121 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Pita DNA Monomorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Tiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152 menunjukkan morfologi organ bunga abnormal dengan adanya struktur seperti karpel pada bunga jantan maupun bunga betina. Tiga tanaman tersebut adalah tanaman a b c Gambar 29. Pola pita DNA monomorfis pada beberapa tingkat abnormalitas dengan tipe jaringan tanaman berbeda. (a) primer OPB-05, (b) OPC-01, (c) SC10-83. N (tanaman normal), AB (tanaman abnormal berat), AB2 (tanaman abnormal sangat berat 2)
122 berbuah normal (N), abnormal berat (AB) dan abnormal sangat berat 2 (AS2). Sampel DNA yang murni dengan kuantitas DNA seperti yang telah ditetapkan pada penelitian sebelumnya (lihat BAB V) digunakan juga untuk teknik RAPD. Hasil optimasi konsentrasi sampel DNA untuk satu kali reaksi PCR adalah 15 ng ditambah dengan komponen PCR yang lain. Hasil penelitian memperlihatkan adanya keragaman sekuens DNA pada genom yang terdeteksi dengan teknik RAPD. Sepuluh primer yang digunakan adalah primer random sepuluh mer yang sebagian besar di acuh dari Yuniastuti (2004), dapat mengamplifikasi DNA tanaman kelapa sawit. Lima primer memperlihatkan pola pita monomorfis (OPB-05, OPC-01, SC10-83, SC10-76, AE-11), dan lima primer yang lain menunjukkan pola pita polimorfis (OPC-08, OPD-15, W-15, OPC-09, SC10-19). Pita monomorfis diperlihatkan oleh primer OPB-05 dengan empat pita berukuran antara 750-1500bp (Gambar 29a), OPC-01 dengan delapan pita berukuran antara 750 4000 bp (Gambar 29b), primer SC10-83 menghasilkan hanya dua pita berukuran antara 750-1000 bp (Gambar 29c), SC10-76 menghasilkan sembilan pita dengan ukuran menyebar antara 600-6000 bp (Tabel 8 & Lampiran 10), dan AE-11 menghasilkan lima pita berukuran antara 1000-3000 bp (Tabel 8 & Lampiran 10). Total jumlah pita yang dihasilkan oleh lima primer untuk ketiga tanaman adalah 84 pita yang menyebar pada ukuran 600-6000 bp. Tabel 8. Jumlah pita DNA monomorfis yang teramplifikasi oleh lima primer
123 Suatu primer dapat mengamplifikasi suatu sekuens DNA berarti sekuens primer tersebut komplemen dengan sekuens dari DNA cetakan, dan akan terjadi sebaliknya jika tidak terjadi komplementasi. Pita monomorfis yang diperlihatkan oleh enam primer menunjukkan bahwa sekuens DNA genom yang komplemen dengan primer tidak mengalami perubahan pada ketiga tanaman yang digunakan yakni berbuah normal, abnormal berat (AB) dan abnormal sangat berat 2 (AS2). Tiga puluh enam pita diamplifikasi oleh enam primer dengan ukuran berbeda menyebar antara 600-6000 bp, mengindikasikan primer menempel secara random pada DNA genom namun sekuens penempelan primer tidak berubah. Pola pita tersebut sama pada DNA dari jaringan daun, bunga maupun buah. Pola Pita DNA Polimorfis Beberapa Tanaman dari Klon yang Sama Lima primer dari sepuluh primer yang digunakan dalam penelitian ini dapat menunjukkan adanya keragaman antara tanaman dalam klon yang sama yaitu primer OPC-08, OPD-15, W-15, OPC-09 dan SC10-19. Dua primer yaitu OPC-08 dan OPD-15 menghasilkan sedikit jumlah pita dan pita berbeda hanya terdapat pada tanaman tertentu. Primer OPC-08 mampu menghasilkan masing- masing tujuh pita dari ketiga tanaman ditambah satu pita berbeda pada tanaman normal, yang tidak ditemukan pada tanaman abnormal (Gambar 30a dan Tabel 9) ukuran pita berbeda tersebut antara 800-1000 bp. Total jumlah pita dari ketiga tanaman dari primer ini adalah 22 pita, dengan ukuran menyebar 300-3000 bp. Adanya satu pita berbeda pada tanaman normal dengan primer OPC-08 kemungkinan terjadi perubahan sekuens pada tanaman berbuah abnormal berat (AB) dan abnormal sangat berat (AS2) sehingga primer tersebut tidak dapat mengamplifikasi ukuran pita yang sama dengan tanaman normal. Hasil penelitian Yuniastuti (2004) dengan menggunakan primer yang sama tidak dapat membedakan tanaman normal dan abnormal pada klon MK 152 dan MK 176 kecuali klon yang lain. Perbedaan hasil ini kemungkinan karena penggunaan tanaman yang berbeda meskipun dari klon yang sama. Pita berbeda pada tanaman normal dari primer OPC-08 berpotensi untuk digunakan menapis tanaman normal dan abnormal dari hasil kultur jaringan. Namun perlu dikonfirmasi pita tersebut pada beberapa
124 4000 bp 2000 bp 1000 bp 500 bp a 4000 bp 2000 bp 1000 bp 500 bp b Gambar 30. Pita DNA polimorfis pada tingkat abnormal tertentu. (a) primer OPC-08, (b) primer OPD-15. N (tanaman normal), AB (tanaman abnormal berat), AS2 (tanaman abnormal sangat berat 2) dari klon MK 152 tanaman normal dari klon yang sama serta tanaman naormal dan abnormal dari klon-klon yang lain. Primer OPD-15 menghasilkan dua sampai lima pita dengan tiga pita berbeda yang terdapat hanya pada tanaman abnormal berat (AB), tidak ditemukan pada tanaman normal (N) maupun abnormal sangat berat 2 (AS2) (Gambar 30b). Total jumlah pita yang dihasilkan oleh primer OPD-15 dari tiga tanaman adalah sembilan pita, dengan ukuran menyebar 300-3000 bp. Primer OPD-15 juga menunjukkan perubahan sekuens DNA pada tanaman berbuah
125 abnormal berat (AB) yang nampak melalui adanya tiga pita berbeda dengan ukuran yang berbeda, tetapi tidak pada tanaman normal dan AS2. Jumlah pita berbeda yang sedikit dari kedua primer tersebut menandakan bahwa sangat terbatas komplementasi antara primer dengan sekuens DNA cetakan sehingga belum dapat mewakili suatu keragaman global dalam genom antara tanaman yang diuji. Pita DNA yang dihasilkan oleh primer OPC-08 maupun OPD-15 mempunyai pola yang sama pada DNA jaringan daun, bunga maupun buah. Hasil ini menunjukkan bahwa perubahan pada sekuens DNA merupakan perubahan pada tingkat genom. Hasil penelitian Danylchenko dan Sorochinsky (2005) dengan teknik RAPD memperlihatkan pita-pita baru sebagai akibat perbedaan perubahan struktur DNA (pematahan, transposisi, delesi, dll), diduga adanya mutasi dan perubahan struktur dalam DNA tanaman akibat pengaruh faktor cekaman yang diberikan. Pada kasus kelapa sawit, kemungkinan pemberiaan auksin khususnya 2,4-D dalam konsentrasi sangat tinggi 80-100 ppm menyebabkan aberasi kromosom karena 2,4-D dalam konsentrasi tinggi aktivitasnya seperti herbisida. Tiga primer lain dalam penelitian ini mampu menunjukkan pola pita polimorfis dengan jumlah pita yang banyak yaitu W-15, OPC-09 dan SC10-19. Primer W-15 mengamplifikasi delapan pita berukuran antara 900-6000 bp (Gambar 31a) dengan penampilan seperti pita monomorfis karena pola pita cenderung sama antar tanaman, namun jika ditinjau dari intensitas dan ketebalan pita nampak terbentuk pola yang polimorfis. Terdapat satu pita berukuran kurang dari 2000 bp pada tanaman normal dan AbB, satu pita berukuran lebih dari 2000 bp pada tanaman AbB, dan satu pita pada ukuran 1000 bp terdapat pada AS2. Ketebalan pita menunjukkan bahwa banyak fragmen DNA yang menumpuk pada ukuran tersebut kemungkinan mempunyai susunan basa dan ukuran pita yang berbeda dibandingkan dengan tanaman lainnya pada posisi pita yang sama. Primer OPC-09 mampu menghasilkan masing-masing enam sampai sembilan pita pada tanaman normal, AB dan AS2, dengan tiga pita berbeda masing-masing pada tanaman normal dan AS2 (Gambar 31b dan Tabel 9). Tiga pita berbeda pada tanaman normal berukuran secara berurutan ± 900 bp, ± 1100 bp dan ±3400 bp dan pita-pita tersebut tidak terdapat pada tanaman AB dan AS2.
126 4000 2000 1000 500 bp a 4000 bp 2000 bp 1000 bp 500 bp b 4000 bp 2000 bp 1000 bp 500 bp c Gambar 31. Pita DNA polimorfis pada beberapa tingkat abnormal. (a) Primer W-15, (b) OPC-09, dan (c) SC-10-19. N (tanaman normal), AB (tanaman abnormal berat), AS2 (tanaman abnormal sangat berat 2) dari klon MK 152
127 Tabel 9. Pita polimorfis hasil amplifikasi lima primer Keterangan : (1) = terdapat satu pita berbeda yang sama antar kedua abnormal Tanaman AS2 mempunyai juga tiga pita berbeda yang ukurannya berbeda dengan tanaman normal secara berurutan ± 600 bp, ± 800 bp, ± 3300 bp. Total jumlah pita yang dihasilkan pada ketiga tanaman yang diuji adalah 24 pita menyebar dari ukuran 500-4000 bp. Diperlihatkan juga bahwa pola pita yang terdapat pada DNA jaringan daun sama dengan pita DNA dari jaringan bunga dan buah. Primer SC10-19 mampu menghasilkan sebelas sampai tiga belas pita pada masing-masing tanaman yang diuji (Gambar 31c dan Tabel 9). Terdapat satu pita berbeda pada tanaman normal, satu pita pada tanaman AB dan tiga pita berbeda pada AS2. Total jumlah pita DNA dari tanaman normal, AB dan AS2 yang dihasikan primer SC10-19 adalah 35 pita berada pada ukuran ± 500-6000 bp. Suatu pita DNA terdapat pada suatu tanaman tetapi tidak berada pada tanaman yang lain memberikan dua kemungkinan yaitu ada atau tidak ada perubahan sekuens DNA pada tanaman-tanaman tersebut untuk terjadi komplementasi dengan primer. Dengan demikian perubahan sekuens DNA dapat saja terjadi pada tanaman normal (Gambar 31a dan b) meskipun morfologi bunganya normal karena tanaman-tanaman ini berasal dari kultur jaringan. Banyaknya pita yang teramplifikasi mengindikasikan primer-primer tersebut berkomplementasi dengan banyak sekuens DNA cetakan. Selain itu ditemukan beberapa pita berbeda dengan ukuran yang beragam menandakan terjadi keragaman secara global DNA genom antara tanaman yang diuji. Hasil penelitian ini berbeda dari yang diperoleh Rival et al. (1998) bahwa teknik RAPD tidak dapat mendeteksi adanya kerusakan DNA pada jaringan abnormal tanaman kelapa sawit. Dikatakan juga bahwa 73 primer mampu
128 mendapatkan polimorfis antara klon namun tidak menunjukkan variabilitas di dalam klon. Kemungkinan penggunaan primer yang tepat menjadi penting untuk memperlihatkan polimorfis dalam klon kelapa sawit. Status metilasi DNA berubah dalam respon dengan stimuli lingkungan. Menurut LoSchiavo et al. (1989) tingkat metilasi global berubah dalam responsnya dengan konsentrasi hormon pada media dari kultur wortel yaitu tingkat metilasi menurun dengan meningkatnya konsentrasi kinetin, dan meningkat dengan bertambahnya jumlah 2,4-D. Menurut Kaeppler et al. (2000) kontrol siklus sel normal mencegah terjadinya pembelahan sel sebelum replikasi DNA secara sempurna. Namun akan terganggu melalui kultur jaringan melalui pematahan kromosom karena replikasi sekuens heterokromatin tidak lengkap pada waktu pembelahan sel dalam kultur jaringan. Demikian juga dikatakan oleh Johnson et al. (1987) bahwa replikasi heterokromatin terjadi terlambat dalam kultur jaringan berperan untuk jembatan kromosom dan kejadian pematahan. Phillips et al. (1994) mengatakan bahwa berbagai tipe mutasi dalam kultur jaringan dikarakterisasi bertanggungjawab untuk keragaman fenotipik meliputi perubahan kromosom pada tingkat ploidi, struktur kromosom, perubahan basa tunggal, perubahan dalam jumlah kopi sekuens berulang dan perubahan dalam pola metilasi DNA. Hasil penelitian sebelumnya (lihat BAB V) didapatkan adanya perubahan metilasi pada DNA genom. Penelitian ini memperlihatkan perubahan sekuens DNA genom atau mutasi sebagai penyebab keragaman genetik. Dua fenomena perubahan genom yang bersamaan terjadi pada tanaman hasil kultur jaringan. Fenomena yang sama ditemukan oleh Brown et al. (1991) yaitu adanya perubahan metilasi DNA dan sekuens DNA pada kalus jagung dan diantara tanaman jagung. Demikian juga Brown et al (1990) mendapatkan keragaman metilasi DNA dan sekuens DNA diantara tanaman padi. Perubahan-perubahan dalam genom merupakan keragaman somaklonal yang terjadi selama kultur jaringan. Keragaman somaklonal merupakan keragaman genetik dan fenotipik diantara klon tanaman yang berasal dari satu klon donor (Larkin & Scowcroft 1981; Lee & Phillips 1988; Kaeppler & Phillips 1993a). Menurut van Harten (1998) macam keragaman yang terjadi selama in vitro meliputi epigenetik dan genetik.
129 Primer-primer yang digunakan mampu menghasilkan banyak pita polimorfis dengan teknik RAPD menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan sekuens DNA secara acak dalam DNA genom. Keragaman pada tingkat DNA genom akan menunjuk pada keragaman fenotipik apabila gen-gen yang berhubungan dengan fenotipik tersebut berubah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan sekuens DNA atau perubahan genetik antara tanaman kelapa sawit dari klon yang sama, namun tidak diikuti dengan perubahan morfologi yang nyata. Hasil ini menggambarkan bahwa perubahan sekuens DNA dapat saja terjadi pada daerah heterokromatin tetapi dapat pula terjadi pada gen. Perubahan pada heterokromatin tidak berdampak pada perubahan ekspresi gen. Sedangkan perubahan pada gen kemungkinan berhubungan dengan bunga abnormal pada kelapa sawit atau berhubungan dengan proses metabolisme yang lain. Hal-hal tersebut perlu dideteksi lebih lanjut. Rani et al. (1995) menemukan bahwa terdapat keragaman pita RAPD diantara 23 tanaman Populus deltoides yang merupakan hasil mikropropagasi dari klon yang sama namun mempunyai morfologi yang mirip. Primer SC10-19 selain dapat mengamplifikasi banyak pita DNA, juga memperlihatkan adanya pita DNA berbeda antara ketiga tanaman yang digunakan dari klon MK 152. Pada tanaman berbuah normal terdapat satu pita berukuran ± 3000 bp, pada berbuah AB terdapat satu pita berukuran kurang dari 500 bp sedangkan tanaman berbuah AS2 mempunyai satu pita berukuran antara ± 650 bp (Gambar 31c). Namun pita-pita berbeda dari tiga tanaman ini tidak menunjuk pada keabnormalan bunga. Demikian juga pita-pita DNA yang dihasilkan oleh primer OPD15, W-15, OPC-09. Untuk membuktikan adanya perubahan ekspresi pada gen-gen pembungaan akibat perubahan sekuens DNA maka diperlukan primer-primer spesifik yang berhubungan dengan gen-gen tersebut. Penelitian sebelumnya dengan teknik RAPD dapat membedakan tanaman berbuah normal dan abnormal namun pita berbeda tersebut tidak sama untuk tiap klon yang digunakan (Toruan-Mathius et al. 2001 ; Yuniastuti 2004). Demikian juga Shah et al. (1994) mendapatkan teknik RAPD mampu mendeteksi polimorfis antara galur yang berbeda namun tidak mampu membedakan klon-klon yang morfologi bunganya berbeda. Menurut Price et al. (2007) penelitian marka molekuler yang
130 dilakukan beberapa peneliti belum dapat membedakan tanaman berbunga normal dan abnormal. Perubahan primordia organ bunga jantan menjadi struktur seperti karpel pada kasus kelapa sawit diduga akibat perubahan regulasi metabolik tertentu atau perubahan fisiologi akibat perlakuan selama kultur jaringan. Fenomena perubahan organ bunga jantan menjadi betina kemungkinan diregulasi oleh hormon etilen. Etilen dihasilkan lebih banyak pada tanaman ginoesious (mempunyai bunga betina) dibandingkan dengan tanaman monoesious (bunga betina dan jantan pada tanaman yang sama), menunjukkan bahwa etilen berhubungan dengan feminisasi bunga (Rudich et al. 1972). Etilen merupakan regulator penentuan seks pada Cucumis sativus dan C. melo (Byers et al. 1972). SIMPULAN (1) Adanya perubahan sekuens DNA yang diamplifikasi oleh lima primer (OPC -08, OPD-15, W-15, OPC-09 dan SC10-19) menunjuk bahwa adanya keragaman genetik antara tanaman dari klon yang sama (MK 152). (2) Primer OPC-08 memperlihatkan satu pita pada tanaman berbunga normal berukuran 800-1000 bp yang tidak terdapat pada tanaman berbunga abnormal AbB dan AS2. (3) Primer SC10-19 memperlihatkan pita-pita berbeda masing-masing untuk tanaman normal, AbB dan AbSB2 berukuran secara berurutan ± 3000 bp, 500 bp, ± 650 bp.