ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), cuaca dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

Global Warming. Kelompok 10

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

PENYESUAIAN SISTEM PENATAAN RUANG TERHADAP PERUBAHAN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

Kementerian PPN/Bappenas

Iklim Perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. 1 P. Nasoetion, Pemanasan Global dan Upaya-Upaya Sedehana Dalam Mengantisipasinya.

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

APA & BAGAIMANA PEMANASAN GLOBAL?

15B08063_Kelas C SYAMSUL WAHID S. GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sebagai implikasi pemanasan global, yang disebabkan. oleh kenaikan gas-gas rumah kaca terutama gas karbondioksida (

BAB I PENDAHULUAN. 1

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

4. Apakah pemanasan Global akan menyebabkan peningkatan terjadinya banjir, kekeringan, pertumbuhan hama secara cepat dan peristiwa alam atau cuaca yan

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

Bab 6: Beradaptasi dengan Iklim yang Berubah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB 13. KELUARGA DAN PERUBAHAN IKLIM. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

Makalah Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

I. INFORMASI METEOROLOGI

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

ANCAMAN & KERENTANAN PERUBAHAN IKLIM BIDANG PERIKANAN BUDIDAYA

Bab V Kajian Keberlanjutan Penerapan Sistem Silvofishery dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Di Desa Dabung

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

Transkripsi:

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) NURMAN SYAHBANA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENGATAKAN BAHWA SRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN MUARAGEMBONG KABUPATEN BEKASI PROVINSI JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Januari 2011 Nurman Syahbana iv

RINGKASAN NURMAN SYAHBANA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh Aceng Hidayat. Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Perubahan iklim telah berdampak negatif terhadap sektor perikanan dan kelautan. Perubahan iklim yang terjadi diduga akan berdampak pada perikanan budidaya atau tambak udang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah perubahan iklim menyebabkan perubahan produksi yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petambak udang khususnya di Kecamatan Muaragembong. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong, (2) mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong, dan (3) mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan petambak udang di Kecamatan Muaragembong terhadap perubahan iklim lokal. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Muaragembong merupakan daerah muara dari Sungai Citarum, pesisir pantai dan merupakan salah satu daerah yang banyak terdapat tambak udang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2010 untuk pengambilan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (petambak udang) melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Dinas Hidro dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, LIPI Oseanografi Jakarta, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta literatur-literatur yang relevan dalam penelitian. Perubahan tingkat kesejahteraan petambak udang dilihat dengan menggunakan analisis deskriptif mengenai kerugian, penurunan produktifitas dan volume produksi, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), analisis ecological footprint, dan analisis regresi linear berganda. Sedangkan untuk mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak dalam menghadapi perubahan iklim digunakan metode analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi perubahan iklim di daerah Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Fenomena perubahan iklim lokal yang terjadi adalah meningkatnya jumlah curah hujan, meningkatnya jumlah hari hujan, meningkatnya jumlah hari atau bulan kering ketika musim kemarau, meningkatnya suhu rata-rata, meningkatnya ketinggian banjir dan intensitas pasang, dan meningkatnya ketinggian dan intensitas banjir sungai di Kecamatan Muaragembong yang dirasakan oleh para petambak udang. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan gagal panen dan kerugian kepada para petambak udang. Perubahan iklim juga mengakibatkan terjadinya penurunan produktifitas tambak udang. Penurunan produktifitas yang terjadi akan ii

menyebabkan terjadinya penurunan terhadap volume produksi udang 25-50%. Selain itu, telah terjadi peningkatan total biaya dari para petambak untuk beradaptasi dengan perubahan iklim meningkat sebesar 201,01%. Berdasarkan perhitungan NTPU, dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan tingkat kesejahteraan para petambak udang di tahun 2010 akibat dari perubahan iklim. Rata-rata NTPU sebelumnya sebesar 1,74 pada tahun 1999 menjadi 1,16 pada tahun 2010 atau mengalami penurunan sebesar 33,58%. Namun, petambak masih dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari hidupnya (kebutuhan primer) dan mempungai potensi untuk mengkonsumsi kebutuhan sekunder serta menabung (saving) karena NTPU lebih besar dari satu. Berdasarkan hasil perhitungan analisis Ecological Footprint (EF), nilai footprintnya sebesar 0,0905, nilai biocapacity (BC) sebesar 4.379,14, dan daya dukung lingkungannya (CC) sebesar 48.378. Berdasarkan analisis linear berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 untuk menentukan fungsi produksi sebagai variabel tidak bebas (dependent) dan unsur iklim dan luas areal tambak sebagai variabel bebas (independent) didapatkan model produksi udang: Y = 13,291 + 0,081 X 1 + 0,257 X 2 0,333 X 3 0,822 X 4 dimana variabel X 1 (luas lahan tambak), X 2 (curah hujan rata-rata), X 3 (jumlah hari hujan), dan X 4 (suhu rata-rata). Model fungsi produksi udang tersebut memiliki R-square sebesar 0,649. Adanya dampak dari perubahan iklim menyebabkan para petambak udang untuk melakukan adaptasi. Sebagian besar petambak melakukan adaptasi dengan merubah waktu panen udang, membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir, dan menanam pohon di sekitar tambak. Kata Kunci: Perubahan iklim, tambak udang, petambak, dan kesejahteraan. iii

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) Nurman Syahbana H44062151 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul Skripsi : Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) Nama : Nurman Syahbana NIM : H44062151 Menyetujui, Pembimbing, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP: 19660717 199203 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP: 19660717 199203 1 003 Tanggal lulus: i

RIWAYAT HIDUP Nurman Syahbana dilahirkan di Depok pada tanggal 29 Maret 1988 dari pasangan Abdul Rachim Suroso dan Siti Sofiah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Bojong Gede, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 5 Bogor, dan kemudian lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Bogor pada tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan setahun kemudian masuk ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dengan minor manajemen fungsional. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai organisasi dalam kampus yaitu KOPMA IPB pada tahun 2006-2009, BEM FEM IPB sebagai staf departemen politik, kajian strategis, dan advokasi (Polkastrad) pada periode 2007-2008, Shariah Economic Student Club (SES-C) FEM IPB sebagai staf divisi sumberdaya insani, BEM KM IPB sebagai staf kebijakan daerah pada periode 2008-2010, BEM Se Bogor sebagai tim kajian Kabupaten Bogor pada periode 2008-2009, dan Entrepreneurship Centre (ENTER) FEM IPB periode 2009-2010. Selain itu penulis pun aktif dalam berbagai kepanitiaan. Prestasi penulis yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa IPB ialah finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) yang ke 23 yang diadakan di Universitas Mahasaraswati (UNMAS) Denpasar Bali. v

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi dengan judul Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong, mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang, dan mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang terhadap perubahan iklim lokal. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan perikanan budidaya tambak udang di Kecamatan Muaragembong pada umumnya serta dalam rangka mempersiapkan strategi adaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim yang terjadi agar tercapainya kesejahteraan para petambak secara berkelanjutan. Semoga skripsi ini dapat menjadi bahan referensi dan berguna bagi banyak pihak. Bogor, Januari 2011 Penulis vi

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih sayang-nya kepada penulis sehingga pada skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis yaitu Abdul Rachim Suroso dan Siti Sofiah, tante Sutarti B.A, kedua adik penulis (Qorry Fatahillah dan Ahmad Fajarullah), dan kakek Dr. Nurdin Ibrahim, M.Pd yang senantiasa tiada hentinya memberi dukungan, do a, dan bantuan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi. 3. Keluarga besar Bapak Ahdar Tuhuteru (Pak Ahdar dan istri, Daeng, dan Rifay), keluarga besar Bapak lurah Pantai Bahagia (Pak Romli dan istri, Bang Jafar, dan Mas Gunawan RT) yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian. 4. Pak Karim, Pak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si, Ibu Pini Wijayanti, S.P, M.Si, dan Pak Rizal Bachtiar, S.Pi, M.Si yang bersedia memberikan masukan terhadap penelitian. 5. Staf Dishidros TNI AL, staf LIPI Oseanografi, staf Kecamatan Muaragembong, staf Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, dan staf BPS Kabupaten Bekasi. 6. Teman-teman Gank Macho (Aditya Iqbal, Andi Aditya Atmaja, Rendra Juniarza Dinata, Aseb Hasan Irfandi, dan Nala) yang telah banyak vii

memberikan bantuan, saran, kritik, dan pengalaman yang begitu berarti bagi penulis. 7. Teman-teman seperjuangan (Osmaleli, Rosi Caesaria Hutabarat, dan Putri Damayanti) atas kerjasama dan dukungan serta do anya selama bimbingan dan penyusunan skripsi. 8. Teman-teman IWA BERGER Corp. (Adit, Jihan, Nanda, dan Widisya) yang senantiasa memberi motivasi dan berjuang bersama hingga PIMNAS XXIII di Denpasar Bali. 9. Teman-teman ESL 43 dan IPB 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan memberikan kenangan indah. 10. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha, dan karyawan/i Departemen ESL FEM IPB yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Bogor, Januari 2011 Penulis viii

DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Ringkasan... Halaman Pernyataan... Riwayat Hidup... Kata Pengantar... Ucapan Terima Kasih... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... I. Pendahuluan Halaman 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. Tinjauan Pustaka 2.1 Cuaca dan Iklim... 8 2.2 Perubahan Iklim dan Dampaknya... 9 2.2.1 Fenomena Pemanasan Global dan Perubahan Iklim... 10 2.2.2 Perubahan Iklim di Indonesia... 11 2.2.3 Dampak Perubahan Iklim... 12 2.3 Dampak Terhadap Perikanan Budidaya... 17 2.4 Pengertian Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim... 23 III. Kerangka Pemikiran... 25 IV. Metode Penelitian 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 28 4.2 Jenis dan Sumber Data... 28 4.3 Metode Pengambilan Contoh... 29 4.4 Metode dan Prosedur Analisis... 29 i ii iv v vi vii ix xii xiii xv ix

