Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio. sampel penelitian dengan rincian sebagai berikut :

(Data Mentah) Data Penerimaan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Jumlah Kunjunga Wisatawan dan Jumlah Objek Wisata

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

DAFTAR PUSTAKA. Halim Abdul, (2002). Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

Lampiran 2 Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama (jiwa)

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Deskriptif Rata-rata Standar Deviasi

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan uji hipotesis untuk membuktikan adanya

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji akar akar unit yang bertujuan untuk menganalisis data time series

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. secara memadai. Hasil analisis data penelitian diuraikan dengan menyajikan

RISET ITU MUDAH. Salah satu contoh pertanyaan yang mungkin muncul di benak kita adalah:

Lampiran 1. Jumlah Deposito, Suku Bunga Deposito, dan Inflasi di Indonesia Tahun

ECONOMIC MODEL FROM DEMAND SIDE: Evidence In Indonesia

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

Produktivitas Padi, Luas Panen dan Produksi Padi di Kabupaten Deli Serdang,

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam bab ini adalah dengan menggunakan

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

METODE PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

PENGARUH NILAI DAN RATING PENERBITAN OBLIGASI SYARIAH (SUKUK) TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MENERBITKAN OBLIGASI SYARIAH

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. merupakan data tahunan dan hanya pada sektor industri.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

akan di gunakan berbentuk linier atau log linier. Maka dalam penelitian ini

REGRESI LINIER SEDERHANA

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi

METODE PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series)

Lampiran 1 Daftar Populasi Sampel Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun Pengambilan sampel

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB III. Metode Penelitian. bagaimana hasilnya apakah signifikan atau tidak. terhadap variabel-variabel dependen.

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. transaksi berjalan di Indonesia periode adalah anggaran pemerintah,

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang terdaftar dalam LQ-45 di Bursa Efek Indonesia periode

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

Penentu Posisi Cadangan Devisa di Indonesia; Inflasi, Ekspor, Ataukah Utang Luar Negeri

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Penawaran Bawang Merah di Sumatera Utara Tahun (Ton) Januari Februari

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini variabel terikat (dependent variabel) yang digunakan adalah

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PT. Bank Syariah Mandiri dan Bank

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

METODOLOGI PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (timeseries) yang

Pusat Statistik. Adapun data yang telah di olah terdapat terdapat pada tabel 6.1

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Variabelnya dapat diidentifikasi dan diukur dengan alat-alat yang objektif.

BAB III METODE PENELITIAN. metode analisis data serta pengujian hipotesis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

ANALISIS EKONOMI FUNGSI BIAYA PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : STUDI KASUS DI PDAM TIRTA DAROY KOTA BANDA ACEH Yushar 1*, Sofyan Syahnur 2 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail: yusharayi@ymail.com 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail: kabari_sofyan@unsyiah.ac.id Abstract The aim of this research is to explain the factors that affect the cost of clean water production, the level of efficiency of production costs, and calculate the cost of goods sold in PDAM Tirta Daroy. Estimation methods Ordinary Least Square (OLS) is used to estimate the parameters of the water production cost is the amount of water production and the rate of leakage. The analysis shows the number of water production affect positively and significantly to the cost of water production. In the regression analysis results obtained 1 + β2 > 1, indicate increasing return to scale. This means that in terms of cost, the proportion of additional factors of production (output) will generate additional production costs that proportion is greater, so the cost of production becomes inefficient. Moreover, increasing production costs continued to show a reduction in the efficiency of water production. One cause of loss is an indirect cost that is greater than revenue. Therefore, the high rate of indirect costs resulting effort PDAM Tirta Daroy yet fully efficient as one of the companies engaged in managing the water supply for the city of Banda Aceh. Keywords: Production Costs, Rates, PDAM Tirta Daroy. Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi biaya produksi air bersih, tingkat efisiensi biaya produksi, serta menghitung harga pokok penjualan di PDAM Tirta Daroy. Metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari biaya produksi air yaitu jumlah produksi air dan tingkat kebocoran. Hasil analisis menunjukkan jumlah produksi air berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap biaya produksi air bersih. Dalam hasil analisis regresi diatas diperoleh β1 + β2 > 1 menunjukkan increasing return to scale. Artinya dari segi biaya, proporsi penambahan faktor produksi (output) akan menghasilkan tambahan biaya produksi yang proporsinya lebih besar, sehingga biaya produksi menjadi tidak efesien. Selain itu, peningkatan biaya produksi semakin menunjukkan pengurangan terhadap efesiensi produksi air. Tingkat efisiensi air yang sampai ke pelanggan hanya berkisar 45 persen dari jumlah air yang diproduksi. Salah satu penyebab kerugian adalah biaya tidak langsung yang lebih besar daripada pendapatan usaha. Maka dari itu, tingginya angka biaya tidak langsung usaha mengakibatkan PDAM Tirta Daroy belum sepenuhnya efisien sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam mengelola air bersih untuk wilayah Kota Banda Aceh. Kata Kunci: Biaya Produksi, Tarif, PDAM Tirta Daroy. 206

PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya alam yang unik karena ketersediaan air bersih memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia, di antaranya untuk memproduksi pangan, pengembangan ekonomi dan kesejahteraan serta kesehatan manusia. Populasi yang meningkat dan peningkatan standar hidup manusia akan menambah permintaan air sehingga terjadi eksploitasi manusia terhadap air tanah, air permukaan, hutan, dan lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal maupun pembangunan industri. Eksploitasi tersebut menyebabkan kekeringan pada musim kemarau, dan menimbulkan banjir pada musim hujan. Sementara peningkatan industri dan rendahnya kontrol pemerintah akan mengakibatkan limbah pabrik yang tidak didaur ulang mencemari air. Di samping itu, perubahan iklim akibat pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini diduga juga akan mempengaruhi curah hujan dan ketersediaan air (Yayuk, 2010). Keberadaan sumber air bersih harus memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan memudahkan penyebaran penyakit dalam masyarakat. Rata-rata kebutuhan air per hari tiap individu berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air bervariasi tergantung pada iklim, standar pendapatan, dan budaya yang terbentuk dalam masyarakat (Amrita, 2013). Studi yang dilakukan oleh World Bank pada tahun 2006 (World Bank, 2006) menunjukkan hasil bahwa perbaikan air yang memadai bagi penduduk miskin di kota dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hasil tersebut didapat karena selama ini terbatasnya akses penduduk miskin terhadap air bersih membuat mereka mau tidak mau harus mengeluarkan biaya penyediaan air bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang dikeluarkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum. Menurut Effendy (2012:7) PDAM sebagai kepanjangan tangan Pemda mengemban tugas memberikan pelayanan jasa kepada masayarakat dan sebagai operator pelayanan air minum, melalui sistem yang dimilikinya. PDAM harus mampu mengupayakan dan mengelola air agar kualiatas air meningkat, serta meningkatkan kapasitas atau cakupan pelayanan. Upaya PDAM dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat juga tercantum dalam misi dan visi yang dimiliki setiap PDAM yaitu kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Sistem operasi yang dialkukan PDAM selama ini merupakan prinsip Cost Recovery (Pemulihan Biaya). Prinsip Cost Recovery (Pemulihan Biaya) memiliki pengertian yaitu perusahaan harus mampu membiayai sendiri seluruh pengeluarannya dengan tidak mempergunakan sumber pembiayaan diluar perusahaan. Sebagai kepanjangan tangan Pemda dalam menyediakan layanan publik PDAM dituntut untuk tidak membebani masyarakat. Sehingga penetapan tarif air yang di terapkan PDAM tidak boleh membebani pelanggan namun juga mampu membiayai biaya operasional perusahaan (Anandasari, 2014). TINJAUAN PUSTAKA Teori Produksi Fungsi produksi pada hakikatnya terletak antara kelangkaan dan tindakan ekonomi. Kelangkaan yang menimbulkan masalah ekonomi dan tindakan sebagai upaya untuk memecahkannya. Masalah ekonomi timbul karena kebutuhan manusia tidak terbatas sementara alat pemuas kebutuhan manusia relatif sangat terbatas. Karena adanya masalah ini kemudian timbul tindakan, yakni tindakan memilih berbagai alternatif yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas tadi. Karena adanya kelangkaan tadi maka manusia berpikir 207

bagaimana menggunakan input yang terbatas adanya agar dapat menghasilkan output yang optimal (Joersen dan Fathorrozi, 2003). Biaya Produksi Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut. Menurut Mulyadi (1999:8) dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang di ukur dalam satuan uang, yang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva yang di sebut dengan istilah harga pokok, atau dalam pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga pokok yang dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh penghasilan. Penetapan Tarif PDAM Doll dan Orazam (1984) mendefinisikan biaya produksi sebagai pengeluaran yang terjadi dalam melaksanakan proses produksi. Produk yang dihasilkan dalam produksi air PDAM hanya satu jenis dalam suatu proses produksi, maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu. METODE PENELITIAN Analisis Fungsi Biaya Produksi Ariestis (2004) menjelaskan bahwa analisis fungsi biaya produksi air bersih adalah analisis mengenai hubungan antara jumlah biaya produksi air bersih dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya produksi air bersih tersebut. Dalam penelitian ini akan menggunakan bentuk fungsi produksi Cobb Douglas sebagai fungsi dasar dalam menentukan model fungsi biaya produksi. Menurut Noor (2007) teori biaya dikembangkan berdasarkan teori produksi, yaitu bagaimana mendapatkan formulasi input (biaya) yang paling efisien untuk menghasilkan output (produksi) tertentu. Dengan demikian, maka teori biaya digunakan untuk: a. Menentukan tingkat output (produksi) yang optimum dengan biaya minimum. Biaya = fungsi (Produksi). Fungsi biaya tersebut agar dapat menjelaskan hipotesis pertama yaitu faktor-faktor yang memengaruhi biaya produksi air bersih di PDAM Tirta Daroy. Pada penelitian ini ditambahkan variabel tingkat kebocoran untuk melihat apakah berpengaruh terhadap biaya produksi. Sehingga model fungsi biaya produksi pada penelitian ini adalah : Cost = f(q,lvt)...(1) Dalam penelitian ini, model diatas di implementasikan sebagai berikut : ln Cost = ln β 0 + β 1 lnq+ β 2 lnlvt+ ε i...(2) Dimana : Cost : Biaya Produksi Q : Output (jumlah air yang diproduksi) Lvt : Loss water (tingkat kebocoran) : Koefisien parameter dugaan 208

Analisis Tingkat Efesiensi Biaya Produksi Return to Scale perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang akan diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing return to scale, hal ini untuk menjelaskan pertanyaan daripada hipotesis kedua yaitu seberapa besar tingkat efisien biaya produksi di PDAM tirta Daroy. Menurut Soekartawi (1990) ada 3 alternatif dari kondisi return to scale, yaitu : 1. Decreasing return to scale, bila β1 + β2 < 1 Dalam keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 2. Constant return to scale, bila β1 + β2 = 1 Dalam keadaan ini, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. 3. Increasing return to scale, bila β1 + β2 > 1 Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Analisis Penetapan Tarif Air Bersih Penentuan penetepan tarif berdasarkan biaya produksi dilakukan untuk menjelaskan hipotesis ketiga yaitu dengan menggunakan rumus harga pokok penjualan. Doll dan Orazam (1984) mendefinisikan biaya produksi sebagai pengeluaran yang terjadi dalam melaksanakan proses produksi. Produk yang dihasilkan dalam produksi air PDAM hanya satu jenis dalam suatu proses produksi, maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu sedangkan rumus matematikanya adalah : HPP = )* +...(3) Keterangan : TC = Total Cost Q = Jumlah air yang dijual Metode Analisis Dalam penelitian ini, model analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan pengolah data sekunder menggunakan program Eviews 7.0. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2009). 2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model yang dapat menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya (Sari, 2014). 3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini memunculkan berbagai 209

permasalahan yaitu penaksir OLS yang bias sehingga varian dari koefisien OLS akan salah (Kurniyawan, 2013). 4. Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara anggota serangkaian observasi. Jika model mempunyai korelasi, parameter yang di estimasi menjadi bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien (Kurniyawan, 2013). Uji Statistik 1. Uji T (Pengujian secara parsial) Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual dan menganggap variabel lain konstan (Sari, 2014). 2. Uji F (Pengujian secara simultan) Uji F merupakan pengujian untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (Kurniyawan, 2013). 3. Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk menjelaskan dan mengetahui seberapa besar variasi dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen (Gujarati, 1997). HASIL PEMBAHASAN Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat p-value Jarque Bera pada tabel berikut ini: Tabel 1. Uji Normalitas Uji Normality Test Jarque-Berra 0,961738 P-Value 0,618246 Sumber: Hasil pengolahan data, Eviews 7.0 (2016) Berdasarkan output estimasi menggunakan Eviews 7.0 dapat disimpulkan bahwa p-value Jarque Bera Normality Test sebesar 0,618246 (61,8 persen) lebih besar dari 0,05 (5 persen) menyatakan H 0 diterima dan H a ditolak maka error term terdistribusi secara normal. Oleh karena itu, berdasarkan uji normalitas analisis regresi layak digunakan. Uji Autokorelasi Autorkorelasi menunjukkan korelasi di antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Pengujian keberadaan autokorelasi ditentukan apabila jika p-value Obs* R-square < α maka H a ditolak. Sebaliknya, jika p-value Obs* R-square > α maka H 0 diterima. Tabel 2. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: 210

F-statistic 0.229160 Prob. F(2,3) 0.8031 Obs*R-squared 0.839672 Prob. Chi-Square(2) 0.6572 Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016) Oleh karena p-value Obs* R-square = 0,6572 < 0,05, maka ditolak. Kesimpulannya adalah dengan tingkat keyakinan 95% terdapat autokorelasi dalam model regresi. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas adalah pengujian untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual (error terms) satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada model adalah dengan melakukan uji White yang akan menghasilkan nilai probabilitas dari Obs*R-squared yang nantinya akan dibandingkan dengan tingkat signifikansi (alpha) dimana jika lebih besar dari α (0,05), maka hipotesis nol gagal ditolak, artinya model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Tabel 3. Uji Heteroskedastisitas F-statistic 1.745882 Prob. F(4,5) 0.2426 Obs*R-squared 3.328100 Prob. Chi-Square(4) 0.1894 Scaled explained SS 0.709569 Prob. Chi-Square(4) 0.7013 Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016) Dari hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 3 dengan menggunakan metode uji White, diperoleh nilai p-value 0,1894 lebih besar dari 0,05 yang berarti menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada model regresi. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas adalah pengujian untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Hasil uji multikolinearitas dengan menggunakan eviews sebagai berikut : Tabel 4. Uji Multikolinearitas Coefficient Uncentered Centered Variable Variance VIF VIF LNLVT 1.398416 1561.077 2.873946 LNQ 0.249054 480.7732 2.873946 C 2.842110 643.4663 NA Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016) Tabel 4. menunjukkan hasil estimasi uji multikolinearitas, dapat dilihat pada kolom centered VIF. Karena nilai VIF keempat variabel tidak ada yang lebih besar dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas pada semua variabel bebas tersebut. Analisis Fungsi Biaya Produksi PDAM Tirta Daroy 211

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui model persamaan biaya produksi air bersih PDAM Tirta Daroy dibangun oleh beberapa variabel, yaitu jumlah produksi air serta tingkat kebocoran. Hasil estimasi model diperoleh dari EVIEWS 7.0 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) pada Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Hasil Estimasi Variabel Independen Biaya Produksi Air PDAM Tirta Daroy 2006-2015 Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. LNQ 2.995756 0.499053 6.002883 0.0005 LNLVT -0.199501 1.182546-0.168704 0.8708 C -5.147631 1.685856-3.053423 0.0185 R-squared 0.933927 Mean dependent var 3.131172 Adjusted R-squared 0.915049 S.D. dependent var 0.721061 S.E. of regression 0.210164 Akaike info criterion -0.038536 Sum squared resid 0.309181 Schwarz criterion 0.052240 Log likelihood 3.192678 Hannan-Quinn criter. -0.138116 F-statistic 49.47145 Durbin-Watson stat 2.404995 Prob(F-statistic) 0.000074 Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016) Berdasarkan hasil estimasi OLS pada Tabel 5, menunjukkan bahwa hanya jumlah produksi air berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya produksi air bersih. Berdasarkan hasil estimasi regresi Tabel 5 di atas dapat dilihat nilai konstanta diperoleh sebesar -5.147631 yang berarti persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah produksi air dan tingkat kebocoran diasumsikan tetap maka biaya produksi air bersih sama dengan -5.147631. Jika dilihat dari masing-masing variabel maka hasil estimasinya sebagai berikut: 1. Jumlah Produksi Air (Q) Berdasarkan hasil estimasi regresi antara jumlah air yang diproduksi dengan biaya total produksi air bersih diperoleh bahwa (p-val 0,0005 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah air yang diproduksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya total produksi air bersih di PDAM Tirta Daroy. Koefisien estimasi jumlah air yang diproduksi menunjukkan angka 2.995756 berarti apabila kenaikan jumlah air yang diproduksi sebesar 1 juta, maka akan meningkatkan terhadap biaya produksi air bersih sebesar 2.995756 miliar rupiah. 2. Tingkat Kebocoran (Lvt) Berdasarkan hasil estimasi regresi antara tingkat kebocoran dengan biaya total produksi air bersih diperoleh bahwa (p-val 0.8708 > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tingkat kebocoran tidak signifikan terhadap biaya produksi air bersih di PDAM Tirta Daroy. Hal ini disebabkan karena tingkat kebocoran terjadi setelah produksi maupun distribusi air ke pelanggan, maka tidak ada hubungan terhadap biaya produksi air bersih melainkan tingkat kebocoran akan berpengaruh pada pendapatan penjualan air. Semakin tinggi tingkat kebocoran maka semakin rendah pendapatan penjualan air. 3. R-Squared Nilai R-squared menggambarkan seberapa besar variabel independen (bebas) secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependen. Hasil menunjukkan nilai R- squared sebesar 0.933927, sehingga dapat disimpulkan jumlah produksi air dan tingkat kebocoran secara bersama-sama berpengaruh dan mampu menjelaskan sebesar 93 212

persen terhadap biaya produksi air bersih. Sedangkan sisanya sebesar 7 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 4. Adjusted R-Squared Nilai adjusted R-squared menunjukkan seberapa besar variabel independen mampu menjelaskan varian dari variabel dependen. Semakin mendekati angka 1 berarti semakin besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan varian dari variabel dependennya. Hasil regresi menunjukkan adjusted R-squared sebesar 0.915049, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi air dan tingkat kebocoran dapat menjelaskan biaya produksi air bersih sebesar 91 persen. Pengujian Hipotesis Uji t dan Uji F Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan konsep p-value. Konsep ini membandingkan α dengan p-value. Jika p-value kurang dari α, maka ditolak. Jika dilihat berdasarkan masingmasing variabel, maka pengaruhnya adalah sebagai berikut: 1. P-value dari variabel jumlah produksi air adalah 0.0005 artinya, pada α = 5 persen hipotesis ditolak. Artinya, pada berbagai tingkat keyakinan 95 persen jumlah produksi air memiliki hubungan dengan biaya produksi air bersih. 2. P-value dari variabel tingkat kebocoran adalah 0.8708 artinya, pada α = 5 persen hipotesis diterima. Artinya, pada berbagai tingkat keyakinan 95 persen tingkat kebocoran tidak memiliki hubungan dengan biaya total produksi air bersih. Analisis Efesiensi Biaya Produksi PDAM Tirta Daroy Efisiensi berkaitan dengan masalah pengendalian biaya. Efisiensi biaya berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh. Sebuah perusahaan dituntut untuk memperhatikan masalah efisiensi biaya. Dalam hasil analisis regresi diatas diperoleh β1 + β2 > 1 menunjukkan increasing return to scale. Artinya dari segi biaya, proporsi penambahan faktor produksi (output) akan menghasilkan tambahan biaya produksi yang proporsinya lebih besar, sehingga biaya produksi menjadi tidak efesien. Selain itu, peningkatan biaya produksi semakin menunjukkan pengurangan terhadap efesiensi produksi air. Meskipun biaya produksi mengalami penambahan, namun tingkat kebocoran tiap tahun terus mengalami peningkatan. Maka, hal inilah yang menyebabkan masih terdapat inefesiensi biaya produksi di PDAM Tirta Daroy. Pada tahun 2015 jumlah air yang diproduksi mencapai 20 juta, sedangkan tingkat kebocoran (air yang hilang) mencapai 10,5 juta. Sehingga tingkat efisiensi air yang sampai ke pelanggan hanya berkisar 45 persen dari jumlah air yang diproduksi. Penetapan Tarif Air Minum PDAM Tirta Daroy Doll dan Orazam (1984) mendefinisikan biaya produksi sebagai pengeluaran yang terjadi dalam melaksanakan proses produksi. Maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu sedangkan rumus matematikanya adalah : HPP = )* + Keterangan : TC = Total Cost 213

Q = Jumlah air yang dijual Biaya dasar didapatkan dari biaya usaha dibagi dengan volume air terproduksi. Berdasarkan rumus diatas, maka harga pokok penjualan pada tahun 2015 adalah Rp1.963. Tarif harga pokok penjualan memiliki nilai yang sama dengan biaya dasar dalam produksi air. Selama kurun waktu 10 tahun penetapan tarif air minum selalu berada diatas harga pokok penjualan. Pada tahun 2015 misalnya harga pokok penjualan per sebesar Rp.1.963, sedangkan tarif air minum yang ditetapkan PDAM sebesar Rp.6.945/. Dari segi penetapan tarif, harga tarif PDAM Tirta Daroy dapat diturunkan ke harga pokok penjualan sehingga harga tersebut dapat lebih menjangkau kepada masyarakat. Perbandingan selisih yang jauh antara tarif PDAM dengan harga pokok seharusnya dapat meningkatkan pendapatan bagi PDAM Tirta Daroy. Apabila jumlah air yang terbayarkan oleh pelanggan pada tahun 2015 sebesar 11.622.698, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp.57.904.281.436 [(11.622.698 x (6.945-1.963)]. Namun kenyataan sebaliknya, berdasarkan laporan laba/rugi PDAM Tirta Daroy dalam kurun waktu 10 tahun terakhir hampir sepenuhnya mengalami kerugian. Pada tahun 2015 kerugian PDAM Tirta Daroy mencapai Rp.-1.337.291.157. Angka tersebut masih kecil dibandingkan pada tahun 2007 yang kerugian mencapai Rp.-9.879.913.382. Kerugian yang terus berfluktuasi mengakibatkan belum maksimalnya dalam kinerja PDAM Tirta Daroy. Hal ini dapat dilihat masih terdapat tingginya angka kebocoran air yang didistribusikan kepelanggan. Penyebab salah satunya yaitu masih terdapat pipa-pipa yang sudah tua serta pencurian air marak terjadi. Faktor lainnya yaitu besarnya angka biaya tidak langsung usaha PDAM Tirta Daroy. Tingginya angka biaya tidak langsung usaha semestinya bisa diminimalisir serta perlu dipertimbangkan kembali dimana kebutuhan utama dengan keperluan PDAM Tirta Daroy. Maka dari itu, tingginya angka biaya tidak langsung usaha mengakibatkan PDAM Tirta Daroy belum sepenuhnya efisien sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam mengelola air bersih untuk wilayah Kota Banda Aceh. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Koefisien Determinan (R-square) sebesar 0.933927 atau 93%, hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variasi yang terjadi pada variabel independen (jumlah produksi air dan tingkat kebocoran) dapat menjelaskan variabel dependen (biaya produksi air bersih) sebesar 93% sedangkan sisanya sebesar 7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi. 2. Jumlah air yang diproduksi (output) berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya produksi air bersih. 3. Dalam hasil analisis regresi diatas diperoleh β1 + β2 > 1 menunjukkan increasing return to scale. Artinya dari segi biaya, proporsi penambahan faktor produksi (output) akan menghasilkan tambahan biaya produksi yang proporsinya lebih besar, sehingga biaya produksi menjadi tidak efesien. Selain itu, peningkatan biaya produksi semakin menunjukkan pengurangan terhadap efesiensi produksi air. 4. Penetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu. Berdasarkan hasil, maka harga pokok penjualan pada tahun 2015 adalah Rp1.963/, sedangkan penetapan tarif yang berlaku di PDAM Tirta Daroy sebesar Rp.6.945/. Sementara 214

itu jumlah air yang terdistribusi ke pelanggan mencapai 11.622.698 Sehingga seharusnya pendapatan penjualan air pada tahun 2015 mencapai Rp.57.904.281.436. Namun pada laporan laba/rugi PDAM Tirta Daroy pada tahun 2015 mengalami kerugian sebesar Rp.- 1.337.291.157. Dari segi penetapan tarif PDAM Tirta Daroy sudah mampu memberikan keuntungan dari penjualan air, namun dari sisi pengelolaan serta manajemen perusahaan harus dievaluasi kembali terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil agar perusahaan dapat berjalan lebih efektif maupun efesien. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, adapun saran yang dapat penulis kemukakan diantaranya sebagai berikut : 1. PDAM Tirta Daroy diharapkan terus mengurangi tingkat kebocoran sehingga keuntungan yang didapat bisa meningkatkan kinerja serta memperluas area cakupan pelayanan. 2. Jika ingin meningkatkan cakupan pelayanannya hingga memenuhi target, PDAM Tirta Daroy sebaiknya menginvestasikan seluruh profitnya untuk investasi jangka panjang. 3. PDAM Tirta Daroy sebaiknya lebih efektif mengandalkan peran ekonomi dan sosial BUMD daripada hanya mengandalkan dana APBD. Perusahaan sebaiknya mencari sumber pembiayaan untuk investasi. Pembiayaan investasi bisa berupa pinjaman bank atau memasuki pasar modal (menjual saham). DAFTAR PUSTAKA Anandasari, Y. (2014). Analisis Dampak Penentuan Tarif Air Perushaan Daerah Air Minum (PDAM) terhadap Kinerja Keuangan PDAM. Jurnal Universitas Brawijaya. Effendy, S. (2012). PDAM Operator Pelayanan Air Bersih & Air Minum. Eriyati. (2010). Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Kesediaan Membayar Masyarakat Sekitar Sungai Siak. Jurnal Ekonomi Universitas Riau Panam. Fathorrozi, J. S. (2003). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba. Hanafie, R. (2010). Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mulyadi. (2001). Akuntansi Biaya. Jakarta. Novianti, C. (2011). FaktorFfaktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi. Institut Pertanian Bogor. Soeratno. (2000). Ekonomi Mikro Pengantar. Yogyakarta. Sukirno, S. (2010). Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta. World Bank. (2006). Indonesia : Enabling Water Utilities to Serve the Urban Poor. Indonesia. 215