KINERJA PERDAGANGAN DAN DAMPAK FREE TRADE AREA (FTA) ASEAN PLUS THREE TERHADAP PEREKONOMIAN.INDONESIA AHMAD HERI FIRDAUS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DALAM PERJANJIAN PERDAGANGAN BEBAS?

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB IV PENUTUP. IV.1 Kesimpulan

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DI PASAR AMERIKA SERIKAT

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

Kajian Kelayakan Pembentukan FTA Indonesia Mesir

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. satu kriterianya dilihat dari daya saing produk-produk ekspornya. Yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Wealth of Nation (Halwani & Tjiptoherijanto, 1993). Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

Analisis Perkembangan Industri

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

SILABUS. : Perdagangan Pertanian Nomor Kode/SKS : ESL 314 / 3(3-0)2

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN. 4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

TRADE CREATION DAN TRADE DIVERSION ANTARA INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA ASEAN-KOREA TRESNA RITANINGSIH

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

DAMPAK PEMBERLAKUAN CEPT IMPLIKASINYA PADA DAERAH POTENSI EKSPOR

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

Transkripsi:

KINERJA PERDAGANGAN DAN DAMPAK FREE TRADE AREA (FTA) ASEAN PLUS THREE TERHADAP PEREKONOMIAN.INDONESIA AHMAD HERI FIRDAUS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kinerja Perdagangan dan Dampak Free Trade Area (FTA) ASEAN Plus Three terhadap Perekonomian.Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2011 Ahmad Heri Firdaus H151080171

Halaman ini sengaja dikosongkan

ABSTRACT AHMAD HERI FIRDAUS. Trade Performance and The Impact of Free Trade Area (FTA) ASEAN Plus Three on Indonesian Economy. Under direction of RINA OKTAVIANI and M. PARULIAN HUTAGAOL. The trade liberalization is important issue in the era of globalization. Many countries establish a Free Trade Area, one of which is the ASEAN Plus Three FTA. The purpose of this study is to analyze the performance and the impact of ASEAN Plus Three FTA for the Indonesian economy. The level of trade performance of Indonesia were analyzed by examining the export performance through sector's comparative advantage in ASEAN Plus Three, Export Product Dynamic and trade integration with the ASEAN Plus Three. Furthermore, Global Trade Analysis Project (GTAP) model is used to analyze the impact of ASEAN Plus Three FTA on the Indonesian macroeconomic and sectoral performance. Indonesia has a comparative advantage in a mining and quarrying sectors as well as vegetable and animal oil. Meanwhile, Indonesia has a high level of integration in manufacturing sectors, like textiles chemicals, rubber, plastic, machinery and equipment. ASEAN Plus Three FTA will generate a positive impact on several economic indicators such as real GDP, investment, government consumption and the household consumption. In contrast, the trade balance in deficit to the APT, but have a surplus to other countries. From the sectoral performance of Indonesia all commodities have increased imports, while only a few commodity exports increased. Key Words: Trade Performance, RCA, EPD, IIT, GTAP, the impact of ASEAN Plus Three FTA

Halaman ini sengaja dikosongkan

RINGKASAN Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi di berbagai kawasan, khususnya integrasi dalam bidang ekonomi. Salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah dengan membentuk kawasan perdagangan bebas atau FTA (Free Trade Area). Indonesia telah terlibat dalam beberapa kesepakatan FTA diantaranya ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan ASEAN-Cina FTA (ACFTA) serta masih banyak lagi kesepakatan FTA yang sedang dirundingkan diantaranya adalah ASEAN Plus Three FTA. FTA ini akan menjadi kawasan FTA terbesar di seluruh dunia karena akan menyebabkan terjadinya integrasi perekonomian yang meliputi sekitar 2,5 milyar konsumen, yaitu lebih dari 1,6 milyar dari Asia Timur dan lebih dari 700 juta dari ASEAN (ASEANSEC, 2010). Implikasi bagi Indonesia dan negara lain yang terlibat adalah tentu saja harus menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN dan Asia Timur dengan tingkat persaingan yang lebih ketat. ASEAN Plus Three FTA dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk maju berkembang mencapai kemakmuran bersama anggota ASEAN Plus Three lainnya. Di lain pihak, penerapan FTA ini juga bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik. Ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three lebih dari 50 persen total ekspor Indonesia ke seluruh dunia. Ekspor andalan Indonesia ke pasar ASEAN Plus Three didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian seperti gas alam, minyak mentah, batu bara dan mineral. Kontribusi 10 (sepuluh) besar sektor andalan ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three mencapai 80 persen dari total ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three. Begitu juga dengan impor dari ASEAN Plus Three, mencapai lebih dari separuh total impor Indonesia. Impor Indonesia dari pasar ASEAN Plus Three didominasi oleh sektor manufaktur khususnya yang padat modal, seperti kilang minyak dan produk batu bara; mesin dan peralatannya; produk kimia, karet dan plastik; peralatan elektronik; kendaraan bermotor dan suku cadang; dan peralatan transportasi. Pangsa sepuluh besar sektor yang diimpor dari ASEAN Plus Three mencapai 90 persen total impor dari ASEAN Plus Three. Kinerja ekspor Indonesia dalam penelitian ini dianalisis dengan mengukur dayasaing secara komparatif yaitu dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan dengan melihat pertumbuhan pangsa pasar di ASEAN Plus Three yakni dengan metode Export Product Dynamics (EPD). Intra Indutry Trade (IIT) digunakan untuk melihat tingkat integrasi perdagangan antara Indoensia dengan ASEAN Plus Three. Berdasarkan analisis kinerja perdagangan Indonesia dalam menghadapi ASEAN Plus Three FTA maka dapat disimpulkan bahwa saat ini Indonesia belum memiliki kinerja atau dayasaing (komparatif) dalam mengahadapi ASEAN Plus Three FTA. Alasanya antara lain karena sektor-sektor yang menjadi andalan ekspor Indonesia tidak seluruhnya memiliki performa yang