4.4.1 Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Usaha Tambak Udang di Kecamatan Muara Gembong.. 30 4.4.2 Analisis Regresi... 31 4.4.3 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang. 32 4.4.4 Analisis Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint 33 4.4.5 Analisis Persepsi dan Adaptasi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim... 35 V. Gambaran Umum Penelitian 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian... 37 5.2 Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Muaragembong... 40 5.3 Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Muaragembong... 41 5.4 Rencana Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Muaragembong... 41 5.5 Komoditas Udang... 42 5.6 Karakteristik Responden 5.6.1 Jenis Kelamin dan Usia... 43 5.6.2 Tingkat Pendidikan Terakhir... 44 5.6.3 Status Perkawinan dan Jumlah Tanggungan... 45 5.6.4 Luas dan Status Kepemilikan Tambak Udang... 46 5.6.5 Lama Pengalaman Bertambak Udang... 47 VI. Hasil dan Pembahasan 6.1 Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Lokal di Kecamatan Muaragembong 6.1.1 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan... 48 6.1.2 Suhu... 51 6.1.3 Ketinggian Pasang... 52 6.1.4 Kecepatan Angin... 53 6.1.5 Persepsi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim... 54 6.1.5.1 Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara... 54 6.1.5.2 Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan... 55 6.1.5.3 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan 56 6.1.5.4 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari atau Bulan Kering... 56 6.1.5.5 Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir Pasang... 57 6.1.5.6 Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir sungai... 58 6.2 Identifikasi dan Analisis Dampak dari Perubahan Iklim Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang di Kecamatan Muaragembong. 58 6.2.1 Penurunan Produktifitas Udang Dampak dari Perubahan Iklim. 59 x

6.2.2 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) di Kecamatan Muaragembong... 60 6.2.3 Analisis Ecological Footprint... 61 6.2.4 Analisis Regresi Berganda... 64 6.3 Strategi Adaptasi Petambak Udang terhadap Peubahan Iklim... 66 VII. Kesimpulan dan Saran 7.1 Kesimpulan... 68 7.2 Saran... 69 Daftar Pustaka... 71 Lampiran... 74 xi

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009... 4 2. Sektor-Sektor yang Akan Terkena Dampak Perubahan Iklim dan Upaya Adaptasi yang Dapat Dilakukan... 16 3. Matriks Perbedaan Antara Musim Kemarau dan Musim Hujan Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air dan Kondisi/Kualitas Udang.. 22 4. Metode Prosedur Penelitian... 30 5. Tabel Isian Analisis Footprint... 35 6. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2008... 39 7. Data Potensi Lahan Perikanan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2009... 40 8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2009... 41 9. Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) di Kecamatan Muaragembong 61 10. Hasil Perhitungan Analisis Ecological Footprint... 62 xii

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Proyeksi Dampak Perubahan Iklim Berdasarkan Hasil Studi dan Model... 15 2. Kerangka Pemikiran... 27 3. Peta Letak Kecamatan Muaragembong... 37 4. Jumlah Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000 2009... 43 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 44 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir 44 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan... 45 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Areal Tambak Udang yang Dikelola... 46 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Dalam Bertambak Udang... 47 10. Grafik Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000 2009... 48 11. Grafik Jumlah Curah Hujan Menurut Bulan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000 2009... 50 12. Suhu Rata-Rata di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009... 51 13. Ketinggian Rata-Rata Pasang Surut di Perairan Teluk Jakarta Tahun 2000-2009... 52 14. Grafik Kecepatan Angin Menurut Bulan di Perairan Teluk Jakarta Tahun 2000-2009... 53 15. Penilaian Responden Terhadap Perubahan Suhu di Kecamatan Muaragembong... 55 16. Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan di Kecamatan Muaragembong... 55 17. Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan di Kecamatan Muaragembong... 56 18. Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Kering atau Bulan Kering di Kecamatan Muaragembong... 57 19. Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir Pasang... 57 20. Persepsi Petambak Terhadap Penyebab Gagal Panen Akibat Perubahan Iklim... 58 xiii

21. Bentuk Adaptasi yang Dilakukan Responden Terhadap Perubahan Iklim... 67 xiv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian... 75 Lampiran 2. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS 16.0... 78 Lampiran 3. Data Produksi, Luas Lahan Tambak, Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Suhu Rata-Rata... 80 Lampiran 4. Perhitungan Nilai Tukar Petambak Udang Tahun 1999 dan 2010 81 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian... 83 xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim bumi telah menyebabkan perubahanperubahan terhadap sistem fisik dan biologis bumi kita. United Nations Development Program (2007), melaporkan bahwa pemanasan global dalam kurun waktu 2000-2004 telah menyebabkan sekitar 262 juta orang terkena bencana iklim (climate disaster), dan 8%-nya adalah penduduk di dunia ketiga. Pada dekade terakhir ini, 90% bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia terkait dengan perubahan iklim. Dampak perubahan iklim akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Namun yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat miskin. Pertama, sumber nafkah sebagian masyarakat miskin berada di sektor pertanian dan perikanan, sehingga sumber-sumber pendapatan mereka sangat di pengaruhi oleh iklim. Kedua, sanitasi yang buruk mengakibatkan banjir ketika curah hujan lebat, masyarakat akan terkena berbagai macam penyakit seperti malaria, diare, kolera, demam berdarah, dan lain-lain. Ketiga, iklim yang berubah-ubah sering menyebabkan terjadinya gagal panen yang pada akhirnya menyebabkan kekurangan pangan. Keempat, kekurangan persediaan air akibat pola hujan yang berubah-ubah (Moediarta dan Stalker, 2007). Selain itu, perubahan iklim juga berdampak negatif pada kehidupan di daerah pesisir pantai. Intergovernmental Panel on Climate Change (1990) dalam 1

makalah Dekimpraswil (2002), mengemukakan kenaikan permukaan air laut Indonesia sebesar 30-60 cm. Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan hilangnya lahanlahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, kerusakan mangrove, dan penurunan produktivitas lahan perikanan budidaya. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya (aquaculture) pun akan terancam dengan sendirinya. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan. Perubahan iklim juga menyebabkan gelombang pasang dan banjir yang sering terjadi, hujan lebat, badai, kekeringan yang silih berganti, sulitnya ketersediaan air bersih, dan penyebaran berbagai penyakit. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau tidak kurang dari 17.500 serta memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah seperti perikanan, terumbu karang, udang, cumicumi, kerang, lobster, dan berbagai sumberdaya laut lainnya. Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pesisir merupakan kawasan strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga berpotensi menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan nasional. Penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir cukup besar, sebagai contoh 65% penduduk Jawa mendiami daerah pesisir (Dekimpraswil, 2002). Kondisi tersebut menyebabkan negara kita sangat rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Perubahan iklim telah mengubah 2

pola presipitasi dan evaporasi sehingga berpotensi menimbulkan banjir di beberapa lokasi. Hal ini sangat mengancam berbagai bidang mata pencaharian di tanah air terutama pada sektor perikanan. Perubahan iklim jelas mengganggu aktivitas warga pesisir secara ekonomi, pendidikan, dan sosial. Salah satu potensi perikanan yang dimiliki Indonesia adalah perikanan budidaya tambak udang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Udang merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor perikanan Indonesia. Udang selalu menjadi komoditas perdagangan terpenting dilihat dari aspek nilainya yang mencapai 45,6% dari keseluruhan nilai perdagangan (ekspor) komoditas perikanan Indonesia. Komoditas udang didapatkan melalui penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan di laut ataupun melalui penangkapan atau pemanenan yang dilakukan oleh para petani tambak (budidaya). Produksi udang terutama dihasilkan dari budidaya sebesar 56,81% dan dari penangkapan di laut sebesar 40,85% (Anwar, 2009). Kecamatan Muaragembong merupakan salah satu daerah pesisir pantai Teluk Jakarta dan hilir Sungai Citarum. Muaragembong adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bekasi sebagai sentra produksi perikanan laut dan darat (budidaya) di pesisir Teluk Jakarta. Sebagian besar daerahnya berada di kawasan pesisir pantai dan 76,67% penggunaan lahannya untuk tambak sehingga masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian utama sebagai petambak udang. Selama periode 2000 2009 luas areal tambak mengalami peningkatan sebesar 1.764 ha. Pada tahun 2000 luas areal tambak sebesar 8.977 ha dan pada tahun 2009 luas areal tambak sebesar 10.741 ha. Namun, penambahan total 3

produksi udang hanya sebesar 207,9 ton dari tahun 2000 sebesar 1569,1 ton menjadi 1.777 ton pada tahun 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009 Tahun Luas (ha) Produksi (ton) 2000 8.977 1.569,1 2001 8.977 1.929 2002 10.199 1.898,6 2003 10.204 1.915,8 2004 10.231 1.956,1 2005 10.233 864,8 2006 10.736 1.145,9 2007 10.743 1.620,6 2008 10.741 1.717,25 2009 10.741 1.777 Sumber: BPS dan Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kab. Bekasi, 2010 Perubahan iklim yang terjadi pada saat ini mempengaruhi kualitas lingkungan diduga berdampak terhadap produktifitas dan volume produksi udang di Kecamatan Muaragembong. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah perubahan iklim menyebabkan perubahan produksi yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petambak udang khususnya di Kecamatan Muaragembong. 1.2 Perumusan Masalah Perikanan merupakan salah satu sektor yang terkena dampak dari perubahan iklim. Kecamatan Muaragembong merupakan salah satu wilayah perikanan budidaya tambak terluas di Kabupaten Bekasi yakni sebesar 10.741 ha. Muaragembong merupakan salah satu wilayah pesisir Teluk Jakarta yang menjadi sentral perikanan budidaya tambak khususnya tambak udang di Kabupaten Bekasi. 4

