PROSPEK PENGEMBANGAN UBI JALAR MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DAN KETAHANAN PANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. didasarkan pada nilai-nilai karakteristik lahan sangat diperlukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

BAB I PENDAHULUAN. Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PERKEMBANGAN UBI JALAR DAN PELUANG PENGEMBANGANNYA UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PERCEPATAN DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

I. PENDAHULUAN. lndonesia pada tahun 1794, di daerah-daerah dataran tinggi seperti

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

TANAMAN PENGHASIL PATI

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. sangat besar dalam perekonomian nasional. Sektor ini telah berperan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Analisis Penghitungan Pencapaian Swasembada Pangan Pokok di Provinsi Maluku

PENDAHULUAN. dengan laju pembangunan dan pertambahan penduduk. Usaha ini tidak. terbatas pada tanaman pangan utama (padi) melainkan penganekaraman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dikalangan masyarakat sedang marak mengkonsumsi ubi jalar ungu. Ubi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya untuk menanggulangi permasalahan gizi dan kesehatan.

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

PENDAHULUAN Latar Belakang

KETERANGAN TW I

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

PELUANG INVESTASI BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA. Makalah. Disusun Oleh : Imam Anggara

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pembangunan pertanian tidak lagi berorientasi semata - mata

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENINGKATAN NILAI TAMBAH JAGUNG SEBAGAI PANGAN LOKAL Oleh : Endah Puspitojati

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

sawit sebagai bahan makanan adalah kandungan y-p-karoten yang tinggi ( ppm), paling tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lain di

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkurang, ditambah lagi semakin besarnya impor pangan, pakan, dan bahan baku

Transkripsi:

PROSPEK PENGEMBANGAN UBI JALAR MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DAN KETAHANAN PANGAN PENDAHULUAN Ubi jalar atau Ipomoea batatas L menyimpan potensi yang besar baik sebagai pangan alternatif maupun pengembangan potensi bisnis. Ubi jalar cukup popular di masyarakat sia, khususnya di wilayah timur sia, yaitu Papua dan Papua Barat yang menggunakan ubi jalar sebagai bahan makanan pokok. Meskipun kandungan gizinya lebih rendah daripada beras, namun menurut World Health Organization (WHO) ubi jalar merah mempunyai kandungan vitamin A (retinol) sebanyak 4 (empat) kali wortel atau sebesar 7.700mg/100 gram, sehingga baik untuk pencegahan kebutaan dan penyakit mata karena memenuhi nilai harian kebutuhan gizi (Gambar 1). Per satuan (77.0 gram) % Nilai harian 0 5 10 15 20 25 30 40 45 50 Vita,min A 62.2% Vita,min C Mangaan Tembaga Serat Vitamin B6 Kalium Besi Kalori (95) Gambar 1. Kandungan bahan makanan dalam ubi jalar berkulit yang dipanggang Sumber : World s Healthiest Foods, 2010. Di antara bahan makanan pokok, ubi jalar putih mengandung kalsium tertinggi dibandingkan beras, jagung, terigu dan sorghum. Bahkan kandungan kalsium tersebut dapat mencapai 51mg/100 gram untuk ubi jalar kuning (Direktorat Gizi, 2010). Dibandingkan dengan sayur-sayuran, ubi jalar bahkan menduduki peringkat pertama dalam kandungan bahan makanan dan mencapai skor 184 sedangkan peringkat kedua dicapai kentang (83) dan disusul bayam hijau (76). Data ini menunjukkan besarnya manfaat bahan makanan bagi kesehatan yang terkandung dalam ubi jalar (Food Reference, 2010). Kandungan kalori yang rendah sangat baik bagi kesehatan dan juga masyarakat yang berkepentingan untuk melakukan pola makan rendah kalori. Oleh karena itu dalam rangka mendorong program diversifikasi pangan selain beras, maka ubi jalar menjadi salah satu bahan pangan pokok penting terkait dengan berbagai fungsinya bagi kesehatan (Tabel 1).

Tabel 1. Daftar komposisi bahan makanan per 100 gram Kandungan / 100 gram Komposisi Beras Jagung Terigu Sorgum Ubi Jalar Kalori (kal) 360 361 365 332 152 Protein (g) 6.8 8.7 8.9 11.0 1.5 Lemak (g) 0.7 4.5 1.3 3.3 0.3 Karbohidrat (g) 78.9 72.4 77.3 73.0 35.7 Kalsium (mg) 6.0 9.0 16.0 28.0 29 Besi (mg) 1.0 5.0 1.0 4.0 0.8 Fosfor (mg) 140 380 106 287 64 Vit. B1 (mg) 0.12 0.27 0.12 0.38 0.17 Sumber: Direktorat Gizi, 2010. Berdasarkan Tabel 1, dapat dipahami mengapa masyarakat Papua mempunyai struktur tulang yang kuat dan besar karena banyak mendapat pasokan kalsium dari sumber makanan pokok ubi jalar. Komposisi bahan makanan yang terkandung dalam ubi jalar ini memberi alternatif sumber bahan pangan pokok rendah kalori selain beras. Bahan pangan alternatif ini sangat baik dikonsumsi oleh penderita penyakit diabetes yang mengharuskan konsumsi bahan pangan rendah kalori dan karbohidrat dengan Glycemix Index yang rendah. Ubi jalar tidak meningkatkan kadar gula darah secara drastic karena karbohidrat di dalamnya termasuk rendah (Hasyim dan Yusuf, 2008). Selain sebagai sumber karbohidrat, potensi ubi jalar dalam rangka penganekaragaman pangan pokok bersumber daya lokal sangat baik. Hal ini terutama disebabkan oleh potensi produktivitasnya yang tinggi dan potensi pasar lokal, regional dan internasional yang cukup baik. Tingkat harga ubi jalar yang rendah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat menjadi salah satu faktor penting untuk mendorong usaha diversifikasi pangan pokok selain beras. Ubi jalar merupakan bahan pangan lokal sumber karbohidrat yang dimanfaatkan umbi akarnya dan dibedakan berdasarkan warna umbinya, yaitu putih, kuning, merah/jingga dan ungu. Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai jenis pangan olahan bahkan berpotensi sebagai bahan baku industri modern (industri perekat, fermentasi, tekstil, farmasi dan kosmetik) seperti yang terdapat di negara maju seperti Amerika Serikat. Di sia ubi jalar dimanfaatkan sebagai bahan baku tepung, nasi instan, bakpia, donat, keripik, mie dan beras mutiara. Tepung ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai produk pangan serupa dengan bahan pangan berbahan tepung terigu, misalnya permen, es krim, roti, kue dan beberapa minuman sirop. Pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai pengganti terigu bukan hal baru. Bahkan di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat tepung ubi jalar lebih populer dibandingkan terigu. Oleh karena itu, melalui pengkajian pustaka tentang ubi jalar makalah ini disusun untuk memberi gambaran tentang potensi ekonomi ubi jalar di tingkat nasional dan internasional. Produksi KINERJA PRODUKSI DAN KONSUMSI Masyarakat pada umumnya mengenal ubi jalar berdasarkan warna umbinya. Masyarakat awam terhadap jenis varietas ubi jalar tersebut. Dari 22 jenis varietas yang ditanam di sia, sebagian besar (12 varietas) berumbi kuning dan bervariasi dari kuning muda sampai kuning tua, sebanyak enam varietas berumbi warna merah/jingga, dan tiga varietas berumbi putih. Ubi jalar dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi dan rata-rata dapat dipanen pada umur empat bulan. Varietas Kalasan mempunyai umur panen terpendek, yaitu dua bulan dan mempunyai produktivitas tertinggi mencapai 40 ton/ha. Varietas Cilembu mempunyai umur tanam terpanjang, yaitu tujuh bulan dan produktivitas yang rendah hanya 20

ton/ha. Varietas Papua Solossa, Papua Pattipi dan Sawentar mempunyai umur tanam enam bulan dan mempunyai rata-rata produktivitas 25 ton/ha (Puslitbangtan, 2009). Menurut data luas areal panen selama periode 1970-2009, Provinsi Papua dan Jawa Barat merupakan dua daerah dengan luas panen ubi jalar terbesar di sia. Sedangkan menurut tingkat produksi, Provinsi Jawa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan Papua (Kementan, 2010). Hal ini terkait dengan jenis varietas yang ditanam di dua provinsi tersebut. Di Papua, varietas yang ditanam adalah Papua Solussa, Papua Pattipi dan Sawentar yang berumur panjang (6 bulan) dengan tingkat produktivitas rata-rata 24-25 ton/ha (Rauf dan Lestari, 2009). Sementara itu di Jawa Barat lebih banyak ditanam varietas dengan umur genjah (kurang dari enam bulan) dengan rata-rata produktivitas yang lebih tinggi dari ketiga varietas yang ditanam di Papua.Data satu dekade terakhir (2000-2009) menunjukkan bahwa luas areal ubi jalar di Provinsi Papua sekitar 17,9 persen dari luas areal panen ubi jalar nasional dan pada tahun 2009 mencapai 35 ribu ha. Dalam periode yang sama, luas areal ubi jalar di Provinsi Jawa Barat sekitar 16,9 persen dari luas areal panen ubi jalar nasional dan pada tahun 2009 mencapai 33 ribu ha. Selain kedua provinsi tersebut, luas areal panen ubi jalar tiap provinsi rata-rata di bawah 20 ribu ha (Tabel 2). Tabel 2. Luas areal panen ubi jalar di sepuluh provinsi penghasil utama, 2000-2009 Provinsi Luas Panen (000 Ha) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Papua 32,9 30,8 26,5 52,4 29,7 27,6 29,2 30,6 34,0 35,0 Jawa Barat 35,4 28,6 34,1 30,0 31,4 30,8 29,8 28,1 27,3 33,4 Jawa Timur 18,4 17,6 14,8 15,3 14,9 13,8 13,8 14,0 13,8 16,2 NTT 19,9 16,7 16,7 10,9 16,3 12,9 14,5 12,9 13,4 12,9 Sumatera Utara 13,6 12,5 12,4 14,3 12,2 12,0 10,6 12,1 10,3 12,4 Jawa Tengah 12,6 11,8 10,8 11,3 11,5 11,2 9,4 10,6 8,5 8,8 Bali 5,9 4,8 5,9 5,6 6,2 7,1 7,2 7,1 6,4 6,3 Sulawesi Utara 2,7 2,1 1,7 3,0 3,7 4,5 3,8 3,6 4,3 5,4 Sulawesi Selatan 8,5 9,2 8,2 5,7 6,9 4,9 5,0 5,5 6,2 5,4 Lampung 4,5 4,4 4,1 4,3 4,7 4,6 4,4 4,8 5,0 4,6 Lainnya 39,9 42,6 42,2 44,8 47,0 49,0 48,8 47,6 45,4 43,5 sia 194, 3 181, 0 177, 3 Sumber: Kementerian Pertanian, 2010. 197, 5 Luas areal panen ubi jalar nasional pada tahun 2009 mencapai sekitar 184 ribu ha dan mengalami penurunan rata-rata 0,7 persen/tahun. Diantara sepuluh provinsi penghasil utama, Papua, Bali, Sulawesi Utara dan Lampung mengalami pertumbuhan luas areal yang positip (meningkat), bahkan mencapai 8,01 persen/tahun untuk Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini memberi keyakinan bahwa luas areal tanam masih berpotensi untuk ditingkatkan, mengingat masih terdapat banyak lahan yang belum diusahakan khususnya di Provinsi Papua. 184, 5 178, 3 176, 5 177, 0 174, 6 183, 9

Pertumbuhan luas areal panen ubi jalar di luar ke empat provinsi di atas mengalami penurunan selama 2000-2009 dan yang terbesar terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan (4,92 persen/tahun). Selama tahun 2000-2009, Provinsi Jawa Barat rata-rata memasok sebesar 20,2 persen dari total produksi ubi jalar nasional atau rata-rata mencapai 379 ribu ton per tahun. Sementara itu, Provinsi Papua rata-rata menghasilkan sebesar 17,3 persen dari total produksi ubi jalar nasional atau rata-rata sebesar 318 ribu ton per tahun. Selain kedua provinsi tersebut rata-rata produksi tiap provinsi per tahun di bawah 200 ribu ton (Tabel 3). Meskipun luas areal panen di Provinsi Jawa Barat cenderung menurun selama 2000-2009, namun produksi ubi jalar dalam periode yang sama justru meningkat tajam rata-rata mencapai 2,21 persen/tahun. Demikian juga dengan pertumbuhan produksi ubi jalar di Provinsi Papua, selama 2000-2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2,25 persen/tahun. Tabel 3. Produksi ubi jalar di sepuluh provinsi penghasil utama, 2000-2009 Provinsi Produksi (000 Ton) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jawa Barat 385,8 298,0 367,8 346,9 389,6 390,4 389,0 375,7 376,5 469,6 Papua 281,1 283,6 257,3 512,4 298,5 273,9 290,4 306,8 337,1 343,3 Jawa Timur 193,6 189,7 168,8 167,6 165,0 150,6 150,5 149,8 136,6 162,6 Jawa Tengah 142,3 131,7 126,9 139,5 144,1 144,6 123,5 143,4 117,2 147,1 Sumatera Utara 127,0 118,2 118,2 135,7 117,3 115,7 102,7 117,6 114,2 140,1 NTT 156,4 147,1 133,1 86,7 126,4 99,7 111,3 102,4 107,3 103,6 Bali 65,2 53,5 68,0 64,9 72,5 88,5 92,1 91,2 88,2 79,0 Sumatera Barat 32,9 30,3 37,6 45,0 55,5 50,4 53,8 53,8 61,8 77,5 Sulawesi Selatan 73,4 80,4 77,7 61,8 76,5 53,5 54,3 58,8 66,5 68,4 Sulawesi Utara 23,4 18,0 15,0 25,6 32,4 38,7 37,3 35,5 42,1 53,1 Lainnya 346,6 384,9 379,1 405,4 423,9 451,0 449,3 451,9 434,2 413,5 sia 1.828 1.735 1.750 1.991 1.902 1.857 1.854 1.887 1.882 2.058 Sumber: Kementerian Pertanian, 2010. Apabila 50 persen areal untuk ubi jalar ditanami dengan varietas yang berumur genjah dengan produktivitas 30 ton/ha, dan 50 persen lagi varietas umur dalam dengan produtivitas 10 ton/ha, maka produksi ubi jalar nasional akan mencapai 3,68 juta ton ubi basah. Potensi hasil ini sekitar 79 persen lebih tinggi dari produksi ubi jalar yang dicapai pada tahun 2009, yaitu sebesar 2,06 juta ton (Tabel 3). Kesenjangan produksi antara aktual dengan potensial ini disebabkan oleh variasi varietas yang ditanam dan kesesuaikan varietas terhadap iklim di berbagai daerah. Hal ini yang menyebabkan produktivitas rata-rata nasional rendah, yaitu sekitar 11,19 ton/ha. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan produksi yang dicapai pada tahun 2010 akan meningkat sebagaimana kecenderungan produksi yang terjadi selama periode 2000-2009 yang meningkat sebesar 1,33 persen/tahun. Berdasarkan perkembangan luas areal (Tabel 2) dan produksi (Tabel 3), diperoleh pertumbuhan luas areal ubi jalar nasional -0,61 persen dan pertumbuhan produksi 1,33 persen per tahun selama periode 2000-2009. Dengan demikian, maka pertumbuhan produktivitas adalah 1,93 persen. Jika diasumsikan bahwa pertumbuhan produksi selama periode 2010-2020 masih konsisten mengikuti pertumbuhan produksi selama periode 2000-2009, maka proyeksi

luas areal panen dan produksi selama periode 2010-2020 adalah seperti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Proyeksi luas areal dan produksi ubi jalar nasional periode 2010-2020 Komponen produksi Tahun 2009 2010 2015 2020 Pertumbuhan (%/th) Luas panen (000 ha) 183,9 182,8 177,3 171,9-0,61 Produktivitas (ton/ha) 11,19 11,41 12,55 13,82 1,93 Produksi (ribu ton) 2.058 2.085 2.226 2.376 1,33 Sumber: perhitungan penulis. Konsumsi Berdasarkan data neraca bahan makanan, proporsi penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pakan, benih, bahan pangan dan yang tercecer selama tahun 2000-2009 meningkat dengan laju peningkatannya jauh lebih rendah dari tingkat pertumbuhan produksi (Tabel 5). Oleh karena itu, usaha peningkatan produksi ubi jalar harus didorong untuk industri pangan dengan tujuan pasar ekspor. Sebagian besar ubi jalar digunakan untuk pangan yang pada tahun 2009 mencapai 1.499 ribu ton atau sekitar 73 persen dari total produksi. Bahan baku ubi jalar yang tercecer relatif masih tinggi, mencapai 186 ribu ton atau sekitar 9,04 persen dari total produksi pada tahun 2009. Hal ini merupakan inefisiensi yang tidak seharusnya terjadi secara terus-menerus. Sementara, penggunaan ubi jalar untuk bibit relatif tetap berkisar 171 ribu ton per tahun dan sisanya digunakan untuk bahan baku industri pakan sekitar 37 tibu ton (Tabel 5). Kecenderungan ini terus berlanjut dengan tingkat pertumbuhan yang relatif kecil di bawah satu persen/tahun sampai dengan tahun 2020. Tabel 5. Produksi dan konsumsi ubi jalar di sia, 2000-2009 Tahun Produksi Konsumsi (000 ton) (000 ton) Pakan Benih Tercecer Pangan 2000 1.828 36 164 183 1.437 2001 1.735 35 157 161 1.374 2002 1.749 35 159 155 1.387 2003 1.991 40 179 200 1.562 2004 1.902 38 171 190 1.491 2005 1.857 37 167 185 1.457 2006 1.854 37 167 185 1.454 2007 1.887 37 170 185 1.487 2008 1.882 37 1) 171 1) 181 1) 1.493 1) 2009 2.058 37 1) 171 1) 186 1) 1.499 1) Pertumbuhan %/Tahun 1,2 0,4 0,1 0,4 0,3 1) Angka estimasi peneliti Sumber: Neraca Bahan Makanan, 2010 (diolah). Selama sepuluh tahun ke depan (2010-2020), diproyeksikan pertumbuhan penggunaan ubi jalar untuk pakan, benih, dan pangan cenderung meningkat dan lebih efisien. Hal ini tercermin dari volume ubi jalar yang tercecer relatif tetap dengan tingkat pertumbuhan nol persen/tahun (Tabel 6). Tingkat pertumbuhan ini berimplikasi akan terdapat kelebihan produksi yang tumbuh sebesar 1,2 persen per tahun, sehingga perlu didorong peningkatan pemasaran

ubi jalar dan produk olahannya untuk pangsa pasar internasional, karena pasar domestik cenderung tetap. Tabel 6. Proyeksi penggunaan ubi jalar di sia, 2010-2020 Tahun Konsumsi (000 ton) Pakan Bibit Tercecer Pangan 2010 37 172 186 1.506 2011 38 173 188 1.512 2012 38 173 185 1.519 2013 38 174 185 1.525 2014 38 175 185 1.532 2015 38 176 185 1.538 2016 38 176 185 1.545 2017 38 177 185 1.552 2018 38 178 185 1.558 2019 39 178 185 1.565 2020 39 179 185 1.572 Pertumbuhan %/Tahun 0,3 0,4 0,0 0,4 Sumber: Hasil proyeksi peneliti, 2010. Berdasarkan data konsumsi per kapita selama periode 2002-2009, diduga kenaikan proporsi konsumsi ubi jalar selain desebabkan oleh pertumbuhan penduduk, juga oleh perkembangan industri pakan dan pangan yang menggunakan ubi jalar sebagai bahan baku. Laju konsumsi per kapita sendiri turun sebesar 2,68 persen/tahun, sedangkan jumlah penduduk mengalami peningkatan dengan laju 1,25 persen/tahun dalam periode yang sama (Tabel 7). Tabel 7. Konsumsi per kapita ubi jalar dan jumlah penduduk sia, 2002-2009 Tahun Konsumsi 1) Jumlah Penduduk 2) (kg per kapita/tahun) (juta jiwa) 2002 2,704 210,858 2003 3,224 213,656 2004 5,304 216,443 2005 3,796 219,210 2006 3,016 221,954 2007 2,392 224,670 2008 2,652 227,345 2009 2,236 229,965 Pertumb (%/th) -2.68 1.25 1) Sumber: Konsumsi Rata-rata per kapita seminggu menurut jenis makanan dan golongan pengeluaran per kapita sebulan, 2002-2009. 2) Sumber: Statistik sia, 2002-2009. Sampai dengan tahun 2020, peningkatan proporsi penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pangan diperkirakan masih banyak dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk. Hal ini berimplikasi bahwa peluang diversifikasi menggunakan bahan baku ubi jalar masih memungkinkan untuk ditingkatkan, karena tingkat konsumsi per kapita masih rendah. Program diversifikasi pangan berbahan ubijalar ini akan sangat bermanfaat untuk mengimbangi produksi ubi jalar yang diproyeksikan akan terus meningkat. Sejalan dengan program diversifikasi pangan lokal berbahan ubi jalar, pengembangan industri hilir berbahan baku ubi jalar yang

mampu menciptakan nilai tambah domestik dan mengangkat citra ubi jalar menjadi produk olahan berprestise menjadi sangat penting, untuk mempersiapkan daya saing produk ubi jalar di pasar internasional. POTENSI EKONOMI Nasional Ubi jalar di sia belum dianggap sebagai komoditas penting, sementara di negaranegara maju ubi jalar justru lebih penting dan mahal dibandingkan komoditas lain seperti beras dan terigu. Sebab di negara-negara maju ubi jalar tidak saja menjadi bahan baku pangan, namun juga menjadi bahan baku industri non-pangan (fermentasi, tekstil, perekat, kosmetik dan farmasi). sia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan ubi jalar, baik sebagai bahan baku industri pangan maupun non-pangan. Hal ini didukung oleh potensi luas areal dan produktivitas yang telah dikemukakan di atas. Sehubungan dengan proyeksi produksi yang cenderung meningkat, perlu diketahui potensi ekonomi ubi jalar untuk pasar domestik dan ekspor. Tingkat pemanfaatan ubi jalar di pasar domestik yang masih rendah memberi peluang untuk peningkatan produk yang ditujukan untuk pasar internasional sebagai bahan baku pangan maupun industri non-pangan yang telah banyak berkembang di negara lain, termasuk di beberapa negara Asia, seperti: Singapura, Jepang dan Korea. Pengembangan ubi jalar untuk berbagai produk olahan sangat prospektif, karena selain sifat ubi jalar yang multi guna, juga teknologi pengolahan hasil pertanian sudah cukup maju di sia. Dengan teknologi pengolahan, ubi jalar dapat dijadikan berbagai produk olahan seperti: chip, pati, tepung, saos, selai, kripik, kroket, tape, kremes, brem, getuk, pilus, ubi goreng, ubi rebus, nasi ubi, dan sebagainya (SPS IPB, 2004). Dalam bentuk produk olahan, ubi jalar dapat ditingkatkan derajatnya setara dengan beras. Bahkan ubi jalar merupakan bahan baku industri pangan dan non-pangan yang lebih banyak kegunaannya dari pada beras. Sifat multi guna ubi jalar ini tercermin dari banyaknya produk olahan yang dapat dihasilkan dari ubi jalar, seperti terlihat pada pohon industri berikut (Gambar 2). Pemanfaatan teknologi pengolahan untuk industri ubi jalar sangat penting dalam rangka mengakselerasi upaya penganekaragaman (diversifikasi) pangan. Selama lebih dari 60 tahun sia sangat bergantung pada beras. Ironinya, meskipun teknologi usahatani padi maju pesat, namun sia belum berhasil memenuhi kebutuhan beras dari produksi sendiri, sehingga masih bergantung pada impor. Keberhasilan program diversifikasi pangan akan mengurangi ketergantungan pada beras impor (Swastika, 2010).

Internasional Gambar 2. Pohon industri pengolahan ubi jalar Sumber: Ginting dkk., 2006. Dari 111 negara penghasil ubi jalar di dunia, sia mempunyai pangsa produksi sekitar satu persen dari produksi dunia. Meskipun pangsanya hanya sekitar satu persen, sia tahun 2009 merupakan negara produsen ubi jalar ke tiga setelah China dan Uganda. (Tabel 8). Bahkan tahun 1990 sia menempati urutan kedua setelah China. Pada tahun 2009 China mempunyai pangsa lebih dari 75 persen dari produksi ubi jalar dunia.

Tabel 8. Lima negara produsen utama ubi jalar di dunia, 1990-2009 Produksi ( 000 Ton) 1990 1995 2000 2005 2009 104.9 117.3 118.1 102.7 81.21 1 China 00 China 76 China 83 China 49 China 3 2 sia 1.971 Uganda 2.223 Nigeria 2.468 Nigeria 3.205 Uganda 2.766 Viet 3 Nam 1.929 sia 2.171 Uganda 2.398 Uganda 2.604 sia 2.058 Viet 4 Uganda 1.693 Nam 1.686 sia 1.828 sia 1.857 India 1.120 Viet Viet 5 Jepang 1.402 Jepang 1.181 Nam 1.611 Nam 1.443 Jepang 1.026 Lainnya 10.82 6 Lainnya 11.37 1 Lainnya 12.55 9 Lainnya 15.74 9 Lainnya 19.46 0 Dunia 122.7 22 Dunia 136.0 08 Dunia 139.0 47 Dunia 127.6 07 Dunia 107.6 42 Sumber: FAO, September 2010 (diolah). Dari Tabel 8 terlihat bahwa produsen terbesar ubi jalar di dunia adalah China yang selama 20 tahun terakhir menguasai tiga perempat produksi dunia. Kuantitas produksi ubi jalar di China dari tahun ke tahun cenderung menurun, sedangkan di negara lain cenderung meningkat. Karena proporsi produksi China yang demikian tinggi maka penurunan produksi ini sangat berpengaruh terhadap produksi ubi jalar dunia, namun tidak menggeser posisi China sebagai produsen utama (Gambar 3). Potensi lahan yang luas dan produktivitas varietas yang dikembangkan di sia merupakan faktor pendukung untuk mengembangkan usahatani dan industri berbahan baku ubi jalar di masa mendatang. Usaha untuk merebut persaingan yang masih terbuka ini dapat dilakukan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman ubi jalar, disertai pengembangan industri pengolahan ubi jalar. Gambar 3. Proporsi produksi ubi jalar sepuluh negara produsen utama di dunia, 2009 Sumber : Data sekunder, 2010 (diolah).

Sebagai salah satu produsen utama dunia, sia turut andil dalam persaingan global pasar ubi jalar. Pada tahun 1990 sia menempati posisi ke-19 sebagai eksportir ubi jalar diantara 38 negara. Pada tahun 1995 posisi sia meningkat menjadi negara ekportir utama ke-8, bersaing dengan 50 negara lainnya. Memasuki tahun 2000 sia menempati posisi ke-4 negara eksportir utama bersaing dengan 71 negara, posisi ke-3 pada tahun 2005 (diantara 72 negara eksportir utama), dan tahun 2007 kembali menduduki peringkat ke-5 dengan jumlah pesaing sebanyak 80 negara eksportir (Tabel 9). Tabel 9. Lima negara eksportir utama ubi jalar di dunia, 1990-2007 1 China 2 Domini ka Ekspor (Ton) 1990 1995 2000 2005 2007 331.3 18 China 9.458 Belgia 3 AS 6.654 AS 4 Belgia 4.426 5 Domini ka 42.31 5 AS 23.31 1 China 11.94 7 10.96 3 Dominik a sia Malays ia 3.706 Italia 6.768 Israel Lainny a Dunia 14.88 1 Lainny a 370.4 43 Dunia 32.95 0 Lainnya 128.2 54 Dunia Sumber: FAO, September 2010 (diolah). 17.5 84 AS 13.6 68 China 9.76 6 sia 7.42 9 Israel 6.36 9 32.67 9 AS 27.06 3 China 11.11 3 Israel 10.95 5 Dominik a 8.040 27.9 83 Lainnya 82.7 99 Dunia Peranci s 40.56 0 16.03 5 12.34 3 10.11 1 sia 8.389 40.36 2 Lainnya 130.2 12 Dunia 58.56 1 145.9 99 Pasar ekspor ubi jalar dunia mengalami pergeseran posisi eksportir utama. Sebelum tahun 2000 eksportir utama ubi jalar adalah China, namun sejak tahun 2000 Amerika Serikat (AS) menjadi eksportir terbesar dunia. Kuantitas ekspor ubi jalar China menurun drastis sejak tahun 1990 dari di atas 300 ribu ton menjadi di bawah 20 ribu ton pada tahun 2007. Eksportir utama ditempati oleh AS, meskipun tidak termasuk dalam kategori sepuluh besar produsen utama dunia (Tabel 8). Diduga ubi jalar yang diekspor AS merupakan reekspor dari beberapa negara produsen lain, sehingga secara kumulatif volume ekspor AS sangat besar, melampaui China. Kemampuan AS dalam merebut pasar ekspor ubi jalar beserta produknya tidak lepas dari daya saing dari produk yang dihasilkan. Sebagai salah satu produsen utama ubi jalar, sia sangat potensial untuk meningkatkan daya saing terutama di pasar internasional. Pada tahun 2007 sia meraih 6 persen pangsa ekspor dunia (Gambar 4).

Gambar 4. Proporsi ekspor ubi jalar sepuluh negara eksportir utama di dunia, 2007 Sumber : Data sekunder, 2010 (diolah). Negara-negara Eropah merupakan importir utama dunia (Tabel 10). Namun negara tersebut mengimpor bahan mentah (ubi jalar) dan mengekspor produk olahan berbahan baku ubi jalar. sia, China dan AS merupakan negara eksportir dengan harga yang rendah di pasar internasional, sehingga ubi jalar dari ketiga negara tersebut mampu bersaing di pasar internasional. Tabel 10. Lima negara importir utama ubi jalar di dunia,1990-2007 Impor (Ton) 1990 1995 2000 2005 2007 1 Italia 100.385 Italia 45.096 Kanada 19.117 Inggris 25.382 Inggris 37.055 2 Belgia 88.519 Belgia 33.691 Italia 14.811 Kanada 25.315 Kanada 24.911 3 Belanda 17.517 Belanda 16.232 Inggris 7.431 Singapura 17.346 Perancis 15.650 4 AS 8.665 Kanada 12.371 AS 6.825 Jepang 13.892 Jepang 14.573 5 Perancis 7.977 AS 9.959 Perancis 5.367 Malaysia 7.830 Albania 12.701 Lainnya 25.553 Lainnya 29.356 Lainnya 38.088 Lainnya 55.085 Lainnya 74.720 Dunia 248.616 Dunia 146.705 Dunia 91.639 Dunia 144.850 Dunia 179.610 Sumber: FAO, September 2010 (diolah). Jumlah negara pengimpor terus mengalami peningkatan dan lebih banyak dibandingkan jumlah negara pengekspor. Artinya peluang di pasar internasional masih sangat terbuka, karena permintaan dari berbagai negara maju terus meningkat. Pada tahun 2007, lebih dari 50 persen negara importir utama berasal dari negara-negara maju (Gambar 5).

Gambar 5. Proporsi impor ubi jalar sepuluh negara importir utama di dunia, 2007 Sumber : Data sekunder, 2010 (diolah). Meskipun Jepang memproduksi ubi jalar, namun tingkat harga ubi jalar di Jepang tercatat sebagai harga produsen tertinggi di dunia (Gambar 6). Selama hampir dua dekade terakhir (1991-2008) harga produsen di Jepang menjadi yang tertinggi di dunia, bahkan pernah mencapai di atas US$ 2.000/ton. Diantara negara ekportir ubi jalar, China merupakan negara ekportir dengan harga produsen terendah sepanjang tahun. Harga produsen ubi jalar di sia juga termasuk rendah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan untuk meraih pangsa pasar internasional. Namun demikian, sejak tahun 2000 harga ubi jalar di tingkat produsen di sia dan negara produsen lain cenderung meningkat. Harga Produsen (US$/ton) 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 1991 1995 2000 2005 2008 Jepang 2,044 1,553 1,107 1,623 1,830 AS 293 351 337 399 467 sia 61 101 54 110 246 China 34 82 41 53 76 T a h u n Gambar 6. Harga produsen ubi jalar di beberapa negara terpilih ($/Ton), 1991-2008 Sumber : Data sekunder, 2010 (diolah).

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Ubi jalar di sia mempunyai potensi pengembangan yang prospektif sebagai bahan baku industri, baik untuk industri pangan maupun non-pangan. Hal ini ditopang oleh potensi lahan, teknologi budidaya, dan produktivitas yang memadai di tingkat usahatani, serta dukungan teknologi pengolahan hasil yang cukup maju. Keberhasilan dalam pengolahan ubi jalar untuk berbagai produk pangan dan non-pangan olahan akan meningkatkan derajat ubi jalar setara dengan beras dan mempercepat upaya divesrsifikasi pangan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada beras. Selain itu, berbagai produk olahan dari ubi jalar dapat diekspor ke berbagai negara yang permintaannya terus meningkat. Dengan demikian, produk industri ubi jalar mempunyai daya saing yang tinggi di pasar internasional. Dari sisi petani, kehadiran industri pengolahan ubi jalar di perdesaan, selain menciptakan nilai tambah, juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan, dimana sebagian besar masyarakat miskin berdomisili. Implikasi Kebijakan Meningkatkan produksi ubi jalar melalui perluasan areal (ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas dengan penerapan teknologi maju budidaya (intensifikasi) ubi jalar serta mendorong industri pengolahan ubi jalar, dengan memberi kemudahan dan insentif bagi investor untuk melakukan investasi dalam industri pengolahan ubi jalar di perdesaan. Mempromosikan secara intensif produk olahan dari ubi jalar sebagai bahan makanan sehat dan bergizi di tempat-tempat strategis, seperti hotel, restauran, media elektronik dan media cetak, dengan melibatkan tokoh publik. Meningkatkan promosi dan lobi multilateral untuk meraih pangsa pasar produk ubi jalar di pasar internasional.