BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sumber protein nabati, kedelai berperan penting dalam meningkatkan gizi masyarakat. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pangan. Produk pangan berupa tahu, tempe, dan kecap memerlukan kedelai dalam jumlah besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011, produksi kedelai lokal sebanyak 851.286 ton atau 29% dari total ketersediaan kedelai pada tahun tersebut. Sementara itu, impor kedelai pada 2011 sebanyak 2.088.615 ton atau 71% dari total ketersediaan. Kementerian Perdagangan (2012) mencatat pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton. Jumlah tersebut akan diserap untuk pangan/pengrajin sebesar 83,7% (1.849.843 ton); industri kecap, tauco, dan lainnya sebesar 14,7% (325.220 ton); benih sebesar 1,2% (25.843 ton); dan untuk pakan 0,4% (8.319 ton). Pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan produksi kedelai nasional menuju swasembada 2014 dengan harapan dapat memproduksi sebanyak 2,7 juta ton. Sekitar 50% dan 40% kedelai yang tersedia untuk bahan pangan diolah menjadi tempe dan tahu (Silitonga dan Djanuwardi, 1996), sedang sisanya untuk pengolahan susu kedelai, kecap, tauge, dan tauco. Mutu protein susu kedelai sedikit lebih rendah dari mutu susu sapi, tetapi tidak mengandung kolesterol, tidak menyebabkan alergi dan sesuai dikonsumsi penderita lactose intolerance. Hanya 1
saja, cita rasa langu susu kedelai kurang disukai oleh sebagian konsumen. Cita rasa langu dapat dihilangkan dengan teknologi pengolahan yang tepat dan pemilihan varietas kedelai yang sesuai. Kriteria varietas yang sesuai untuk susu kedelai, diantaranya berbiji kuning, berkadar protein tinggi, dan intensitas langu rendah terdapat pada biji kedelai lokal varietas Grobogan (Ginting dan Yulifianti, 2010). Ukuran biji dan komposisi kimia beberapa varietas kedelai terdapat pada Tabel 1.1. Menurut Ginting (2010), kadar protein kedelai lokal lebih tinggi dibanding kedelai impor. Penurunan kadar protein pada kedelai impor dapat disebabkan karena lamanya penyimpanan dari saat panen sampai dipasarkan di Indonesia. Kadar protein kedelai Grobogan sebesar 43,9 % (bobot kering) sedangkan kedelai impor sebesar 35-37 % (bobot kering). Selain itu pada bobot 100 biji, kedelai impor memiliki bobot berkisar 14,8-15,8 gram sedangkan kedelai lokal varietas Grobogan 18 gram. Kedelai lokal varietas Grobogan merupakan kedelai unggul nasional, yang memiliki potensi produktivitas sebesar 3,5 ton/ha, dan rata-rata produksi mencapai 2,6 ton/ha. Daya adaptasi kedelai lokal varietas Grobogan pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda mampu tumbuh cukup besar, sehingga mudah tersebar di daerah penanaman kedelai khususnya pada awal musim hujan atau di daerah dengan fasilitasi yang memadai (Kementerian Pertanian, 2010). Berawal dari potensi kedelai lokal varietas Grobogan, maka tim Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K) FTP Universitas Gadjah Mada mencetuskan ide membuat susu kedelai dari kedelai lokal varietas Grobogan. Susu kedelai yang dihasilkan masih memerlukan penanganan lebih 2
lanjut, terutama terkait perbaikan rasa. Susu kedelai cair yang diproduksi hanya bertahan satu hari saja apabila tidak disimpan dalam lemari pendingin. Permasalahan tersebut nantinya mengakibatkan adanya keterbatasan produsen dalam hal pendistribusian produk. Masyarakat cenderung memilih minuman yang bersifat praktis, tahan lama dan mudah diperoleh. Oleh karena itu, pengembangan produk dalam bentuk bubuk dan perbaikan rasa ini dimaksudkan agar susu kedelai bubuk dapat merambah pasar, sekaligus mampu meraih pangsa pasar. Tabel 1.1. Ukuran Biji dan Komposisi Kimia Beberapa Varietas Kedelai Warna kulit biji Potensi hasil (t/ha) 3 Tahun dilepas Varietas/galur Bobot 100 biji (g) Protein (% bk) Lemak (% bk) Argomulyo 18.0-19.0 Kuning 37.0-40.2 19.3-20.8 2.0 1998 Grobogan 18.0 Kuning 43.9 18.4 3.4 2008 Mulyowilis 17.0 Kuning 43.0-3.5 2009 Panderman 15.0-17.0 Kuning 36.9 17.7 2.4 2003 Burangrang 14.9-17.0 Kuning 39.0-41.6 20.0 2.5 1999 Kedelai Impor 14.8-15.8 Kuning 35.0-36.8 21.4-21.7 - - Bromo 14.4-15.8 Kuning 37.8-42.6 19.5 2.5 1998 Anjasmoro 14.8-15.3 Kuning 41.8-42.1 17.2-18.6 2.3 2001 Detam-1 14.8 Hitam 45.4 13.1 3.5 2008 Detam-2 13.5 Hitam 45.6 14.8 3.0 2008 Diusulkan 2010 SHR-W60 11.2-11.3 Kuning 37.7-39.1 15.6-19.1 3.1 Tampomas 10.9-11.0 Kuning 34.0-41.2 18.0-19.6 1.9 1992 Cikuray 9.1-11.0 Hitam 35.0-42.4 17.0-19.0 1.7 1992 Wilis 8.9-11.0 Kuning 37.0-40.5 18.0-18.8 1.6 1983 Kawi 10.1-10.5 Kuning 38.5-44.1 16.6-17.5 2.0 1998 Mallika 9.0-10.0 Hitam 37.0 20.0 2.9 2007 Merapi 8.0-9.5 Hitam 41.0-42.6 7.5-13.0 1.0 1983 Krakatau 8.0-9.1 Kuning 36.0-44.3 16.0-17.0 1.9 1992 bk = basis kering Sumber: Ginting (2010)
Pengembangan produk dapat dilakukan menggunakan beberapa metode, seperti Value Engineering, Quality Function Deployment (QFD), Kansei Engineering, dan Design for Production (DFP). Dewasa ini konsumen telah menyadari bahwa untuk memperoleh nilai yang baik atas uang yang dikeluarkan, perlu melakukan penyelidikan atau pencarian nilai atas produk. Bagi produsen, untuk dapat terus bersaing harus memasarkan produk yang memberikan nilai yang baik bagi konsumen dan perusahaan. Keuntungan yang didapat sangat tergantung pada kemampuan produsen untuk membuat produk berkualitas dengan biaya rendah. Metode Value Engineering ini digunakan untuk mendapatkan konsep produk yang seimbang secara fungsional meliputi biaya minimum dan performansi maksimal serta tetap mempertahankan kualitas sesuai yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan menggunakan integrasi metode Fuzzy Logic dalam Value Engineering. Pada tahap penentuan rangking prioritas atas perbandingan bobot atribut pada masing masing atribut memiliki karakteristik fuzziness yang tidak dapat secara tegas (crisp) dikategorikan dengan nilai 1 jika bobot melebihi atribut yang diperbandingkan dan nilai 0 jika kurang dari yang diperbandingkan. Integrasi metode Fuzzy Logic di dalam Value Engineering pada penelitian ini dipergunakan untuk penyusunan fungsi keanggotaan fuzzy dari nilai pembobotan yang diperbandingkan dalam penentuan rangking prioritas yang dipergunakan dalam desain dan pengembangan produk. Oleh karena itu, karakteristik fuzziness (bukan crisp) dalam perbandingan nilai bobot atribut yang diprioritaskan tetap diperhitungkan sesuai dengan nilai fungsi keanggotaan yang dimiliki oleh masingmasing atribut yang diprioritaskan. 4
B. Perumusan Masalah Melimpahnya hasil produksi kedelai tanpa pengembangan pengolahan hasil pascapanen yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi berdampak pada harga jual yang sangat rendah pada saat panen dan menurunnya tingkat ekonomi masyarakat petani. Pascapanen kedelai di tingkat masyarakat petani kedelai lebih banyak dijual dalam bentuk biji kedelai kering dan sebagian diolah menjadi bahan baku proses produksi tahu dan tempe. Perencanaan dan pengembangan produk hasil pengolahan pascapanen kedelai menjadi produk susu kedelai bubuk sebagai minuman nabati yang sehat, bergizi, dan bermanfaat bagi masyarakat merupakan salah satu solusi yang dapat diberikan sehingga dapat meningkatkan pemakaian bahan baku pascapanen kedelai. Selain itu juga bermanfaat bagi petani karena menghasilkan produk hasil olahan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selanjutnya, perumusan masalah pada penelitian ini adalah menentukan spesifikasi susu kedelai bubuk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan mengembangkan performansi produk susu kedelai bubuk agar mampu mencapai value yang tinggi. C. Batasan Masalah 1. Obyek penelitian adalah bahan baku kedelai yang diolah menjadi susu kedelai bubuk. 2. Pada proses pembuatan susu kedelai bubuk dilakukan dengan menerapkan teknologi sederhana yaitu metode sangrai. 3. Bahan baku yang digunakan adalah kedelai lokal varietas Grobogan. 5
4. Kuesioner disebarkan pada responden di Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kotamadya Yogyakarta. D. Tujuan Penelitian 1. Menentukan prioritas pengembangan produk susu kedelai bubuk berdasarkan kebutuhan konsumen dengan menggunakan integrasi metode Fuzzy Logic. 2. Menghasilkan alternatif pengembangan konsep produk susu kedelai bubuk. 3. Menentukan konsep produk yang mempunyai value tertinggi dengan menggunakan integrasi metode Fuzzy Logic. E. Manfaat Penelitian 1. Meningkatkan nilai ekonomis dari bahan baku pascapanen kedelai yang diolah dalam bentuk susu kedelai bubuk. 2. Pengembangan ilmu pengetahuan yaitu aplikasi integrasi metode Fuzzy Logic di dalam Value Engineering pada perancangan dan pengembangan produk susu kedelai bubuk. 3. Aplikasi teknologi atau proses sederhana dan adaptif untuk pembuatan susu kedelai bubuk. 4. Perbaikan kualitas produk susu kedelai bubuk yang dapat bersaing di pasar, diterima oleh masyarakat. 6
F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terkait susu kedelai dan penggunaan metode Value Engineering pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya Andriana (2008) melakukan penelitian terkait pembuatan susu kedelai bubuk dari cair menggunakan teknologi spray dryer. Pengembangan dilakukan dengan melakukan studi kasus pada produsen susu kedelai cair hasil produsen lokal yaitu susu kedelai Bu Ade. Susu kedelai cair Bu Ade memiliki umur simpan yang pendek yaitu tidak lebih dari satu hari. Permasalahan tersebut mengakibatkan adanya keterbatasan dalam hal pemasaran produk. Upaya yang dilakukan untuk memperpanjang umur simpan produk adalah dengan mengubah bentuk menjadi bubuk. Penelitian dilakukan menggunakan metode value engineering. Konsep yang dihasilkan dari penelitian antara lain susu kedelai bubuk rasa coklat, coklat pandan, coklat panili, kacang hijau, kacang hijau pandan dan kacang hijau panili. Konsep-konsep tersebut dibuat dengan menambahkan 15% maltodekstrin dan menggunakan spray dryer yang telah diatur secara optimal pada suhu inlet 130 0 C, outlet 70 0 C dan tekanan pompa 4,5 bar (Andriana, 2008). Budi (2008) melakukan penelitian terkait susu kedelai yaitu analisis strategi pengembangan usaha susu kedelai bubuk instan (Studi Kasus: PD Mas Adam Berdasi, Kec. Rumpin, Bogor). Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang berhubungan dengan pengembangan usaha PD Mas Adam Berdasi, yaitu perusahaan sebaiknya membuka diri terhadap kredit yang ditawarkan oleh pihak yang memberikan pinjaman untuk pengembangan usahanya, perusahaan sebaiknya segera mengganti kemasan dalam produk dengan alumunium foil. Hal ini 7
dilakukan untuk menjaga brand image produk agar konsumen lebih percaya. Perusahaan sebaiknya menggunakan alternatif kedelai varietas lokal Agrobomo yang telah diteliti oleh LIPI dapat digunakan sebagai bahan baku susu kedelai, mengingat harga kedelai impor mengalami peningkatan. Fertiasari (2011) melakukan penelitian terkait pengembangan produk gel Aloe vera Chinensis lapis coklat sebagai potensi lokal Kalimantan Barat. Metode yang digunakan secara keseluruhan adalah Value Engineering (VE), namun pada tahap informasi menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD), dan yang terakhir adalah analisis finansial. Pada penelitian ini penulis melakukan pengembangan produk susu kedelai bubuk menggunakan integrasi metode Value Engineering dengan Fuzzy Logic. Metode Fuzzy Logic diaplikasikan ketika perhitungan bobot atribut dan tahap analisis menggunakan zero-one untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Bahan baku yang digunakan adalah kedelai lokal varietas Grobogan yang memiliki potensi untuk dikembangkan (Kementerian Pertanian, 2010). Andriana (2008) pernah melakukan pengembangan produk terkait susu kedelai dalam bentuk bubuk menggunakan spray dryer. Pada penelitian ini penulis melakukan pengembangan susu kedelai bubuk menggunakan teknologi sangrai dengan alasan ekonomis dan lebih aplikatif apabila diterapkan dalam industri, terutama industri kecil dan industri rumah tangga. 8