekerjaan yang juga membutuhkan energi yang cukup besar. 18

6 3. Penghematan Biaya Dari segi biaya, jelas terlihat bahwa teknik daur ulang dapat menghemat penggunaan biaya yang diperlukan untuk pengadaan material baru. Hal ini karena dalam metode konvensional, pemakaian material perkerasan baru lebih banyak bila dibandingkan dengan teknik daur ulang, sehingga pengeluaran biaya untuk pengadaan material tersebut juga akan lebih besar. Namun hal itu semua juga harus didukung oleh ketersediaan perlatan yang diperlukan untuk pelaksanaan teknik daur ulang, dimana peralatan tersebut masih sulit untuk diperoleh di Indonesia, sehingga biaya untuk mendatangkannya terkadang dapat menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan metode konvensional. 4. Pelestarian Lingkungan Keuntungan lain yang tidak kalah penting dengan digunakannya teknik daur ulang perkerasan adalah terpeliharanya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Hal ini disebabkan karena dalam teknik daur ulang, material perkerasan lama dapat dimanfaatkan kembali, sementara dalam metode konvensional, material perkerasan lama yang telah dibongkar biasanya dibiarkan berserakan disekitar lokasi pekerjaan. Kondisi ini disamping mengganggu keindahan juga dapat mengganggu aktifitas lainnya. Umumnya material perkerasan lama yang dibuang tersebut memakan tempat, dan mengganggu ruang gerak diskitar lokasi pembuangan material tersebut. 19

7 II Pertimbangan Metode Daur Ulang Sebagai Alternatif Perbaikan Jalan Teknik daur ulang merupakan salah satu dari beberapa alternatif perbaikan perkerasan jalan. Sebelum menentukan teknik alternatif yang akan digunakan, perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kerusakan perkerasan jalan dengan melakukan pengujian lapangan seperti survey kondisi permukaan perkerasan, tingkat kekasaran, nilai lendutan serta uji laboratorium terhadap contoh material perkerasan untuk mengetahui penyebab kerusakan jalan serta karakteristik material perkerasan eksisting. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, dibuat evaluasi untuk menetukan alternatif perbaikan yang paling sesuai untuk mengatasi kerusakan yang terjadi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknik daur ulang sebagai alternatrif perbaikan jalan antara lain : - Pertimbangan Teknis - Pertimbangan Ekonomi - Pertimbangan Lingkungan II Pertimbangan Teknis Merujuk kepada konsep yang digunakan oleh Dinas Bina Marga, dimana untuk jalan yang telah memasuki kondisi kritis dimana nilai IRI lebih besar atau sama dengan 12, maka langkah penanganan yang diambil adalah berupa rekonstruksi jalan dengan menutup permukaan jalan lama dengan material agregat kelas A untuk selanjutnya dilapisi dengan lapisan penutup berupa lapisan beraspal yang terdiri dari dua lapisan yaitu laston lapis aus (AC WC) dan laston lapis 20

8 antara (AC BC). Pada kondisi ini, struktur perkerasan lama dianggap sebagai tanah dasar atau underlying base material, dimana pada kondisi ini struktur perkerasan lama dianggap tidak lagi memberikan kontribusi terhadap daya dukung perkerasan (dianggap sama dengan nol). Meskipun konsep ini dianggap mampu untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, namun sebagai suatu metode rehabilitasi tentunya metode ini juga memiliki beberapa kelemahan antara lain : - Membutuhkan material baru (import material) dalam jumlah yang besar. - Pelapisan ulang yang dilakukan secara berulang-ulang akan semakin menambah tebal keseluruhan dari konstruksi perkerasan. Hal ini dapat menjadi masalah ketika struktur perkerasan yang dilapis ulang berada diatas struktur jembatan mapun flyover, dimana dengan bertambahnya tebal, secara otomatis juga dapat menambah berat struktur perkerasan yang menjadi beban pada lantai jembatan, dan sebagainya. - Dengan bertambahnya tebal perkerasan, maka elevasi muka jalan juga akan mengalami peningkatan, akibatnya perlu penyesuaian elevasi banguan pelengkap jalan terhadap perubahan elevasi muka jalan tersebut, sehingga hal ini akan menambah jumlah pekerjaan yang harus dilakukan ketika melaksanakan pekerjaan rehabilitasi jalan. Salah satu alternatif lain yang dapat digunakan untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasi jalan adalah dengan menggunakan teknik daur ulang. 21

9 Dengan menggunakan teknik daur ulang, struktur pekerasan lama diolah kembali untuk menghasilkan lapis pondasi daur ulang yang distabilisasi dengan semen sebagai bahan pengikatnya (Cement Treated Recycling Base/CTRB) untuk selanjutnya ditutup dengan lapisan penutup berupa lapisan beraspal. Pada teknik ini, lapis penutup beraspal yang digunakan cukup satu lapisan saja, yaitu laston lapis aus (AC WC). Hal ini disebabkan karena lapis CTRB yang dihasilkan melalui proses daur ulang memiliki kekakuan yang cukup tinggi sehingga walaupun hanya ditutup dengan satu lapis lapisan aus, kekuatannya sudah menyamai kekuatan perkerasan konvensional yang menggunakan dua lapis lapisan penutup seperti yang telah diuraikan diatas. Sehingga dengan menggunakan teknik daur ulang, penggunaan material baru dapat dihemat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penambahan tebal maupun peningkatan elevasi perkerasan dapat dihindari. Pada teknik daur ulang ini, ketebalan lapis perkerasan yang akan didaur ulang ditentukan oleh tebal lapis perkerasan lama yang tersedia di lapangan yang dapat diketahui dengan melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kondisi perkerasan eksisting di lapangan, serta ketebalan lapis pondasi daur ulang (CTRB) yang dibutuhkan. Dengan kata lain, tebal lapis perkerasan yang tersdia untuk didaur ulang harus lebih besar atau sama dengan tebal lapis CTRB yang dibutuhkan. Dalam hal dimana tebal perkerasan lama yang akan didaur ulang lebih kecil daripada tebal CTRB yang diperlukan, maka permukaan perkerasan lama harus ditimbun terlebih dahulu dengan material baru dengan gradasi agregat yang sesuai dengan gradasi material yang diperlukan sampai mencapai ketebalan yang mencukupi untuk melakukan proses daur ulang. Material baru yang dapat 22

