KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN TIPOLOGI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI SUMATERA BARAT Muhammad Candra Agusti, Harne Julianti Tou, Hamdi Nur Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bung Hatta, Padang Abstrak Pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota yang tidak merata dan perbedaan sektor-sektor potensial di masing-masing kabupaten dan kota. Serta kebijakan otonomi daerah dan pembangunan yang berorientasi pada peningkatan perekonomian daerah. Kajian tipologi kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat ini bertujuan untuk melihat struktur dan perkembangan kabupaten dan kota berdasarkan perekonomian daerah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan Field Research dan Library Research. Sedangkan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis laju pertumbuhan ekonomi, pendapatan atau PDRB Perkapita, tipologi klassen, rasio perbandingan dan analisis pembuatan interval sederhana untuk membuat tingkatan kemiskinan, dan sarana prasarana kabupaten dan kota. Struktur dan perkembangan kabupaten di Propinsi Sumatera Barat terdiri dari empat tipologi yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Kabupaten Dharmasraya) daerah maju tapi tertekan (Kabupaten Kepulauan Mentawai), daerah cepat berkembang (Kabupaten Pasaman Barat), dan daerah relatif tertinggal (Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Solok Selatan). Sedangkan Struktur dan perkembangan kota di Propinsi Sumatera Barat terdiri dari dua tipologi yaitu daerah cepat berkembang (Kota Padang, Kota Solok, dan Kota Payakumbuh) dan daerah relatif tertinggal (Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi, dan Kota Pariaman). Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Perkapita, Tipologi Klassen

2 STUDIES TYPOLOGY REGENCY AND CITIES IN WEST SUMATRA PROVINCE Muhammad Candra Agusti, Harne Julianti Tou, Hamdi Nur Universitas Bung Hatta, Padang Abstract Economic growth counties and cities are uneven and the differences in potential sectors in each county and city. And the policy of regional autonomy and development oriented to building the region's economy. Typology studies districts and cities in West Sumatra Province aims to look at the structure and development of the counties and cities based on the regional economy. The analytical method used in this research is to approach Field Research and Library Research. While the analysis used in this research is the analysis of economic growth, income or the GDP per capita, Klassen typology, comparison and analysis of the ratio of manufacturing of simple intervals to make the poverty level, and the county and city infrastructure. The structure and development regency in West Sumatra consists of four typologies that area fast forward and fast-growing (Sijunjung, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota, and Dharmasraya) advanced areas but depressed (Mentawai Islands), region fast growing (West Pasaman), and the relatively underdeveloped regions (South Coastal District, District of Solok, Tanah Datar, Pasaman District, and South Solok). While the structure and development of the city in West Sumatra consists of two typologies are fast developing area (the city of Padang, Solok, and Payakumbuh) and the relatively underdeveloped regions (Sawahlunto, Padang Panjang, Bukittinggi and Pariaman). Keywords: Economic Growth,GDP per capita, KlassenTypology

3 1. Pendahuluan Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan didalam ruang wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah (Robinson Tarigan, 2005). Perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya less-spatial (kurang memperhatikan asfek ruang secara keseluruhan), sedangkan pendekatan regional lebih bersifat spatial dan merupakan jembatan untuk mengaitkan perencanaan pembangunan dengan rancana tata ruang. Pendekatan sektoral adalah dimana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas dasar sektor-sektor. Selanjutnya setiap sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan dimana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Sedangkan pendekatan regional dalam pengertian sempit adalah memperhatikan ruang dengan segala kondisinya. Dan secara luas bisa diartikan memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi/jasa juga memprediksi arah konsentrasi kegiatan dan memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi serta merencanakan jaringan-jaringan perhubungan sehingga berbagai konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien. Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dalam kerangka perekonomian daerah, Arsyad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Dalam kerangka pencapaian tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah, dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal. Dalam upaya mendorong peningkatan partisipasi dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan daerah maka pemerintah mengeluarkan kebijakan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Otonomi daerah memiliki pengertian hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula dalam kebijakan pembangunan ekonomi. Masing-masing daerah sudah lebih bebas dalam menetapkan sektor/komoditi yang diprioritaskan pengembangannya. Kemampuan pemerintah daerah untuk melihat sektor yang memiliki keunggulan/kelemahan diwilayahnya menjadi semakin penting. Sektor yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang.oleh karena itu, diperlukannya identifikasi terhadap sektorsektor yang memiliki keunggulan tersebut. Hal ini menjadi penting dikarenakan sektor-sektor yang belum diketahui keunggulannya sulit untuk dikembangkan.

4 Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi yang terdapat dipulau sumatera. Luas Propinsi Sumatera Barat yaitu Km² merupakan propinsi terbesar keenam dipulau sumatera. Propinsi Sumatera Barat memiliki 12 Kabupaten dan 7 Kota. Dengan jumlah penduduk sebanyak 5,13 juta jiwa yang terdiri dari 2,55 juta laki-laki dan 2,58 juta perempuan pada tahun 2014 yang tersebar pada 19 kabupaten dan kota tersebut. Adanya perbedaan kegiatan ekonomi disetiap wilayah kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat mempengaruhi kondisi perekonomian masing-masing kabupaten dan kota, terutama sektor unggulan yang dimilki oleh masingmasing kabupaten dan kota. Sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut. Dimana kebijakan pembangunan pada saat ini lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Dalam penyusunan rencana sektoral atau sektor perekonomian pada masa yang akan datang perlu diketahui tipologi kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat berdasarkan faktor ekonomi. Hal ini bertujuan agar melihat daerah mana yang menjadi prioritas pengambangan dan apa yang akan dikembangkan. Disisi lain juga melihat sarana dan prasara pendukung perekonomian. Hal tersebut jelas berpengaruh terhadap perekonomian suatu wilayah. 1.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah diantaranya 1. Bagaimana perkembangan perekonomian kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat? 2. Apa saja sektor unggulan masingmasing kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat? 3. Bagaimana hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinankabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat? 4. Bagaiamana hubungan sarana dan prasarana perekonomian terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat? 1.2 Tujuan dan Sasaran Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam studi Kajian Tipologi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Barat ini adalah 1. Untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masingmasing kabupaten dan kota 2. Untuk mengetahui sektor-sektor unggulan masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat 3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan 4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tingkat ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dan dilakukan didalam studi Kajian Tipologi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Barat ini adalah 1. Mengidentifikasi pola dan struktur pertumbuhan perekonomian masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat 2. Mengidentifikasi kondisi sektorsektor unggulan masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat 3. Mengidentifikasi kondisi kependudukan masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat 4. Mengidentifikasi kondisi sarana dan prasarana masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat 1.3 Metedologi Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data sangat penting untuk mempertanggungjawabkan

5 kebenaran ilmiah suatu studi, selain itu metode studi juga diperlukan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan studi yang ingin dicapai. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada studi ini adalah: 1. Field Research Penulis melakukan survey ke instansi yang menyediakan data sekunder yang diperlukan dalam memperoleh tujuan studi, Instansi yang dimaksud seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Barat dan Bappeda Propinsi Sumatera Barat. 2. Library Research Landasan dan teori yang kuat dibutuhkan dalam pemecahan masalah, sehingga penulis melakukan pengumpulan teori-teori dengan cara mengumpulkan bukubuku, jurnal-jurnal, artikel-artikel ilmiah, data-data dari internet, dan lainnya yang berhubungan dengan studi Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam studi Kajian Tipologi Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Barat ini adalah deskriptif kualitatif. Analisisanalisis yang akan digunakan adalah 1. Analisis Tipologi Klassen Penggunaan analisis tipologi klassen pada studi ini dilatar belakangi oleh penggunaan variabel yang digunakan pada analisis ini. Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Kedua variable tersebut menggambarkan perkembangan dan pertumbuhan kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat berdasarkan faktor ekonomi. Tabel 1 Klasifikasi Tipologi Klassen PDRB Perkapita (y) Laju Pertumbuhan PDRB (r) R1> r R1< r Y1> y Y1< y Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (Kuadran I) R1 > r, Y1 > y Daerah Maju Tapi Tertekan (Kuadran II) R1 < r, Y1 > y Daerah Berkembang Cepat (Kuadran III) R1 > r, Y1 < y Daerah Relatif Tertinggal (Kuadran IV) R1 < r, Y1 < y Sumber: Bahan Bacaan Perencanaan Wilayah 2. Analisis Rasio atau Perbandingan Analisis ini digunakan untuk melihat perbandingan antara kondisi eksisting dengan standar yang telah dikeluarkan pemerintah. Dalam hal ini akan dipakai pada faktor sarana dan prasarana. 3. Analisis Sederhana Analisis ini digunakan untuk membagi data, atau nilai yang didapatkan dengan cara: Nilai Tertinggi Nilai Terendah = Jumlah yang akan dibuat 2. Hasil dan Pembahasan 2.1 Tipologi Wilayah Kabupaten Berdasarkan analisis laju pertumbuhan ekonomi dan analisis PDRB Perkapita yang telah dilakukan pada masing-masing kabupaten dan kota diatas, maka tipologi klassen untuk kabupaten di Propinsi Sumatera Barat seperti terlihat pada tabel 2dibawah ini:

6 Tabel 2 Analisis Klassen Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat Laju Rata-Rata Laju PDRB Rata-Rata PDRB No Kabupaten Pertumbuhan Pertumbuhan Perkapita Perkapita (%) /R1 Kabupaten (Rp) /Y1 Kabupaten (%) /R (Rp) /Y 1 Kepulauan Mentawai 5, Hasil Analisis R1 < R, Y1 > Y 2 Pesisir Selatan 5, R1 < R, Y1 < Y 3 Solok 5, R1 < R, Y1 < Y 4 Sijunjung 6, R1 > R, Y1 > Y 5 Tanah Datar 5, R1 < R, Y1 < Y 6 Padang Pariaman 6, R1 > R, Y1 > Y 5, Agam 6, R1 > R, Y1 > Y 8 Lima Puluh Kota 6, R1 > R, Y1 > Y 9 Pasaman 5, R1 < R, Y1 < Y 10 Solok Selatan 5, R1 < R, Y1 < Y 11 Dharmasraya 6, R1 > R, Y1 > Y 12 Pasaman Barat 6, R1 > R, Y1 < Y Jumlah/Rata-Rata 5, Sumber: Hasil Analisis 2016 Keterangan Daerah maju tapi tertekan Daerah relatif tertinggal Daerah cepat maju dan cepat tumbuh Daerah cepat berkembang Daerah cepat maju dan cepat tumbuh, terdapat lima kabupaten pada tipologi ini. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Dharmasraya. Dimana laju pertumbuhan PDRB kabupaten-kabupaten tersebut lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB rata-rata, dan memiliki pertumbuhan PDRB perkapita juga lebih besar dibandingkan rata-rata PDRB perkapita. Daerah maju tapi tertekan, terdapat satu kabupaten pada tipologi ini, yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dimana laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Mentawai lebih kecil dibandingkan rata-rata PDRB kabupaten, akan tetapi memiliki pertumbuhan PDRB perkapita lebih besar dibandingkan PDRB perkapita rata-rata kabupaten Daerah cepat berkembang, terdapat satu kabupaten pada tipologi ini. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pasaman Barat. Dimana laju pertumbuhan PDRB Kabupaten tersebut lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB rata-rata kabupaten, akan tetapi memiliki pertumbuhan PDRB perkapita lebih kecil dibandingkan PDRB perkapita rata-rata kabupaten Daerah relatif tertinggal, terdapat lima kabupaten yang tergolong pada tipologi ini, yaitu: Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok Selatan. Dimana laju pertumbuhan PDRB kabupatenkabupaten tersebut lebih kecil dibandingkan PDRB rata-rata kabupaten, dan juga memiliki PDRB perkapita lebih kecil dibandingkan PDRB perkapita ratarata kabupaten.

7 2.2 Tipologi Wilayah Kota Berdasarkan analisis laju pertumbuhan ekonomi dan analisis PDRB Perkapita yang telah dilakukan pada masing-masing No Kabupaten 1 Padang 6,59 Tabel 3 Analisi Klassen Kota di Propinsi Sumatera Barat Rata-Rata PDRB Laju Laju Perkapita Pertumbuhan Pertumbuhan Kota (Rp) Kota (%) /R1 Kota (%) / R /Y1 kabupaten dan kota diatas, maka tipologi klassen untuk kota di Propinsi Sumatera Barat seperti terlihat pada tabel 3 berikut ini: Rata-Rata PDRB Perkapita Kota (Rp) /Y Hasil Analisis R1 > R, Y1< Y 2 Solok 6, R1 > R, Y1< Y 3 Sawahlunto 5, R1 < R, Y1<Y 4 Padang Panjang 6,17 6, R1 < R, Y1< Y 5 Bukittinggi 6, R1 < R, Y1< Y 6 Payakumbuh 6, R1 > R, Y1< Y 7 Pariaman 6, R1 < R, Y1< Y Jumlah/Rata-Rata 6, Sumber: Hasil Analisis 2016 Keterangan Daerah cepat berkembang Daerah relatif tertinggal Daerah cepat berkembang, terdapat tiga kota pada tipologi ini. Kota tersebut adalah Kota Padang, Kota Solok dan Kota Payakumbuh. Dimana laju pertumbuhan PDRB Kotatersebut lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB rata-rata kota, akan tetapi memiliki PDRB perkapita lebih kecil dibandingkan PDRB perkapita ratarata kota Daerah relatif tertinggal, terdapat empat kota yang tergolong pada tipologi ini, yaitu: Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi dan Kota Pariaman. Dimana laju pertumbuhan PDRB kota-kota tersebut lebih kecil dibandingkan PDRB rata-rata kota, dan juga memiliki PDRB perkapita lebih kecil dibandingkan PDRB perkapita rata-rata kota. 2.3 Tingkat Kemiskinan Wilayah Kabupaten Persentase penduduk miskin terbesar untuk wilayah kabupaten yaitu sebesar 15,91% yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan terkecil adalah sebesar 5,76% yaitu Kabupaten Tanah Datar. Nilai Tertinggi Nilai Terendah = Jumlah yang akan dibuat = 15,91% 5,76% 3 = 3,38 Dari rumus dan hasil pencarian interval diatas, dapat diketahui bahwa jarak antara interval tingkat kemiskinan kabupaten yang dibuat adalah 3,38. Sedangkan tingkat kemiskinan kabupaten Kemiskinan rendah : interval < 9,14% Kemiskinan sedang : interval 9,15% - 12,53% Kemiskinan tinggi : interval > 12,54%

8 Tabel 4 Tingkat Kemiskinan Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat No. Tingkat Kemiskinan Kabupaten 1 Rendah < 9,14% 1. Pesisir Selatan 2. Sijunjung 3. Tanah Datar 4. Padang Pariaman 5. Agam 6. Lima Puluh Kota 7. Pasaman 8. Solok Selatan 9. Dharmasraya 10. Pasaman Barat 3 Sedang 9,15% - 12,53% 1. Solok 4 Tinggi > 12,54% 1. Kepulauan Mentawai Sumber: Hasil Analisis Tingkat Kemiskinan Wilayah Kota Persentase penduduk miskin terbesar untuk wilayah kota yaitu sebesar 2,35% yang terdapat di Kota Sawahlunto dan terkecil adalah sebesar 7,72% yaitu Kota Payakumbuh. = Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jumlah yang akan dibuat = 7,72% 2,35% 3 Dari rumus dan hasil pencarian interval diatas, dapat diketahui bahwa jarak antara interval tingkat kemiskinan kabupaten yang dibuat adalah 1,79. Sedangkan tingkat kemiskinan kabupaten Kemiskinan rendah : interval < 4,14% Kemiskinan sedang : interval 4,15% - 5,94% Kemiskinan tinggi : interval > 5,95% = 1,79 Tabel 5 Tingkat Kemiskinan Kota di Propinsi Sumatera Barat No. Tingkat Kemiskinan Kota 1 Rendah < 4,14% 1. Sawahlunto 2 Sedang 4,15% - 5,94% 1. Padang 2. Solok 3. Bukittinggi 4. Pariaman 3 Tinggi > 5,95% 1. Padang Panjang 2. Payakumbuh Sumber: Hasil Analisis Tingkatan Sarana dan Prasarana Kabupaten Tingkatan dengan menggunakan interval sederhana. Nilai tertinggi pembobotan wilayah kabupaten adalah 3 sedangkan yang terendah adalah 1. Jumlah kelas atau tingkatan sarana prasarana dibagi menjadi tiga, yaitu tingkatan baik, sedang dan buruk (Reni, 2012:122). Maka interval yang dibuat pada studi ini sebagai berikut: = Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jumlah yang akan dibuat = = 0,6 Dari rumus dan hasil pencarian interval diatas, dapat diketahui bahwa jarak antara interval tingkatan sarana dan prasarana kabupaten yang dibuat adalah 0,6. Sedangkan tingkatan sarana dan prasarana

9 Baik : interval > 2,4 Buruk : interval < 1,6 Sedang : interval 1,7 2,3 Tabel 6 Tingkatan Sarana dan Prasarana Kabupaten di Propinsi Sumatera Barat Tingkatan Sarana dan No. Kabupaten Prasarana 1 Buruk < 1,6 1. Kepulauan Mentawai 2 Sedang 1,7 2,3 1. Sijunjung 2. Tanah Datar 3. Agam 4. Solok Selatan 5. Pasaman Barat 3 Baik >2,4 1. Pesisir Selatan 2. Solok 3. Padang Pariaman 4. Lima Puluh Kota 5. Pasaman 6. Dharmasraya Sumber: Hasil Analisis Tingkatan Sarana dan Prasarana Kota Tingkatan dengan menggunakan interval sederhana. Nilai tertinggi pembobotan wilayah kota adalah 4 sedangkan yang terendah adalah 2. Maka interval yang dibuat = Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jumlah yang akan dibuat No. = = 0,6 Dari rumus dan hasil pencarian interval diatas, dapat diketahui bahwa jarak antara interval tingkatan sarana dan prasarana kota yang dibuat adalah 0,6. Sedangkan tingkatan sarana dan prasarana Buruk : interval < 2,6 Sedang : interval 2,7 3,3 Baik : interval > 3,4 Tabel 7 Tingkatan Sarana dan Prasarana Kota di Propinsi Sumatera Barat Tingkatan Sarana dan Kota Prasarana 1 Buruk <2,6 1. Padang 2. Bukittinggi 2 Sedang 2,7 3,3 1. Sawahlunto 2. Pariaman 3 Baik > 3,4 1. Solok 2. Padang Panjang 3. Payakumbuh Sumber: Hasil Analisis Kesimpulan dan Saran 3.1 Kesimpulan 1. Rata-rata laju pertumbuhan kabupaten pada tahun adalah sebesar 5.89% sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi kota adalah sebesar 6.19%. Angka tersebut menunjukkan bahwa daerah kota memiliki laju atau tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan daerak kabupaten. 2. Rata-rata pendapatan atau PDRB Perkapita kabupaten pada tahun 2014 adalah sebesar Rp sedangkan rata-rata PDRB Perkapita kota adalah sebesar Rp Angka tersebut menunjukkan bahwa daerah kota

10 memiliki PDRB Perkapita atau pendapatan perkapita lebih tinggi dibandingkan daerak kabupaten. 3. Tidak terdapat pengaruh antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dengan tingkat kesejahteraan penduduk (kemiskinan). 4. Tidak terdapat pengaruh antara kondisi sarana dan prasarana ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan PDRB Perkapita atau pendapatan perkapita 5. Struktur dan pola perkembangan kabupaten di Propinsi Sumatera Barat berdasarkan sektor ekonomi terdiri dari empat tipologi. Tipologi tersebut seperti yang terlihat berikut ini: Daerah cepat maju dan cepat tumbuh Terdapat lima kabupaten pada tipologi ini, yaitu: Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Dharmasraya. Daerah maju tapi tertekan Hanya terdapat satu kabupaten pada tipologi ini. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Daerah cepat berkembang Juga terdapat satu kabupaten pada tipologi ini. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Pasaman Barat. Daerah relatif tertinggal Terdapat lima kabupaten pada tipologi ini. kabupaten tersebut yaitu: Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Solok Selatan. 6. Struktur dan pola perkembangan kota di Propinsi Sumatera Barat berdasarkan sektor ekonomi terdiri dari dua tipologi. Tipologi tersebut seperti yang terlihat berikut ini: Daerah cepat berkembang Terdapat tiga kota pada kuadran ini. Kota-kota tersebut adalah: Kota Padang, Kota Solok dan Kota Payakumbuh. Daerah relatif tertinggal Juga terdapat empat kota pada kuadran ini. Kota-kota tersebut adalah Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Kota Bukittinggi dan Kota Pariaman 3.2 Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan juga melihat beberapa kesimpulan diatas, maka didapat empat tipologi untuk kabupaten dan tiga tipologi untuk kota. Dari tipologi dan karakteristik yang telah didapatkan pada studi ini, maka penulis mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Propinsi Sumatera Barat yang dapat diberlakukan terhadap keempat tipologi pada kabupaten dan kota tersebut, rekomendasi tersebut seperti terlihat dibawah ini: 1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh Daerah maju dan cepat tumbuh adalah daerah yang mengalami laju pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata seluruh daerah. Pada dasarnya daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang paling maju, baik dari segi tingkat pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya daerah-daerah ini merupakan daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan secara baik untuk kemakmuran masyarakat setempat. Daerah ini diperkirakan akan terus berkembang dimasa mendatang. Daerah dengan tipologi ini direkomendasikan

11 agar dapat menjaga kestabilan dan pengelolaan potensi yang dimiliki. 2. Daerah maju tapi tertekan Daerah maju tapi tertekanadalah daerah-daerah yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Karena itu, walaupun daerah ini merupakan daerah telah maju tetapi dimasa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat, walaupun potensi pembangunan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar. Karena itu daerah dengan tipologi ini direkomendasikan mengembangkan sektor unggulan lainnya yang tidak mengalami penekanan. Sehingga pertumbuhan ekonomi tidak bergantung kepada kegitan utama. 3. Daerah cepat berkembang Daerah berkembang cepat pada dasarnya adalah daerah yang memiliki potensi pengembangan sangat besar, tetapi masih belum diolah secara baik. Oleh karena itu, walaupun tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi namun tingkat pendapatan per kapitanya, yang mencerminkan tahap pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Karena itu dimasa mendatang daerah ini diperkirakan mampu berkembang dengan pesat untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah maju. Oleh karena itu, daerah dengan tipologi ini direkomendasikan mengolah potensi yang dimiliki secara baik dan optimal. Cara yang rekomendasikan untuk hal tersebut adalah dengan peningkatan kualita sumberdaya manusia pada daerah dengan tipologi tersebut. 4. Daerah relatif tertinggal Daerah relatif tertinggal adalah daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang berada dibawah ratarata dari seluruh daerah. Ini berarti bahwa baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah ini masih relatif rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa didaerah ini tidak akan berkembang di masa mendatang. Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah berikut tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat setempat diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat pula mengejar ketertinggalannya. Selain itu, pada studi ini juga didapat karakteristik kabupaten dan kota berdasarkan penduduk, ekonomi dan sarana prasarana tersendiri. Untuk hal tersebut juga dikeluarkan rekomendasi 1. Peningkatan perekonomian kabupaten dan kota Bebera ha yang dapat dilakukan agar dapat meningkatkan perekonomian daerah adalah Pengembangan sektor unggulan atau sektor basis Pengembangan sektor basis atau sektor unggulan merupakan kegiatan ekonomi yang dikembangkan untuk menjadi sektor unggulan pada daerah pada tipologi ini. Hal ini dapat berbentuk mengembangkan sektor potensial atau sektor basis, sehingga dapat menunjang pertumbuhan ekonomi kabupaten. Adanya

12 pengembangan ini diharapkan agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari produksi kabupaten dan kota pada tipologi ini secara mandiri atau sendiri. Pengembangan produk bernilai tambah Pengembangan produk bernilai tambah ditujukan agar memberikan nilai tambah pada hasil produksi daerah pada tipologi ini. Dimana dalam hal ini dilakukan pengembangan kegiatan pengolahan hasil produksi, sehingga produk yang dipasarkan tidak hanya produk mentah tetapi juga produk yang telah memiliki nilai tambah, yaitu produk yang telah mengalami pengolahan, baik dalam bentuk jadi maupun setengah jadi. Sehingga dengan adanya pengembangan tersebut, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat setempat Peningkatan kondisis sarana dan prasarana ekonomi Pada beberapa kabupaten dan kota yang terletak pada tipologi ini, kondisi sarana dan prasarana berada pada tingkatan sedang hingga buruk. Sehingga dinilai berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Dalam pengembangan pada masa yang akan datang, daerah dengan kondisi tersebut direkomendasikan untuk meningkatkan kondisi sarana dan prasarana perekonomian. Sehingga dengan kondisi sarana dan prasarana perekonomian yang baik diharapkan bisa memacu pertumbuah ekonomi daerah pada tipologi ini. 2. Pengentasan kemiskinan Pada beberapa kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat, terdapat tingkat kemiskinan dari sedang hingga tinggi. Pengentasan kemiskinan ini dilakukan untuk menekan persentase kemiskinan pada kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kemiskinan dari sedang hingga tinggi.

13 Daftar Pustaka Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta Tarigan, Robinson. (2005).Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta Tarigan, Robinson. (2005).Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta Sitohang, Paul. (1990). Pengantar Perencanaan Regional. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Sudijono, Anas. (2012). Pengantar Statistik Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta Irianto, Agus. (2003). Statistik Konsep Dasar, Aplikasi dan Pengembangannya. Prenada Media Group. Jakarta Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung Muammil dan Abdurrahman. (2015). Ekonomi Pembangunan Daerah. Mitra Wacana Media. Jakarta

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi BAB V PENUTUP Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi fiskal secara umum terlihat sangat membebani neraca keuangan dan pembangunan Kabupaten/Kota se Provinsi Sumatera Barat.

Lebih terperinci

ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Satuan: Ton

ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Satuan: Ton LAMPIRAN III. A ALOKASI PUPUK UREA UNTUK KOMODITI HORTIKULTURA TAHUN 2015 1 Kab. Pasaman 13,31 14,97 9,98 6,65 5,82 9,15 9,98 6,65 8,33 4,99 9,98 7,49 107,30 2 Kab. Pasaman Barat 26,61 153,03 27,45 26,61

Lebih terperinci

Kata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ).

Kata kunci: Laju Pertumbuhan PDRB, PDRB Per Kapita, Uji Beda Rata-rata (t test equal mean), Indeks Location Quotient (LQ). DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan dan Pendapatan Sumatera Barat... 2 Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu... 9 Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Sijunjung Sebelum Pemekaran... 27 Tabel 4.2 Luas Wilayah

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Penutup. Sekapur Sirih

Penutup. Sekapur Sirih Penutup Sekapur Sirih Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 Provinsi Sumatera Barat merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan. Pembangunan yang melalui

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT AGUSTUS 2014 No. 66/11/13/Th XVII, 5 November KEADAAN KETENAGAKERJAAN SUMATERA BARAT Jumlah angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus mencapai 2,33 juta orang, naik 110 ribu orang dibandingkan dengan jumlah angkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi

BAB I PENDAHULUAN. pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan merupakan salah satu pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi

Lebih terperinci

Sumatera Barat. Jam Gadang

Sumatera Barat. Jam Gadang Laporan Provinsi 123 Sumatera Barat Jam Gadang Jam gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di

Lebih terperinci

TATA LOKA VOLUME 17 NOMOR 1, FEBRUARI 2015, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP

TATA LOKA VOLUME 17 NOMOR 1, FEBRUARI 2015, BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP TATA LOKA VOLUME 17 NOMOR 1, FEBRUARI 2015, 53-63 2015 BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP T A T A L O K A DISPARITAS REGIONAL PROVINSI SUMATERA BARAT DI ERA OTONOMI DAERAH Regional Disparities of the West Sumatra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Kemiskinan merupakan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA BARAT No.15/2/13 Th XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha untuk mengembangkan perekonomian sehingga menimbulkan perubahan pada struktur perekonomian. Sebagai implikasi dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE )

ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE ) ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE 2007-2012) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Andreas Andy Permana 0710210057 JURUSAN

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015 DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN Edisi 07 Agustus 2015 Buku saku ini dalam upaya untuk memberikan data dan informasi sesuai dengan UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT

PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENCANA AKSI KORSUP KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI SUMATERA BARAT OLEH: IRWAN PRAYITNO Disampaikan pada Acara Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya

Lebih terperinci

Tema: pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman ANALISIS TIPOLOGI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS.

Tema: pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman ANALISIS TIPOLOGI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS. Tema: pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman ANALISIS TIPOLOGI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS. Oleh: Agustin Susyatna Dewi 1) Sukiman 1) Rakhmat Priyono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri dan Kota adalah dua hal yang saling berkaitan. Hal ini disebabkan sektor industri merupakan salah satu indikator suatu daerah telah maju atau bisa disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang digunakan oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan dalam menyelenggarakan roda pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menjadi suatu permasalahan dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menjadi suatu permasalahan dalam pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi suatu permasalahan dalam pembangunan ekonomi yang menghambat terciptanya kehidupan yang adil sejahtera serta merata yang mana merupakan tujuan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode

BAB I PENDAHULUAN. dan perkembangan suatu perekonomian dalam satu periode ke periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Dalam hal ini pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dan perkembangan suatu

Lebih terperinci

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN DAN KLASIFIKASI PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN DAN KLASIFIKASI PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN ANALISIS PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN DAN KLASIFIKASI PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011-2014 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA. Mitrawan Fauzi ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA UTARA Mitrawan Fauzi mitrawanfauzi94@gmail.com Luthfi Mutaali luthfimutaali@ugm.ac.id Abtract Competition

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT Analisa deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang keadaan pendidikan di Sumatera Barat. 4.1. Karakteristik

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN BERDASARKAN NILAI PRODUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN BERDASARKAN NILAI PRODUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN BERDASARKAN NILAI PRODUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT (Determination of the Main Commodity Crops Based of Production in the Kotawaringin Barat Regency)

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS PERGESERAN SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ACEH BESAR. Abstract

ANALISIS PERGESERAN SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ACEH BESAR. Abstract ANALISIS PERGESERAN SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN ACEH BESAR Abstract This study aims to analyze the shift in the economic sector of Aceh Besar district and determine dominant sector. This study uses secondary

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 BPS KABUPATEN PESISIR SELATAN No.02/07/1302/Th I, 4 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 Garis kemiskinan (GK) Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2016 sebesar Rp. 366.228,- per kapita

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 No. 62/11/13/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Sumatera Barat Agustus 2017 Agustus 2017: Tingkat Pengangguran Terbuka

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Zuhairan Yunmi Yunan 1 1 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA

ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA Oleh: Azmi Faiz Nur Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang E-mail/No. Hp: azmi_fn@gmail.com/- Ida Nuraini Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sarana untuk mendorong kemajuan daerahdaerah. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu wilayah dengan wilayah yang lain,

Lebih terperinci

PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA MADIUN DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB

PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA MADIUN DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB PENENTUAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH KOTA MADIUN DENGAN PENDEKATAN SEKTOR PEMBENTUK PDRB Dian Pratiwi 1) 1), Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Madiun Abstract This research is focused

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap Negara di dunia sangat memperhatikan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Muhammad Mardianto (07114042) Ringkasan dari laporan tugas akhir

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 BADAN A PUSAT STATISTIKT A T I S T I K No. 41/7/13/ Th. XIX, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI 2015 PRODUKSI PADI TAHUN 2015NAIK1,25 PERSEN A. PADI Produksi padi tahun 2015 sebanyak 2,55 juta

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL PADA PEREKONOMIAN KABUPATEN TANAH LAUT. Lina Suherty

SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL PADA PEREKONOMIAN KABUPATEN TANAH LAUT. Lina Suherty JURNAL SPREAD APRIL 2013, VOLUME 3 NOMOR 1 SEKTOR-SEKTOR EKONOMI POTENSIAL PADA PEREKONOMIAN KABUPATEN TANAH LAUT Lina Suherty Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Jalan Brigjend H. Hasan Basri

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM 1. Latar Belakang dan Kondisi Umum 2. Dasar Hukum 3. Proses Penyusunan RAD 4. Capaian RAD MDGS Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 2015 5. Permasalahan Pelaksanaan Aksi MDGS 6. Penghargaan yang Diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pemerintah semakin dituntut untuk mampu menggali sumber-sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pemerintah semakin dituntut untuk mampu menggali sumber-sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia mempunyai tujuan akhir menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA Wiwit Rahayu, Nuning Setyowati 1) 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret email: wiwit_uns@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA BARAT

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA BARAT Perbandingan Pertumbuhan Produksi... (Rusda Khairati) Jurnal KBP Volume 2 - No. 1, Maret 2014 PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUMM PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG

KOMISI PEMILIHAN UMUMM PROVINSI SUMATERA BARAT KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUMM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 81 TAHUN 2015 TENTANG JUMLAH BADAN PENYELENGGARA AD HOCK PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KETUA KOMISI PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di empat Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013 No. 46/8/13/Th.XVII, 4 Agustus 214 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 213 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 6.981 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 7.12 TON, DAN BAWANG MERAH SEBESAR 42.791 TON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan wilayah memiliki konsep yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan masyarakat dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menghadapi berbagai fenomena pembangunan di tingkat daerah, nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan sejalan dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 BPS KABUPATEN PESISIR SELATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016 No.01/07/1302/Th I, 4 Juli 2017 Pembangunan manusia di Kabupaten Pesisir Selatan pada tahun 2016 terus mengalami

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU

KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU KONTRIBUSI SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU THE CONTRIBUTION OF THE FISHERIES SUB-SECTOR REGIONAL GROSS DOMESTIC PRODUCT (GDP)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di negara-negara pada umumnya terfokus pada pembangunan ekonomi dengan memprioritaskan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai

Lebih terperinci

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA BARAT

TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA BARAT HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 BAN SM ACEH HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 2016 1 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN PER KAPITA ANTAR KECAMATAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGASEM

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN PER KAPITA ANTAR KECAMATAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGASEM E-Jurnal EP Unud, 2 [4] : 181-189 ISSN: 2303-0178 ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN PER KAPITA ANTAR KECAMATAN DAN POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KECAMATAN DI KABUPATEN KARANGASEM Amrillah I Nyoman Mahaendra

Lebih terperinci

CHAPTER XII COMPARISON BETWEEN REGENCIES/ CITIES BAB XII PERBANDINGAN ANTARA KABUPATEN/ KOTA

CHAPTER XII COMPARISON BETWEEN REGENCIES/ CITIES BAB XII PERBANDINGAN ANTARA KABUPATEN/ KOTA BAB XII PERBANDINGAN ANTARA KABUPATEN/ KOTA Pada bab ini menyajikan gambaran umum perbandingan datadata strategis daerah Kota Kendari dengan kabupaten/kota lain yang berada di kawasan provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait.

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait. 41 III. METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif kuantitatif, dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2 Jurnal Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume II No 3, Desember 2015 ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA Aurelianus Jehanu 1 rulijehanu@gmail.com Ida Ayu Purba Riani 2 purbariani@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN 2008-2011 INCOME DISPARITY ANALYSIS AMONG DISTRICTS IN ACEH PROVINCE USING INDEX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL BERHIERARKI.

PENGELOMPOKAN KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL BERHIERARKI. PENGELOMPOKAN KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GEROMBOL BERHIERARKI Oleh: MIRA NOVIANTI 06134020 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 58, G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN NOMOR 58 TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI DAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI SEKTOR

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* Abstract.

ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* Abstract. ANALISIS KONTRIBUTOR UTAMA PENENTU PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH PERKOTAAN DI ACEH Muhammad Hafit 1, Cut Zakia Rizki 2* 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Sebagai wujud peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (STUDI KASUS BPS KABUPATEN KENDAL TAHUN 2006-2010) SKRIPSI Disusun oleh : ROSITA WAHYUNINGTYAS J2E 008 051 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

VARIASI TINGKAT PEREKONOMIAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO

VARIASI TINGKAT PEREKONOMIAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO VARIASI TINGKAT PEREKONOMIAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN KULON PROGO Imanda Nico Kareza Imanda.nico.k@gmail.com Lutfi Muta ali Luthfi.mutaali@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2016 No.15/03/13/Th. XIX, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT JANUARI 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI SUMATERA BARAT

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI SUMATERA BARAT ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI SUMATERA BARAT Joan Marta Dewi Zaini Putri Abstract : With the policy of regional autonomy,

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol Analisis Sektor Unggulan dan Supomo Kawulusan (Mahasiswa Program Studi Magister Pembangunan Wilayah Pedesaan Pascasarjana Universitas Tadulako) Abstract The purpose this reseach the economy sector growth

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemekaran daerah atau desentralisasi merupakan sebuah aspirasi masyarakat untuk kemajuan daerahnya sendiri dimana daerah otonom baru mempunyai kewenangan sendiri untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Di samping mengandalkan pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2016

PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2016 No.33/06/13/Th. XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN PARIWISATA DAN TRANSPORTASI SUMATERA BARAT APRIL 2016 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatera Barat melalui Bandara Internasional Minangkabau

Lebih terperinci