PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Satuan: Ton

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT

RESPONS PERMINTAAN PANGAN TERHADAP PERTAMBAHAN PENDUDUK DI SUMATERA BARAT RESPONSE OF FOOD DEMAND TO POPULATION INCREASE IN WEST SUMATERA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

BERITA RESMI STATISTIK

Penutup. Sekapur Sirih

PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

PENGELOMPOKAN KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL BERHIERARKI.

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JULI 2014

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2013

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2013

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRODUKSI PADI PALAWIJA 2014 (ANGKA SEMENTARA 2014)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017 KONDISI S.D. 30 JUNI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2014

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETERSEDIAAN BERAS DAN JAGUNG DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

ANALISIS FORECASTING KETERSEDIAAN PANGAN 2015 DALAM RANGKA PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI SUMATERA UTARA

Kata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ).

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT

Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

DATA DAN INFORMASI PENANAMAN MODAL PROVINSI SUMATERA BARAT KONDISI JANUARI S.D. 31 MEI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2014

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN I - 1

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2014

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA 2016

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAGING AYAM BROILER DI KOTA MEDAN Helmi Mawaddah *), Satia Negara Lubis **) dan Emalisa ***) *)

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang penting yaitu sebagian besar penggunaan lahan. Pertanian di Indonesia dapat berjalan dengan baik karena didukung adanya

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2016

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2016

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JULI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2017

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN BERDASARKAN NILAI PRODUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI SUMATERA BARAT MENURUT SUBSEKTOR

KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT MARET 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2016

KOMISI PEMILIHAN UMUMM PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JUNI 2015

BERITA RESMI STATISTIK

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT DESEMBER 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Perbandingan Pertumbuhan Produksi... (Rusda Khairati) Jurnal KBP Volume 2 - No. 1, Maret 2014 PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA BARAT Rusda Khairati STIE KBP Padang (rusdakhairati@yahoo.co.id) ABSTRACT The availability of food in one regency is very important to keep and promote the health quality of the population in that regency. For this purpose, the availability of enough, safe, good quality, nutritious, fairly distributed and reachable food is the main priority of the local government. Fulfilling the available food is not only the civil right, but also government responsibility. Fulfilling the food need of society from domestic production is more important than importing the commodity in order to lessen the dependency to world market. Food production and population are the main factors that influence the food availability. Food production is influenced by field area and population is influenced by population growth. The objective of this research is to see the availability of food from the side of production rate compared to population rate. In this study the food consists of rice, second crops, and animal protein. To reach this objective, secondary data was collected from 12 regencies in West Sumatera within the period of year 2005 to 2011. PENDAHULUAN Salah satu faktor utama untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera dalam pembangunan nasional adalah terpenuhinya ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketersediaan pangan tersebut sangat penting peranannya bagi pertumbuhan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu ketersediaan pangan merupakan prioritas utama yang harus dipenuhi. Ketahanan pangan diwujudkan melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam, tersebar merata, dan terjangkau. Pemenuhan konsumsi pangan melalui penyediaan dalam negeri menjadi penting. Walaupun bahan pangan yang dibutuhkan mungkin lebih murah bila diimpor, namun pemenuhan kebutuhan dari hasil produksi sendiri tetap lebih penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar dunia dan sebagai upaya mempertahankan martabat bangsa di forum internasional (Wibowo, 2000) Terpenuhinya ketersediaan pangan adalah hak asasi masyarakat dan sekaligus kewajiban pemerintah. Hal ini dijelaskan melalui UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian 470

