DRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA

dokumen-dokumen yang mirip
Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

* Dosen FK UNIMUS. 82

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SOEWONDO PATI PERIODE JANUARI-JUNI 2016 ARTIKEL

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015 ARTIKEL.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

EVALUASI KETEPATAN DOSIS ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG BULAN AGUSTUS- DESEMBER TAHUN 2015

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

RASIONALITAS KRITERIA TEPAT DOSIS PERESEPAN COTRIMOXAZOLE PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS S

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH BANTUL TAHUN

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN PADA BALITA PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

KESESUAIAN DOSIS PEMBERIAN AMOXICILLIN PADA PASIEN ANAK DI POLI KIA PUSKESMAS PANJATAN I PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2014

PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting khususnya di negara berkembang (Kemenkes, 2011). Di Indonesia,

ANALISIS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R.D

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA PROFESI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RSGMP UNSRAT MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

6.2. Alur Penelitian Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PENYAKIT PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL WAHAB SJAHRANIE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi kesembuhan penyakit dan komplikasi yang mungkin timbul.

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DENGAN INDIKATOR PRESCRIBING PADA PUSKESMAS WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT PERIODE TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KETEPATAN OBAT DAN DOSIS PADA PASIEN DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak

INTISARI KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN

Kloramefenikol Cost Effectiveness Analisys And Seftriakson In The Treatment Of Typhoid Fever Patients In Inpatient RSUD.Abdul Moeloek In 2011

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

GE+ Disentri R/ Metronidazole 6 hari. R/ Metronidazole. R/ Metronidazole. 200 mg Q8H i.v. R/ Cotrimoxazole 2x 1 cth

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN Penelitian Tugas Akhir

Transkripsi:

DRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA Nova Hasani Furdiyanti, Nyla Amelia Maharani, Meilinda Saputri novahasani@gmail.com ABSTRACT Infection is invasive proccess conducted by microorganisms that proliferate within the body causing an illness. Infections can be killed by giving antibiotic. But, the use of proper antibiotic is very important to maintain the resistance of antibiotic. Drug Related Problems (DRP s) are a system that can measure the correct doses of using antibiotic. The aim of the study is to analyze the use of DRP s in using the antibiotic in patients correctly at Sari Medika Clinic Ambarawa from January to May 2016.. The method used non experimental study through retrospective aprroach and was analyzed by using descriptive approach meaning that the research used data were collected in one time and used past data. Sampling used total sampling. There was 61 patients who filled the inclusion criteria, it could be classificed that 54 (88,52%) of them got correct indication and 7 (,48%) got incorrect indication. On the other hand, 45 (73,77%) got correct dosage and 16 (26,23%) got incorrect or underdose dosage. There was no potential drug interactions. The conclusion was that 39 patients (63,93%) got rational antibiotic and 22 patients (36,07%) got irrational antibiotic. Keywords : Antibiotics, Drug Related Problems, pediatric

Analisis Drug Related Problems (DRP S) dalam Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Inap di Klinik Sari Medika Ambarawa Nova Hasani Furdiyanti, Nyla Amelia Maharani, Meilinda Saputri ABSTRAK Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi dapat diterapi menggunakan antibiotik, dan penggunaan antibiotik yang tepat dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik. Drug Related Problems (DRP s) penggunaan antibiotik merupakan masalah serius akibat ketidaktepatan pemakaian antibiotik yang dapat memberikan dampak negatif dan mempengaruhi tercapainya tujuan terapi. Untuk menganalisis DRP s dalam penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap di Klinik Sari Medika Ambarawa periode Januari-Mei 2016. Metode penelitian ini adalah non eksperimental menggunakan pendekatan retrospektif dan dianalisis secara deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekaligus pada satu waktu dan menggunakan data yang lalu. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik total sampling. Terdapat 61 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dan diperoleh 54 kasus (88,52%) tepat indikasi, 7 kasus (,48%) tidak tepat indikasi. Sedangkan 45 kasus (73,77%) tepat dosis dan 16 kasus (26,23%) tidak tepat dosis yaitu dosis yang diberikan terlalu rendah (underdose). Tidak ada potensi interaksi obat pada pasien. Berdasarkan parameter tepat indikasi, tepat dosis, dan potensi interaksi, penggunaan antibiotik yang rasional sebanyak 39 pasien (63,93%), sedangkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional sebanyak 22 pasien (36,07%). Kata Kunci : Antibiotik, Drug Related Problems, pediatri PENDAHULUAN Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter dan Perry, 2005). Kejadian penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan yang tinggi baik di negara maju maupun berkembang. Menurut Riskesdas tahun 2007 terdapat 28,1% penyakit infeksi di Indonesia (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan ke-2 dalam 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah sakit (Kemenkes RI, 2012). Penggunaan antibiotik atau antiinfeksi masih paling dominan dalam pelayanan kesehatan. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Refdanita et, al, 2004). Antibiotik

merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Maka dari itu penggunaan antibiotik yang tepat dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotik (WHO, 2012). Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi. Hasil penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia, Prevalence and Prevention (AMRIN Study) membuktikan adanya masalah resistensi antimikroba, yakni penggunaan antibiotik yang tidak bijaksana, serta pengendalian infeksi yang belum dilaksanakan secara benar. Penelitian tim AMRIN di dua rumah sakit pendidikan di Indonesia mendapatkan hanya 21% peresepan antibiotik yang tergolong rasional, dan menghasilkan juga rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi (validated method) untuk mengendalikan resistensi bakteri secara efisien dan baku (Kemenkes RI, 20). Penelitian yang dilakukan oleh Ismayati pada tahun 2010 di salah satu rumah sakit besar di Jawa Tengah menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik secara tidak bijak mencapai 80%. Pada kasus yang terjadi di Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa angka kejadian resisten terhadap antibiotik lini pertama (penyakit infeksi ringan) bisa mencapai 90% dan lini kedua (infeksi sedang) mendekati 50%. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat (Sanjaya, 2007). Drug Related Problems (DRP) penggunaan antibiotik merupakan masalah serius akibat ketidaktepatan pemakaian antibiotik dalam klinik yang dapat memberikan dampak negatif mempengaruhi tercapainya tujuan terapi (Depkes RI, 2005). Berdasarkan permasalahan mengenai ketidakrasionalan penggunaan antibiotik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Analisis DRP s Dalam Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Inap Di Klinik Sari Medika Ambarawa sehingga dapat meminimalisir pemberian antibiotik yang tidak rasional dalam peresepan obat selanjutnya. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah non eksperimental menggunakan pendekatan retrospektif dan dianalisis secara deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekaligus pada satu waktu dan menggunakan data yang lalu (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak rawat inap yang menggunakan antibiotik di Klinik Sari Medika Ambarawa periode Januari-Mei 2016 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yaitu sebanyak 61 anak. Teknik analisa data penelitian dengan menggunakan teknik analisis kuantitatif yang mengolah data berbentuk angka (Notoatmodjo, 2012). Data hasil penelitian yang diperoleh dicatat dan dikelompokkan. Kemudian dianalisis dengan metode deskriptif non

analitik menggunakan rumus persentase sebagai berikut : P = F N 100% Keterangan : P = Persentase F = Frekuensi (jumlah) N = Responden (total jumlah) 100% = Pengali tetap HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Karakteristik Pasien Keterangan Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 36 59,02 Jenis Perempuan 25 40,98 Kelamin Total 61 100 0-4 tahun 15 24,59 Umur 5-9 tahun 18 29,51 10-14 tahun 28 45,90 Total 61 100 Demam tifoid 42 68,85 Gastroenteritis Akut (GEA) 10 16,39 Diagnosis Infeksi Saluran Pernapasan 9 Akut (ISPA) 14,75 Total 61 100 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien anak penderita infeksi di Klinik Sari Medika Ambarawa bulan Januari- Mei 2016 lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 36 pasien (59,02%), dibandingkan anak dengan jenis kelamin perempuan yang hanya berjumlah 25 pasien (40,98%). Anak laki-laki lebih sering melakukan aktivitas di luar rumah yang memungkinkan anak laki-laki mendapatkan resiko lebih besar terpapar bakteri dan terkena penyakit infeksi dibandingkan dengan anak perempuan (Nasronuddin, et al, 2007). Kejadian infeksi paling banyak terjadi pada kelompok usia rentang 10 14 tahun yang berjumlah 28 pasien (45,90%). Usia 10-14 tahun merupakan usia rawan terkena infeksi, karena usia tersebut adalah usia sekolah, dan biasanya anak-anak masih menyukai membeli makanan dan minuman di lingkungan sekolah dan di pinggir jalan yang kebersihannya tidak dapat dijamin. Masalah lain penyebab infeksi pada anak usia 10-14 tahun adalah karena anak usia tersebut lebih aktif bermain atau beraktivitas diluar rumah sehingga anak usia tersebut mudah terpapar asap polusi dan debu. Lingkungan dan pola hidup yang tidak bersih juga dapat menyebabkan tubuh mudah terpapar bakteri (Musnelina et al, 2004). Sedangkan diagnosis tertinggi adalah penyakit demam tifoid dengan jumlah 42 pasien (68,85%). Demam tifoid atau tifus abdominalis menjadi diagnosis tertinggi karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit infeksi tersering di wilayah tropik dan di negara berkembang seperti Indonesia. Demam tifoid adalah

penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi (Eddy, 2002). bahwa golongan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah golongan Sefalosporin generasi ketiga, yaitu sebanyak 46 antibiotik (74,20%). Antibiotik golongan Sefalosporin generasi ketiga lebih banyak digunakan karena antibiotik ini memiliki spektrum yang lebih luas pada bakteri gram negatif dan gram positif, serta dapat menembus sawar darah otak (Katzung, 2007). Jenis antibiotik yang paling banyak digunakan adalah Cefixime dengan jumlah 24 antibiotik (38,71%). Cefixime menjadi pilihan utama pengobatan penyakit infeksi yang banyak digunakan di Klinik Sari Medika Ambarawa karena Cefixime dianggap sebagai antibiotik yang poten dan efektif untuk pengobatan penyakit infeksi. Sifat yang menguntungkan dari obat ini adalah secara selektif dapat merusak struktur bakteri dan tidak mengganggu sel tubuh manusia, mempunyai spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi bakteri masih terbatas (Istiantoro, 2007). Tabel 2 Pola Penggunaan Antibiotik Golongan Antibiotik Penisilin spektrum luas Sefalosporin generasi I Sefalosporin generasi III Makrolida Sulfamethoxazole dan Trimetoprim Jenis Antibiotik Cara Pemberian Frekuensi Persentase Jenis (%) Persentase Golongan (%) Amoxicillin Oral 8 Injeksi - 13, 13, Cefadroxil Oral 1 Injeksi - 1,64 1,64 Ceftriaxone Oral - Injeksi 6 9,84 Cefixime Oral 24 Injeksi - 39,34 73,77 Cefotaxime Oral - Injeksi 15 24,59 Azithromycin Oral 4 Injeksi - 6,56 6,56 Cotrimoxazole Oral 3 Injeksi - 4,92 4,92 Total 61 100 100 Sedangkan cara pemberian antibiotik yang paling banyak digunakan adalah oral yaitu sebesar 40 pasien (64,52%). Pemberian antibiotik secara oral menjadi pilihan utama karena memiliki tujuan untuk memudahkan pemakaian serta untuk mencapai efek terapi yang diinginkan dimana cara atau rute pemberian antibiotik harus aman dan bermanfaat bagi pasien. Penggunaan antibiotik oral penyerapannya tepat dan sempurna melalui saluran cerna, sehingga menghasilkan kadar maksimal dan bioavailabilitas yang tinggi. Sedangkan pemakaian injeksi memberikan efek kerja yang lebih cepat karena langsung masuk ke

sirkulasi sistemik tanpa adanya absorpsi sehingga lebih cepat untuk mencapai kadar terapetik. Jadi dengan cara pemberian oral maupun injeksi dapat memberikan manfaat yang besar bagi pasien dalam terapi pengobatan dengan memperhatikan segi keamanannya. Tepat Indikasi Tabel 3. Persentase Ketepatan Indikasi Berdasarkan WHO Tahun 20, WGO Tahun 2012 dan Pharmaceutical Care Tahun 2005 Jenis Antibiotik Tepat Tidak Tepat Persentase (%) Indikasi Indikasi Amoxicillin 8 13, - - Cefadroxil - - 1 1,64 Ceftriaxone 6 9,84 - - Cefixime 24 39,34 - - Cefotaxime 18,03 4 6,56 Azithromycin 4 6,56 - Cotrimoxazole 1 1,64 2 3,28 Total 54 88,52 7,48 bahwa pemberian antibiotik di Klinik Sari Medika yang tepat indikasi adalah sebanyak 54 pasien (88,52%), sedangkan yang tidak tepat indikasi hanya sebanyak 7 pasien (,48%). Pada penyakit Demam Tifoid terdapat 1 pasien yang diterapi antibiotik tidak sesuai dengan indikasinya, yaitu diberikan Cefadroxil. Menurut WHO (20), antibiotik Cefadroxil tidak termasuk dalam jenis antibiotik yang dapat digunakan dalam kasus Demam Tifoid, karena antibiotik jenis ini hanya aktif untuk menghambat bakteri Streptococcus Pneumoniae, Streptococcus Aureus dan Escherichia Coli, namun tidak aktif menghambat bakteri Salmonella Thypii. Pada penyakit GEA diperoleh 6 pasien yang diberikan antibiotik tidak tepat indikasi, yaitu 2 pasien diberikan antibiotik Cotrimoxazole. Menurut World Gastroenterology Organisation (WGO) tahun 2012, Persentase (%) antibiotik Cotrimoxazole adalah alternatif kedua untuk penyakit Kolera. Namun pada 2 pasien tersebut tidak ditemukan adanya gejala penyakit Kolera seperti muntah, dehidrasi berat, feses berwarna putih keruh dan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih. Maka dari itu pemberian antibiotik Cotrimoxazole dikatakan tidak tepat indikasi jika diberikan pada pasien tanpa adanya gejala penyakit Kolera (WGO, 2012). Pada 4 pasien anak yang didiagnosis GEA dengan gejala diare berdarah diberikan antibiotik Cefotaxime. Dapat dikatakan tidak tepat indikasi karena apabila anak mengalami diare akut berdarah berarti dicurigai terinfeksi bakteri Shigella, maka diperlukan antibiotik yang efektif terhadap kemungkinan terjadinya shigellosis (WHO, 2009). Namun Cefotaxime merupakan antibiotik Sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas luas terhadap bakteri gram positif dan

gram negatif yang pada umumnya kurang aktif terhadap Shigella (Depkes, 20). Pemberian antibiotik yang tidak sesuai indikasi dikatakan tidak rasional karena dapat menyebabkan resistensi atau kebalnya bakteri terhadap antibiotik, akibatnya pengobatan pada penyakit infeksi akan menjadi lebih lama dan sulit dilakukan. Tepat Dosis Golongan antibiotik Penisilin spektrum luas Sefalosporin generasi I Sefalosporin generasi III Makrolida Sulfamethoxazole dan Trimetoprim Tabel 4. Persentase Ketepatan Dosis Berdasarkan DIH Tahun 2015 Jenis Antibiotik Amoxicillin Cefadroxil Ceftriaxone Cefixime Cefotaxime Azithromycin Cotrimoxazole bahwa sebesar 73,76% pemberian antibiotik pada pasien anak penderita infeksi sudah tepat. Namun dari 61 data rekam medik pasien, diperoleh sebanyak 26,24% yang pemberian antibiotiknya tidak tepat dosis. Ketidaktepatan dosis tersebut dikarenakan dosis yang terlalu rendah (underdose), yakni pada penggunaan Cefotaxime (,48%), Cefixime (8,20%), Ceftriaxone (3,28%), Azithromycin (1,64%), dan Cotrimoxazole (1,64%). Dosis antibiotik tersebut sesuai dosis lazim tiap obat. Perhitungan dosis berdasarkan berat Keterangan Frekuensi Underdose 0 Tepat dosis 8 Underdose 0 Tepat dosis 1 Underdose 2 Tepat dosis 4 Underdose 5 Tepat dosis 19 Underdose 7 Tepat dosis 8 Underdose 1 Tepat dosis 3 Underdose 1 Persentase Underdose (%) Persentase Tepat Dosis (%) 0 13, 0 1,64 3,28 6,56 8,20 31,15,48 13, 1,64 4,92 1,64 3,28 Tepat dosis 2 Total 61 26,24 73,76 badan setiap anak dikali dengan dosis yang ditentukan dalam Drug Information Handbook (DIH) tahun 2015. Dosis untuk Cefotaxime sebagai pengobatan Demam Tifoid anak yaitu 150-200 mg/kg/hari terbagi dalam 3-4 dosis, dosis Cefixime sebagai pengobatan Demam Tifoid anak yaitu 15-20 mg/kg/hari terbagi dalam 2 dosis, dosis Ceftriaxone sebagai pengobatan Demam Tifoid yaitu 75-80 mg/kg/hari, serta sebagai pengobatan GEA yaitu 50-100 mg/kg/hari. Sedangkan Azithromycin sebagai pengobatan ISPA pada anak yaitu 30 mg/kg

(Lacy, et al, 2015). Dan untuk Cotrimoxazole sebagai pengobatan GEA pada anak yaitu 40 mg SMX/kg/hari dan 8 mg TMP/kg/hari terbagi dalam 2 dosis. Dosis obat yang terlalu rendah (underdose) secara langsung Tepat Frekuensi Pemberian dapat mempengaruhi efektivitas terapi yang ingin dicapai. Penggunaan antibiotik dengan dosis yang terlalu rendah atau tidak tepat juga berpotensi mengakibatkan timbulnya resistensi antibiotik (Roespandi, et al, 2009). Tabel 5. Persentase Ketepatan Frekuensi Berdasarkan DIH Tahun 2015 Jenis Antibiotik Tepat Persentase (%) Amoxicillin 8 13, Cefadroxil 1 1,64 Ceftriaxone 6 9,84 Cefixime 24 39,34 Cefotaxime 15 24,59 Azithromycin 4 6,56 Cotrimoxazole 3 4,92 Total 61 100,00 bahwa pasien anak penderita infeksi diberikan antibiotik dengan frekuensi yang sudah tepat berdasarkan buku acuan Drug Information Handbook (DIH) tahun 2015. Dapat dikatakan sudah tepat karena dilihat dari jumlah pasien yang mendapatkan antibiotik sesuai frekuensi pemberian sebanyak 61 pasien (100%). Penggunaan antibiotik dapat dikatakan rasional apabila antibiotik diberikan pada diagnosis yang tepat, indikasi yang tepat, pemilihan obat yang tepat, penderita yang tepat, informasi yang tepat, dosis yang tepat, dan frekuensi serta lama pemberian yang tepat yaitu sesuai jangka waktu yang dianjurkan (Kemenkes, 20). Interaksi Obat Tabel 6. Distribusi Frekuensi Ada Tidaknya Interaksi Obat Interaksi Obat Jumlah Pasien Persentase (%) Ada 0 0 Tidak Ada 61 100 Total 61 100 bahwa tidak dijumpai potensi interaksi obat pada pasien infeksi di Klinik Sari Medika. Maka dapat dikatakan bahwa Klinik Sari Medika dalam penggunaan dan pemberian antibiotik dalam hal penanggulangan interaksi obat telah dilakukan dengan baik. Kombinasi antibiotik dengan obat lain dibuat dalam rute yang berbeda, sehingga tidak terjadi interaksi.

Tabel 7. Kerasionalan Penggunaan Antibiotik Kerasionalan Frekuensi Persentase % Rasional 39 63,93 Tidak rasional 22 36,07 Total 61 100,00 bahwa penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap penderita infeksi di Klinik Sari Medika Ambarawa bulan Januari-Mei 2016 yang rasional sebanyak 39 pasien (63,93%). Dapat dikatakan rasional karena antibiotik yang diberikan sudah tepat berdasarkan parameter penelitian, yaitu tepat indikasi, tepat dosis, dan frekuensi. Namun dari 61 data rekam medik pasien, dapat dilihat bahwa sebanyak 22 pasien (36,07%) pemberian antibiotiknya belum rasional. Penyebab ketidakrasionalan pemberian antibiotik pada penelitian ini adalah karena pasien diberikan antibiotik tidak tepat indikasi dan tidak tepat dosis. Dianggap tidak rasional karena pada 22 pasien tersebut terdapat satu atau lebih parameter yang tidak tepat berdasarkan pedoman acuan. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan menyebarnya mikroorganisme resisten. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik inilah yang menyebabkan penyakit infeksi menjadi sulit untuk diobati dan dapat membahayakan nyawa pasien yang terinfeksi. KESIMPULAN 1. Kasus penyakit infeksi anak yang terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki (59,02%), rentang umur yaitu 10-14 tahun (45,90%), dengan diagnosis penyakit demam tifoid (68,85%). 2. Berdasarkan golongan antibitotik, yang paling banyak digunakan adalah golongan Sefalosporin generasi ketiga (73,77%) dengan jenis Sefiksim (39,34%). Sedangkan cara atau rute pemberian yang paling banyak digunakan adalah oral (65,57%). 3. Pemberian antibiotik yang tepat indikasi sebanyak 54 pasien (88,52%). Sedangkan yang diberikan antibiotik tepat dosis sebanyak 45 pasien (73,76%), frekuensi pemberian yang tepat sebanyak 61 pasien (100%), dan ketepatan berdasarkan interaksi obat sebesar 100%. 4. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada 61 pasien anak penderita infeksi didapatkan 39 pasien (63,93%) yang pemberian atau penggunaan antibiotiknya sudah rasional berdasarkan parameter tepat indikasi, tepat dosis, dan potensi interaksi obat. Sedangkan sebanyak 22 pasien (36,07%) penggunaan antibiotiknya tidak rasional berdasarkan parameter tepat indikasi dan tepat dosis. DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta 2. Depkes RI. 20. Buku Saku Lintas Diare. Departemen Kesehatan RI. Jakarta 3. Eddy, S. S, 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi; Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa Penyakit TropikInfeksi. Penerbit Airlangga University Press. 4. Istiantoro,Y. H, Gan. V.G.H. 2007. Penisilin, sefalosporin, dan antibiotik betalaktam lainnya dalam farmakologi dan terapi. Edisi kelima. Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta. 5. Katzung, B.G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition.United States: Lange Medical Publications. 6. Kemenkes RI. 20. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta 7. Kemenkes RI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta 8. Lacy, F.,C., et al. 2015. Drug Information Handbook, 24 th Edition. Lexi-comp. USA 9. Musnelina, et al. 2004. Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan Kloramfenikol dan Seftriakson di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002, Makara Kesehatan, 8 (2): 59-64. 10. Nasronuddin, et al., 2007. Penyakit infeksi di indonesia. Surabaya: Airlangga University Press. 121. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta 12. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 volume 1. EGC. Jakarta 13. Refdanita, et al., 2004. Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika Di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001 2002: Makara, Kesehatan. 8(02): 41-48 14. Roespandi H, et al. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia: 68. 15. Sanjaya, N. 2007. Bahaya Antibiotik. http://fk.umy.ac.id/mod/forum/di scuss.pdf. [Maret 2016] 16. World Gastroenterology Organisation. 2012. Acute Diarrhea in Adults and Children: a global perspective. [9 April 2016] 17. World Health Organization. 2009. Diarrhoea. Available from: http://www.who.int/mediacentre/ fs330/en/index.html. [ 15 Juni 2016 ] 18. World Health Organization. 20. Guidelines for the Management of Typhoid Fever. [12 April 2016] 19. World Health Organization. 2012. Antimicrobial Resistance. World Health Organization Media Centre. Available From http://www.who.int/mediacentre/ factsheets. [28 April 2016]