baik di ASEAN Plus Three, hal ini terlihat dari hasil analisis RCA dan EPD. Walaupun analisis RCA menggambarkan keunggulan komparatif Indonesia, namun hanya pada sektor pertambangan dan penggalian serta sektor minyak nabati dan hewani saja. Hasil analisis EPD memperkuat hasil analisis RCA yang menyatakan bahwa sektor-sektor yang tidak memiliki keunggulan komparatif akan semakin kehilangan pangsa pasarnya, bahkan hal ini juga terjadi pada sektor logam dasar dan kilang minyak yang masih memiliki keunggulan komparatif namun mengalami kehilangan pangsa pasar karena keunggulan komparatifnya semakin kecil. Analisis dampak ASEAN Plus Three FTA dilakukan dengan menggunakan model Global Trade Analysis Project (GTAP). Berdasarkan analisis dampak ASEAN Plus Three FTA maka dapat disimpulkan bahwa FTA ini hanya berpengaruh kecil terhadap performa ekonomi makro Indonesia. Terlihat dari peningkatan PDB riil, investasi dan peubah makro lainnya yang meningkat relatif lebih kecil dari negara-negara ASEAN Plus Three lainnya. Secara umum Indonesia mengalami peningkatan impor di seluruh sektor, sementara peningkatan ekspor tidak sebesar peningkatan impornya. Namun keadaan ini lebih baik daripada tidak melakukan FTA. Karena defisit neraca perdagangan Indonesia menjadi menjadi lebih kecil pada saat melakukan FTA. Sektor-sektor yang mengalami peningkatan impor relatif besar umumnya sektorsektor yang mengalami penurunan tarif secara signifikan. Sementara sektor-sektor yang mengalami peningkatan ekspor yang relatif besar umumnya adalah sektorsektor yang mengalami penurunan tarif relatif besar di negara tujuan. Dampak terhadap output adalah terjadi penurunan output pada hampir seluruh sektor yang diperdagangkan Indonesia ke ASEAN Plus Three. Kecuali pada sektor tanaman pangan; peternakan, kehutanan, perikanan; produk kimia, karet, plastik; peralatan elektronik; serta mesin dan peralatannya. Harga ouput pada sektor-sektor yang diperdagangkan Indonesia secara keseluruhan mengalami kenaikan. Penurunan harga ouput juga terjadi khususnya pada sektor yang menjadi impor terbesar Indonesia, seperti kendaraan bermotor dan suku cadang. Peningkatan harga output dan penurunan output serta penurunan penyerapan tenaga kerja pada sebagian besar sektor yang diperdagangkan Indonesia ke ASEAN Plus Three menunjukkan Indonesia belum siap melakukan Free Trade Area dengan ASEAN Plus Three. Liberalisasi akan memberikan guncangan di sektor riil. Walaupun beberapa sektor outputnya mengalami peningkatan, namun secara total neraca perdagangan pun menunjukkan nilai yang negatif.

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Halaman ini sengaja dikosongkan

KINERJA PERDAGANGAN DAN DAMPAK FREE TRADE AREA (FTA) ASEAN PLUS THREE TERHADAP PEREKONOMIAN.INDONESIA AHMAD HERI FIRDAUS Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec

Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok :.Kinerja Perdagangan dan Dampak Free Trade Area (FTA) ASEAN Plus Three terhadap Perekonomian Indonesia : Ahmad Heri Firdaus : H151080171 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Ketua Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian: 2 Maret 2011 Tanggal Lulus:

Halaman ini sengaja dikosongkan

PRAKATA Segala puji bagi Allah SWT yang atas izin-nya tesis yang berjudul Kinerja Perdagangan dan Dampak Free Trade Area (FTA) ASEAN Plus Three terhadap Perekonomian Indonesia ini akhirnya bisa terselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja perdagangan Indonesia dalam rangka menghadapai perdagangan bebas kawasan ASEAN Plus Three yang terdiri dari negara anggota ASEAN dan Cina, Jepang serta Rep. Korea. Selain itu tesis ini menganalisis dampak FTA tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Sebagai ketua komisi pembimbing yang telah benyak memberikan arahan dan masukan selama penulisan tesis ini, Beliau juga telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat terlibat dalam berbagai penelitian dan kajian ekonomi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 pada program studi Ilmu Ekonomi IPB dan mendapat gelar Magister Sains. Ucapan terima kasih juga disampaikan untuk Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada penguji luar komisi Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec yang telah banyak memberikan banyak pelajaran dan masukan yang berharga terhadap penelitian ini serta Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr yang telah banyak memberikan masukan mengenai penulisan sehingga membuat tesis ini menjadi lebih baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu M. Rizal dan Henny Gandawati yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam berbagai bentuk sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S2 pada program studi Ilmu Ekonomi IPB. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekanrekan program pascasarjana Ilmu Ekonomi angkatan 2008 dan Syarifah Amaliah, SE atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan serta keterbatasan dalam tesis ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang semata-mata bertujuan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Akhirnya, semoga tesis ini bisa memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ekonomi Indonesia serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan kita. Bogor, Mei 2011 Ahmad Heri Firdaus

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Ahmad Heri Firdaus, lahir pada tanggal 13 Januari 1985 di Depok, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan M. Rizal dan Henny Gandawati. Pada tahun 1990-1997 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Islam As-Syafi iah, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 20 Jakarta. Tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 51 Jakarta dan diterima di Departemen Imu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kurang dari empat tahun, penulis berhasil menyelesaikan program sarjana dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada tahun 2007. Pada tahun 2008 pernulis melanjutkan studinya di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor untuk mendapatkan gelar Magister Sains. Selama menjadi Mahasiswa Pascasarjana, penulis aktif dalam kegiatan penelitian ekonomi dan menjadi asisten pengajar di Departemen Ilmu Ekonomi. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian yang berjudul Kinerja Perdagangan dan Dampak Free Trade Area (FTA) ASEAN Plus Three terhadap Perekonomian Indonesia ini akhirnya dapat diselesaikan.

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...... DAFTAR GAMBAR..... i iii v I. PENDAHULUAN...... 1 1.1. Latar Belakang...... 1 1.2. Perumusan Masalah... 6 1.3. Tujuan Penelitian... 10 1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 10 II. TINJAUAN PUSTAKA... 13 2.1. Pengertian Liberalisasi Perdagangan... 13 2.2. Free Trade Area (FTA): Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi Regional..... 13 2.2.1. Trade Creation 16 2.2.2. Konsensus yang Lebih Besar.. 17 2.2.3. Kerjasama Politik 17 2.2.4. Trade Diversion... 17 2.2.5. Pergeseran Tenaga Kerja. 18 2.2.6. Hilangnya Kedaulatan Publik.. 19 2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu... 19 2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis... 21 2.4.1. Teori Perdagangan Internasional... 21 2.4.2. Teori Keseimbangan Umum 25 2.4.2.1. Landasan Teori....... 26 2.4.2.2. Pemberlakuan Tarif... 28 2.4.3. Teori Revealed Comparatif Advantage (RCA)... 32 2.4.4. Teori Intra Indutry Trade (IIT)... 33 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian... 35 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data... 37 3.2. Metode Analisis..... 37 3.2.1. Menganalisis Performa Ekspor Indonesia di Pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea... 37 3.2.1.1. Revealed Comparative Advantage (RCA)... 37 3.2.1.2. Export Product Dynamics (EPD)... 38 3.2.1.3. Intra Indutry Trade (IIT)... 40 3.2.2. Analisis Dampak FTA ASEAN Plus Three Terhadap Performa Ekonomi Makro dan Sektoral Indonesia: Aplikasi Global Trade Analysis Project (GTAP).. 41

ii IV. GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 53 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three... 53 4.2. Aliran Perdagangan Indonesia Ke Pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea (ASEAN Plus Three).. 55 4.2.1. Perkembangan Ekspor Indonesia Ke Pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea (ASEAN Plus Three) 55 4.2.2. Perkembangan Impor Indonesia Dari Pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea (Juta US$)... 59 V. ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE... 63 5.1. Aliran Perdagangan dan Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three... 63 5.1.1. Aliran Perdagangan Antar Negara ASEAN Plus Three... 63 5.1.2. Kondisi Tarif Antar Negara ASEAN Plus Three... 70 5.2. Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia di Pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea... 72 5.2.1. Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) 72 5.2.2. Analisis Export Product Dynamics (EPD)... 74 5.2.3. Analisis Intra Industry Trade (IIT)... 77 5.3. Kemampuan Industri dalam Menghadapi Persaingan Global. 78 VI. FREE TRADE AREA DALAM SKEMA ASEAN Plus Three.. 81 6.1. Dampak FTA (Free Trade Area) ASEAN Plus Three terhadap Ekonomi Makro Indonesia... 81 6.2. Dampak Free Trade Area ASEAN Plus Three terhadap Ekonomi Sektoral....... 88 VII. KESIMPULAN DAN SARAN..... 97 7.1. Kesimpulan... 97 7.2 Saran... 98 DAFTAR PUSTAKA... 101 LAMPIRAN... 105

iii DAFTAR TABEL No Halaman 1.1. Perkembangan Indikator Makroekonomi Beberapa Anggota ASEAN Plus Three Tahun 2007-2009 (dalam persen)... 6 1.2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina, Rep. Korea dan Jepang Periode 2005-2009 (Juta Dolar) 7 1.3. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina (Ribu dolar)... 8 2.1. Klasifikasi dari nilai IIT (Austria, 2004)... 35 3.1. Matriks Posisi Dayasaing. 39 4.1. Perbandingan Nilai Ekspor Indonesia ke ASEAN Plus Three dan Dunia (Juta US$)... 55 4.2. Ekspor 10 (Sepuluh) Sektor Terbesar Indonesia ke Pasar ASEAN Plus Three (Juta US$)... 57 4.3. Pangsa Ekspor Terbesar Sektor Indonesia Ke Pasar ASEAN Plus Three (Persen)... 58 4.4. Perbandingan Nilai Impor Indonesia Dari ASEAN Plus Three dan Dunia (jutaus$)... 59 4.5. Impor 10 (Sepuluh) Sektor Terbesar Indonesia Dari Pasar ASEAN Plus Three (US$ Juta)... 60 4.6. Pangsa Impor Sektor Terbesar Indonesia Dari Pasar ASEAN Plus Three (Persen)... 61 5.1. Aliran Ekspor Antar Negara ASEAN Plus Three (Juta dolar)... 64 5.2. Aliran Impor Antar Negara ASEAN Plus Three (Juta dolar)... 65 5.3. Ekspor Indonesia ke Negara-negara ASEAN Plus Three (Juta dolar)... 67 5.4. Impor Indonesia Dari Negara-negara ASEAN Plus Three (Juta U$)... 69 5.5. Tarif Impor Antar Negara ASEAN Plus Three (Persen)... 71 5.6. Nilai RCA (Revalead Comparatif Advantage) Beberapa Komoditi Indonesia Tahun 2005-2009... 74 5.7. Analisis Export Product Dynamics (EPD) Beberapa Komoditi Indonesia Di Pasar ASEAN Plus Three Tahun 2005-2009... 76 5.8. Nilai IIT (Intra-Industry Trade) Beberapa Komoditi Indonesia Ke Pasar ASEAN Plus Three... 78 6.1. Neraca Perdagangan Sebelum dan Setelah ASEAN Plus Three FTA... 84 6.2. Dampak FTA dalam Skema ASEAN Plus Three terhadap Peubah Ekonomi Makro... 87 6.2. Dampak Free Trade Area dalam Skema ASEAN, China, Jepang dan Rep. Korea terhadap Ekspor, Impor, Output dan Harga Domestik Indonesia (perubahan persentase)... 92

iv Halaman ini sengaja dikosongkan

v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 2.1. Trade Creation. 16 2.2. Trade Diversion 18 2.3. Kurva Perdagangan Internasional... 23 2.4. Proses Terjadinya Perdagangan Antara Dua Negara... 27 2.5. Dampak Tarif Pada Model Keseimbangan Umum untuk Kasus Negara Kecil. 30 2.6. Dampak Tarif Pada Model Keseimbangan Umum untuk Kasus Negara Besar... 32 2.7. Kerangka Pemikiran Penelitian 36 3.1. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada Export Product Dynamics (EPD).... 39 3.2. Pemanfaatan GTAP dengan Alat RunGTAP dan Penyelesaiannya... 43 3.3. Struktur Produksi Model GTAP... 48 3.4. Struktur Konsumsi dalam Model GTAP.. 49 3.5. Struktur Impor Model GTAP... 50

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi di berbagai kawasan, khususnya integrasi dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ekonomi ini penting dilakukan bagi masing-masing kawasan untuk bisa bersaing dengan kawasan lainnya dalam menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia. Salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah dengan membentuk kawasan perdagangan bebas atau FTA (Free Trade Area). Dengan dibentuknya FTA maka suatu negara akan memberikan perlakuan khusus kepada negara mitra dagangnya dan mendiskriminasi negara mitra dagang yang lain. FTA dapat berupa penetapan tarif dan non tarif yang lebih rendah bahkan tidak ada sama sekali. Dalam FTA plus, akses pasar yang lebih baik juga dikombinasikan dengan berbagai kerjasama dan kemudahan lainnya, seperti perlakuan pajak yang lebih longgar. Dengan adanya FTA diharapkan dapat meningkatkan volume perdagangan diantara kawasan tersebut sehingga masyarakatnya akan mencapai tingkat kepuasan yang paling optimal. Pada akhirnya akan mendorong tercapainya tingkat kesejahteraan yang merata diantara negara anggota. Perekonomian dunia yang semakin berkembang akan membuka hubungan perdagangan antar negara yang kian pesat, ditandai dengan semakin cepatnya aliran barang dan jasa antar negara. Menurut pendapat sebagian ahli ekonomi, perdagangan antar negara sebaiknya dibiarkan secara bebas dengan seminimal mungkin pengenaan tarif dan hambatan lainnya. Hal ini didasari argumen bahwa liberalisasi perdagangan akan memberikan manfaat bagi negara-negara yang terlibat perdagangan dan bagi dunia serta meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan tidak ada perdagangan. Demikian pula menurut Hadi (2003) selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar negara perdagangan bebas juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan dunia dan meningkatkan efisiensi ekonomi. Sementara Stephenson (1994) mengidentifikasikan bahwa liberalisasi perdagangan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan

2 meningkatkan akses pasar ke negara lain. Dengan demikian suatu negara akan berusaha membuka dirinya terhadap perdagangan dengan negara lainnya. Alasan diselenggarakannya liberalisasi perdagangan dalam jangka panjang yakni: Pertama, untuk membuka kesempatan bagi pengembangan industri. Hal ini dimungkinkan karena integrasi merupakan mekanisme yang mendorong pembagian tenaga kerja intra kelompok secara rasional. Sebaliknya, tanpa adanya integrasi: (1). masing-masing hanya akan menerima manfaat terbatas bila pembagian kerja terjadi pada masing-masing negara, (2). Masing-masing negara mungkin tidak akan dapat menyediakan pasar yang cukup besar untuk memberi kesempatan pada industri-industri untuk menurunkan biaya produksi melalui pengembangan skala ekonomi. Tanpa integrasi maka industri yang sama mungkin akan dibangun di dua atau lebih negara yang berdekatan. Masing-masing industri akan beroperasi di bawah kapasitas optimal dan dengan demikian akan dilindungi dari barang-barang impor dari negara lain dengan tarif yang tinggi atau hambatan non tarif. Duplikasi seperti ini bukan hanya pemborosan sumberdaya yang langka, tetapi juga konsumen dipaksa membayar harga yang lebih tinggi untuk barang yang sama dibanding bila pasar bagi barang tersebut cukup besar untuk menghasilkan produksi dengan volume tinggi, biaya murah yang dibangun di satu tempat. Industrialisasi melalui substitusi impor biasanya hanya akan merupakan pembangunan industrialisasi yang tidak efisien dan berbiaya tinggi. Kedua, dengan menghilangkan hambatan (barrier) perdagangan antar negara anggota, maka koordinasi perencanaan industri sangat mungkin diciptakan, terutama berdasar skala ekonominya. Perencanaan pengembangan industri yang terkoordinasi memungkinkan negara anggota mempercepat pertumbuhan industri dengan menempatkan industri di negara-negara yang berbeda sehingga membawa negara mitra (partner) ke dalam haluan ekonomi yang kian dekat, bahkan akhirnya kesatuan politik. Bagi Indonesia, liberalisasi perdagangan pada dasarnya adalah suatu bagian dari kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia yang merupakan keputusan politik ekonomi. Diawali sejak adanya keinginan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas di ASEAN atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) pada tahun 90 an (Departemen Perdagangan RI, 2010). Kesepakatan AFTA

3 adalah kerangka ekonomi utama di ASEAN. AFTA diterapkan melalui Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang mencanangkan semua tarif bakal dihapus sebelum tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan sebelum tahun 2015 Kambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam (Departemen Perdagangan RI, 2010) Selain AFTA, Indonesia yang tergabung dalam ASEAN juga terlibat dalam beberapa kesepakatan perdagangan bebas lainnya. Diantaranya: a. ASEAN-Cina (ACFTA, ditandatangi pada 29 November 2004), merupakan kesepakatan antara negara anggota ASEAN dengan Cina untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina. b. ASEAN-Rep. Korea (AKFTA, ditandatangi pada 26 Agustus 2006), merupakan kesepakatan antara negara anggota ASEAN dengan Rep. Korea untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Rep. Korea. c. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP, ditandatangi pada 1 Maret 2008), merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Jepang. Hal ini untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para anggotanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Jepang. d. ASEAN-India Regional Trade and Investment Area ditandatangi pada 13 Agustus 2009. Tingkat liberalisasi perdagangan barang dalam AIFTA tidak setinggi liberalisasi perdagangan barang yang dicapai antara ASEAN dengan

4 mitra FTA lainnya. Namun kedua pihak sepakat untuk meningkatkan komitmen liberalisasi melalui proses review setelah perjanjian diimplementasikan e. ASEAN-Australia and New Zealand FTA (penandatangannya pada 27 Februari 2009), merupakan FTA regional yang bersifat komprehensif yang menggunakan pola single undertaking. AANZ-FTA perlu dilihat sebagai sebuah paket komprehensif yang menawarkan tidak saja tantangan di sektor tertentu, tetapi juga manfaatnya secara lintas sektoral dan peluang kerjasama bilateral yang dirintis selama perundingan yang mencakup sektor-sektor yang sensitif bagi Indonesia. f. ASEAN-European Union FTA, yang telah ditandatangani pada November 2007, namun dihentikan sementara sejak awal 2009, karena kesulitan EU untuk melanjutkan perundingan dengan seluruh anggota ASEAN Lebih jauh lagi, gagasan pembentukan FTA yang lebih luas telah disepakati, yaitu ASEAN Plus Three FTA atau East Asia Free Trade Area (EAFTA). FTA ini melibatkan negara anggota ASEAN dan tiga negara besar di kawasan Asia Timur, yakni Cina, Rep. Korea dan Jepang. ASEAN Plus Three telah sepakat untuk menciptakan perdagangan bebas di kawasan tersebut. Pada dasarnya ASEAN Plus Three FTA adalah salah satu rangkaian kerjasama antara negara anggota ASEAN dan 3 (tiga) negara Asia Timur. Kerjasama ini berfokus pada pilar kerjasama ekonomi dan keuangan yang meliputi perdagangan dan investasi, kerjasama keuangan, kesesuaian standar, HKI, transportasi, pariwisata, pangan, pertanian, perikanan dan kehutanan, sumberdaya mineral, UKM, komunikasi dan informasi, serta kerjasama pembangunan. Pembentukan ASEAN Plus Three FTA adalah salah satu dari sembilan langkah jangka panjang yang diusulkan oleh kelompok studi Asia Timur (EASG) pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Plus Three November 2002. Selanjutnya pada KTT ASEAN Plus Three pada tanggal 29 November 2004, para pemimpin meminta Menteri ekonomi ASEAN Plus Three untuk merumuskan sebuah kelompok ahli pada setiap negara untuk mempelajari kelayakan ASEAN Plus Three FTA. Pertemuan konsultasi ke-11 Menteri Ekonomi ASEAN Plus

5 Three pada tanggal 15 Agustus 2009 mencatat laporan akhir ASEAN Plus Three yang salah satu isinya adalah rekomendasi dari para ahli dari 10 negara ASEAN dan Cina, Jepang dan Rep. Korea mengenai prospek dari pembentukan kawasan pedagangan bebas Asia Timur. Rekomendasi utama dari kajian tersebut kepada Menteri ASEAN dan Kepala Negara ASEAN adalah: (i) ASEAN Plus Three merupakan proses integrasi kawasan yang sangat penting dan memiliki arti strategis; (ii) proses dilanjutkan dengan membentuk 2 kelompok kerja untuk Rule of Origin (RoO) dan klasifikasi tarif serta; (iii) paling lambat negosiasi FTA dimulai tahun 2012. Para Menteri sepakat agar hasil kajian ASEAN Plus Three dapat disampaikan kepada Kepala Negara/Pemerintahan (Departemen Perdagangan RI, 2010). Akhirnya dengan melewati berbagai proses studi dan konsultasi yang membutuhkan waktu lama, skema ASEAN Plus Three FTA ditandatangani pada bulan Oktober 2009 di Thailand. FTA ini akan menjadi kawasan FTA terbesar di seluruh dunia karena akan menyebabkan terjadinya integrasi perekonomian yang meliputi sekitar 2,5 milyar konsumen, yaitu sebanyak lebih dari 1,6 milyar dari Asia Timur dan lebih dari 700 juta dari ASEAN (ASEANSEC, 2010). Implikasi bagi Indonesia dan negara lain yang terlibat adalah tentu saja harus menghadapi pasar bebas kawasan ASEAN dan Asia Timur dengan tingkat persaingan yang lebih ketat. ASEAN Plus Three FTA dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk maju berkembang mencapai kemakmuran bersama anggota ASEAN Plus Three lainnya. Di lain pihak, penerapan FTA ini juga bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik. Perkembangan beberapa indikator makro ekonomi selama beberapa tahun terakhir seperti yang terlihat pada Tabel 1.1, menunjukkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) bagi negara-negara yang lebih maju seperti Rep. Korea dan Jepang relatif rendah dengan tingkat inflasi yang lebih stabil. Sementara Cina jauh mengungguli negara ASEAN Plus Three lainnya dengan persentase neraca perdagangan terhadap PDB yang relatif besar. Indonesia memperlihatkan penurunan dalam persentase neraca perdagangan terhadap PDB bahkan mencapai angka negatif pada tahun 2009. Dari sekilas gambaran tersebut

6 maka diperkirakan Cina lebih siap dalam menghadapi persaingan pasar bebas di kawasan ASEAN dan Asia Timur. Tabel 1.1. Perkembangan Indikator Makroekonomi Beberapa Anggota ASEAN Plus Three Tahun 2007-2009 (persen) PDB Riil Harga Konsumen 1 Neraca Negara Perdagangan 2 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 Indonesia 6.3 6.1 5.5 6.2 9.8 8.8 2.5 0.1 0.1 ASEAN 5 6.3 5.5 4.9 4.4 9.6 7.2 5.1 2.7 2.1 Cina 11.9 9.7 9.3 4.8 6.4 4.3 11.3 9.5 9.2 Rep Korea 5.1 2.2 0.2 2.5 4.6 2.7 0.6-0.6 5.1 Jepang 2.1 0.7 0.5 0.3 1.6 0.9 4.8 4.0 3.7 Sumber : IMF, 2011 Keterangan: 1 Perkembangan harga konsumen dihitung berdasarkan nilai pertumbuhan rata-rata tahunan 2 Dinyatakan sebagai persentase dari PDB 1.2. Perumusan Masalah ASEAN Plus Three FTA akan menimbulkan implikasi bagi negara-negara yang terlibat termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, jika melihat perkembangan neraca perdagangan Indonesia dengan Cina, Rep. Korea dan Jepang selama 5 tahun terakhir seperti pada Tabel 1.2, terlihat bahwa Indonesia mengalami penurunan neraca perdagangan khususnya dengan Cina. Dengan tingkat tarif sebelum diberlakukannya skema ASEAN Plus Three neraca perdagangan Indonesia dengan Cina menunjukkan kecenderungan yang menurun, bahkan mulai tahun 2008 mencapai angka negatif. Hal ini menunjukkan bahwa dayasaing produk-produk Cina semakin unggul di pasar Indonesia. Terlebih setelah diberlakukannya skema ASEAN-Cina FTA (ACFTA). Neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2007. Namun kembali mengalami penurunan meski belum mencapai angka negatif. Penurunan tersebut dikhawatirkan akan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya terlebih setelah ASEAN Plus Three FTA diberlakukan. Sementara dengan Rep. Korea, neraca perdagangan Indonesia lebih cenderung stabil walaupun sempat turun pada tahun 2008 namun kemudian meningkat kembali pada tahun 2009.

7 Tabel 1.2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina, Rep. Korea dan Jepang Periode 2006-2010 (Juta Dolar) Negara Mitra Cina Rep. Korea Jepang Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Ekspor 8,343.6 9,675.5 11,636.5 11,499.3 15.692.6 Impor 6,636.9 8,557.9 15,247.2 14,002.2 20.424.2 Neraca 1,706.7 1,117.6-3,610.7-2,502.8-4.731.6 Ekspor 7,693.5 7,582.7 9,116.8 8,145.2 12.574.6 Impor 2,875.9 3,196.7 6,920.1 4,742.3 7.702.9 Neraca 4,817.7 4,386.0 2,196.8 3,402.9 4.871.6 Ekspor 21,732.1 23,632.8 27,743.9 18,574.7 25.781.8 Impor 5,515.8 6,526.7 15,128.0 9,843.7 16.965.8 Neraca 16,216.3 17,106.1 12,615.8 8,731.0 8.816.0 Sumber: Departemen Perdagangan RI, 2011 Sebelum pemberlakuan FTA dalam kerangka ASEAN Plus Three, ASEAN juga telah menyepakati berbagai FTA dalam kerangka ASEAN Plus One. Salah satu bentuk FTA dalam kerangka ASEAN Plus One yang sudah diberlakukan per tanggal 1 Januari 2010 adalah ACFTA (ASEAN China Free Trade Area). Dampak ACFTA merupakan isu yang banyak diperbincangkan karena telah menimbulkan berbagai implikasi bagi perekonomian semua negara yang terlibat. Bagi Indonesia, implikasi yang terlihat jelas adalah dengan semakin banyaknya produk Cina di pasar Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data neraca perdagangan Indonesia dengan Cina hingga tahun 2010 seperti yang terlihat pada Tabel 1.3. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sejak ACFTA resmi berlaku tahun 2010 menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap neraca perdagangan Indoensia dengan Cina. Dimana neraca perdagangan Indonesia tahun 2010 mengalami defisit hampir dua kali lipat dari tahun 2009. ACFTA menimbulkan pro dan kontra khususnya bagi Indonesia. Pihak yang menentang dengan kebijakan ini menilai bahwa akan terjadi peningkatan permintaan produk dari Cina yang secara langsung akan memperluas lapangan pekerjaan di Cina, di sisi lain industri-industri kecil Indonesia dikhawatirkan akan mulai berguguran yang pada akhirnya berpotensi mengurangi lapangan pekerjaan di Indonesia. Hal inilah yang menjadi keluhan para pelaku usaha Indonesia.

8 Berdasarkan informasi dari berbagai media, ACFTA dianggap oleh sebagian besar masyarakat, khususnya pengamat ekonomi industri domestik dan pelaku industri sebagai suatu ancaman bagi perkembangan industri skala kecil dan menengah di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa distribusi massal produk-produk asal Cina di banyak negara seringkali dianggap sebagai suatu ancaman terhadap produk-produk lokal. Padahal ACFTA tidak selalu memiliki pandangan yang negatif jika Indonesia dapat memanfaatkan peluang kerjasama FTA tersebut. Tabel 1.3. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina (Juta dolar) Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Total perdagangan 14.980,4 18.233.3 26.883,6 25.501,4 36.116,8 - Migas 4.011,8 3.612.1 4.148,6 3.090,1 2.347,9 - Non migas 10.968,6 14.621,3 22.735,1 22.411,4 33.768,9 Ekspor 8.343,5 9.675,5 11.636,5 11.499,3 15.692,6 - Migas 2.876,9 3.011,4 3.849,3 2.579,2 1.611,7 - Non migas 5.466,6 6.664,1 7.787,2 8.920,1 14.080,9 Impor 6.636,9 8.557,8 15.247,1 14.002,2 20.424,2 - Migas 1.134,9 600,6 299,2 510,8 736,2 - Non migas 5.501,9 7.957,2 14.947,9 13.491,4 19.688,1 Neraca perdagangan 1.706,7 1.117,6-3.610,6-2.502,8-4.731,6 - Migas 1.742,1 2.410,7 3.550,1 2.068,4 875,4 - Non migas -353,7-1.293,1-7.160,7-4.571,3-5.607,1 Sumber: Departemen Perdagangan RI, 2011 Meningkatnya produk Cina yang masuk ke Indonesia tidak lepas dari faktor kompetitif harga. Barang-barang impor dari Cina relatif lebih murah dibanding produk dari industri lokal. Ditambah dengan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih mencari barang murah (kurang memperhatikan asal atau nasionalisme dan komparasi kualitas), maka secara perlahan pasar produk lokal disaingi oleh produk Cina. Keadaan tersebut tentu saja menimbulkan kekhawatiran bagi Indonesia, mengingat kita akan segera menghadapi pasar bebas dengan tiga negara di Asia Timur dalam kerangka ASEAN Plus Three. Perdagangan antar negara di kawasan ini akan berlangsung sangat bebas, jauh lebih bebas dari AFTA. Di dalam AFTA, pemerintah masih dimungkinkan misalnya menerapkan bea masuk 1 sampai 5 persen atau juga mengeluarkan kebijakan khusus untuk melindungi industri atau

9 barang-barang produksi dalam negeri yang sangat sensitif. Sedangkan, dalam kerangka ASEAN Plus Three produk-produk Indonesia akan sepenuhnya bersaing dengan produk-produk negara lainnya. Dengan kualitas yang ada saat ini serta tingginya pajak dan pungutan sebagaimana banyak dikeluhkan pengusaha, niscaya akan sangat sulit bagi barang Indonesia untuk bisa bersaing. Vietnam dan Kamboja memiliki keunggulan dalam hal tenaga kerja yang lebih murah, sedangkan Singapura, Malaysia dan Thailand sangat bersaing dalam kualitas dan juga manajemen. Oleh sebab itu, FTA dalam kerangka ASEAN Plus Three diduga akan menimbulkan dampak yang lebih besar dari AFTA maupun ACFTA. Harus disadari bahwa keikutsertaan Indonesia ke dalam blok semacam ini tentunya merupakan keputusan politik pemerintah. Para pihak yang mendukung pembentukan FTA ini tentunya bukan hanya sekedar dukungan semata. Melainkan telah dikaji oleh tim ahli yang tentu sudah memikirkan segala aspek positif maupun negatifnya. Oleh karena itu, Indonesia sudah seharusnya memetik pelajaran berharga. Sudah saatnya pemerintah maupun para ahli kita mengkaji secara mendalam dan memikirkan masak-masak segala persoalan yang terkait dengannya. Berbagai studi serta persiapan maksimal perlu dilakukan agar kita bisa mengambil manfaat sebesar-besarnya. Tahapan-tahapan yang realistis perlu dipikirkan untuk menekan dampak negatif yang mungkin timbul. Di sisi pemerintah, perbaikan pelayanan birokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik atau bermutu, lebih cepat dan lebih murah (better, faster and cheaper) hendaknya bukan hanya slogan politis, tetapi juga demi efisiensi pelaku bisnis. Di sisi lain, pelaku usaha seharusnya juga terus melakukan perbaikan internal dengan arahan dan orientasi bisnis yang semakin jelas, sehingga pemerintah pun bisa mendukung dan bersama-sama menghadapi serangkaian tantangan yang dihadapi dalam rangka ASEAN Plus Three FTA. ASEAN Plus Three FTA dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk maju berkembang mencapai kemakmuran bersama anggota ASEAN Plus Three lainnya. Di lain pihak, proses integrasi juga bisa menjadi ancaman besar bagi ekonomi Indonesia bila pemerintah dan rakyat Indonesia tidak mempersiapkan diri dengan baik.

10 Berdasarkan uraian sebelumnya, maka masalah yang relevan untuk dirumuskan pada penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah kinerja perdagangan Indonesia dalam rangka menghadapi perdagangan bebas ASEAN Plus Three? 2. Bagaimanakah dampak perdagangan bebas ASEAN Plus Three terhadap performa ekonomi makro dan sektoral Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis kinerja perdagangan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN Plus Three. 2. Menganalisis dampak perdagangan bebas ASEAN Plus Three terhadap performa ekonomi makro dan sektoral Indonesia. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup pada penelitian ini antara lain: 1. Komoditi yang akan dibahas dalam penelitian ini mencakup 10 (sepuluh) komoditi yang memiliki nilai ekspor tertinggi ke pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep.Korea (ASEAN Plus Three) serta 10 (sepuluh) komoditi yang memiliki nilai impor tertinggi dari ASEAN Plus Three. 2. Performa ekspor Indonesia ke pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep.Korea dapat dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif, yaitu dengan melihat pertumbuhan ekspor selama 5 (lima) tahun terakhir dan dengan menggunakan alat analisis Revalead Comparatif Advantage (RCA) dan Intra Industry Trade (IIT). 3. Untuk menganalisis dampak dari dibukanya area perdagangan bebas ASEAN Plus Three terhadap performa ekonomi makro dan sektoral Indonesia digunakan data dan model GTAP (Global Trade Analysis Project). 4. Agregasi regional GTAP dan komoditi untuk ASEAN Plus Three FTA masing-masing adalah sebagai berikut:

11 a. Negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, Rest of ASEAN, Cina, Jepang, Rep. Korea, Rest of Asia dan Rest of the World. b. 10 (sepuluh) Komoditi yang memiliki nilai ekspor tertinggi ke pasar ASEAN, Cina, Jepang dan Rep.Korea serta 10 (sepuluh) komoditi yang memiliki nilai impor tertinggi dari ASEAN, Cina, Jepang dan Rep. Korea.

12 Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Liberalisasi Perdagangan Definisi mengenai liberalisasi perdagangan salah satunya dikemukakan oleh Madeley dan Solagral (2001) yang menyebutkan bahwa liberalisasi perdagangan adalah sebagai suatu proses pengurangan dan pada akhirnya penghapusan semua hambatan tarif dan non tarif antar negara sebagai mitra dagang. Liberalisasi perdagangan menjadi semakin menarik untuk dibahas karena menimbulkan pro dan kontra. Menurut kelompok yang mendukung liberalisasi, kebijakan ini akan memberikan dampak positif bagi setiap negara. Pemikiran ini didasarkan pada pandangan bahwa penghapusan hambatan perdagangan akan menyebabkan arus barang dan jasa menjadi semakin lancar. Pandangan ini kontras dengan pemahaman kelompok anti liberalisasi. Menurut kelompok ini, liberalisasi akan menghancurkan perekomomian negaranegara di dunia. Pengaruh negatif muncul karena barang impor yang semakin menguasai pasar domestik sehingga mematikan produksi dalam negeri atau menurunkan ekspor domestik terutama yang berdayasaing rendah. Turunnnya ekspor selanjutnya berdampak negatif pula terhadap produksi dalam negeri jika sebagian besar dari barang-barang yang dibuat dalam negeri untuk tujuan ekspor, atau karena kurangnya dana untuk membiayai proses produksi yang disebabkan oleh berkurangnya devisa dari hasil ekspor. Namun demikian, bila domestik memiliki dayasaing yang lebih tinggi, maka liberalisasi perdagangan dunia menciptakan peluang ekspor yang besar. 2.2. Free Trade Area (FTA): Pengertian dan Dampak Integrasi Ekonomi Regional Kegiatan ekonomi internasional memiliki kecenderungan untuk membentuk organisasi perdagangan multinasional. Organisasi ini dibentuk dari kumpulan negara berdekatan yang mempunyai kebijakan perdagangan bersama untuk menghadapi negara lain dalam bidang tarif dan akses pasar. Alasan umum pembentukan grup ini adalah menjamin pertumbuhan ekonomi dan bermanfaat

14 bagi Negara anggota. Contoh organisasi yang terkenal sekarang antara lain European Union (EU) dan North American Free Trade Agreement (NAFTA). Pengaruh keberadaan dan pertumbuhan organisasi multinasional ini secara tidak langsung bagi negara peserta adalah untuk menjaga persaingan secara global. Secara luas, pengelompokan regional dibentuk sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan integrasi ekonomi global. Organisasi ini terdiri dari berbagai bentuk, tergantung tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi yang berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001). Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua atau lebih negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan negara yang bukan anggota. FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tariff-barrier) maupun hambatan non tarif (non-tariff barier=ntb). FTA atau Free Trade Area adalah suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara anggotanya yang tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk. Dengan kata lain, internal tariff antara negara anggota menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki external tariff sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1993 serta ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) yang telah diberlakukan 1 Januari 2010. Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang, namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional, perdagangan internasional

15 seharusnya akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994). Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan dunia. Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya mampu mengurangi atau menghilangkan tarif antara anggota, tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota yang mempunyai tarif eksternal rendah. Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara negara Custom Union, maka dapat terbentuk Common Market. Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga kerja antar negara anggota. Monetary Union. Monetary Union berada pada level integrasi keempat dengan satu mata uang bersama antar negara. Contohnya Negara anggota European Union menggunakan mata uang. Tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal (Wild, Wild dan Han, 2000). Political Union. Political Union merupakan puncak dari proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang

16 berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British Empire. Namun ketika British bergabung dengan European Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang sama. Integrasi ekonomi regional (termasuk FTA) akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap perdagangan barang dan jasa dinegara-negara anggota FTA. Dampak positif dari integrasi ekonomi adalah (Wild, Wild dan Han, 2000): 2.2.1. Trade Creation Dengan analisis partial equilibrium, trade creation adalah penggantian dimana produk domestik suatu negara yang melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan FTA dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain. Jika seluruh sumber daya digunakan secara full employment dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan comparative advantage, masing-masing negara akan memperoleh dampak positif berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat karena memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah. Px Sx 4 3 2 1 G A J H N B C M V U Z W 10 20 50 70 Dx S 1 +T S 1 Qx Sumber: Salvatore, 1997 Gambar 2.1. Trade Creation Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang mendorong peningkatan impor dari negara

17 lain (rest of the world). Terjadinya trade creation dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1. (Salvatore, 1997). Dx dan Sx masing-masing merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I, sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II sebanyak 20 unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam negara II sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian negara I dan negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara II mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea masuk pada harga $1 (kurva S1). Produk domestik negara I turun menjadi 10 unit barang X atau CM dan total konsumsi naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan FTA, maka : Penerimaan bea masuk untuk negara II akan hilang, Konsumen domestik akan memperoleh transfer dari produsen domestik sebesar area AGJC yang merupakan kenaikan konsumen surplus, Manfaat lain yang diperoleh negara II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara dengan $15. 2.2.2. Konsensus yang Lebih Besar Keuntungan untuk mengelimainasi hambatan perdagangan lebih mudah dilakukan pada kelompok negara-negara yang lebih kecil. Contohnya seperti ASEAN dibandingkan dengan kelompok yang lebih besar seperti WTO. 2.2.3. Kerjasama Politik Secara politik terdapat keuntungan dari negara-negara yang berintegrasi. Salah satu keuntungan yang juga diutamakan adalah dapat memperjuangkan kepentingan bersama di forum perundingan yang lebih besar seperti WTO. Integrasi ekonomi juga memberikan dampak negatif terhadap anggotanya. Wild, Wild dan Han (2000) mengidentifikasi terdapat tiga dampak negatif yaitu trade diversion, pergeseran tenaga kerja, hilangnya kedaulatan nasional. 2.2.4. Trade Diversion Terjadinya pengalihan perdagangan dari negara yang tidak ikut serta dalam perjanjian perdagangan tapi lebih efisien ke negara yang ikut serta dalam

18 perjanjian walaupun kurang efisien. Gambar 2.2 menunjukkan terjadinya trade diversion pada negara yang melakukan integrasi ekonomi. Sebagai contoh, Dx dan Sx merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari negara I ($1) dan negara III ($1,5). Dengan mengenakan tarif bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau kurva S1+T. Kemudian negara II membentuk integrasi ekonomi regional dalam bentuk FTA dengan negara III. Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit barang X atau C B dari negara III yang bebas bea masuk pada harga $ 1,5 (kurva S3).Dengan pembentukan FTA maka : kesejahteraan / manfaat yang diperoleh negara II adalah sebesar segitiga C JJ + segitiga H HB, atau senilai $1,25 + $2,5 = $3,75 ; kesejahteraan / manfaat yang hilang dari negara II sebesar segiempat MNH J atau senilai $15 ; kesejahteraan / manfaat neto yang hilang adalah sebesar $15 - $3,75 = $11,25 (Lihat Gambar 2.2.). Px Sx H 3 E 2 G J H S 1 +T 1,5 G C J H B S 3 Sumber: Salvatore, 1997 Gambar 2.2. Trade Diversion 1 10 M N Z 20 50 60 Dx S 1 Qx 2.2.5. Pergeseran Tenaga Kerja Karena adanya kerjasama perdagangan maka produsen akan berproduksi ke negara yang lebih efisien. Sebagai contoh, untuk industri yang memerlukan