Jurnal KBP Volume 2 - No. 1, Maret 2014:136-144 Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-masing dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Laju peningkatan kebutuhan pangan lebih cepat dibandingkan laju peningkatan kemampuan produksi (www.foodsecurityatlas.org). Dijelaskan bahwa ada beberapa penyebab semakin terbatasnya kapasitas produksi pangan nasional : 1) berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian; 2) menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan; 3) semakin terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan; 4) persaingan pemanfaatan sumberdaya air dengan sektor industri dan pemukiman; Sementara itu laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia meruapakan tantangan lain yang perlu dihadapi. Menurut Wakil Presiden Boediono (2011) dengan penduduk lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia belum memiliki ketersediaan pangan yang terbilang aman, sehingga krisis pangan masih mengancam. Jika kebutuhan pangan untuk penduduk ini tidak dapat dipenuhi maka akan mengakibatkan Indonesia menjadi negara pengimpor pangan Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana perbandingan laju pertumbuhan penduduk dan pangan di wilayah kabupaten Sumatera Barat dilihat dari faktor produksi lahan, produksi pangan dan pertambahan penduduk. Jika ketersediaan pangan diasumsikan hanya ditentukan oleh produksi dalam wilayah tertentu saja, maka pertumbuhan produksi pangan dan pertumbuhan penduduk yang seimbang menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki ketersediaan pangan. Pertumbuhan Produksi pangan utama dan pertumbuhan penduduk serta faktor produksi lahan di Sumatera Barat dianalisis menggunakan data sekunder Sumatera Barat Dalam Angka (BPS) dari tahun 2005 sampai 2011, yaitu menggunakan data produksi padi, palawija, dan pangan hewani serta luas lahan dan jumlah penduduk. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan pangan diantaranya adalah Produksi pangan dan jumlah penduduk, sedangkan produksi pangan dipengaruhi oleh luas lahan. Ketersediaan lahan di suatu wilayah merupakan faktor dinamis yang menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan yang perlu diantisipasi. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, ketersediaan lahan pertanian akan berkurang, karena kebutuhan lahan untuk perumahan dan sarana serta prasarana penduduk lainnya akan meningkat. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, permintaan akan produk pangan juga akan meningkat, sehingga untuk menjaga ketersediaan dan ketahanan pangan perlu keseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju produksi pangan domestik, dengan mengabaikan impor dari wilayah lain. Ketersediaan pangan adalah ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan yang 471

Perbandingan Pertumbuhan Produksi... (Rusda Khairati) dimaksud dalam tulisan ini hanya dilihat dari produksi domestik pangan utama di wilayah kabupaten provinsi Sumatera Barat, yaitu padi, palawija, daging, unggas, dan telur serta ikan. Alasan dipilihnya pangan-pangan ini adalah, beras dan palawija merupakan makanan pokok utama dan merupakan hasil pertanian utama. Hasil peternakan berkontribusi 5% terhadap hasil pertanian, dan unggas merupakan komponen utama hasil peternakan. Produksi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan luas lahan pertanian, oleh karena itu untuk melihat ketersediaan pangan, laju pertumbuhan ketersediaan lahan juga dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Ketersediaan pangan disuatu wilayah kabupaten dapat dicapai minimal dengan terdapatnya keseimbangan laju pertumbuhan produksi pangan dan laju pertumbuhan penduduk di wilayah kabupaten tersebut, dengan asumsi tidak ada impor pangan dari wilayah lain. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, karena alasan kelengkapan data yang tersedia. Untuk mengukur laju pertumbuhan luas lahan, laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan produksi, digunakan rumus laju pertumbuhan berikut (Dayan, 1990): ( ) x 100% dimana untuk mengukur laju pertumbuhan produksi pangan Pn adalah produksi pada tahun ke n dan Po adalah ptoduksi pada tahun dasar, untuk mengukur laju pertumbuhan ketersediaan lahan P n adalah luas lahan pada tahun ke n dan P 0 adalah luas lahan pada tahun dasar. Sedangkan untuk mengukur pertumbuhan jumlah penduduk, P n adalah jumlah penduduk pada tahun ke n dan P 0 adalah jumlah penduduk pada tahun dasar. Tahun 2005 ditetapkan sebagai tahun dasar, dan tahun 2011 dipakai sebagai tahun ke n. Angka laju pertumbuhan lahan dan laju pertumbuhan penduduk dibandingkan, demikian juga dengan angka laju pertumbuhan produksi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk mencapai ketersediaan pangan disuatu wilayah kabupaten, maka minimal terdapat keseimbangan laju pertumbuhan produksi pangan dan laju pertumbuhan penduduk di wilayah kabupaten tersebut, dengan menganggap tidak ada impor pangan dari wilayah lain. Produksi pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah produksi padi sawah, palawija, daging sapi, ikan laut, ikan darat, daging unggas, dan telur. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Penduduk dan Produksi Pangan Selama Tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, penduduk Sumatera Barat tumbuh sebesar 1,06% per tahun (Tabel 1). Kabupaten dengan pertumbuhan penduduknya lebih tingi dari rata-rata pertumbuhan penduduk Sumatera Barat adalah Dharmasraya (2,95%); Solok Selatan (2,89%); Pasaman Barat (2,61%), Mentawai (2,05%); dan Sawah lunto Sijunjung (1,70%). Pertumbuhan produksi pangan (padi, palawija, daging, ikan laut, ikan darat, daging unggas dan telur) secara agregat lebih besar dari pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat. Dengan 472

Jurnal KBP Volume 2 - No. 1, Maret 2014:136-144 demikian dengan asumsi tidak ada impor dari wilayah lain terdapat kelebihan penawaran dibandingkan permintaan untuk komoditi pangan tersebut secara agregat di Sumatera Barat. Namun jika dilihat secara parsial per kabupaten, di beberapa kabupaten terdapat ketidak seimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan produksi beberapa komoditi pangan tersebut, yang dapat menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan dibandingkan penawaran, atau yang dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan beberapa komoditi pangan di beberapa kabupaten tersebut. Kabupaten yang mengalami pertumbuhan penduduk lebih besar dari pertumbuhan produksi pangannya, adalah: Kabupaten Mentawai, Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Pasaman, Solok Selatan, dan Pasaman Barat. Secara spesifik, untuk Kabupaten Mentawai, terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan produksi padi, dan daging. Pertumbuhan produksi padi dan daging di Kabupaten Mentawai adalah: -8,41%; dan 0,7%, sedangkan pertumbuhan penduduk adalah sebesar 2,05%. Hal ini dapat mengakibatkan permintaan pangan untuk padi dan daging jauh lebih besar dibandingkan penawarannya di Mentawai, karena pertumbuhan jumlah penduduknya akan meningkatkan permintaan pangan untuk kedua komoditi tersebut. Apalagi dilihat dari sarana dan prasara transportasi ke Kabupaten kepulauan Mentawai masih jauh dari memadai. Tabel 1. Perbandingan Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk dengan Laju Pertumbuhan Produksi Komoditi Pangan penting pada Wilayah Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 2011. Wilayah Pendu Padi Palawija g laut Darat Unggas Dagin Ikan Ikan Daging duk Sawah Telur Sumatera 1,06 3,05 15,98 1,89 4,75 11,24 3,51 2,90 Barat Kabupaten 2,05-8,41 20,48 0,77 3,45 _ 10,52 10,75 Mentawai Kabupaten 0,25 1,22 20,19 3,71 0,87 13,17 2,26 3,03 Pessel Kabupaten 0,48 3,24 12,72 3,08 _ 13,84-2,73-0,83 Solok Kabupaten 1,70 1,00 12,72-4,80 _ 10,72-6,68-1,21 Swlt Sijjg Kabupaten -0,11 3,36-13,76 0,85 _ 7,46 4,98 5,55 T. Datar Padang 0,61 2,65 6,74-0,83 3,44-2,67 4,88 6,05 Pariaman Kabupaten 0,95 2,93 11,37 4,75 2,59 14,11 3,33 3,32 Agam 50Kota 1,03 1,99 15,71 0,16 _ 25,91 11,94 2,91 473

Perbandingan Pertumbuhan Produksi... (Rusda Khairati) Pendu Padi Palawija g laut Darat Unggas Dagin Ikan Ikan Daging Wilayah Telur duk Sawah Pasaman 0,76 3,73 14,72 1,29 _ 9,34-2,48-2,46 Solok Selatan Dharmas Raya Pasaman Barat 2,89 7,54-6,20 6,01 _ 3,65 0,45-0,53 2,95 8,85 35,67 10,03 _ 58,78 7,43 3,60 2,61 3,51-9,11 5,23 14,37 4,94 3,37-0,02 Di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, pertumbuhan penduduk sebesar 1,70%, jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan produksi padi, daging, daging unggas dan telur unggas. Pertumbuhan produksi padi di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung hanya 1,00%; pertumbuhan produksi daging, daging unggas, dan telur mengalami penurunan, berturut - 4,80%; -6,68% dan -,1,21%. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan dibandingkan dengan penawaran dalam komoditi pangan tersebut di Sawahlunto Sijunjung. Di Kabupaten Padang Pariaman juga terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan produksi pangan, antara daging dan ikan darat dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduknya 0,61%; melebihi pertumbuhan produksi daging yang hanya sebesar -0,83% dan pertumbuhan produksi ikan darat -2,67%, artinya terjadi penurunan produksi. Demikian juga di Kabupaten Lima Puluh Kota terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan produksi daging, dengan pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk tumbuh sebesar 0,61%, sedangkan produksi Daging adalah - 0,83; atau turun 0,83%. Di Kabupaten Pasaman pertumbuhan penduduk melebihi pertumbuhan produksi daging unggas dan telur. Pertumbuhan penduduk sebesar 0,76% sedangkan pertumbuhan produksi daging unggas dan telur adalah negatif, yaitu-2,48% dan -2,46% terjadi penurunn produksi. Di Kabupaten Solok Selatan pertumbuhan penduduknya melebihi pertumbuhan produksi palawija, daging unggas dan telur unggas. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Solok Selatan sebesar 2,89% jauh lebih besar dari pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat secara agregat. Sedangkan produksi telur mengalami penurunan sebesar 0,53%, dan produksi daging unggas hanya mengalami pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penduduk yaitu 0,45%. Kabupaten Pasaman Barat juga mengalami ketidak seimbangan pertumbuhan penduduk dengann pertumbuhan produksi telur unggas, dimana pertumbuhan penduduk jauh lebih besar dari pertumbuhan produksi telur. Penduduk mengalami pertumbuhan sebesar 2,61%; sedangkan pertumbuhan produksi telur negatif sebesar -0,02%. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kekurangan persediaan untuk komoditi telur unggas di Kabupaten Pasaman Barat. Terjadinya ketidak seimbangan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan produksi pangan di hampir semua wilayah kabupaten di Sumatera Barat dapat menyebabkan 474

Jurnal KBP Volume 2 - No. 1, Maret 2014:136-144 kekurangan pasokan pangan, atau terjadinya kelebihan permintaan dibandingkan penawaran pangan, sehingga mendorong peningkatkan harga, dan akhirnya dapat menurunkan daya beli masyarakat di wilayah kabupaten yang bersangkutan. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Luas Lahan Pertanian Wilayah kabupaten di Sumatera Barat yang mengalami penurunan pertumbuhan luas tanam padi adalah Mentawai (-3,69%); dan Pesisir Selatan (-0,58%). Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, yang mendesak terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian ke perumahan, dan penggunaan lain (Tabel 2). Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan Luas Lahan Pangan pada Wilayah Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005-2011 Wilayah Pertumbuhan Luas Tanam Luas Tanam Luas Areal Penduduk Padi Palawija Perikanan Darat Sumatera Barat 1,06 1,29 8,31 0,46 Mentawai 2,05-3,69 11,37 Pesisir Selatan 0,25-0,58 9,47 21,85 Solok 0,48 0,82-0,92-0,70 Sawahlunto Sjjg 1,70 0,37-23,77-4,41 Tanah Datar -0,11 1,04-0,61-5,20 Padang Pariaman 0,61 0,46 2,68-16,76 Agam 0,95 0,88 9,52 1,86 Lima Puluh Kota 1,03 1,64-0,08 0,70 Pasaman 0,76 2,47-12,46-0,43 Solok Selatan 2,89 7,12 29,89-2,48 Dharmasraya 2,95 8,03 2,72 14,15 Pasaman Barat 2,61 1,92-27,79 0,19 Penurunan luas tanam palawija dialami hampir di seluruh wilayah kabupaten di Sumatera Barat, kecuali Mentawai, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Solok Selatan, dan Dharmasraya. Pengurangan luas lahan yang sangat signifikan untuk palawija adalah Kabupaten Pasaman Barat (- 27,79%); Sawahlunto Sijunjung (- 23,77%); dan Kabupaten Pasaman (- 12,46%). Wilayah Kabupaten yang mengalami pertumbuhan yang menurun luas areal perikanan daratnya adalah kabupaten Solok (-0,70%); Sawahlunto Sijunjung (-4,41%); Tanah Datar (- 5,20%); Padang Pariaman (-16,76%); Pasaman -0,43%); dan Solok Selatan (- 2,48%). SIMPULAN DAN SARAN 1. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan produksi pangan tidak merata di wilayah kabupaten di Sumatera Barat. 2. Kabupaten yang mengalami pertumbuhan penduduk relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk provinsi Sumatera Barat adalah: Kabupaten Dharmasraya (2,95%), Kabupaten Solok Selatan (2,89%), Kabupaten Pasaman Barat (2,61%), dan Kabupaten Mentawai (2,05%). 475

Perbandingan Pertumbuhan Produksi... (Rusda Khairati) 3. Kabupaten dengan laju pertumbuhan penduduk melebihi laju pertumbuhan pangannya adalah: Solok Selatan (pangan palawija, daging unggas, dan telur), Mentawai (padi dan daging), dan Sawahlunto Sijunjung (Padi,daging, daging unggas, dan telur), 4. Kabupaten dengan pertumbuhan penduduk melebihi pertumbuhan luas lahan padi adalah: Mentawai, Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman, Agam, dan Pasaman Barat. Kabupaten dengan pertumbuhan luas tanam palawija yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penduduk adalah : Kabupaten Solok, Sawahlunto Sijunjung, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Pasaman Barat. Kabupaten dengan pertumbuhan luas areal perikanan yang lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk adalah: Kabupaten Solok, Sawahlunto Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Pasaman, Solok Selatan, dan Pasaman Barat. SARAN 1. Untuk wilayah kabupaten yang mengalami pertumbuhan penduduk melebihi pertumbuhan produksi pangannya, yaitu : Solok Selatan (pangan palawija, daging unggas, dan telur), dan Mentawai (padi dan daging), Sawahlunto Sijunjung (Padi,daging, daging unggas, dan telur), perlu diantisipasi dengan upaya-upaya penurunan tingkat pertumbuhan penduduk melalui pengendalian jumlah penduduk dengan program Keluarga Berencana, dan upaya-upaya peningkatan produktivitas produksi pangan secara simultan. 2. Untuk meningkatkan produksi pangan perlu dilakukan pembukaan lahan baru terutama untuk daerah yang potensil, melakukan pengembangan penelitian teknologi produksi, dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian. 3. Dalam mengatasi kekurangan pangan pada wilayah kabupaten dengan laju petumbuh penduduk yang lebih tinggi dari pertumbuhan produksi pangan agar diupayakan pengembangan jaringan distribusi pangan yang efisien dan efektif. 4. Agar tidak terjadi kelebihan permintaan pangan yang mengakibatkan terjadinya kekurangan pangan dan menurunnya daya beli masyarakat, maka perlu dijaga keseimbangan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pangan dengan mendorong semua sektor untuk mengarusutamakan pengendalian pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan dalam setiap kebijakan pembangunannya. DAFTAR PUSTAKA Dayan, A. 1986. Metode Statistik Jilid LP3ES. Jakarta MWA Training & Consulting. Lembaga Tata Kelola Ketahanan Pangan Sumatera Barat Dalam Angka, BPS Sumatera Barat tahun 2005-2011 UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. www.foodsecurityatlas.org 476

Jurnal KBP Volume 2 - No. 1, Maret 2014:136-144 Wibowo, Rudi, 2000. Penyediaan Pangan dan Permasalahannya dalam Pertanian dan Pangan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. 477