10 digunakan untuk menambah ketebalan lapis perkerasan lama agar memenuhi ketebalan yang dibutuhkan tersebut dapat berupa agregat kelas B, dengan gradasi bergantung pada gradasi material yang tersedia di lapangan, serta gradasi material yang diperlukan untuk pembuatan CTRB. Gambar 2. 1 Teknik Alternatif Rehabilitasi Jalan II Pertimbangan Ekonomi Keterbatasan dana merupakan permasalahan yang sering dihadapi dalam pekerjaan pemeilharaan perkerasan jalan sehingga upaya penghematan dan optimasi terhadap penggunaan dana yang tersedia harus selalu dilakukan untuk menghindari terjadinya pemborosan. Pemborosan-pemborosan yang sering terjadi dalam pekerjaan pemeliharaan jalan, khususnya pelapisan ulang terletak pada beberapa hal berikut : 23

11 - Mengandung unsur over design karena pelapisan ulang dialkukan dengan tebal yang seragam (yang biasanya lebih besar dari minimum) meskipun tingkat kerusakan yang terjadi tidak sama. - Adanya batasan tebal minimum tebal pelapisan ulang yang sering kali melebihi kebutuhan yang diperlukan. - Adanya kesulitan untuk melakukan perbaikan mutu bahan dan kekuatan konstruksi yang akan dilapis ulang. - Perubahan elevasi jalan akibat bertambahnya tebal perkerasan karena pelapisan ulang yang dilakukan memerlukan penyesuaian (dalam hal ini pembongkaran) elevasi dari beberapa bangunan pelengkap jalan yang sering kali kondisinya masih bagus. - Kenaikan harga material perkerasan yang secara langsung berdampak pada semakin besarnya biaya yang harus disediakan untuk perbaikan jalan, dan sebagainya. Dengan menggunakan teknik daur ulang, permasalahan-permasalahan tersebut diatas diharapkan dapat diatasi karena dengan menggunakan teknik daur ulang, dimungkinkan untuk menjaga elevasi jalan sehingga penyesuaian elevasi bangunan pelengkap terhadap elevasi jalan tidak diperlukan. Dengan teknik daur ulang juga dimungkinkan untuk memperbaiki bagian perkerasan yang rusak saja dan juga menghemat penggunaan material baru sehingga penghematan dapat dilakukan. Salah satu hal yang juga perlu diperhatikan dalam menggunakan teknik daur ulang sebagai teknik alternatif rehabilitasi jalan adalah teknik yang digunakan sedapat mungkin harus memiliki kekuatan yang relatif sama dengan 24

12 teknik konvensional dengan harga yang relatif lebih murah dari pada teknik konvensional sehingga tujuan penggunaan teknik daur ulang untuk menghemat penggunaan biaya dapat tercapai. II Pertimbangan Lingkungan Masalah lingkungan yang sering menyertai dalam setiap kegiatan perbaikan jalan khususnya pelapisan ulang konvensional terutama didaerah perkotaan adalah semakin tingginya elevasi jalan terhadap lahan hunian, perkantoran dan bangunan lain disepanjang jalan yang dilapis ulang, dimana kondisi ini sangat merugikan dibanyak aspek, baik dari segi estetika, fungsional dan segi teknik lainnya dari bangunan-bangunan tersebut. Perubahan elevasi jalan juga berdampak pada kinerja sistem saluran drainase lingkungan disekitar jalan. Secara tidak langsung, penambahan elevasi jalan akibat pelapisan ulang akan melindungi jalan dari bahaya banjir, namun sebaliknya akan menambah bahaya banjir bagi lingkungan disekitarnya. Aspek lingkungan lainnya adalah mulai dirasakannya kesulitan untuk memperoleh material konstruksi jalan, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, sehingga terkadang material tersebut harus didatangkan dari daerah lain. Pengangkutan material ini tentunya dilakukan dengan menggunakan truktruk berat yang dapat menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas maupun menimbulkan kerusakan baru pada jaringan jalan lain disekitar lokasi pekerjaan. Demikian juga halnya pada proses rekonstruksi jalan yang dilakukan dengan membongkar dan membuang material perkerasan jalan lama yang telah rusak dan menggantinya dengan perkerasan baru. Hal ini juga dapat menjadi masalah ketika tidak terdapat lahan yang dapat digunakan untuk membuang 25

13 material bekas perkerasan jalan yang jumlahnya tentu tidak sedikit. Demikian juga halnya dengan pengangkutan material keluar (pembuangan) dan masuk (pengadaan) lokasi pekerjaan, hal ini dapat juga menyebabkan gangguan terhadap lingkungan sekitar pekerjaan sperti yang telah diuraikan sebelumnya. Dari permasalahan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa masalah lingkungan yang sering terjadi dalam pekerjaan perbaikan jalan lebih diakibatkan oleh perubahan elevasi jalan, gangguan terhadap arus lalu lintas dan kerusakan baru pada jaringan jalan disekitar lokasi pekerjaan. Dengan penerapan teknik daur ulang, sebagian besar permasalahan tersbut dapat dipecahkan. II Kriteria Jalan Yang Dapat Didaur Ulang Adapun kriteria ruas jalan yang direkomendasikan untuk diperbaiki dengan menggunakan metode daur ulang meliputi : Ruas jalan yang rusak berat, nilai IRI > atau sama dengan 12, tetapi dulunya memiliki base course dan lapisan aus. Kondisi perkerasan telah rusak parah dan tidak dapat direhabilitasi hanya dengan melakukan pelapisan ulang saja. Kerusakan perkerasan yang terjadi menunjukkan bahwa penyebab kerusakan adalah kegagalan pada lapis pondasi perkerasan, baik pondasi atas maupun pondasi bawah. Ruas jalan yang selalu bermasalah dengan genangan air akibat tidak berfungsinya saluran drainase perkerasan. 26