Perubahan iklim global yang terjadi akibat meningkatnya gas rumah kaca dalam skala lokal memicu timbulnya fenomena perubahan iklim lokal. Perubahan iklim lokal yang terjadi diduga akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan menimbulkan dampak terhadap perikanan budidaya tambak udang. Perubahan iklim lokal yang terjadi diindikasikan oleh adanya perubahan suhu yang semakin meningkat, curah hujan yang meningkat, jumlah hari hujan yang meningkat, dan peningkatan permukaan air laut. Tingkat suhu yang tinggi dapat meningkatkan salinitas dan tingkat keasaman (PH) air tambak. Curah hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi dapat menurunkan tingkat salinitas air, tingkat kecerahan (air menjadi lebih keruh), tingkat keasaman (PH) yang rendah, dan fluktuasi suhu di tambak yang akan berakibat pada menurunnya daya tahan tubuh dari udang dan menimbulkan penyakit. Selain itu, jika curah hujan, jumlah hari hujan, dan pasang yang tinggi terjadi secara bersamaan bisa mengakibatkan banjir pada daerah tambak. Terbatasnya informasi yang diperoleh oleh para petambak mengenai adanya fenomena perubahan iklim lokal yang berpengaruh pada aktifitas usaha budidaya tambak udang dalam merespon dampak dari perubahan iklim yang terjadi sehingga menyebabkan kerugian bagi para petambak. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya produktifitas dan volume produksi tambak udang yang akan berimplikasi menurunnya pendapatan petambak. Oleh karena itu, diperlukan analisis mengenai dampak dari perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang. Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 5

1. Bagaimana fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong? 2. Bagaimana dampak dari perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong? 3. Bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan petambak udang di Kecamatan Muaragembong akibat perubahan iklim? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong. 3. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan petambak udang di Kecamatan Muaragembong terhadap perubahan iklim lokal. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti diharapkan ini dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah dalam membuat kebijakan dalam menanggulangi dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim terhadap sektor perikanan tambak khususnya tambak udang di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya. 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Muaragembong hanya mengidentifikasi fenomena gejala-gejala perubahan iklim lokal, mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari perubahan iklim yang dirasakan oleh petambak udang, dan mengidentifikasi strategi adaptasi petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Identifikasi fenomena perubahan iklim lokal dilihat dari data jumlah curah hujan, jumlah curah hujan, suhu rata-rata, ketinggian pasang surut air laut, kecepatan angin, dan persepsi dari petambak. Dampak perubahan iklim terhadap kesejahteraan petambak dilihat dengan melakukan analisis deskriptif penurunan produktifitas, kenaikan biaya adaptasi, nilai tukar petambak udang, dan analisis ecological footprint. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cuaca dan Iklim Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), cuaca dan iklim adalah proses interaktif alami (kimia, biologis, dan fisis) di alam, khususnya di atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya sumber energi, yaitu matahari dan gerakan rotasi bumi pada poros (kurang dari 24 jam) serta revolusi bumi mengelilingi matahari. Dalam peristiwa ini, pendekatan fisis lebih dominan daripada kimia dan biologis. Cuaca sebagai kondisi udara sesaat dan iklim sebagai kondisi udara rata-rata dalam kurun waktu tertentu yang merupakan hasil interaksi proses fisis. Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Menurut Sutjahjo dan Susanta (2007), cuaca adalah rata-rata kondisi atmosfer di suatu tempat tertentu dengan waktu yang relatif singkat. Iklim adalah keadaaan rata-rata cuaca dari suatu wilayah yang luas dan diperhitungkan dalam jangka waktu yang lama. Cuaca dan iklim mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1. Temperatur atau suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara disuatu tempat pada waktu tertentu. 2. Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air yang terdapat di udara. 8

3. Curah hujan adalah titik-titik air hasil pengembunan uap air di udara yang jatuh ke bumi. 4. Angin adalah udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan udara maksimum ke daerah yang bertekanan udara minimum. 5. Tekanan udara adalah udara yang mempunyai massa atau tenaga yang menekan bumi. 6. Penyinaran matahari adalah penerimaan energi matahari oleh permukaan bumi dalam bentuk sinar-sinar gelombang pendek yang menerobos atmosfer. Banyak atau sedikitnya panas dari sinar matahari yang sampai ke bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a). Besarnya sudut datang sinar matahari. b). Lama penyinaran matahari. c). Jenis tanah atau benda yang disinari oleh matahari. d). Keadaan awan pada waktu penyinaran. 2.2 Perubahan Iklim dan Dampaknya Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Hardjawinata (1997), perubahan iklim (climate change) adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi. Proses perubahan iklim ditentukan oleh proses eksternal maupun internal dan kegiatan manusia. Proses eksternal tercakup antara lain variasi aktivitas matahari, variasi rotasi bumi, variasi dan proses kegiatan bumi. Dalam proses internal dapat bersifat global, regional maupun 9

lokal, yang kemudian lebih dikenal sebagai elemen iklim, yaitu suhu udara, kelembapan udara, curah hujan, angin, radiasi matahari, dan penguapan. Sedangkan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah daya kehidupan, pembukaan dan pemakaian lahan, polusi, dan sebagainya. 2.2.1 Fenomena Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Dekimpraswil) (2002), pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrooksida (N 2 O), dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5 4 0 C pada akhir abad 21. Iklim bumi dipengaruhi oleh suhu global rata-rata dan peka terhadap perubahan suhu. Suhu bumi ditentukan oleh keseimbangan antara energi yang datang dari matahari dan energi yang diemisikan dari permukaan bumi ke luar angkasa. Radiasi inframerah dari permukaan bumi sebagian diserap oleh beberapa gas rumah kaca (khususnya CO 2 dan uap air) diatmosfer dan sebagian diemisikan ke permukaan untuk memanasi permukaan bumi dan atmosfer bawah. Menurut Lembaga Penelitian Antariksa Nasional (2002), gas rumah kaca (GRK) merupakan gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan dalam menyerap gelombang radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah penyebab pemanasan global. Tanpa GRK suhu bumi akan lebih dingin 33 0 C dibandingkan pada kondisi 10

sekarang. Akumulasi konsentrasi GRK yang cepat di atmosfer dapat mengakibatkan penyimpangan iklim. Menurut Koesmaryono (1999), perubahan iklim dan pemanasan global diduga akan meningkatkan kekerapan dan intensitas peristiwa El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Peristiwa ini sering dikaitkan dengan penghangatan atau pendinginan suhu muka laut yang menyimpang dari normal yang berakibat pada cuaca atau sering disebut dengan El-Nino dan La-Nina. Kejadian kekeringan akibat El-Nino telah menyebabkan meningkatnya luas daerah tanam yang terkena kekeringan sampai 8-10 kali lipat dan sebaliknya La-Nina menyebabkan meningkatnya luas tanaman yang terkena banjir sempai 4-5 kali lipat dari kondisi normal. Studi yang dilakukan Ratag et al. (1998) dalam laporan akhir Kementerian Lingkungan Hidup (2001), menunjukkan bahwa apabila konsentrasi CO 2 meningkat dua kali lipat dari konsentrasi CO 2 saat ini, maka diperkirakan konsentrasi kejadian ENSO yang saat ini terjadi sekali dalam 3-7 tahun akan meningkat menjadi 2-5 tahun. Dengan demikian, perubahan iklim akan mengarah pada terjadinya penurunan atau peningkatan curah hujan yang berlebihan pada suatu lokasi tertentu. 2.2.2 Perubahan Iklim di Indonesia Kenaikan atau peningkatan GRK berpengaruh dalam kenaikan suhu di lintang sedang atau tinggi. Indonesia menurut Boer et al. (2003), berdasarkan data hujan historis yang dibagi dua periode, yaitu tahun 1931-1960 dan 1961-1990, diperoleh kecenderungan bahwa curah hujan dimusim penghujan wilayah selatan Indonesia dan sebagian kawasan Indonesia Timur akan semakin basah dan musim 11

kemarau akan semakin kering. Sedangkan pada Indonesia bagian utara, curah musim penghujan akan semakin berkurang dan musim kemarau akan semakin bertambah. Dengan demikian, sebenarnya Indonesia sudah mengalami perubahan iklim. Menurut Tjahyono (1997) dalam laporan akhir Kementerian Lingkungan Hidup (2001), menyebutkan bahwa pengaruh El-Nino kuat pada daerah yang dipengaruhi oleh sistem monsoon, lemah pada daerah sistem equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan sistem lokal. Menurut Koesmaryono (1999), gejala kebalikan dari El-Nino adalah La-Nina, yaitu mendinginnya permukaan laut Pasifik Timur sehingga pusat konvergensi udara pasifik tropis akan berada di wilayah Indonesia dimana udara panas cenderung membentuk awan dan hujan serta memungkinkan terjadinya banjir. Frekuensi kejadian La-Nina dalam kurun waktu 100 tahun terakhir sekitar separuh jumlah kejadian El-Nino dan 16 kali peristiwa La-Nina, sekitar 87% terjadi berdampingan dengan El-Nino, serta umumnya La-Nina mendahului El-Nino. 2.2.3 Dampak Perubahan Iklim Menurut Sutjahjo dan Susanta (2007), efek pemanasan global yang akan terjadi di daerah tropis adalah kelembaban yang tinggi yang akan berdampak antara lain sebagai berikut: a). Curah hujan akan meningkat. Kondisi saat ini, curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1% dalam seratus tahun terakhir. Hal ini dikarenakan untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan akan mengakibatkan kenaikan curah hujan sebesar 1%. b). Badai akan menjadi lebih sering terjadi. 12

c). Air tanah akan lebih cepat menguap. d). Beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. e). Angin akan bertiup lebih kencang dengan pola yang berbeda-beda. f). Terjadinya badai topan akan menjadi lebih besar. g). Beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. h). Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim. Pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim akan berpengaruh kepada sektor pertanian dan perikanan Indonesia antara lain menurunkan produktivitas pertanian dan perikanan khususnya pada wilayah pantai akibat naiknya temperatur bumi; terjadinya iklim ekstrim yang meningkat sehingga sektor pertanian dan perikanan akan kehilangan produksi akibat bencana kering dan banjir yang silih berganti; kerawanan pangan akan meningkat di wilayah yang rawan bencana kering dan banjir; dan tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan hama dan penyakit yang lebih beragam dan lebih hebat. Menurut Handoko et al (2008), konsekuensi perubahan iklim bagi Indonesia adalah: 1. Perubahan Musim dan Curah Hujan Petani di Jawa dan Sumatera telah mengeluhkan kejadian cuaca yang tidak normal dalam beberapa tahun terakhir. Permulaan musim hujan bergeser 10-20 hari lebih lambat dan musim kering sekitar 10-60 hari lebih cepat. Daerah-daerah Indonesia yang berada di selatan garis khatulistiwa akan mengalami musim kering yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek namun lebih intensif. Selain itu cuaca menjadi lebih bervariasi dengan variabilitas curah hujan menjadi lebih tinggi. 13

