BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. disajikan proporsi penerimaan pajak terhadap APBN lima tahun sejak Tabel 1.1 Peran Pajak terhadap APBN Tahun 2011 s/d 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) bahwa (2013:9) Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORITIS

(Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah KPP Pratama Sleman dan Wates)

BAB II LANDASAN TEORI. Teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Theory of Planned

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Ajzen mengembangkan theory of planned behavior (TPB) ini pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber pendapatan terbesar yang dimiliki suatu Negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu sumber penerimaan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini menggunakan Theory of Planned Behavior yang menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting. Pendapatan tersebut nantinya digunakan untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan serta pembiayaan pengeluaran pemerintah (Pratiwi dan. Putu, 2014). Dengan besarnya penerimaan pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan. perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pajak, dengan menjaring wajib pajak baru (

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Pranata (2014) menyataka n legitimasi didapatkan jika apa yang dijalankan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan. Pengeluaran utama negara adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan dalam perkembangan ekonomi, khususnya dalam pembangunan karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Pajak bertujuan untuk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TAX COMPLIANCE PENYETORAN SPT MASA (Survei pada Pengusaha Kena Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Boyolali)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan pengembangan dari Teori Perilaku Beralasan (Theory of

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perkembangan Pendapatan Negara. PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA Tahun (dalam milyaran rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berlangsungnya pembangunan yang berkesinambungan. Pemerintah melalui Dirjen

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan salah satu sektor penerimaan negara yang sangat utama. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian. Masing-masing akan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. negara dapat juga digunakan untuk kepentingan umum lainnya seperti subsidi


BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda dan iuran masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan penerimaan pajaknya.menurut Mardiasmo (2009:1) pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik negara maju maupun negara berkembang. Karena jika Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Theory of Planned Behavior ( Teori Perilaku Yang di Rencanakan)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dalam pembangunan, tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan dan pembangunan nasional tersebut serta bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan, menurut Suparmono dan Damayanti (2010:10) mengatakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya. Pengaruh Kesadaran..., Dhio, Fakultas Ekonomi 2015

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pajak merupakan penerimaan terbesar Indonesia. Pajak merupakan alat yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Theory of Reasoned Action atau Teori Aksi Rencana (TRA) merupakan penentu langsung dari tindakan atau perilaku.

BAB I PENDAHULUAN. dibayarkan oleh wajib pajak (WP) digunakan untuk pembiayaan dalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pendanaan dan pemasukan bagi Negara berasal dari pajak yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan Negara Indonesia berasal dari bermacam-macam sektor,

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik secara nominal maupun

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui. Berbeda dengan pajak yang mempunyai umur tidak terbatas, dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk.

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Tugas Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) adalah senatiasa. untuk melakukan peningkatan jumlah penerimaan pajak.

PENGARUH PERSEPSI WAJIB PAJAK, PELAYANAN FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. Qohar Triyoga Praja

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. dan argumentasi yang disusun penulis sebagai tuntunan dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

Inggrid Grace Manuputty Swanto Sirait. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Transkripsi:

11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor (Ajzen, 1991), yaitu: a. Behavioral Beliefs Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. b. Normative Beliefs Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. c. Control Beliefs Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Seorang individu dalam melakukan sesuatu, pasti memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari

12 perilakunya tersebut. Kemudian individu tersebut akan memutuskan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs). Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhanpenyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Sanksi pajak terkait dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak. 2. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial) Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Bandura, 1977). Menurut Bandura (1977), proses dalam pembelajaran sosial meliputi:

13 a. Proses perhatian (attentional) b. Proses penahanan (retention) c. Proses reproduksi motorik d. Proses penguatan (reinforcement) Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Sedangkan proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model (Bandura, 1977). Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Hal ini berkaitan dengan lingkungan, wajib pajak akan memperhatikan dan mengamati perilaku masyarakat yang kemudian akan mempengaruhi sikap untuk patuh membayar pajak. 3. Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah kepatuan adalah: Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran dalam perpajakan kita

14 dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh, serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan mematuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Selain itu terdapat beberapa pengertian kepatuhan dalam bidang perpajakan menurut para ahli, yaitu: Menurut Ngadiman dan Huslin (2015), dijelaskan bahwa terdapat dua macam kepatuhan yaitu Kepatuhan Formal dan Kepatuhan Material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan formal meliputi: (a) Wajib Pajak membayar pajak dengan tepat waktu; (b) Wajib Pajak membayar pajak dengan jumlah yang tepat; (c) Wajib pajak tidak memiliki tanggungan Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara subtansi/hakekat memenuhi semua ketentuan perpajakan, yakni sesuai dengan isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment system. Wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar serta melaporkan pajaknya tersebut (Agusti dan Herawaty, 2009). Suatu iklim kepatuhan terbentuk apabila wajib pajak paham dan berusaha memahami undangundang perpajakan, mengisi formulir pajak dengan benar, menghitung

15 pajak dengan jumlah yang benar, dan membayar pajak tepat pada waktunya (Kiryanto, 2000). 4. Kesadaran Perpajakan Kesadaran Perpajakan adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela (Muliari dan Setiawan, 2009). Menurut Musyarofah dan Purnomo (2008), kesadaran wajib pajak diperlukan untuk membayar pajak kepada negara yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan demi kepentingan dan kesejahteraan umum. Meningkatkan kesadaran pada wajib pajak untuk membayar pajak juga tergantung dari cara pemerintah mensosialisasikan dan bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai wajib pajak agar anggapan dan pandangan yang keliru tentang arti dan fungsi pajak dapat dihilangkan. 5. Sikap Rasional Sikap rasional dalam perpajakan adalah pertimbangan wajib pajak atas untung ruginya dalam memenuhi kewajiban pajaknya, ditunjukkan dengan pertimbangan wajib pajak terhadap keuangan apabila tidak memenuhi kewajiban pajaknya dan risiko yang akan timbul apabila membayar dan tidak membayar pajak (Siat dan Toly, 2013). Menurut Santi dan Zulaikha (2011), apabila wajib pajak lebih mementingkan keuangan dan kepentingan diri sendiri bertambah, maka wajib pajak akan bersikap tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pada dasarnya seseorang selalu ingin menguntungkan

16 dirinya sendiri namun apabila terdapat penerapan peraturan pajak yang tidak tegas, sanksi administrasi yang relatif ringan dan fiskus yang sampai diajak kompromi, makah wajib pajak akan menganggap bahwa apabila tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dianggap tidak menimbulkan risiko yang berat, maka sikap rasional wajib pajak untuk menguntungkan diri sendiri bertambah dan kepatuhan wajib pajak berkurang. Menurut Prabawa dan Noviari (2013), terdapat tiga pengukuran komponen sikap, antara lain : 1. Komponen kognitif Komponen kognitif merupakan represensiapa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. 2. Komponen Afektif Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek kesadaran. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan kesadaran yang dimiliki seseorang. 3. Komponen konatif Komponen Konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.

17 6. Sunset Policy Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga diharapkan membangkitkan niat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya dengan jujur dan terbuka tanpa adanya sanksi administrasi atas kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya (Ernawati dan Purnomosidhi, 2010). Menurut Rantung dan Adi (2009), program Sunset Policy memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memulai kewajiban perpajakannya dengan benar melalui pembetulan SPT Tahunan PPh. Sunset Policy diberlakukan dalam jangka waktu terbatas dan merupakan bagian dari program pengampunan pajak yang diterapkan dalam perpajakan Indonesia. Silitonga (2008) mengatakan bahwa salah satu cara terbaik untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha, dan para pekerja adalah melalui program pengampunan pajak. Pengampunan pajak akan diharapkan dapat menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum dibayar dan meningkatkan kepatuhan serta efektivitas pembayaran karena daftar kekayaan wajib pajak makin akurat. 7. Pelayanan Fiskus Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013), pelayanan pada sektor perpajakan merupakan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk membantu Wajib Pajak

18 memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan pajak dapat dikategorikan sebagai pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi pemerintah, dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan undang-undang dan tidak berorientasi pada profit atau laba. Menurut Prabawa dan Noviari (2013), terdapat beberapa indikator untuk mengukur kualitas pelayanan, antara lain : a. Tangibles (bukti langsung) Pelanggan dapat melihat secara langsung tentang keadaan fisik fasilitas yang mendukung kinerja perpajakan : perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi. b. Reliability (keandalan) Pelanggan dapat merasakan kemampuan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang diharapkan. keinginan pelanggan yang bersifat dinamis yang berhubungan langsung dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. c. Responsivenees (ketanggapan ) Pelanggan merasakan adanya kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan harapannya, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. d. Assurance (jaminan kepastian) Mencakup pengetahuan, keahlian/kemampuan untuk memberikan rasa percaya, keramahan, dan kesopanan terhadap janji

19 yang telah dikemukakan kepada nasabah, sehingga menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. e. Emphaty (empati ) Memberikan perhatian yang tulus meliputi kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada nasabah dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013) pelayanan fiskus yang baik akan membantu meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan sebaliknya. Oleh karena itu, fiskus harus memberikan pelayanan yang maksimal agar dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberi pelayanan yang memuaskan kepada wajib pajak, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh petugas pajak. Selain itu harus ada kefleksibelan dalam melakukan komunikasi, memahami apa yang diinginkan wajib pajak, fasilitas fisik termasuk alat komunikasi yang baik, dan pegawai yang peka dan cakap dalam tugasnya akan membuat wajib pajak taat dalam membayar pajak. 8. Sanksi Pajak Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013), sanksi perpajakan adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan

20 cara membayar uang maupun berupa kurungan penjara. Didalam undangundang dan peraturan perpajakan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban wajib pajak, tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan perpajakan tersebut dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa bunga, denda, dan kenaikan. Sedangkan sanksi pidana berupa kurungan penjara. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa ada dua macam sanksi, yaitu: a. Sanksi Administrasi yang terdiri dari: 1. Sanksi Administrasi berupa denda. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, presentasi dari jumlah tertentu, atau angka perkalian dari jumlah tertentu. 2. Sanksi Administrasi berupa bunga. Sanksi ini biasa dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. 3. Sanksi Administrasi berupa kenaikan. Sanksi ini bisa jadi sanksi yang paling ditakuti oleh Wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bias menjadi berlipat ganda.

21 b. Sanksi Pidana yang terdiri dari: 1. Pidana kurungan. Sanksi ini biasa terjadi karena adanya tindak pidana yang dilakukan karena kelalaian. Batas maksimum hukuman kurunga ialah 1 (satu) tahun, pekerjaan yang harus dilakukan oleh para tahanan kurungan biasanya lebih sedikit dan lebih ringan, selain di penjara negara, dalam kasus terentu diizinkan menjalaninya di rumah sendiri dengan pengawasan yang berwajib, kebebasan tahanan kurungan lebih banyak, pada dasarnya tidak ada pembagian atas kelas-kelas, dan dapat menjadi pengganti hukuman denda. 2. Pidana penjara. Sanksi ini biasa terjadi karena adanya tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Batas maksimum penjara ialah seumur hidup, pekerjaan yang dilakukan oleh tahanan penjara biasanya lebih banyak dan lebih berat, terhukum menjalani di gedung atau di rumah penjara, kebebasan para tahanan penjara amat terbatas, dibagi atas kelas-kelas menurut kualitas dan kuantitas kejahatan dari yang tergolong berat sampai dengan yang teringan, dan tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda. Susmita dan Supadmi (2016) mengungkapkan bahwa sanksi perpajakan yang diterapkan secara tegas oleh pemerintah akan membuat wajib pajak patuh karena mereka sadar akan adanya hukum perpajakan dan konsekuensi apabila melanggar hukum tersebut yang dapat berupa kerugian secara material maupun moril.

22 9. Lingkungan Lingkungan merupakan segala sesuatu disekitar kita. Menurut Santi dan Zulaikha (2011), Lingkungan dapat terdiri dari : keluarga, teman, jaringan sosial dan perdagangan, nilai pelaksanaan pajak yang dihubungkan dan informasi tentang WP, termasuk didalamnya jumlah nominal dan komposisi penghasilan dan pengeluaran WP, peraturan perpajakan yang diikuti dan syarat/permintaan biaya yang sesuai. Menurut Santi dan Zulaikha (2011), tipe-tipe lingkungan terdiri dari : a. Lazy compliance, yaitu tipe lingkungan yang berkaitan erat dengan tipe atau komponen perilaku WP sendiri, dengan mengharuskan untuk belajar kerumitan atau perubahan peraturan, formulir yang susah dimengerti. Pencatatan yang mendetail, permintaan palaporan penghasilan yang bermacam-macam sehingga banyak orang yang gagal untuk meluangkan waktu dan energi dalam melaporkan pajaknya. b. Brokered compliance, yaitu tipe lingkungan yang kepatuhan WP yang timbul ketika seseorang mendapat anjuran dari professional. c. Social compliance, yaitu kepatuhan seseorang terhadap hukum adalah hasil secara langsung maupun tidak langsung tekanan dan pengharapan orang-orang disekitar dan komunitas.

23 B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis 1. Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kesadaran Perpajakan adalah suatu kondisi dimana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela (Muliari dan Setiawan, 2009). Wajib pajak yang memiliki kesadaran perpajakan akan memutuskan untuk membayar pajak karena mereka sadar jika pajak yang mereka bayarkan akan digunakan oleh pemerintah untuk pembangunan nasional. Hal ini berkaitan dengan behavioral beliefs dalam theory of planned behavior yakni keyakinan individu atas hasil dari suatu perilaku. Seorang individu dalam melakukan sesuatu, pasti memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian individu tersebut akan memutuskan melakukannya atau tidak melakukannya. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati dkk. (2012) Musyarofah dan Purnomo (2008), Muliari dan Setiawan (2009), Santi dan Zulaikha (2011), Siat dan Toly (2013), Jotopurnomo dan Mangoting (2013), Kusuma dan Rizkiana (2012) menyimpulkan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rohmawati dkk (2013), dan Nugroho dkk (2016) menyimpulkan bahwa kesadaran perpajakan tidak berpengaruh terhadap kepatuhan.

24 Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : H 1 : Kesadaran Perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak 2. Sikap Rasional terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sikap rasional dalam perpajakan adalah pertimbangan wajib pajak atas untung ruginya dalam memenuhi kewajiban pajaknya, ditunjukkan dengan pertimbangan wajib pajak terhadap keuangan apabila tidak memenuhi kewajiban pajaknya dan risiko yang akan timbul apabila membayar dan tidak membayar pajak (Siat dan Toly, 2013). Menurut Santi dan Zulaikha (2011), seseorang akan mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu pasti melalui pertimbangan untung dan rugi. Seperti halnya wajib pajak, mereka akan mempertimbangkan untung dan rugi mereka dalam membayar pajak. Hal ini berkaitan dengan behavioral beliefs yakni keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku. Apabila wajib pajak yakin jika mereka tidak membayar pajak akan mendapatkan kerugian seperti kerugian meterial berupa sanksi administrasi maka wajib pajak tentu akan patuh membayar pajak karena pertimbangan tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Santi dan Zulaikha (2011), Ernawati dan Purnomosidhi (2010), Siat dan Toly (2013), Prabawa dan

25 Noviari (2013) menyimpulkan bahwa sikap rasional berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut : H 2 : Sikap Rasional berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak 3. Kebijakan Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sunset Policy adalah fasilitas penghapusan sanksi administrasi pajak berupa bunga. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga diharapkan membangkitkan niat Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya dengan jujur dan terbuka tanpa adanya sanksi administrasi atas kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya serta diberlakukan dalam jangka waktu terbatas (Ernawati dan Purnomosidhi, 2010). Menurut Rantung dan Adi (2009), program Sunset Policy memberikan manfaat berupa keringanan utang pajak, baik bagi wajib pajak lama maupun baru. Akan tetapi, bagi wajib pajak baru mendapat manfaat tambahan berupa tidak dikenakannya sanksi atas ketidakpemilikan NPWP sebelumnya. Berdasarkan uraian tersebut, kebijakan sunset policy dapat mendorong wajib pajak yang tidak patuh menjadi wajib pajak patuh. Penelitian Rantung dan Adi (2009) dan Mangunsong (2009), menyatakan bahwa kebijakan sunset policy

26 berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan Ngadiman dan Huslin (2015) dan Ernawati dan Purnomosidhi (2010) menyatakan bahwa sunset policy berpengaruh negatif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Sunset Policy berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak 4. Penerapan Sanksi terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013), sanksi merupakan hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan perpajakan dengan cara membayar uang maupun kurungan penjara. Undang-undang dan peraturan secara garis besar berisikan hak dan kewajiban, tindakan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan oleh masyarakat. Agar undang-undang dan peraturan tersebut dipatuhi maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya, demikian halnya untuk hukum pajak (Ngadiman dan Huslin, 2015). Menurut Ngadiman dan Huslin (2015), sanksi perpajakan yang diterapkan secara tegas oleh pemerintah akan membuat wajib pajak patuh karena mereka sadar akan adanya hukum perpajakan dan konsekuensi apabila melanggar hukum tersebut. Hal ini sejalan dengan control beliefs dalam theory of planned behavior yakni keyakinan tentang keberadaan

27 hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku mereka. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak. Penelitian Ngadiman dan Huslin (2015), Susmita dan Supadmi (2016), Jotopurnomo dan Mangoting (2013), Muliari dan Setiawan (2009), Santi dan Zulaikha (2011), Musyarofah dan Purnomo (2008) mengungkapkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak sedangkan penelitian yang dilakukan Hananto (2015) mengungkapkan bahwa sanksi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak. Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H4 : Sanksi berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak 5. Pengaruh Pelayanan Fiskus terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013), pelayanan pada sektor perpajakan merupakan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk membantu Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Santi dan Zulaikha (2011) menyatakan bahwa pelayanan yang diberikan fiskus baik, akan membantu meningkatkan kepatuhan wajib pajak karena wajib pajak merasa puas akan pelayanan aparat

28 pemerintahan dan merasa dihargai sebagai wajib pajak sehingga akan mendorong untuk bersikap patuh. Hal ini berkaitan dengan normative beliefs dalam theory of planned behavior yakni keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. Apabila terdapat pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Santi dan Zulaikha (2011), Susmita dan Supadmi (2016), Jotopurnomo dan Mangoting (2013), Halim dan Ratnawati (2014), Prabawa dan Noviari (2013), Sulistyawati dkk. (2012), Siat dan Toly (2013), menyatakan bahwa pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan membayar pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muzaki dan Kusbandiyah (2014), menyatakan bahwa pelayanan fiskus tidak berpengaruh terhadap kepatuhan membayar pajak. Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Kualitas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Kepatuhan wajib pajak

29 6. Pengaruh Lingkungan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Menurut Jotopurnomo dan Mangoting (2013), lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu kepada individu. Menurut Santi dan Zulaikha (2011), lingkungan tidak kondusif akan mendukung wajib pajak untuk tidak patuh. Lingkungan yang tidak kondusif seperti: lingkungan bisnis wajib pajak berada yang sulit menerapkan/mengikuti peraturan yang berlaku, prosedur yang berbelitibelit dan harus mengeluarkan biaya untuk urusan di kantor pajak, para pemimpin dan para wakil/tokoh rakyat yang tidak patuh terhadap peraturan perpajakan. Hal ini berkaitan dengan teori pembelajaran sosial yakni seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung. Apabila masyarakat di lingkungan wajib pajak patuh membayar pajak, maka wajib pajak tersebut juga akan tergerak untuk membayar pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Jotopurnomo dan Mangoting (2013) dan Santi dan Zulaikha (2011), menyatakan bahwa lingkungan berpengaruh positif terhadap kepatuhan membayar pajak. Berdasarkan pernyataan dan penelitian sebelumnya, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

30 H6 : Lingkungan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak C. Model Penelitian Variabel Independen Kesadaran Perpajakan (X1) Sikap Rasional (X2) Sunset Policy (X3) Sanksi (X4) Pelayanan Fiskus (X5) Lingkungan (X6) (+) (+) (+) (+) (+) (+) Variabel Dependen Kepatuhan Wajib Pajak (Y) Gambar 2.1 Model Penelitian