14 Ruas jalan yang dilalui truk overload yang cukup banyak, sehingga kekuatan struktur perkerasan tidak lagi memadai untuk memikul beban lalu lintas di masa depan. Ruas jalan yang biaya pemeliharaannya meningkat dari tahun ketahun. II. 3 Metode Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) Yang dimaksud dengan Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) adalah proses daur ulang material ditempat baik yang berupa material berbutir kasar/halus ataupun campuran aspal yang telah mengalami kerusakan dengan kedalaman lapisan lebih dari 300 mm dengan satu kali pengerjaan sekaligus dengan menggunakan peralatan large reclaimer/stabilizer/recycler. Keberadaan dan penemuan peralatan untuk stabilisasi memungkinkan dibuatnya DLIPR dengan mudah dan handal.peralatan tersebut antara lain heavy duty recycler Wirtgen WR-2500 atau CMI RS 500/650 atau yang lainnya.penggunaan berbagai macam bahan pengikat/binder serta proses blending untuk mendapatkan hasil yang optimum juga telah banyak dilakukan. Untuk dapat melakukan proses ini terlebih dahulu diperlukan penyelidikan/investigasi secara menyeluruh dan kemudian dilakukan perencanaan perkerasan dengan cara mekanistik empiric.investigasi yang dibutuhkan antara lain jumlah lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut,pemeriksaan visual lapangan,tes pit dan pengambilan sample,pengukuran lendutan,pengukuran roughness,rut depth,dll. 27

15 Metode Pelaksanaan Recycling Gambar 2. 2 Metode Pelaksanaan DLIPR II Cement Treated Recycling Base dan Sub Base (CTRB dan CTRSB) CTRB dan CTRSB merupakan jenis lapis pondasi jalan yang dibuat dengan menggunakan material daur ulang perkerasan lama yang telah rusak. Pekerjaan daur ulang ini meliputi pemrosesan daur ulang (recycling) pada perkerasan jalan lama baik jalan kerikil/agregat atau jalan aspal yang telah terlebih dahulu dipersiapkan. Pekerjaan daur ulang ini dilaksanakan pada jalan aspal/agregat/kerikil yang perlu distabilisasi atau ditingkatkan kemampuan daya dukungnya dengan menambahkan bahan tambah semen sebagai bahan lapis pondasi atau lapis pondasi bawah. Apabila material yang digunakan terdiri dari selected material, lapisan aspal eksisting dan semen maka disebut Cement Treated Recycling Subbase (CTRSB), sedangkan apabila material yang digunakan terdiri atas kerikil/agregat, lapisan aspal eksisting dan semen dinamakan Cement Treated Recycling Base (CTRB). 28

16 II Kinerja Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR) Banyak percobaan atau riset-riset telah dilakukan untuk melihat kinerja dari Deep Lift Insitu Pavement Recycling (DLIPR), tetapi kinerja yang terukur dan terdokumentasi dengan baik adalah percobaan yang dikenal dengan nama The Cooma Accelerated Loading Facilities Trial (Cooma ALF). Percobaan ini dilakukan dengan memberikan pembebanan berulang pada perkerasan yang menggunakan lapisan pondasi hasil daur ulang perkerasan lama yang distabilisasi dengan semen untuk mensimulasikan perulangan beban yang diberikan oleh roda kendaraan akibat arus lalu lintas. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan : Menentukan kinerja DLIPR dengan menggunakan peralatan yang ada pada lapisan tanah dasar yang lunak maupun tanah dasar yang berkekuatan baik. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai distress yang terjadi dan menentukan pengaruh tebal recycling terhadap kinerja perkerasan. Membandingkan rumus-rumus fatigue yang ada dengan hasil penelitian. Mendapatkan semua data yang dibutuhkan untuk membuat spesifikas perencanaan perkerasan yang menggunakan lapis pondasi hasil daur ulang perkerasna yang lama. Adapun hasil dari percobaan yang telah dilakukan adalah : Dari percobaan accelerated loading, seluruh DLIPR yang diuji berada pada subgrade 4% memberikan fatigue lives sekurang-kurangnya dua kali dari beban yang diestimasikan pada Monaro Highways, NSW, Australia yaitu 29

17 5,3 x 10^6 ESAL. Hal ini menunjukkan bahwa perkerasan yang didaur ulang cocok untuk jalan luar kota dengan lalu lintas sedang sampai berat. Dengan menggunakan alat pemadat yang umum digunakan, maka diperoleh hasil pada lapis pondasi hasil daur ulang perkerasan lama dengan tebal lebih besar dari 300 mm, akan dijumpai pengurangan kepadatan relatif sebesar 5% pada sepertiga tebal terbawah lapis pondasi hasil daur ulang yang akan mengurangi nilai modulusnya sampai sekitar 50%. Untuk itu diperlukan alat pemadat yang cocok untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Penggunaan alat uji kepadatan nuklir (nuclear densytometer) tidak dianjurkan untuk ketebalan lapisan lebih dari 300 mm. sehngga metode pengujian dengan cara pengeboran inti atau pun tes pit lebih dianjurkan. Untuk mencegah erosi dan untuk mendapatkan lapisan yang cukup kaku maka jumlah minimum binder yang digunakan adalah 4 %. Modulus perencanaan untuk lapisan pondasi hasil daur ulang perkerasan disarankan sebesar 5000 Mpa. II. 4 Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Pavement Condition Index (PCI) Menurut Metode Pavement Condition Index (PCI), jenis dan tingkat kerusakan perkerasan lentur jalan raya dibedakan menjadi : a. Alligator Cracking Retak yang saling merangkai membentuk kotak kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Kerusakan ini disebabkan karena konstruksi 30

18 perkerasan yang tidak kuat dalam mendukung beban lalu lintas yang berulang ulang. Pada mulanya terjadi retak retak halus, akibat beban lalu lintas yang berulang menyebabkan retak retak halus terhubung membentuk serangkaian kotak kotak kecil yang memiliki sisi tajam sehingga menyerupai kulit buaya. Retak buaya biasa terjadi hanya di daerah yang dilalui beban lalu lintas yang berulang dan biasanya disertai alur, sehingga tidak akan terjadi di seluruh daerah kecuali seluruh area jalan dikenakan arus lalu lintas. Cara mengukur kerusakan yang terjadi adalah dengan menghitung luasan retak. Tingkat kerusakan alligator cracking (retak kulit buaya) dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling terhubung tanpa ada retakan yang pecah, kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah, dan kerusakan berat (high) yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan. 31

19 Gambar 2.3 Alligator Cracking b. Bleeding Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket. Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih. Cara mengukur kerusakan adalah dengan menghitung luasan kegemukan yang terjadi. Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai dengan permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan, kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal menempel pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan berat (high) yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat jejak roda kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan. 32