2. Kondisi cuaca yang semakin ekstrem Indonesia akan mengalami potensi bencana kekeringan dan banjir yang lebih sering dengan magnitude yang lebih tinggi karena cuaca yang ekstrim. Curah hujan yang tinggi juga berpotensi mengakibatkan bencana longsor pada berbagai daerah di Indonesia. 3. Kenaikan tinggi muka air laut Peningkatan suhu global mengakibatkan pencairan salju dan gleicer di kutub utara dan selatan yang menyebabkan kenaikan tinggi muka laut antara 9 hingga 100 cm. Hal ini akan mempercepat erosi pantai, intrusi air laut ke dalam air tanah, merusak lahan-lahan basah di pantai dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. 2. Suhu Lautan yang menghangat Air laut yang menghangat dapat menurunkan perkembangan plankton dan membatasi pasokan nutrisi bagi ikan, sehingga ikan akan bermigrasi ke daerahdaerah yang lebih dingin dan memiliki cukup pakan. Air laut yang menghangat juga menyebabkan kerusakan koral (coral). 3. Suhu udara semakin meningkat Kondisi ini akan mengubah pola vegetasi serta distribusi serangga termasuk nyamuk, sehingga mampu bertahan pada daerah-daerah yang sebelumnya terlalu dingin. 14

Secara skematis, dampak-dampak perubahan iklim dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Dampak Positif: 1. Meningkatkan potensi hasil tanaman pada beberapa daerah lintang tengah akibat naiknya suhu. 2. Meningkatnya suplai kayu global dari hutan produksi. 3. Meningkatnya ketersediaan air untuk manusia pada daerah kurang air ~ misalnya sebagian wilayah Asia Tenggara. 4. Menurunnya tingkat kematian pada musim dingin di daerah lintang tinggi. 5. Menurunnya konsumsi energi untuk pemanasan karena naiknya suhu pada musim dingin. Dampak Perubahan Iklim Dampak negatif: 1. Menurunnya produksi potensial pertanian di daerah tropik dan sub tropik akibat naiknya suhu. 2. Menurunnya ketersediaan air khususnya pada daerah subtropik. 3. Meningkatnya jumlah manusia yang terekspose terhadap penyakit menular (seperti malaria dan kolera) dan kematian karena panas. 4. Meluasnya wilayah beresiko banjir di daerah permukiman akibat meningkatnya curah hujan dan naiknya muka air laut. 5. Meningkatnya konsumsi energi untuk AC atau terganggunya suplai energi dari pembangkit listrik tenaga air. Sumber: IPCC (2001) dalam Boer et al, 2003 Gambar 1. Proyeksi Dampak Perubahan Iklim Berdasarkan Hasil Studi dan Model Menurut UNDP (2007), sektor-sektor yang akan terkena dampak perubahan iklim dan upaya adaptasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut dalam Tabel 2. 15

Tabel 2. Sektor-Sektor yang Akan Terkena Dampak Perubahan Iklim dan Upaya Adaptasi yang Dapat Dilakukan Sektor Dampak Adaptasi Pengairan Ekosistem Darat Ekosistem Air Ekosistem Pantai Pertanian dan Kehutanan Hortikultura 1. Kendala suplai irigasi dan air minum, dan peningkatan salinitas. 2. Intrusi air asin ke daratan dan aquifer pantai. 1. Peningkatan salinitas di lahan pertanian dan aliran air. 2. Kepunahan keanekaragaman hayati. 3. Peningkatan resiko kebakaran. 4. Invasi gulma. 1. Salinisasi lahan sawah di wilayah pantai. 2. Perubahan ekosistem sungai dan sawah. 3. Eutropikasi. 1. Perusakan terumbu karang. 2. Limbah beracun. 1. Penurunan produktivitas, resiko banjir dan kekeringan, dan resiko kebakaran hutan. 2. Perubahan pada pasar global. 3. Peningkatan serangan hama dan penyakit. 4. Peningkatan produksi oleh peningkatan CO 2 diikuti dengan penurunan produksi oleh perubahan iklim. Dampak campuran dan tergantung spesies dan lokasi. 1. Perencanaan, pembagian air, dan komersialisasi. 2. Suplai air alternatif dan mundur. Perubahan praktek penggunaan lahan, pengelolaan pertamanan, pengelolaan lahan, dan perlindungan terhadap kebakaran. 1. Intervensi fisik. 2. Perubahan alokasi air. 3. Perubahan alokasi air dan mengurangi aliran masuk hara. Penyemaian terumbu karang. 1. Perubahan pengelolaan dan kebijakan, perlindungan terhadap kebakaran, dan peramalan musim. 2. Pemasaran, perencanaan, dan perdagangan karbon. 3. Pengendalian terpadu dan penyemprotan. 4. Merubah teknik usaha tani dan industri. Relokasi Perikanan Perubahan tangkapan. Monitoring dan pengelolaan Perumahan dan Industri Peningkatan dampak banjir, badai, dan kenaikan muka air laut. Pewilayahan dan perencanaan bencana. Kesehatan 1. Ekspansi dan perluasan vektor penyakit. 2. Peningkatan polusi fotokimia udara. Sumber: United Nations Development Program Indonesia, 2007 1. Karantina, eradikasi atau pengendalian penyakit. 2. Pengendalian emisi. 16

2.3 Dampak Terhadap Perikanan Budidaya Kegiatan perikanan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim karena lokasinya yang berada pada dataran rendah (low lying area). Untuk kegiatan budidaya, dampak utama berupa penggenangan kawasan budidaya, kehilangan aset ekonomi dan infrastruktur perikanan, meningkatnya erosi dan rusaknya lahan budidaya di wilayah pesisir serta keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil. Kerugian akan diderita oleh masyarakat pesisir, nelayan tangkap, dan pembudidaya dalam bentuk: a). Menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat erosi pantai, intrusi air laut, dan pencemaran. b). Berkurangnya produktifitas perikanan karena rusaknya ekosistem mangrove dan terumbu karang akibat kenaikan suhu permukaan air laut dan perubahan rezim air tanah. c). Kerusakan lahan budidaya perikanan akibat penggenangan oleh air laut maupun banjir yang disebabkan kenaikan muka air laut. d). Kerusakan rumah dan potensi kehilangan jiwa akibat kejadian ekstrim seperti badai tropis dan gelombang tinggi. Untuk menghitung kerugian secara ekonomis masih memerlukan kajian lebih detail terkait dengan nilai ekonomi sumberdaya, lahan produktif, kegiatan ekonomi, dan infrastruktur di wilayah pesisir. Sebagai gambaran umum, saat ini Indonesia telah memiliki ± 400.000 ha lahan budidaya tambak dan berbagai infrastruktur perikanan. Penggenangan lahan tersebut tentu saja akan mengganggu produksi terutama udang yang merupakan komoditas ekspor strategis. Selain itu, 17

dampak perubahan iklim juga akan memperburuk kondisi sosial ekonomi dari sekitar 8.000 desa pesisir dengan populasi sekitar 16.000.000 jiwa dengan indeks kemiskinan mencapai 32% (Dekimpraswil, 2002). Pada sektor pertambakan, perubahan iklim membuat udang menjadi lebih rentan dengan perubahan cuaca. Daya tahan udang menurun sehingga mudah terserang penyakit. Selain itu, perubahan cuaca dan suhu perairan dapat memicu stress pada udang. Menurut Muralidhar et al (2010), menyatakan bahwa curah hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi mengakibatkan terjadinya penurunan salinitas, fluktuasi tingkat keasaman (PH), dan mengurangi Dissolved Oxygen (DO) air tambak. Dampak yang akan ditimbulkan adalah daya tahan tubuh udang akan turun, molting, udang terkena penyakit, dan biaya produksi yang keluarkan menjadi besar. Suhu yang tinggi mengakibatkan salinitas meningkat, tingkat keasaman (PH) meningkat, dan kekeringan sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan udang rendah, periode budidaya meningkat, dan meningkatnya biaya produksi. Menurut Sutanto (2009) 1, peralihan dari musim hujan ke kemarau dan perubahan cuaca yang ekstrem menurunkan daya tahan udang sehingga di beberapa daerah mulai merebak penyakit virus pada udang. Di Jawa Timur, penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMVN) menyebar pada beberapa areal tambak di Banyuwangi, Situbondo, dan Malang. Adapun di Lampung terjadi serangan penyakit bintik putih atau White Spot Syndrome Virus (WSSV). Serangan virus telah menyebabkan produksi udang turun 30-40 persen. Gangguan penyakit 1. Harian Kompas Selasa 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak. Http://koralonline.com/artikel/12. Diakses tanggal 1 Oktober 2010. 18

pada udang memang setiap tahun terjadi. Biasanya terjadi pada periode Desember-Februari, yang dipicu oleh perubahan cuaca dan suhu perairan. Menurut Subiyakto (2009) 2, budidaya udang juga terpengaruh dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu, dampak perubahan iklim yang tercermin dari pergantian cuaca harian yang ekstrem, yakni panas dan hujan datang bergantian sehingga membuat suhu perairan di tambak berfluktuasi 28 0 31 0 C. Gejolak perubahan cuaca dan suhu perairan telah memicu stress pada udang dan melemahnya daya tahan tubuh benih udang (benur). Menurunnya daya tahan tubuh mengakibatkan udang lebih mudah terjangkit penyakit. Perubahan suhu perairan juga memacu meletupnya pertumbuhan plankton di perairan, hal ini dapat menggangu sirkulasi oksigen di tambak yang akhirnya berdampak pada udang. Selain udang dewasa, perubahan cuaca yang ekstrem juga berpengaruh pada benur. Angka kehidupan benur yang biasanya 75-80% kini turun menjadi sekitar 50%. Beberapa item yang perlu diwaspadai pada saat musim hujan terkait dengan teknis budidaya antara lain: 1. Tingkat kestabilan kualitas air tambak. Pada saat musim hujan, kualitas air tambak cenderung tidak stabil dan berfluktuasi serta pada kondisi ekstrim akan terjadi penurunan kualitas perairan secara drastis. Kualitas perairan erat sekali dengan aktivitas plankthon (phytoplankthon) dalam berfotosintesa untuk menghasilkan cholorophyl (zat hijau daun) yang sangat berguna dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan tersebut. Kegiatan fotosintesa oleh plankthon (phytoplankthon) tersebut sangat tergantung oleh 2. Harian Kompas Selasa 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak. Http://koralonline.com/artikel/12. Diakses tanggal 1 Oktober 2010. 19

adanya sinar matahari, sedangkan pada musim hujan intensitas sinar matahari di dalam perairan tambak relatif minim sehingga kualitas air tambak cenderung tidak stabil. Pada saat curah hujan sangat tinggi, bahkan sering dijumpai fenomena plankthon collaps, yaitu plankthon yang ada di dalam perairan tambak mengalami kematian secara massal. Pada kondisi kualitas air tambak tidak stabil, udang akan sangat mudah mengalami stress dan sangat rentan terhadap berbagai ancaman penyakit. 2. Sumber pemasukan air (inlet). Di Indonesia secara umum sumber pemasukan air (inlet) yang digunakan untuk sirkulasi air tambak adalah air yang diambil secara langsung dari laut atau sungai besar. Pada saat musim hujan sumber pemasukan air ini relatif keruh dan kotor karena erosi dan kotoran yang terbawa oleh aliran air laut atau sungai. Kondisi air seperti ini jika digunakan secara langsung dalam proses sirkulasi air tambak akan berpengaruh terhadap kualitas air yaitu adanya partikel-partikel di dalam perairan tambak. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan penyakit insang merah pada udang. 3. Program pemberian pakan. Pada saat musim hujan, program pemberian pakan (terutama yang terkait dengan pakan harian) biasanya terganggu baik itu frekuensi yang diberikan maupun tingkat rataan sebaran pakan dalam petakan. Kondisi seperti ini lebih terkait dengan sikap dan kedisiplinan dari petugas pemberi pakan, karena biasanya seseorang cenderung malas dan seenaknya dalam memberikan pakan dalam kondisi hujan. Perubahan frekuensi pakan dan sebaran pakan yang tidak merata secara tidak langsung 20

dapat mengakibatkan ukuran udang atau tingkat variasi udang akan beragam dan pada kondisi ekstrim dapat memperburuk kondisi udang. Menurut Marindro (2008), faktor musim memiliki pengaruh yang nyata terhadap proses budidaya udang terutama terkait dengan pengelolaan kualitas air tambak dan kondisi serta kualitas udang. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan yang masingmasing memiliki karakteristik yang berbeda terhadap proses budidaya udang. Karakteristik tersebut terkait dengan intensitas sinar matahari dan intensitas air hujan pada perairan tambak. Mengacu pada perbedaan karakteristik tersebut maka sudah selayaknya jika sistem pengelolaan budidaya udang pada kedua musim tersebut juga berbeda agar tidak terjadi treatment error yang dapat merugikan usaha budidaya udang pada periode tersebut. Pengetahuan dasar tentang karakteristik musim kemarau dan musim hujan bagi proses budidaya udang sudah sewajarnya dipahami oleh para pelaku budidaya udang, karena bagaimanapun juga pada umumnya proses budidaya udang di Indonesia dilakukan pada dua periode musim tersebut dalam satu tahun secara bergantian. Tabulasi di bawah ini merupakan matriks perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan serta pengaruhnya terhadap kualitas air dan kondisi atau kualitas udang. 21

Tabel 3. Matriks Perbedaan Antara Musim Kemarau dan Musim Hujan Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air dan Kondisi/Kualitas Udang No. Items Musim Kemarau Musim Hujan 1. Intensitas sinar matahari Tinggi Rendah 2. Salinitas air tambak Tinggi Rendah sedang 3. Kestabilan plankton Stabil booming Tidak stabil collaps 4. Pertumbuhan udang Lambat kuntet Normal 5. Kecerahan air Cenderung rendah (pada Cenderung tinggi kecerahan tinggi berpotensi menumbuhkan lumut di dasar tambak) 6. Warna air Dominan hijau, hijau Dominan coklat pupus, dan hijau dan coklat kekuningan, Pada malam kehijauan. hari terkadang dijumpai fenomena air menyala Sumber: Marindro, 2008 3 Berdasarkan Tabel 3 di atas terlihat bahwa intensitas sinar matahari sangat berpengaruh terhadap kualitas air tambak yang pada akhirnya ikut berpengaruh pula pada pertumbuhan udang. Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda, proses budidaya udang pada kedua musim tersebut sama-sama memerlukan penanganan yang cermat terutama dalam pengelolaan kualitas air tambak. Kecermatan penanganan dibutuhkan sebagai upaya mencegah kecenderungan perubahan kualitas air secara drastis yang disebabkan oleh karakteristik kedua musim tersebut. Pengetahuan dasar tentang karakteristik musim kemarau dan musim hujan bagi proses budidaya udang sudah sewajarnya dipahami oleh para pelaku budidaya udang, karena bagaimanapun juga pada umumnya proses budidaya udang di Indonesia dilakukan pada dua periode musim tersebut dalam satu tahun secara bergantian. 3. Marindro, I. 2008. Waspada Terhadap Musim Hujan. Dalam Http://marindro-ina.blogspot.com//. Diakses pada tanggal 30 September 2010. 22

2.4 Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim Menurut Bennett (1978) dalam Mulyadi (2005), menyatakan bahwa adaptasi merupakan tingkah laku penyesuain (behavioral adaptation) yang menunjuk pada tindakan. Menurut Vayda dan Rappaport (1968) dalam Mulyadi (2005), adaptasi manusia dapat dilihat secara fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respon suatu organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi stabil. Adaptasi prosesual merupakan sistem tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian manusia terhadap berbagai perubahan lingkungan di sekitarnya. Proses adaptasi merupakan satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam terhadap kelangsungan hidup organisme termasuk manusia. Dalam menghadapi perubahan lingkungan akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk polapola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi mata pencaharian (Mulyadi, 2005). Adaptasi perubahan iklim adalah upaya antisipasi untuk menyesuaikan diri yang harus dilakukan berbagai sektor pembangunan dengan terjadinya perubahan iklim global yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap seluruh aktivitas manusia (Tim Peneliti LPPM-IPB, 2010). Menurut Murdiyarso (2001), adaptasi terhadap dampak perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang 23

dilakukan secara spontan atau terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi. Persepsi petambak yang tidak akurat mengenai perubahan iklim akibat dari rendahnya kesadaran dan pemahaman. Hal ini akan menyebabkan perbedaan cara adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang. Menurut Natawijaya et al. (2009), faktor penghambat utama adaptasi adalah kurangnya akses terhadap informasi yang relevan. Akibatnya informasi dan pengetahuan terkait perubahan iklim menjadi rendah. Sedangkan faktor yang membantu adaptasi adalah pengalaman dan mengikuti petambak lain. 24

III. KERANGKA PEMIKIRAN Perubahan iklim global yang diakibatkan dari meningkatnya emisi gas rumah kaca salah satunya ditandai dengan munculnya gejala El Nino dan La-Nina dengan konsekuensi dampak pada fluktuasi variabilitas iklim global dengan adanya kekeringan yang berkepanjangan dan musim hujan yang panjang sehingga terjadi banjir ditempat lain serta munculnya gejala cuaca ekstrim. Perubahan iklim global dapat mempengaruhi iklim lokal. Dalam konteks lokal perubahan iklim dapat dilihat dari peningkatan suhu, perubahan jumlah curah hujan, perubahan jumlah hari hujan, dan perubahan ketinggian pasang surut. Perubahan iklim merupakan ancaman bagi kegiatan perikanan budidaya yaitu penurunan produksi, memperlambat pertumbuhan, dan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Sehinga diperlukan penelitian mengenai dampak perubahan iklim lokal terhadap usaha perikanan tambak salah satunya adalah tambak udang. Diperlukan kajian secara komprehensif mengenai fenomena gejala-gejala perubahan iklim, dampak perubahan iklim terhadap kesejahteraan petambak udang, dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang akibat dari perubahan iklim. Berdasarkan penjelasan di atas penelitian ini akan melihat keterkaitan antara tiga komponen di atas. Langkah pertama adalah mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal yang terjadi di Kecamatan Muaragembong. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari perubahan iklim terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong. Hipotesis pertama adalah perubahan iklim lokal berpengaruh terhadap kesejahteraan petambak udang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis 25

data penurunan produktifitas udang, kenaikan biaya adaptasi, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), dan analisis ecological footprint. Hipotesis kedua adalah produksi udang dipengaruhi oleh variabel iklim (curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata) dan luas lahan yang berpengaruh terhadap jumlah produksi udang. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Langkah yang terakhir adalah dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang di Kecamatan Muaragembong akibat dari perubahan iklim. Data yang diperlukan adalah data primer yang diperoleh dari hasil survei dan wawancara langsung terhadap petambak udang. Setelah itu data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Kemudian ditentukan rekomendasi kebijakan untuk permasalahan akibat perubahan iklim yang berdampak pada sektor perikanan budidaya tambak udang di Kecamatan Muaragembong. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. 26

Perubahan iklim global Fenomena perubahan iklim lokal Potensi dampak perubahan iklim lokal terhadap perikanan budidaya Analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap usaha tambak udang Identifikasi fenomena perubahan iklim lokal Identifikasi dan analisis dampak perubahan iklim lokal Strategi adaptasi petambak akibat perubahan iklim lokal Perubahan iklim lokal berpengaruh terhadap kesejahteraan petambak udang Analisis penurunan produktifitas, kenaikan biaya adaptasi, Nilai Tukar Petambak Udang, dan analisis ecological footprint Produksi udang dipengaruhi oleh variabel iklim (curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu ratarata). Analisis regresi Rekomendasi kebijakan Gambar IV. METODE 2. Kerangka PENELITIAN Pemikiran 27

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Muaragembong merupakan daerah muara dari Sungai Citarum, pesisir pantai Teluk Jakarta, dan merupakan salah satu daerah yang banyak terdapat tambak udang di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2010 untuk pengambilan data primer dan sekunder. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (petambak udang) melalui kuesioner. Data primer meliputi data karakteristik petambak udang, pendapatan dan pengeluaran petambak udang, jumlah musim panen, dan adaptasi dari petambak udang akibat perubahan iklim serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, Kecamatan Muaragembong, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Dinas Hidro dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, LIPI Oseanografi Jakarta, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta literatur-literatur yang relevan dalam penelitian. Data sekunder berupa daerah penelitian, data produksi udang, luas areal tambak udang, jumlah hari hujan, curah hujan, suhu, dan lainlain yang diperlukan dalam penelitian dengan series data dari tahun 2000-2009. 28

4.3 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan sampel dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) dengan metode non-probability sampling pengambilan sampel dengan cara tidak acak. Dengan teknik ini tidak semua individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sample. Pengambilan sampel akan dilakukan secara sengaja atau dipilih berdasarkan suatu kriteria tertentu agar suatu individu dijadikan sampel. Kriteria yang dipilih adalah petambak yang bertempat tinggal secara pasti di Kecamatan Muaragembong tersebut dan telah bertambak udang selama lima tahun. Hal ini agar mendapat responden yang berpengalaman sehingga diperoleh informasi yang mendalam mengenai akibat perubahan iklim yang mempengaruhi usaha tambak udang. Dalam penelitian ini objek yang akan dijadikan sampel adalah para petambak udang di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi. Jumlah responden sebanyak 62 orang yang mewakili pelaku usaha tambak udang di Kecamatan Muaragembong. 4.4 Metode dan Prosedur Analisis Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur, observasi, browsing melalui internet, pengisian kuesioner, dan wawancara secara langsung dengan responden. Metode pengisian kuesioner dan wawancara langsung dilakukan secara purposive dalam penentuan respondennya. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan bantuan program Microsoft Office Exxcel dan SPSS 16.0. Metode prosedur penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. 29

Tabel 4. Metode Prosedur Penelitian Tujuan Jenis dan Sumber Data Mengidentifikasi Data primer dari fenomena petambak udang perubahan iklim di Kecamatan lokal. Muaragembong. Kabupaten Bekasi dan data sekunder dari BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL, dan BMKG Mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang dalam menghadapi perubahan iklim lokal. Bogor. Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Data sekunder dari BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL dan BMKG Bogor. Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi Pengumpulan Data Wawancara, kuesioner, dan studi literatur Kuesioner, wawancara, dan studi literatur Kuesioner dan wawancara Metode Analisis Data Analisis deskriptif Analisis deskriptif mengenai kenaikan biaya adaptasi, penurunan produktifitas, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), Analisis ecological footprint, dan analisis regresi linear berganda. Analisis deskriptif 4.4.1 Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Usaha Tambak Udang di Kecamatan Muaragembong Dampak dari perubahan iklim dapat dilihat dari trend produksi di sektor perikanan tambak udang. Data mengenai jumlah udang per panen atau per tahun sangat berguna untuk melihat trend yang terjadi, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Perubahan iklim akan menyebabkan periode panen menjadi 30

berubah-ubah sehingga pendapatan petambak udang menjadi tidak menentu. Dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan tambak yang akan dianalisis adalah perubahan kenaikan pasang surut air laut, perubahan produktifitas, perubahan biaya, perubahan musim hujan dan kemarau, dan intensitas banjir akibat kenaikan curah hujan. 4.4.2 Analisis Regresi Analisis regresi diperlukan untuk melihat keterkaitan hasil produksi dengan unsur iklim dalam rangka menginterpretasikan tingkat kesejahteraan petambak. Model rancangan regresi tersebut yaitu (Lains, 2003): Y = α + β 1 X 1 + β 2 X 2 + +β n X n +ε i... (i) Dimana : Y : Nilai rata-rata dugaan α : Intersep β 1 : Parameter yang mempengaruhi nilai rataan X1 : Variabel yang mempengaruhi nilai rataan βn : Parameter ke n Xn : Variabel ke n ε i : Galat/error Dalam penelitian ini analisis regresi dilakukan melalui analisis hubungan antara produksi udang dan indikator perubahan iklim yaitu: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + ε.. (ii) Dimana: Y : Produksi udang (ton) X 1 : Luas lahan tambak (ha) X 2 : Curah hujan (mm/tahun) X 3 : Jumlah hari hujan (hari) X 4 : Suhu rata-rata ( 0 C) Rumus regresi tersebut diformulasikan dari hasil studi yang dilakukan oleh Buwono (1993), DKP (2002), Kisworo (2007), dan Marindro (2008) tentang kesesuaian lahan untuk tambak udang, menyatakan bahwa produksi tambak udang dipengaruhi oleh faktor luas lahan tambak dan variabel iklim (curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata). Dengan demikian, penelitiaan ini menggunakan 31

fungsi produksi udang sebagai fungsi dari luas lahan, curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata. Dalam konteks ini produksi udang akan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada variabel-variabel iklim dan luas lahan. Produksi akan dipengaruhi oleh peningkatan luas lahan akan menyebabkan meningkatnya jumlah produksi udang. Peningkatan curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata menyebabkan meningkatnya intensitas dan ketinggian banjir serta datangnya penyakit pada udang yang dapat mengakibatkan turunnya jumlah pruduksi udang. 4.4.3 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petambak adalah menggunakan Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) berasal dari konsep Nilai Tukar Nelayan atau Nilai Tukar Petani. NTPU mempertimbangkan seluruh pendapatan dan seluruh pengeluaran keluarga. Pada dasarnya NTPU merupakan indikator untuk mengukur kesejahteraan petambak secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga petambak untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. NTPU juga disebut nilai tukar subsisten (subsistence term of trade). Oleh karena itu, segala upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat petambak atau nelayan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petambak dan nelayan harus mampu meningkatkan NTPU atau NTN secara teratur secara terus menerus. NTPU merupakan indikator untuk mengukur nilai kesejahteraan masyarakat yang mengusahakan tambak udang secara relatif dengan rumus sebagai berikut: NTPU = Y t / E t...(4.3) Y t = Y Ft + Y NFt...(4.4) 32

E t = E Ft + E Kt...(4.5) Dimana: Y Ft = Total pendapatan dari usaha perikanan (Rp) Y NFt = Total pendapatan dari non-perikanan (RP) E Ft = Total pengeluaran untuk usaha perikanan (Rp) E Kt = Total pengeluarn untuk konsumsi keluarga (Rp) t = Periode waktu (tahun) 4.4.4 Analisis Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint Analisis ecological footprint merupakan alat analisis untuk menghitung daya dukung lingkungan. Prinsip ecological footprint dalam suatu populasi adalah mengestimasi jumlah lahan dan air yang dibutuhkan untuk memproduksi semua barang konsumsi serta menyerap limbah yang dihasilkan oleh populasi tersebut (Wackernagel dan Rees, 1996). Ecological footprint menunjukkan seberapa besar suatu populasi atau bangsa menggunakan alam. Secara konseptual, ecological footprint tidak boleh melebihi biocapacity. Biocapacity dapat diartikan sebagai daya dukung biologis atau daya dukung saja. Ferguson (2002) dalam PKSPL (2005), mendefinisikan biocapacity sebagai sebuah ukuran ketersediaan lahan produktif secara ekologis. Daya dukung lingkungan adalah daya dukung suatu kawasan untuk menopang suatu kehidupan biota dan populasi disuatu daerah tertentu. Daya dukung suatu kawasan dapat turun atau naik tergantung dari kondisi ekologis, biologis, dan pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya dukung yang menurun, disebabkan oleh meningkatnya pemanfaatan manusia dan bencana alam yang terjadi. Sementara itu daya dukung lingkungan dalam kaitan ini dapat disajikan dalam bentuk jumlah orang yang dapat hidup di lokasi tersebut, dapat didukung oleh biocapacity yang ada. 33

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) adalah total biocapacity dibagi dengan total ecological footprint. Menurut Ceballos-Lasurian (1991) dalam Azizy (2009), daya dukung lingkungan didefinisikan sebagai kapasitas dari suatu ekosistem untuk mendukung pemeliharaan organisme yang sehat baik produktifitasnya, kemampuan beradaptasi, dan kemampuan pembaruan. Daya dukung lingkungan adalah daya dukung suatu kawasan yang ditunjang dari sumberdaya yang tersedia, energi yang diperlukan, dan produktifitas. Dari analisis ecological footprint dihasilkan konsumsi dan produktifitas masyarakat dalam suatu kawasan. Dengan demikian akan diketahui daya dukung suatu lingkungan untuk menopang kehidupan suatu wilayah. Apabila daya dukung lingkungan menurun ini artinya konsumsi masyarakat terhadap sumberdaya alam berkurang dan produktifitasnya meningkat tanpa ada pemanfataan yang berkelanjutan. Harberl et al. (2001) dalam Azizy (2009), menggunakan tiga metode yang berbeda dalam menentukan ecological footprint. Metode yang pertama menggunakan data produktifitas rata-rata dunia tahun 1995 sebagai acuan tetap. Metode yang kedua menggunakan data produktifitas rata-rata dunia pada tahun yang bersangkutan (bervariasi). Metode yang ketiga menggunakan data produktifitas lokal pada tahun yang bersangkutan. Dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah data produktivitas lokal maka ecological footprint dihitung dengan rumus (Wackernagel dan Rees, 1996): EF i = (DE i / Y lkl i )...(4.6) EF = EF i...(4.7) EF i EF DE i : Ecological Footprint produk ke-i : Total Ecological Footprint (dalam satuan lokal) : Domestic Extraction produk ke-i (Kg/kapita) 34

Y lkl i : Yield (produktivitas lokal) produk ke-i (Kg/ha) Sementara itu biocapacity (BC) dihitung dengan menggunakan rumus: A k BC lok = A k...(4.8) : Luas land cover kategori ke-k (ha) Agar biocapacity dapat diekspresikan sehingga setara dengan perhitungan ecological footprint, maka biocapacity dikalikan bukan dengan YF global tapi dengan produksi lokal (Y lkl k ): A k YF lkl k BC = A k YF lkl k...(4.9) : Luas land cover kategori ke-k (ha) : Yield Factor land cover kategori ke-k Selanjutnya daya dukung lingkungan (CC) dihitung dari: CC = (BC / EF)...(4.10) Analisis selanjutnya adalah membandingkan komponen EFi yang sejenis dengan CCk yang sesuai. Analisis ini untuk melihat komponen EFi mana yang tersedia di lokasi dan EFi mana yang tidak tersedia dan harus disediakan dari daerah lain. Tabel 5. Tabel Isian Analisis Footprint Kategori Produktivitas Konsumsi (Y) =Kg/ha (DE)=Kg/kapita Bahan pangan dari Tambak Udang 1. Udang 2. Lainnya Komponen footprint (FP) = ha/kapita Biocapacity (BC) = ha DD = BC/EF 4.4.5 Analisis Persepsi dan Adaptasi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau menjelaskan karakteristik responden dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki untuk mengkaji persepsi dan adaptasi 35

petambak udang akibat perubahan iklim. Analisis deskriptif menurut Nazir (1988) adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, serta suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Bentuk pertanyaan untuk mengkaji persepsi maupun adaptasi berupa kombinasi pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan mengenai persepsi meliputi pemahaman mengenai perubahan iklim dan sumber informasi terkait perubahan iklim. Selain itu ditanyakan juga mengenai masalah perubahan iklim yang dihadapi dalam bertambak dan dampaknya terhadap produktivitas tambak udang. Sedangkan pertanyaan terkait dengan adaptasi meliputi bentuk adaptasi yang dilakukan serta hambatan apa saja yang dihadapi dalam melakukan adaptasi. Kuesioner diolah dan dibuat dalam bentuk persentase kemudian dideskripsikan sehingga dapat diketahui persepsi dan adaptasi petambak udang terhadap perubahan iklim. Selain itu analisis deskriptif yang dilakukan adalah dengan melihat bagaimana cara petambak udang dalam beradaptasi akibat terjadinya perubahan iklim baik secara ekonomi, sosial, maupun teknologi. Misalnya petambak udang akan memanen sebelum waktunya atau berhenti bertambak dan mencari sumber pendapatan lain apabila terjadi banjir akibat meningkatnya curah hujan atau cuaca ekstrim, petambak udang akan membuat tanggul untuk menahan banjir atau menanam mangrove untuk meminimalisasi kerugian akibat dari perubahan iklim. 36

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Muaragembong berada pada posisi 6 0 00-6 0 05 Lintang Selatan dan 106 0 57-107 0 02 Bujur Timur. Kecamatan ini mempunyai luas 14.009 km 2 yang merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar di Kabupaten Bekasi. Secara administrasi, batas-batas wilayah Kecamatan Muargembong adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cabang Bungin, Kecamatan Tambelang, dan Kecamatan Babelan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa. Sumber: BPS Kab. Bekasi, 2010 Gambar 3. Peta Letak Kecamatan Muaragembong 37

Kecamatan Muaragembong meliputi memiliki enam desa yakni Desa Jaya Sakti, Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Bakti, Desa Pantai Mekar, dan Desa Pantai Harapan Jaya. Dari enam desa ini secara tata letak berdekatan, lima desa yakni Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bahagia, Desa Pantai Bakti, Desa Pantai Mekar, dan Desa Pantai Harapan Jaya berada di sekitar pantai dan dialiri muara sungai. Wilayahnya berada di antara pertemuan Laut Jawa dengan sungai Citarum menjadikan wilayah ini berlumpur. Hal ini dapat di lihat dari pengelolaan lahan untuk tambak yang mencapai 10.741 ha dari luas total 14.009 ha. Sedangkan Desa Jaya Sakti lebih terisolasi dari garis pantai namun dialiri aliran sungai. Disamping itu memiliki daerah garis pantai atau pesisir sepanjang 22 km yang membentang dari Muara CBL hingga Muara Bungin. Secara topografi, Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi dapat dikategorikan sebagai dataran rendah, dengan elevasi 0-5 derajat dan ketingian dari permukaan laut ± 0,74 m. Jumlah penduduk Kecamatan Muaragembong pada tahun 2008 sebanyak 38.967 jiwa dengan kepadatan rata-rata 3 jiwa/ha. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 37.780 jiwa. Jumlah penduduk Muaragembong tersebar di enam desa dengan perbandingan 50,22% laki-laki dan 49,78% perempuan. Kepadatan penduduk terbesar berada di Desa Pantai Mekar dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar 4 jiwa/km 2. Sebanyak 4.731 jiwa (12,14%) usia balita (0 5 tahun), 18.641 jiwa (47,83%) usia sekolah (6-21 tahun), 14.412 jiwa (36,99%) usia kerja (22-59 tahun), dan 1.183 jiwa (3,04%) usia manula (60 tahun keatas). 38

Tabel 6. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2008 Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk Tahun (jiwa) (jiwa/km 2 ) 2000 31.309 2 2001 32.593 2 2002 33.052 2 2003 33.852 2 2004 34.723 2 2005 36.108 3 2006 36.538 3 2007 37.780 3 2008 38.967 3 Sumber: BPS Kabupaten Bekasi, 2009 Perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan tidak menunjukan tingkat kelahiran laki-laki lebih tinggi dari perempuan atau tingkat kematian laki-laki lebih rendah dari perempuan. Namun, faktor lain yang dapat mempengaruhi komposisi penduduk tersebut adalah banyaknya penduduk laki-laki dari luar daerah yang datang ke Muaragembong untuk mencari nafkah (nomaden). Sedangkan, ada kecenderungan perempuan mencari pekerjaan di luar Muaragembong. Penduduk di Kecamatan Muaragembong secara umum tergolong masyarakat yang aktif bekerja. Hal ini terlihat dari keaktifan dalam hal mencari nafkah, tidak hanya kaum laki laki saja akan tetapi kaum perempuan pun ikut serta, bahkan para remaja juga ikut membantu orang tua dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Terdapat empat jenis usaha yang menjadi andalan masyarakat Kecamatan Muaragembong yaitu perikanan tangkap (termasuk pengolahan), tambak, dagang, dan pertanian. Di Desa Pantai Mekar, Pantai Bahagia, Pantai Sederhana, Harapan Jaya, dan Pantai Bakti jenis usaha yang paling dominan adalah petambak dan nelayan tangkap. Sedangkan di Desa Jaya Sakti jenis usaha yang paling dominan adalah pertanian dan perdagangan. 39

5.2 Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Muaragembong Kecamatan Muaragembong adalah kecamatan dengan wilayah terluas di Kabupaten Bekasi. Luas wilayah tersebut merupakan potensi pengembangan ekonomi terutama budidaya (tambak) dan penangkapan ikan di laut. Potensi lahan tambak mencapai 10.881 ha dan yang sudah dimanfaatkan 10.741 ha (Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kab. Bekasi, 2009). Sedangkan laut Muaragembong yang memiliki garis pantai mencapai 22 km menjanjikan untuk pengembangan perikanan budidaya laut. Selama ini perikanan yang dikelola adalah perikanan tangkap dan budidaya (tambak) dengan komoditi unggulan berupa rajungan, kepiting, cumi, udang windu, udang putih, dan bandeng. Pembesaran ikan di perairan tambak payau adalah bandeng, udang windu, udang putih, udang api-api, dan udang peci. Sedang pengolahan hasil perikanan diolah dalam bentuk terasi, ikan asin, kepiting, kupas rajungan, dan kerang. Tabel 7. Data Potensi Lahan Perikanan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2009 No. Desa Potensi (ha) Pemanfaatan (ha) Tambak Kolam Tambak Kolam 1. Pantai Mekar 1.147 1 1.143 0,03 2. Pantai Sederhana 1.140-1.137-3. Pantai Bahagia 2.887-2.887-4. Pantai Bakti 2.890 0,5 2.851-5. P. Harapan Jaya 2.033 5 1.983.5 0,12 6. Jaya Sakti 784 15 739 0,27 Total 10.881 21,5 10.741 0,42 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kab. Bekasi, 2009 Kecamatan Muaragembong memiliki satu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang terletak di Muara Bendera. Lokasi Muaragembong yang dekat dengan TPI Cilincing menyebabkan produksi ikan di PPI Muara Bendera relatif kecil. Untuk 40

mendapatkan harga yang lebih tinggi nelayan dan petambak mendaratkan hasil produksinya di PPI Cilincing. 5.3 Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Muaragembong Kawasan Kecamatan Muaragembong terdiri dari areal pemukiman, kebun, tegalan, sawah, tambak, semak, dan hutan. Sebagian besar pemanfaatan lahan didominasi oleh tambak dan sawah yang dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat. Luas areal tambak mencapai 76,67% dari seluruh kawasan Kecamatan Muaragembong, yakni sebesar 10.741 ha, sawah 15,91% (2.228 ha), hutan 2,62% (367 ha), kebun campuran 2,14% (299,8 ha), perkampungan 1,49% (208,7 ha), semak 0,95% (137 ha), dan tegalan 0,9% (26,6 ha). Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2009 Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) - Pemukiman 208,7 1,49 - Sawah 2.228,8 15,91 - Tambak 10.741,0 76,67 - Kebun Campuran 299,8 2,14 - Tegalan 26,6 0,19 - Semak 137 0,95 - Hutan 367 2,62 Jumlah 14.009 100% Sumber: Kecamatan Muaragembong, 2009 5.4 Rencana Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Muaragembong Rencana tata ruang dari pemerintah daerah yang dibuat oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) berdasarkan Perda No. 5 tahun 2003 tentang rencana tata ruang wilayah khusus Pantai Utara Kabupaten Bekasi, sampai saat ini belum terlaksana. Hampir keseluruhan isi dari rencana pengembangan kawasan ini berbenturan dengan perencanaan pengelolaan yang dibuat oleh Departemen Kehutanan. Dalam perencanaan ini, Kecamatan 41

Muaragembong akan dijadikan sebagai bagian dari pengembangan Kota Pantai Makmur, sesuai dengan pasal 19 Perda No. 5 tahun 2003. Rencana pemanfaatan ruang mencakup rencana pengembangan sektor pertanian, perdagangan dan jasa, industri, perkantoran, pariwisata serta pergudangan atau terminal peti kemas. Pengembangan usaha agribisnis di kawasan Pantai Utara Kabupaten Bekasi ini diarahkan kepada subsektor perikanan khususnya perikanan laut dan tambak. Pengembangan dilakukan dengan mengembangkan areal produksi perikanan terutama komoditas unggulan dengan memanfaatkan potensi atau kesesuaian lahan. Rencana pengembangan komoditas perikanan dilaksanakan di Kecamatan Muaragembong bagian Utara (KP V), yakni pengembangan kepiting di Desa Pantai Bakti, budidaya rumput laut di Desa Pantai Sederhana, dan Tambak di seluruh Muaragembong bagian Utara Desa Pantai Sederhana, Desa Pantai Bakti, dan Desa Pantai Bahagia. 5.5 Komoditas Udang Selain budidaya ikan laut, potensi perikanan lain yang ada di Kecamatan Muaragembong adalah budidaya tambak. Budidaya tambak mendominasi penggunaan kawasan sebesar 76,67 % dari total luas kawasan, dengan udang sebagai produk utama. Beberapa jenis udang yang dibudidayakan adalah udang windu, udang putih, dan udang api-api. Selama periode 2000 2009 luas areal tambak mengalami peningkatan sebesar 1.764 ha, pada tahun 2000 luas areal tambak sebesar 8.977 ha dan pada tahun 2009 luas areal tambak sebesar 10.741 ha. Namun, penambahan total produksi udang hanya sebesar 207,9 ton dari tahun 2000 sebesar 1.569,1 ton menjadi 1.777 ton pada tahun 2009. Pada tahun 2005 jumlah volume produksi udang di Kecamatan Muaragembong mengalami 42

penurunan karena pada saat itu banyak petambak yang mengalami gagal panen akibat kekeringan (kemarau panjang). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini. 11000 10500 2500 2000 Luas (Ha) Produksi udang (Ton) Ha 10000 9500 1500 1000 T o n 9000 500 8500 0 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan dan BPS Kab. Bekasi, 2010 Gambar 4. Jumlah Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000 2009 5.6 Karakteristik Responden 5.6.1 Jenis Kelamin dan Usia Penduduk yang menjadi responden dalam penelitian terdiri atas jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin mempengaruhi jenis pekerjaan yang dilakukan petambak. Petambak dengan jenis kelamin laki laki lebih diandalkan untuk bertambak dibandingkan jenis kelamin perempuan. Umur berkaitan dengan kemampuan fisik responden untuk melakukan kegiatan. Umur juga menjadi faktor yang menentukan pola pikir seseorang dalam menentukan jenis pekerjaan yang akan dilakukan dan termasuk keputusan untuk mengalokasikan pendapatan yang diperoleh. Petambak udang yang menjadi responden sebanyak 62 orang yang terdiri dari 96,7 % laki laki dan 3,23% perempuan. Pada Gambar 5 terlihat bahwa sebanyak 29,03 % berusia 41 50 43

tahun; 27,42% berusia 31 40 tahun; 20,97% berusia 20 30 tahun; 16,33% berusia 51 60 tahun; dan 6,45% berusia lebih dari 60 tahun. Adapun sebaran kelompok umur responden dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. 16.13% 29.03% 6.45% 20.97% 27.42% 20-30 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun 51-60 Tahun >60 Tahun Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 5.6.2 Tingkat Pendidikan Terakhir Pendidikan menunjukkan pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh terhadap pemahaman dan pola pikir seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dan tindakan yang akan diambil untuk memenuhi kelangsungan hidupnya. Selain itu tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap jenis pekerjaan yang dimiliki. Jenis pekerjaan mempengaruhi jumlah pendapatan yang kemudian jumlah pendapatan berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, tingkat pendidikan terakhir responden masih sangat rendah. 9.68% 6.45% 12.90% 70.97% Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir 44

Pada Gambar 6 terlihat bahwa responden yang berpendidikan terakhir SD sebanyak 70,79% dan yang tidak sekolah sebanyak 6,45%. Sementara responden yang berpendidikan SLTP sebanyak 12,90% dan SLTA sebanyak 9,68%. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh keadaan perekonomian yang masih tergolong rendah dan fasilitas pendidikan yang kurang ketika itu. Rendahnya pendidikan para petambak menyebabkan pemahaman dan pola pikir mereka yang masih rendah sehingga dalam melakukan teknik budidaya tambak udang masih tradisional dan adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan iklim masih sangat sederhana. 5.6.3 Status Perkawinan dan Jumlah Tanggungan Status perkawinan dan jumlah tanggungan menunjukkan tingkat konsumsi keluarga dalam kebutuhan primernya. Seseorang yang sudah menikah dan memiliki anak, pendapatan yang diperolehnya untuk memenuhi konsumsi keluarga. Jumlah tanggungan responden ditentukan dari jumlah anggota rumah tangga yang terdiri dari istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama dalam satu atap dan menjadi tanggungan. 12.90% 9.68% Jumlah Tanggungan 2 orang 17.74% 24.19% Jumlah Tanggungan 3 orang Jumlah Tanggungan 4 orang 35.48% Jumlah Tanggungan 5 orang Jumlah Tanggungan >5 orang Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Berdasarkan hasil survei yang telah dilaksanakan, sebanyak 93,55% responden sudah menikah dan sebanyak 6,45% responden belum menikah. Pada 45

Gambar 7 terlihat bahwa jumlah tanggungan para responden sebanyak 35,48% responden memiliki tanggungan sebanyak empat orang, 24,19% responden memiliki tanggungan tiga orang, 17,74% responden memiliki tanggungan sebanyak lima orang, 12,90% responden memiliki tanggungan lebih dari lima orang, dan 9,68% responden memiliki tanggungan dua orang. 5.6.4 Luas dan Status Kepemilikan Tambak Udang Luas tambak dan status kepemilikan menunjukkan jumlah produksi udang dari lahan tambaknya dan pendapatan yang diterima dari usaha tambak udang. Luas lahan yang semakin luas maka jumlah produksinya akan tinggi. Jika status kepemilikan lahan tambaknya adalah pemilik maka pendapatannya lebih besar dari penyewa dan penjaga tambak (bujang). Pada Gambar 8 terlihat bahwa luas lahan yang dikelola oleh responden bervariasi, yakni sebanyak 77,42% responden luas areal tambak udang yang dikelola seluas 1 5 ha, 11,29% responden luas areal tambak udang yang dikelola seluas 5,11 10 ha dan 11,29% responden luas areal tambak udang yang dikelola seluas dari 10 ha. Sedangkan berdasarkan status kepemilikannya yakni 67,74% pemilik tambak, 19,35% bujang (penjaga tambak), dan 12,90% penyewa. 11.29% 11.29% 77.42% 1-5 Ha 5.1-10 Ha > 10 Ha Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Areal Tambak Udang yang Dikelola 46

5.6.5 Lama Pengalaman Bertambak Udang Pengalaman bertambak menunjukkan pengetahuan dan penguasaan petambak dalam usaha tambak udang. Petambak yang memiliki pengalaman yang lama maka tingkat pengetahuan dan penguasaan dalam bertambak udang lebih tinggi. Berdasarkan wawancara umumnya responden telah memiliki pengalaman dalam usaha budidaya tambak udang. Sebanyak 46,77% responden telah memiliki pengalaman 5-10 tahun, sebanyak 20,97% responden dengan pengalaman lebih dari 20 tahun, sebanyak 19,35% responden dengan pengalaman 16 20 tahun, dan sebanyak 12,90% responden dengan pengalaman sebanyak 11 15 tahun. Persentase lama pengalaman bertambak udang dapat dilihat pada Gambar 9. 19.35% 20.97% 46.77% 5-10 Tahun 11-15 Tahun 16-20 Tahun 12.90% >20 Tahun Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Dalam Bertambak Udang Pada uraian karakteristik di atas, responden petambak udang di Kecamatan Muaragembong bersifat homogen. Ini terlihat pada tingkat pendidikan terakhir yang mayoritas rendah. Sehingga pengetahuan serta pola berfikir antar responden masih relatif sama. Selain itu, dilihat dari status perkawinan dan jumlah tanggungan serta status kepemilikan dan luas areal tambak yang relatif sama menunjukkan bahwa status sosial antar responden juga homogen. 47

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.3 Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Lokal di Kecamatan Muaragembong 6.1.1 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bekasi dan BMKG, jumlah hari hujan di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi dari tahun 2000 hingga tahun 2009 berfluktuatif. Pada tahun 2000, jumlah hari hujan di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi sebanyak 79 hari. Jumlah hari hujan tersebut meningkat drastis pada tahun 2001 menjadi sebanyak 105,1 hari. Namun, pada tahun 2002 jumlah hari hujan di Kecamatan Muaragembong turun menjadi 57 hari hujan. Jumlah hari kering ditahun 2002 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah hari hujannya. Dalam wawancara dengan responden, pada tahun 2002 musim kemarau lebih panjang. Setelah tahun 2002, jumlah hari hujan kembali mengalami peningkatan hingga tahun 2009. 30 25 20 15 10 5 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: BPS Kabupaten Bekasi dan BMKG, 2010 Gambar 10. Grafik Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009 48

Berdasarkan data yang diperoleh, hujan sering terjadi pada bulan Desember hingga bulan Maret. Namun, berdasarkan data BMKG telah terjadi pergeseran bulan jumlah hari hujan terbanyak (puncak musim hujan). Pada tahun 2001 jumlah hari hujan terbanyak terjadi di bulan Desember namun pada tahun tahun berikutnya jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret. Gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah hari hujan di Kecamatan Muaragembong mengalami turun naik (fluktuatif). Gambar 10 juga menunjukkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Desember-Maret. Pada tahun 2000 jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Januari yakni sebanyak 15 hari hujan. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember 2001 yakni 29 hari hujan. Pada tahun 2002, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Januari dan Februari yakni sebanyak 15 hari hujan. Pada tahun 2003, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Februari yakni sebanyak 20 hari hujan. