PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU Ahmad Damiri dan Dedi Sugandi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl Irian Km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Kentang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak diusahakan oleh petani dataran tinggi Kabupaten Rejang Lebong. Untuk mengurangi kerusakan lahan dataran tinggi, pengembangan penanaman dilakukan pada dataran medium. Pengkajian bertujuan untuk membandingkan dosis pupuk dan jarak tanam terhadap pertumbuhan, komponen produksi dan hasil kentang merah. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok dengan empat ulangan yang diuji lanjut dengan LSD. Perlakuan terdiri dari kombinasi antara paket pupuk dan jarak tanam dalam bedengan. Paket pupuk terdiri dari : a) paket yang dicoba petani yaitu pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dan b) paket dosis pupuk anjuran kentang granola secara umum yaitu pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha). Jarak tanam dalam bedengan terdiri dari : a) 30 cm, b) 35 cm, dan c) 40 cm). Pengkajian dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2012. Kombinasi antara paket pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm dapat menghasilkan lebih dari 50% umbi berukuran besar dan umbi konsumsi (66,667%). Kombinasi paket pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm menunjukkan berat umbi per tanaman 0,9600 kg, berbeda nyata dengan kombinasi paket dosis pupuk dengan jarak tanam lainnya. Kombinasi paket pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm menunjukkan hasil per hektar 16,000 ton, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kombinasi paket pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm yang menunjukkan hasil per hektar 15,500 t/ha, tetapi berbeda nyata dengan kombinasi paket dosis pupuk dengan jarak tanam lainnya. Kata Kunci :kentang merah, paket dosis pupuk, jarak tanam, produksi PENDAHULUAN Pengelompokan kentang untuk konsumsi, umumnya dibedakan atas kentang sayur dan kentang olahan. Kentang sayur biasanya memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan kentang olahan yang memiliki kadar air yang lebih rendah. Di Provinsi Bengkulu khususnya di kabupaten Rejang Lebong, saat ini berkembang penanaman kentang olahan yaitu kentang merah (varietas Ukemil) yang merupakan kentang olahan spesifik Provinsi Bengkulu. Di Provinsi Bengkulu, kentang merah ditanam di dataran tinggi seperti umumnya penanaman kentang di Indonesia. Penanaman di dataran tinggi karena tanaman kentang membutuhkan suhu malam yang dingin untuk dapat membentuk umbi. Oleh karena itu daerah penanaman biasanya terbatas di dataran tinggi dengan ketinggian tempat diatas 1000 m dpl. Pada umumnya lahan di dataran tinggi sering juga berlereng-lereng, oleh karena itu penanaman di dataran tinggi dengan tanpa penggunaan sistim pengelolaan lahan yang disertai teknik konservasi tanah yang benar dapat menyebabkan terjadinya erosi tanah. Hal ini akan memicu terjadinya pencemaran dan percepatan degradasi tanah. Usaha budidaya kentang memiliki prospek dan peluang usaha yang tinggi sebagai unit bisnis yang mampu meningkatkan pendapatan dan keuntungan bagi petani, hal ini karena kentang memiliki potensi yang tinggi sebagai sumber pangan pokok pengganti beras dan sumber lainnya. Menurut Hakim (1999), potensi sosial ekonomi yang dimiliki kentang adalah sebagai salah satu bahan pangan yang mengandung karbohidrat, mineral, dan vitamin yang cukup tinnggi, sehingga sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai salah satu komoditas hortikultura yang dapat menggantikan beras, permintaan terhadap kentang semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk serta pola konsumsi masyarakat. Mengingat perannya yang sangat penting sebagai komoditas pengganti beras serta penanaman yang terus menerus dilakukan pada dataran tinggi, kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan perlu mendapat pertimbangan dalam menyikapi penanaman kentang lebih kanjut. Oleh karena itu perlu adanya pengujian penanaman kentang pada lahan dengan ketinggian yang lebih rendah yaitu di dataran medium sebagai alternatif perluasan penanaman kentang yang lebih aman.
Penanaman kentang di dataran medium masih mungkin dilakukan. Salah satu faktor pembatas produktivitas kentang di dataran medium adalah suhu yang tinggi, terutama suhu tanah. Penanaman kentang di dataran medium memungkinkan terjadinya perubahan karkter morfologis yang berhubungan dengan proses metabolisme yang terjadi (Handayani, at al., 2011). Terkait dengan perubahan karakter morfologis tersebut, pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan, komponen produksi dan hasil kentang merah. Waktu dan Tempat METODE PENELITIAN Pengkajian dilaksanakan di agroekosistem lahan kering dataran medium iklim basah pada bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012 di Desa Teladan Kecamatan Curup SelatanKabupaten Rejang Lebong. Pengkajian dilakukan di lahan petani dengan melibatkan petani secara partisipatif sehingga apa yang dilakukan diketahui secara jelas oleh petani pelaksana kegiatan. Lokasi pengkajian berada di wilayah kerja BPP Lubuk Ubar. Karakteristik tanah di wilayah kerja BPP Lubuk Ubar bervariasi dengan tofografi datar, bergelombang, hingga berbukit dengan tingkat kemiringan antara 1 60%. Tingkat kemasaman tanah antara 5,5 7,0 dengan ketinggian tempat dari permukaan laut antara 550 sampai lebih dari 900 m dpl. Lokasi penanaman di Desa Teladan memiliki ketinggian 610 m dpl. Jenis tanah didominasi oleh jenis andosol dan latosol dan curah hujan rata-rata 2.140 mm per tahun dengan 5 9 bulan basah dan 3 5 bulan kering (Kabupaten Rejang Lebong, 2013). Rancangan Rancangan digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 6 kombinasi perlakuan yaitu 2 paket dosis pupuk dan 3 jarak tanam dalam bedengan yang diulang sebanyak 4 kali dan di uji lanjut menggunakan LSD bila menunjukan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Paket dosis pupuk yang digunakan terdiri dari : a) paket dosis pupuk yang dicoba petani (1.400 kg NPK Phonska dan 400 kg SP-36/ha), dan b) dosis pemupukan anjuran kentang granola secara umum (NPK Phonska sebanyak 1.000 kg/ha). Jarak tanam dalam bedengan masing-masing : a) 30 cm dengan luas lahan 18 x 45 m = 810 m 2, b) 35 cm dengan luas lahan 21 x 45 m = 945 m 2, dan c) 40 cm dengan luas lahan 24 x 45 m = 1.080 m 2. Data yang diamati terdiri dari komponen pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman), komponen hasil (hasil per tanaman dan rata-rata bobot umbi berdasarkan ukurannya), dan hasil per hektar yang hitung dari konversi hasil ubinan. Ukuran bedengan yaitu lebar 60 cm, dengan jarak antar bedengan40 cm dan setiap perlakuan dalam bedengan ditanam sebanyak 30 bibit dengan sistem tanam 1 baris. Dengan demikian panjang bedengan berbeda-beda tergantung jarak tanam dalam bedengan yang digunakan. Tinggi Tanaman HASIL DAN PEMBAHASAN Paket dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 6 minggu setelah tanam (mst), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 9 mst. Berdasarkan Tabel 1, paket dosis pupuk yang dicoba petani (1.400 kg NPK Phonska dan 400 kg SP-36/ha) menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan tinggi tanaman dengan dosis pupuk anjuran secara umum kentang Granola (NPK Phonska sebanyak 1.000 kg/ha) pada umur 6 mst, namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman umur 9 mst. Paket dosis pupuk yang dicoba petani menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi pada tanaman umur 6 mst, diduga karena selain dosis pupuk NPK Phonska yang lebih tinggi, juga karena adanya pupuk SP-36. Menurut Hakim et al., (1986), fosfor berperan aktif dalam mentransfer energi di dalam sel dan juga berperan pada perkembangan akar. Gejala yang umum bila kekurangan fosfor adalah terhambatnya pertumbuhan, tanaman kerdil serta perakaran miskin dan produksi merosot. Akar berfungsi untuk mendukung tanaman secara kukuh dan melayani tanaman dengan pengambilan air dan hara (Fisher dan Dunham, 1992).
Pada tanaman umur 9 mst, daun tanaman sudah mulai layu pada bagian atas. Berdasarkan pengalaman penanaman kentang merah sebelumnya, umur 9 mst daun tanaman sudah mulai layu dan berangsur-angsur mati. Jarak tanam dalam bedengan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 6 minggu dan 9 minggu setelah tanam (mst). Berdasarkan Tabel 1, jarak tanam 30 cm dalam bedengan menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata terhadap tinggi tanaman dengan jarak tanam dalam bedengan 35 maupun 40 cm pada umur 6 dan 9 mst. Jarak tanam dalam bedengan menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi pada tanaman umur 6 mst, diduga karena persaingan terhadap sinar matahari. Sinar matahari merupakan sumber energi bagi tumbuhan untuk fotosintesis. Pada tanaman yang ditanam rapat, akan memberikan tanggapan dengan memacu tinggi tanaman untuk mendapatkan sinar matahari yang dibutuhkan.menurut Sitompul dan Bambang (1991), tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang berbeda akan selalu dihadapkan pada keadaan yang berbeda, karena perubahan pada satu unsur lingkungan sering disertai dengan perubahan satu atau lebih unsur lain. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman umur 6 dan 9 minggu setelah tanam, paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan. Perlakuan Rata-rata Tinggi Tanaman Umur 6 mst (cm) Rata-rata Tinggi Tanaman Umur 9 mst (cm) NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha 55,800 a 74,967 a NPK Phonska 1.000 kg/ha 51,133 b 73,667a JarakTanam dalam bedengan 30 cm 62,250 p 90,650 p 35 cm 49,450 q 64,950 q 40 cm 48,700 q 67,350 q Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0.05. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan berpengaruh terhadap ratarata tinggi tanaman umur 6 dan 9 mst. Kombinasi antara paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm menunjukkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi, tidak berbeda nyata dengan kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/kg dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm, tetapi berbeda nyata dengan kombinasi lainnya seperti terlihat pada Tabel 2 dan 3 berikut. Tabel2. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata tinggi tanaman umur 6 minggu setelah tanam (cm). NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha 63,000 a 52,500 b 51,900 b NPK Phonska 1.000 kg/ha 61,500 a 46,400 bc 45,500 c Tabel 3. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata tinggi tanaman umur 9 minggu setelah tanam (cm). Jarak tanam dalam bedengan NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha 91,400 a 60,200 c 69,400 b NPK Phonska 1.000 kg/ha 89,900 a 69,700 b 65,300 bc Berat umbi per tanaman Rata-rata berat umbi per tanaman dihitung dari rata-rata 10 tanaman yang diambil secara acak. Paket dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap rata-rata berat umbi per tanaman (kg). Berdasarkan Tabel 4, paket dosis pupuk yang dicoba petani (NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) menunjukkan rata-rata berat umbi per tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan rata-rata berat umbi per tanaman dengan dosis pupuk anjuran secara umum kentang granola (NPK Phonska 1.000 kg/ha).
Berdasarkan pengkajian yang pernah dilakukan sebelumnya di datarn tinggi, bahwa tanaman kentang merah lebih besar pertumbuhan batangnya dibandingkan dengan kentang granola. Dengan demikian paket dosis pupuk yang diberikan berdasarkan dosis umum kentang granola diduga masih kurang bagi kebutuhan tanaman kentang merah. Jarak tanam dalam bedengan berpengaruh nyata terhadap rata-rata berat umbi per tanaman (kg). Berdasarkan Tabel 4, jarak tanam 30 cm dalam bedengan menunjukkan rata-rata berat umbi per tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan rata-rata berat umbi per tanaman dengan jarak tanam dalam bedengan 35 maupun 40 cm. Tabel 4. Rata-rata berat umbi per tanaman, paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan (kg). Perlakuan NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha NPK Phonska 1.000 kg/ha Berat umbi per tanaman 0,7767 a 0,5833 b JarakTanam dalam bedengan 30 cm 0,8350 p 35 cm 0,5550 q 40 cm 0,6500 q Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0.05 Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan berpengaruh terhadap ratarata berat umbi per tanaman (kg). Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam 30 cm dalam bedengan, menunjukkan rata-rata berat umbi tertinggi dan beda nyata terhadap semua kombinasi lainnya seperti terlihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata berat umbi per tanaman (kg). NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha 0,9600 a 0,6400 bc 0,7300 b NPK Phonska 1.000 kg/ha 0,7100 b 0,4700 c 0,5700 bc Salah satu permasalahan penanaman kentang pada dataran medium adalah suhu tanah yang tinggi bila dibandingkan dengan dataran tinggi. Dengan jarak tanam yang rapat (30 cm), terjadi penutupan permukaan tanah oleh kanopi yang lebih rapat guna mereduksi suhu tanah. Dengan terjadinya penurunan suhu permukaan tanah, pembentukan dan pertumbuhan umbi kentang relatif menjadi lebih baik (Handayani, at al., 2011). Menurut Badan Litbang Pertanian (1989), pada hasil panen kentang selalu di dapat umbi yang bervariasi besarnya mulai dari yang berukuran kurang dari 20 gram sampai yang lebih dari 150 gram. Apabila dikelompokkan berdasarkan besarnya maka persentase tiap kelompok selalu berbeda setiap pertanaman dan varietas, tergantung pada kesuburan, macam bibit yang ditanam (mutu dan besar), iklim dan faktor lainnya. Grading umbi secara keseluruhan (sesuai dengan sistem petani Pengalengan dan Wonosobo) seperti Tabel 6 berikut. Tabel 6. Klas umbi dan ukuran umbi hasil panen sesuai dengan sistem petani Pengalengan dan Wonosobo. Klas umbi Umbi konsumsi Umbi klas A (bibit besar) Umbi klas B (bibit sedang) Umbi klas C (bibit) Umbi Ares (bibit kecil dan kriil) Ukuran umbi (berat umbi) 80 gram 60 80 gram 45 60 gram 30 45 gram < 30 gram
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa kombinasi antara paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam 30 cm dalam bedengan, menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 50% umbi berukuran besar dan umbi konsumsi. Sedangkan kombinasi lainnya menunjukkan kurang dari 50% umbi berukuran besar dan umbi konsumsi. Hasil ini yang dilakukan pada dataran medium, ternyata bertentangan dengan pendapat Adiyoga et al., (2004), yang menyatakan bahwa volume lingkungan tumbuh yang lebih besar akan menghasilkan jumlah umbi lebih sedikit, tetapi dengan ukuran umbi lebih besar. Sebaliknya volume lingkungan tumbuh yang kecil akan menghasilkan jumlah umbi lebih banyak, namun dengan ukuran umbi lebih kecil. Kebiasaan petani di Kabupaten Rejang Lebong khususnya di dataran tinggi, menggunakan hasil pertanaman yang berukuran umbi klas C (bibit) sebaga bibit pertanaman selanjutnya, sedangkan yang berukuran lebih besar dijual kepada pedagang pengumpul dan yang berukuran umbi ares (bibit kecil dan kril) dikonsumsi. Tabel 7. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap persentase ukuran umbi yang dihasilkan (%). NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha Ukuran umbi <30 g 20,5128 28,7356 28,5714 30 45 g 11,5385 13,7931 12,0879 45 60 g 1,2821 17,2414 10,9890 60 80 g 8,9744 8,0460 10,9890 > 80 g 57,6923 32,1839 37,3626 NPK Phonska 1.000 kg/ha <30 g 27,0270 38,9610 28,2051 30 45 g 9,4595 15,5844 15,3846 45 60 g 14,8649 16,8831 17,9487 60 80 g 16,2162 14,2857 8,9744 > 80 g 32,4324 14,2857 29,4872 Hasil per hektar Hasil per hektar dihitung berdasarkan konversi petak ubinan. Ukuran ubinan untuk jarak tanam dalam bedengan 30 cm digunakan ukuran 1,8 x 5 m, untuk jarak tanam dalam bedengan 35 cm digunakan ukuran 2,1 x 5 m, dan untuk jarak tanam dalam bedengan 40 cm digunakan ukuran 2,4 x 5 m. Paket dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap rata-rata hasil per hektar (ton). Berdasarkan Tabel 8, paket dosis pupuk yang dicoba petani (NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha) menunjukkan hasil per hektar yang berbeda nyata dibandingkan hasil per hektar dengan dosis pupuk anjuran secara umum kentang Granola (NPK Phonska 1.000 kg/ha). Jarak tanam dalam bedengan berpengaruh nyata terhadap rata-rata hasil per hektar (ton). Berdasarkan Tabel 8, jarak tanam 30 cm dalam bedengan menunjukkan rata-rata hasil per hektar yang lebih tinggi dan berbeda nyata terhadap rata-rata hasil per hektar dengan jarak tanam dalam bedengan 35 maupun 40 cm. Tabel8. Rata-rata hasil per hektar (ton), paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan. Perlakuan NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha NPK Phonska 1.000 kg/ha Hasil per hektar (ton) 12,917 a 11,583 b JarakTanam dalam bedengan 30 cm 15,500 p 35 cm 9,750 r 40 cm 11,500 q Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji 0.05
Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan berpengaruh terhadap ratarata hasil umbi per ha (ton). Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan 30 cm, menunjukkan rata-rata berat umbi tertinggi, tidak berbeda nyata dengan kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha dengan jarak tanam 30 cm dalam bedengan, tetapi berbeda nyata terhadap kombinasi lainnya seperti terlihat pada Tabel 9 berikut. Tabel9. Kombinasi paket dosis pupuk dan jarak tanam dalam bedengan terhadap rata-rata hasil umbi per ha (ton). Dosis Pemupukan NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha 16,000 a 10,750 b 12,000 b NPK Phonska 1.000 kg/ha 15,000 a 8,750 c 11,000 b Serangan Hama dan Penyakit Pada awal pertumbuhan tanaman sampai berumur 6 minggu setelah tanam, tanaman terlihat sehat dan tumbuh bagus. Tidak terlihat serangan hama dan penyakit karena sudah kebiasaan petani selalu menyemprot pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit. Pada umur 7 9 minggu setelah tanam, daun tanaman sudah mulai banyak yang layu karena siklus hidup menuju kematian, juga adanya serangan penyakit. Lebih kurang 10% umbi tanaman yang dibongkar terlihat berlendir yang disebabkan oleh bakteri. KESIMPULAN 1. Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm menunjukkan rata-rata tinggi tanaman 63,000 cm pada tanaman umur 6 mst dan 91,400 cm pada 9 mst,tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm yang menunjukkan tinggi tanaman 61,500 cm pada umur 6 mst dan 89,900 cm pada 9 mst. 2. Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm, menunjukkan rata-rata berat umbi per tanaman tertinggi (0,9600 kg) dan beda nyata terhadap semua kombinasi paket dosis pupuk dengan jarak tanam lainnya. 3. Kombinasi antara paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm menghasilkankan lebih dari 50% umbi berukuran besar (60 80 gram) dan umbi konsumsi (>80 gram). Sedangkan kombinasi lainnnya menghasilkan umbi berukuran besar dan umbi konsumsi kurang dari 50%. 4. Kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.400 kg dan SP-36 400 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm yang produktivitasnya 16,000 ton, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kombinasi paket dosis pupuk NPK Phonska 1.000 kg/ha dengan jarak tanam dalam bedengan 30 cm yang produktivitasnya 15,000 ton. DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W., S. Rachman, T. Agoes, S. Budi. J, K. U. Bagus, R. Rini Dan M. Darkam. 2004. Profil komoditas Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 1989. Kentang. Balai Penelitian Hortikultura Lembang. Kabupaten Rejang Lebong. 2013. Program Penyuluhan Pertanian Tahun 2013. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Lubuk Ubar. Kecamatan Curup Selatan. Fisher, N.M. dan R.J. Dunham. 1992. Morfologi Akar dan Pengambilan Zat Hara. Institute For Agricultural Research, Ahmadu Bello University, PMB 1044, Zaria, Nigeria Dalam Gajah Mada University Press. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Hakim, L. 1999. Kajian Komponen Pengendalian Terpadu Penyakit Layu Bakteri pada Kentang. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hakim, N., N. Yusuf, A.M. Lubis, G.N. Sutopo, S. Rusdi, M. Amin. D, Go, B.H, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Handayani, T., E. Sofiari, dan Kusmana. 2011. Karakterisasi Morfologi Klon Kentang di Dataran Madium. Buletin Plasma Nutfah Vol 17 No.2 Th. 2011. Sitompul, S.M. dan G. Bambang. 1991. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Gajah Mada University Press.