20 Gambar 2.4 Bleeding c. Block Cracking Hampir sama dengan retak kulit buaya, merupakan rangkaian retak berbentuk persegi dengan sudut tajam, tetapi bentuknya saja yang lebih besar dari retak kulit buaya. Block craking ini tidak hanya terjadi di daerah yang mengalami arus lalu lintas berulang, tetapi juga dapat terjadi di daerah yang jarang dilalui arus lalu lintas. Gambar 2.5 Block Cracking 33

21 d. Bumps and Sags Merupakan tonjolan kecil yang terjadi pada permukaan perkerasan, berbeda dengan jembul (shoving) yang di sebabkan oleh ketidak stabilan aspal, bumps and sags ini dapat disebabkan oleh penumpukan material pada suatu celah jalan yang diakibatkan oleh beban lalu lintas. e. Corrugation Keriting (corrugation) Kerusakan lapisan perkerasan tampak seperti bergelombang dimana jarak antara tiap gelombang sangat dekat. Tingkat kerusakan diukur dari beda tinggi antar lembah dan puncak gelombang. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh terjadinya pergeseran bahan perkerasan, lapis perekat antara lapis permukaan dan lapis pondasi tidak memadai, pengaruh kendaraan yang sering berhenti dan berjalan secara tiba-tiba. Tingkat kerusakan keriting dapat diukur berdasarkan kedalaman keriting yang terjadi. Untuk tingkat kerusakan ringan (low) kedalaman < ½ inchi, untuk (medium) kedalaman ½ 1 inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 1 inchi. Gambar 2.6 Corrugation 34

22 f. Depression Amblas (depression) merupakan kerusakan yang terjadi dimana suatu permukaan lapisan perkerasan lebih rendah daripada lapisan permukaan di sekitarnya, sehingga kondisi jalan tampak seperti membentuk kubangan atau lengkungan. Kerusakan ini terjadi karena beban lalu lintas yang berlebih tidak sesuai dengan perencanaan. Tingkat kerusakan amblas dapat diukur berdasarkan kedalaman amblas yang terjadi. Untuk tingkat kerusakan ringan (low) kedalaman ½ - 1 inchi, untuk (medium) kedalaman 1 2 inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 2 inchi. Gambar 2.7 Depression g. Edge Cracking Kerusakan yang terjadi pada tepi lapis perkerasan yang tampak berupa retakan, kerusakan jenis ini biasanya terjadi akibat kepadatan lapis permukaan di tepi perkerasan tidak memadai, juga disebabkan seringnya air yang dari bahu jalan. 35

23 Gambar 2.8 Edge Cracking h. Joint Reflection Cracking Retak refleksi merupakan jenis kerusakan jalan yang berbentuk seperti retak memanjang dan melintang membentuk kotak. Retak refleksi ini merupakan gambaran dari retak perkerasan sebelumnya. Gambar 2.9 Joint Reflection Cracking i. Lane / Shoulder Drop Off Ditandai dengan adanya perbedaan elevasi antara badan jalan dengan bahu jalan. Kerusakan ini dapat disebabkan oleh erosi tanah pada bahu jalan, 36

24 penurunan tanah dasar pada bahu, dan juga perencanaan jalan tanpa menyesuaikan tingkat bahu jalan. Kerusakan ini sangat berbahaya bagi pengendara karena perbedaan elevasi yang besar antara badan jalan dan bahu jalan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Gambar 2.10 Lane/Shoulder Drop Off j. Longitudinal and Transverse Cracking Retak memanjang (longitudinal cracking) merupakan retak yang terjadi searah dengan sumbu jalan, retak melintang (transverse cracking) merupakan retak yang terjadi tegak lurus sumbu jalan. Retak ini disebabkan oleh kesalahan pelaksanaan, terutama pada sambungan perkerasan atau pelebaran, dan juga dapat disebabkan penyusutan permukaan aspal akibat suhu rendah atau pengerasan aspal. 37

25 Gambar 2.11 Longitudinal and Transverse Cracking k. Patching and Utility Cut Patching Tambalan (patching) adalah wilayah perkerasan yang telah diganti menjadi baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan dianggap merupakan cacat jalan walaupun sudah di kerjakan dengan sangat baik. Idetifikasi terhadap tambalan ini biasanya diukur dengan menghitung luasan tambalan. Tambalan dibagi berdasarkan tingkat kerusakannya yaitu tingkat kerusakan rendah (low), sedang (medium), dan berat (high), sesuai dengan bentuk tambalannya. Gambar 2.12 Patching and Utility Cut Patching 38

26 l. Polished Aggregate Kerusakan ini ditandai dengan aggregat pada permukaan jalan menjadi halus dan licin akibat beban lalu lintas yang berulang ulang. Ini menyebabkan daya saling mengikat antara ban kendaraan dengan aspal menjadi berkurang sehingga berbahaya pada saat mengemudi kencang karena jalan memiliki tingkat kekasaran (skid resistance) yang rendah. Cara mengukur adalah dengan menghitung luasan yang mengalami polished aggregate, tetapi jika disertai dengan kerusakan kegemukan (bleeding), maka polished aggregate diabaikan. Gambar 2.13 Polished Aggregate m. Potholes Lubang (potholes) biasanya berukuran tidak begitu besar (diameter < 90 cm). berbentuk seperti mangkuk yang tidak beraturan dengan pinggiran tajam. pertumbuhan lubang semakin besar diakibatkan kondisi air yang tergenang pada badan jalan. Lubang pada dasarnya bermula dari retakretak yang semakin parah akibat air meresap hingga ke lapisan jalan 39

27 sehingga menyebabkan sifat saling mengikat aggregat dalam lapisan menjadi berkurang. Berdasarkan tingkat kerusakannya, lubang dapat di bagi menjadi kerusakan rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). Ketentuannya dapat di jelaskan pada tabel 2.2 dibawah ini. Tabel 2.1 Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes) Diameter (Inchi) Kedalaman (Inchi) 4-8 > 8-18 > ,5 1 L L M > 1 2 L M H > 2 M M H Sumber : Departement of Defense (2004), Pavement Maintenance Management, UFC , Unified Facilities Criteria (UFC), USA Gambar 2.14 Potholes 40

28 n. Railroad Crossing Kerusakan ini merupakan lintasan jalur kereta api yang terdapat dalam jalan raya. Terdapat benjolan dan lengkugan pada daerah lintasan ini sehingga mengganggu kenyamanan pengendara. Cara mengukur adalah dengan menghitung luasan jalur kereta yang melintasi jalan dan juga diukur sesuai dengan tingkat kerusakannya. Gambar 2.15 Railroad Crossing o. Rutting Alur (rutting) adalah penurunan setempat yang terjadi pada jalur roda kendaraan, alur pada permukaan jalan ada yang disertai retak dan tanpa disertai retak. Alur tidak terjadi di seluruh permukaan badan jalan, hanya pada daerah yang dilalui roda kendaraan. Dapat disebabkan adanya muatan yang berlebih sehingga menyebabkan deformasi yang permanen pada permukaan jalan. Jika alur sering tergenang air maka dapat meningkat menjadi lubang. 41

29 Berdasarkan tingkat kerusakannya, alur di bagi menjadi 3 yaitu, tingkat kerusakan rendah (low) dengan kedalaman peurunan ¼ - ½ inchi, tingkat kerusakan sedang (medium) dengan kedalaman penurunan > ½ - 1 inchi, dan tingkat kerusakan buruk (high) dengan kedalaman penurunan > 1 inchi. Gambar 2.16 Rutting p. Shoving Jembul (shoving) umumya terjadi di sekitar alur roda kendaraan di tepi perkerasan dan sifatnya permanen. Kerusakan ini disebabkan oleh arus lalu lintas yang melebihi beban standar. Cara mengukur jembul adalah dengan mengukur luasan permukaan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi. 42

30 Gambar 2.17 Shoving q. Slippage Cracking Retak selip (slippage cracking) merupakan retak menyerupai bulan sabit atau setengah retak berbentuk bulan yang memiliki dua ujung menunjuk jauh kearah lalu lintas. Cara mengukur retak selip adalah dengan mengukur luasan permukaan sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi mulai dari rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). Gambar 2.18 Slippage Cracking 43

31 r. Swell Pembengkakan jalan (swell) merupakan kerusakan yang di tandai dengan tonjolan di sekitar permukaan jalan dan dapat mencapai panjang sekitar 3 m pada permukaan jalan, dapat juga disertai retak permukaan. Ini disebabkan kepadatan tanah dasar yang kurang. Memiliki tingkatan kerusakan mulai dari rendah (low), sedang (medium), dan buruk (high). s. Weathering and Ravelling Kerusakan ini ditandai dengan permukaan perkerasan yang kasar dan rusak akibat hilangnya bahan pengikat aspal atau tar sehingga menyebabkan pelepasan butiran aggregat. Pelepasan butiran ini menunjukkan kualitas aspal serta campuran yang rendah atau ada kesalahan dalam pencampuran. Pelepasan butiran ini juga dapat di sebabkan adanya lalu lintas yang berlebih. Berdasarkan tingkat kerusakannya dapat dibedakan menjadi kerusakan rendah (low) ditandai dengan dimulainya pelepasan butiran pada permukaan jalan, kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang menyebabkan permukaan jalan menjadi tidak rata dan kasar, kerusakan berat (high) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang menyebabkan permukaan menjadi tidak rata, kasar, dan tidak jarang disertai dengan adanya lubang disekitar kerusakan. 44

32 II. 5 International Roughness Index (IRI) International Roughness Index ( IRI ) dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun IRI digunakan untuk menentukan karakteristik profil memanjang dari jalur yang dilewati roda kendaraan untuk menentukan suatu pengukuran tingkat kekasaran permukaan yang standar. Satuan yang biasanya digunakan adalah meter per kilometer ( m/km ) atau millimeter per meter ( mm/m ). Pengukuran IRI didasarkan pada perbandingan akumulasi pergerakan suspensi kendaraan standar ( dalam mm, inchi, dll ) dengan jarak yang ditempuh oleh kendaraan selama pengukuran berlangsung ( dalam m, km, dll ). Gambar 2.19 International Roughness Index (IRI) 45

33 Pada penelitian ini alat yang akan digunakan untuk mengukur nilai kerataan perkerasan adalah Roughometer II seperti dalam gambar Gambar 2.20 Data acquisition hardware connections (excluding GPS option) Sebelum proses pengukuran nilai kerataan perkerasan maka harus dilakukan kalibrasi, yaitu kalibrasi sensor IRI dan kalibrasi sensor jarak. Adapun proses kalibrasinya adalah sebagai berikut : 1. Pemasangan Sensor IRI a. Siapkan Sensor IRI, Interface, Controller, dan Waterpass b. Hubungkan Sensor IRI, Interface, dan Controller dengan kabel-kabel pendukung. 46

34 Gambar 2.21 Penyiapan alat c. Hidupkan Controller dan lakukan kalibrasi Sensor IRI pada posisi 0 (tanda menghadap ke bawah) dan 180 (tanda menghadap ke atas). d. Gunakan Waterpass untuk memperoleh posisi horisontal. Gambar 2.22 Kalibrasi Sensor IRI 47

35 e. Buka roda belakang sebelah kanan untuk pemasangan sensor IRI Gambar 2.23 Pembukaan roda belakang f. Pasangkan Sensor IRI pada sumbu roda belakang. g. Bila pemasangan Sensor IRI pada posisi 0 tidak dapat dilakukan, maka gunakan posisi 90. Jangan lupa untuk memindahkan Sensor IRI dari klemp sensor, sehingga tanda tetap menghadap ke bawah. h. Gunakan Waterpass untuk memperoleh posisi horisontal. Gambar 2.24 Pemasangan sensor IRI 48

36 2. Pemasangan Sensor Jarak a. Pasang penghubung Sensor Jarak dengan baut roda belakang kanan. Gambar 2.25 Pemasangan baut penghubung b. Pasang Sensor Jarak pada roda belakang kanan. Jangan lupa gunakan posisi Common terlebih dulu. c. Untuk menghindari terlepasnya Sensor Jarak dari roda belakang kanan, gunakan baut roda dengan ukuran minimum 5 cm. Gambar 2.26 Pemasangan sensor jarak 49

37 d. Pasangkan kabel sensor jarak dan tongkat indikator serta penahan tongkat indikator. Gambar 2.27 Pemasangan tongkat indikator 3. Kalibrasi Sensor Jarak a. Lakukan kalibrasi Sensor Jarak pada jalan yang lurus dan mempunyai jarak meter atau 1 kilometer. b. Lakukan survei kerataan jalan untuk masing-masing lajur jalan. c. Jangan lupa untuk melakukan Delete Data, agar memori data tetap 275 km. Patok Km Patok Km m h Gambar 2.28 Ilustrasi kalibrasi sensor jarak 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang berada

Lebih terperinci

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang BAB II PERKERASAN JALAN RAYA 2.1. Jenis dan Fungsi Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA

BAB II PERKERASAN JALAN RAYA BAB II PERKERASAN JALAN RAYA 2.1 Jenis Dan Fungsi Lapisan Perkerasan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi. Aktifitas masyarakat seiring dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, telah banyak mengalami peningkatan yang pesat dalam intensitas aktifitas sosial ekonomi seiring dengan kemajuan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan analisis data dijelaskan dalam bagan alir seperti Gambar 4.1. Start Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Data Primer 1. Dimensi Jalan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Jenis Kerusakan pada Perkerasan Jalan BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Sulaksono (2001) mengatakan bahwa pada dasarnya setiap struktur perkerasan jalan akan mengalami proses pengerusakan secara progresif sejak jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1. Mulai. Studi Pustaka. BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan penelitian dijelaskan dalam bagan alir pada Gambar 4.1 Mulai Studi Pustaka Metode Penelitian Persiapan Pengambilan Data Data Primer 1. Dimensi Kerusakan

Lebih terperinci

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016

TEKNIKA VOL.3 NO.2 OKTOBER_2016 IDENTIFIKASI KERUSAKAN JALAN (STUDI KASUS RUAS JALAN BATAS KOTA PALEMBANG SIMPANG INDERALAYA) Sartika Nisumanti 1), Djaenudin Hadiyana 2) 1),2) Jurusan Teknik Sipil Universitas Indo Global Mandiri Jl Jend.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang akan dilakukan, dijelaskan dengan bagan alir berikut: Mulai Studi Pustaka Survai Pendahuluan Pengumpulan Data Data Primer: Survei

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perlintasan Sebidang BAB III LANDASAN TEORI A. Perlintasan Sebidang Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 770 Tahun 2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Metode Penelitian. Persiapan. Pengambilan Data BAB IV METODE PENELITIAN A. Tahap Penelitian Tahapan Analisis dan penafsiran data dijelaskan dalam bagan alir di bawah ini Gambar 4.1 Mulai Studi Pustaka Metode Penelitian Persiapan Pengambilan Data Data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (Overloaded), panas atau suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi pustaka. Metode penelitian. Orientasi lapangan. BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Tahap penelitian analisis kerusakan jalan pada perkerasan lentur dengan metode Pavement Condition Index (PCI) harus sesuai dengan teori dan prosedur analisa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada bidang transportasi adalah pembangunan sarana dan prasarana berupa jalan yang sangat penting bagi suatu daerah atau wilayah sehingga dapat saling

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Existing Condition Dan Lokasi Penelitian ini dilakukan di Jalan Kabupaten, Kabupaten Sleman dan Jalan Bibis, Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dengan panjang 5 KM.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Kondisi Perkerasan Nilai Kondisi Perkerasan dihitung berdasarkan data dari hasil pengamatan visual di lapangan yang diperoleh dalam bentuk luasan kerusakan, panjang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penilaian kerusakan secara detail dibutuhkan sebagai bagian dari perencanaan dan perancangan proyek rehabilitasi. Penilaian kerusakan perkerasan adalah kompilasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada penelitian Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI ( Pavement Contidion Index) yang meneliti tingkat dari kondisi permukaan perkerasan dan ukurannya yang ditinjau

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index

BAB III LANDASAN TEORI. digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition Index BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN

JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN JENIS KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN LENTUR LOKASI CIRI CIRI PENYEBAB AKIBAT CARA PENANGANAN PERKERASAN LENTUR 1.KEGEMUKAN ASPAL (BLEEDING) LOKASI : Dapat terjadi pada sebagian atau seluruh permukaan

Lebih terperinci

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PENGESAHAN... II HALAMAN PERNYATAAN... III KATA PENGANTAR... IV DAFTAR ISI... VI DAFTAR GAMBAR... XII DAFTAR LAMPIRAN... XIV DAFTAR ISTILAH... XV INTISARI... XVIII

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1.

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tahap-tahap penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. BAB IV METODE PENELITIAN Proses perencanaan dalam melakukan penelitian perlu dilakukan analisis yang teliti, semakin rumit permasalahan yang dihadapi semakin kompleks pula analisis yang akan dilakukan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala

Lebih terperinci

DAFTAR ISI TUGAS AKHIR... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN...iii MOTTO & PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRACT... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GRAFIK...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik struktural maupun non struktural untuk mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada. Pada dasarnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI

IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI IDENTIFIKASI KERUSAKAN PERKERASAN LENTUR DI JALUR EVAKUASI BENCANA MERAPI i Daftar Isi Halaman Judul i Daftar Isi ii A. Pendahuluan 1 B. Gambaran lokasi studi 3 C. Peralatan Survai 5 D. Survei dan penilaian

Lebih terperinci

Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta ) ABSTRAK

Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta ) ABSTRAK Evaluasi Kualitas Proyek Jalan Lingkar Selatan Sukabumi Pada Titik Pelabuhan II Jalan Baros (Sta.0+000 2+200) Arta Sasta Rongko NRP: 0821033 Pembimbing: Deni Setiawan, S.T.,M.T. ABSTRAK Kondisi perkerasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas umum,yang berada pada permukaan tanah, diatas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kondisi Eksisting

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kondisi Eksisting BAB III LANDASAN TEORI A. Kondisi Eksisting Penelitian dilakukan pada ruas jalan lokal sekunder yang melewati Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Adanya beban

Lebih terperinci

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA PERKERASAN JALAN BY DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA Perkerasan Jalan Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur

Tabel Tingkat Kerusakan Struktur Perkerasan Lentur Tabel Tingkat Struktur Perkerasan Lentur No. Jenis Tingkat 1. Retak Buaya Low Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Penelitian Proses penelitian Pavement Condition Index (PCI) harus dilakukan dengan ketelitian yang benar. Karena, semakin banyaknya kerusakan serta semakin kompleksnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Umum Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu lintas. Struktur perkerasan

Lebih terperinci

Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung)

Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung) JRSDD, Edisi Juni 2016, Vol. 4, No. 2, Hal:197-204 (ISSN:2303-0011) Identifikasi Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur (Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung) Vidya Annisah Putri 1) I Wayan

Lebih terperinci

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA)

STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA) STUDI PENANGANAN JALAN BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN (STUDI KASUS: JALAN KUALA DUA KABUPATEN KUBU RAYA) Mardianus 1) Abstrak Jalan raya adalah salah satu prasarana yang akan mempercepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang, terutama di daerah perkotaan terus memacu pertumbuhan aktivitas penduduk. Dengan demikian, ketersediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pada dasarnya jalan memiliki umur pelayanan dan umur rencana. Dengan berjalannya waktu tingkat pelayanan jalan akan berkurang, oleh karena itu untuk menjaga tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkerasan jalan adalah suatu bagian dari jalan yang diperkeras dengan lapisan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkerasan jalan adalah suatu bagian dari jalan yang diperkeras dengan lapisan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkerasan jalan adalah suatu bagian dari jalan yang diperkeras dengan lapisan konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekakuan, kekuatan dan kestabilan tertentu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur dasar dan utama dalam menggerakkan roda perekonomian nasional dan daerah, mengingat penting dan strategisnya fungsi jalan untuk mendorong

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1) EVALUASI KERUSAKAN JALAN PADA PERKERASAN RIGID DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA (STUDI KASUS RUAS JALAN SEI DURIAN RASAU JAYA km 21 + 700 S.D. km 24 + 700) Supardi 1) Abstrak Jalan Sei Durian Rasau

Lebih terperinci

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI)

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) PENILAIAN KONDISI PERKERASAN PADA JALAN S.M. AMIN KOTA PEKANBARU DENGAN PERBANDINGAN METODE BINA MARGA DAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI) Fitra Ramdhani Dosen Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract Pavement is a hard structure that is placed on the subgrade and functionate to hold the traffic weight that

Lebih terperinci

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN 1. GAMBAR KONSTRUKSI JALAN a) Perkerasan lentur (flexible pavement), umumnya terdiri dari beberapa lapis perkerasan dan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Gambar 6 Jenis Perkerasan Lentur Tanah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-jenis Kerusakan Perkersan Jalan Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI ( Pavement Contidion Index) adalah tingkat dari kondisi permukaan perkerasan dan ukurannya yang ditinjau

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil ISSN

Jurnal Teknik Sipil ISSN ISSN 2088-9321 ISSN e-2502-5295 pp. 543-552 TINJAUAN KONDISI PERKERASAN JALAN DENGAN KOMBINASI NILAI INTERNATIONAL ROUGHNESS INDEX (IRI) DAN SURFACE DISTRESS INDEX (SDI) PADA JALAN TAKENGON BLANGKEJEREN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruas jalan di persimpangan banyak mengalami kerusakan akibat beban kendaraan, terutama pada saat melakukan pengereman dan berhenti. Kendaraan yang melakukan pengereman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tanah Pondasi yang secara langsung mendukung beban akibat beban lalu lintas dari suatu perkerasan, disebut tanah-dasar (subgrade). Tanah-dasar ini, merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) 1 LAPIISAN DAN MATERIIAL PERKERASAN JALAN (Sonya Sulistyono, ST., MT.) A. Jenis dan Fungsi Lapis Perkerasan 1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Kontruksi perkerasan lentur (flexible Pavement)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Kondisi Jalan Pengumpulan data kerusakan pada ruas jalan Kabupaten, Sleman sepanjang 5000 m yang dilakukan melalui survei kondisi permukaan jalan survei dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengaruh dan Kualitas Drainase Jalan Raya Drainase jalan raya adalah pengeringan atau pengendalian air dipermukaan jalan yang bertujuan untuk menghindari kerusakan pada badan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum Pengumpulan data kerusakan pada ruas jalan Argodadi, Sedayu dengan panjang 4 km dan lebar jalan 6 m dilakukan melalui survei kondisi permukaan jalan. Survei

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Metode Pavement Condition Index (PCI) Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut :

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah dilakukan analisis data dan pembahasa, maka dapat diambil kesimpulan sebagi berikut : 1. Berdasarkan pengambilan data dan analisis yang sudah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN.

BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. BAB I. SEJARAH PERKERASAN JALAN. 1.1 SEJARAH PERKERASAN JALAN. A. Sebelum Manusia Mengenal Hewan Sebagai Alat Angkut. Setelah manusia diam (menetap) berkelompok disuatu tempat mereka mengenal artinya jarak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perkerasan jalan adalah bagian konstruksi jalan yang terdiri dari beberapa susunan atau lapisan, terletak pada suatu landasan atau tanah dasar yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu lintas berulang yang berlebihan (overloaded), panas/suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Kinerja perkerasan adalah respon perkerasan akibat beban lalu lintas, umur, lingkungan serta kekuatan dan mutu perkerasan sendiri dimana suatu perkerasan akan mengalami

Lebih terperinci

EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY

EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY EVALUASI KERUSAKAN JALAN STUDI KASUS (JALAN DR WAHIDIN KEBON AGUNG) SLEMAN, DIY Hendrick Simangunsong1 dan P. Eliza Purnamasari2 1.Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,Jl Babarsari 44

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metode Survei

BAB III METODOLOGI. 3.1 Metode Survei BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Survei Metode yang digunakan dalam survey ini dengan cara Diskriptif Analitis berdasarkan Metode PCI (Pavement Condition Index). Diskriptif berarti survei memusatkan pada

Lebih terperinci

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I

DENY MIFTAKUL A. J NIM. I Evaluasi Perkerasan Jalan, Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Gemolong - Sragen KM 0+000 2+100 TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan hidup masyarakat, kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi terutama pada sarana

Lebih terperinci

TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX DAN METODE PRESENT SERVICEABILITY INDEX ABSTRAK

TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX DAN METODE PRESENT SERVICEABILITY INDEX ABSTRAK TINGKAT KERUSAKAN JALAN MENGGUNAKAN METODE PAVEMENT CONDITION INDEX DAN METODE PRESENT SERVICEABILITY INDEX AYU PRANEDYA USMANY NRP: 1121034 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Jalur perekonomian

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis-Jenis Kerusakan Permukaan jalan Kerusakan yang terjadi disebabkan tidak hanya dari faktor saja, akan tetapi bisa juga diakibatkan oleh gabungan dari penyebab kerusakan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Sejenis Dari penelitian sebelumnya mengenai kekuatan Cement Treated Recycling Base (CTRB) yang pernah dilakukan oleh Nono (2009) dihasilkan kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Klasifikasi Jalan Menurut Peraturan Pemerintah (UU No. 22 Tahun 2009) Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jalan raya merupakan prasaranan perhubungan untuk melewatkan lalu lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk menjamin kenyamanan kendaraan yang lewat.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Kondisi Jalan Pengumpulan data kerusakan pada ruas jalan Siluk Panggang, Imogiri Barat Kabupaten Bantul sepanjang 4000m yang dilakukan melalui survei kondisi permukaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pendahuluan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pendahuluan BAB III LANDASAN TEORI A. Pendahuluan Penelitian ini dilakukan pada ruas Jalan Triwidadi, Pajangan, Bantul, Yogyakarta sepanjang 4 km dimulai dari sta. 14+000 sampai dengan sta. 18+000. Dimana kerusakan

Lebih terperinci

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Detail Peningkatan Ruas Jalan Cihampelas Kota Bandung Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Existing Condition dan Lokasi Penelitian ini dilakukan diruas Jalan Sendangsari & Triwidadi, Pajangan, Kabupaten Bantul yang berprovinsi daerah Istimewa Yogyakarta dengan panjang

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : HIMANTORO MILUDA NIM. I Analisa Kerusakan Jalan dengan Metode Pavement Condition Index (PCI), Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen Beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Veteran Barat Sukoharjo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang berfungsi untuk melindungi tanah dasar (subgrade) dan lapisan-lapisan pembentuk perkerasan lainnya supaya tidak mengalami

Lebih terperinci

EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN SEBAGAI DASAR PENENTUAN PERBAIKAN JALAN MIKAEL ABDI MANURUNG Disetujui Oleh : Pembimbing

EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN SEBAGAI DASAR PENENTUAN PERBAIKAN JALAN MIKAEL ABDI MANURUNG Disetujui Oleh : Pembimbing EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN SEBAGAI DASAR PENENTUAN PERBAIKAN JALAN MIKAEL ABDI MANURUNG 040404081 Disetujui Oleh : Pembimbing Yusandy Aswad ST. MT NIP. 19731109 200012 1001 BIDANG STUDI TRANSPORTASI

Lebih terperinci

Saiful Anwar Kurniawan NIM. I

Saiful Anwar Kurniawan NIM. I Analisis Perkerasan Jalan, Pemeliharaan dan Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen beserta Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Kudus Colo KM 0+000 3+000 TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Menurut (Sukirman, S 1992) Lapisan perkerasan adalah konstruksi diatas tanah dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan memberikan rasa

Lebih terperinci

HALAMAN MOTTO dan PERSEMBAHAN. Wahai ananda permata hati Hitunglah waktu dengan teliti Masa berjalan capat sekali Bila tak ingin hidup merugi

HALAMAN MOTTO dan PERSEMBAHAN. Wahai ananda permata hati Hitunglah waktu dengan teliti Masa berjalan capat sekali Bila tak ingin hidup merugi HALAMAN MOTTO dan PERSEMBAHAN Wahai ananda permata hati Hitunglah waktu dengan teliti Masa berjalan capat sekali Bila tak ingin hidup merugi Wahai ananda intan pilihan Berterus terang janganlah segan Apa

Lebih terperinci

LUQMAN DWI PAMUNGKAS NIM. I

LUQMAN DWI PAMUNGKAS NIM. I Analisa Kerusakan Jalan dengan Metode Pavement Condition Index (PCI), Peningkatan dengan Metode Analisa Komponen dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Ruas Jalan Lingkar Utara Solo KM 4+000 6+000 TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh sistem transportasi yang ada di wilayah tersebut. Sistem transportasi nasional apabila dikelola dengan baik akan menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkerasan jalan raya dibagi menjadi dua jenis yaitu perkerasan kaku (Rigid Pavement) dan perkerasan lentur (flexible Pavement) dan pada perkerasan lentur terdapat

Lebih terperinci

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN Prof. Dr.Ir.Hary Christady Hardiyatmo, M.Eng.,DEA Workshop Continuing Profesional Development (CPD) Ahli Geoteknik Hotel Ambara - Jakarta 3-4 Oktober 2016

Lebih terperinci

pergerakan manusia dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan aman, pengguna jalan perlu terus dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan

pergerakan manusia dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan aman, pengguna jalan perlu terus dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan prasarana transportasi yang baik dan mantap saat ini menjadi penting diantaranya adalah prasarana jalan, yang diharapkan mampu melayani pergerakan manusia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Survei Kondisi Jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Survei Kondisi Jalan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Survei Kondisi Jalan Survei yang dilakukan pada penelitian ini adalah survei kondisi, yaitu survei yang hanya menentukan kondisi perkerasan pada waktu tertentu dan tidak mengevaluasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Kondisi Jalan Pengumpulan data kerusakan pada ruas di jalan Imogiri Timur Bantul,Yogyakarta sepanjang 4000 m yang dilakukan melalui survei kondisi permukaan jalan

Lebih terperinci

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konstruksi Perkerasan Jalan Konstruksi perkerasan jalan adalah lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang berfungsi untuk mendukung beban lalulintas dan meneruskannya sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda-beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Kondisi Jalan Pengumpulan data kerusakan pada ruas jalan Goa Selarong Bantul sepanjang 4000 m yang dilakukan melalui survei kondisi permukaan jalan survei dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Teknologi Jalan Raya Sejarah perkembangan jalan dimulai dengan sejarah manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III ANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Pada dasarnya setiap struktur perkerasan jalan akan mengalami proses pengrusakan secara progresif sejak jalan pertama kali dibuka untuk lalu lintas. Untuk mengatasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PANDUAN Pemilihan Teknologi Pemeliharaan Preventif Perkerasan Jalan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT A. LATAR BELAKANG Pemeliharaan preventif jalan merupakan amanat Peraturan Menteri Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci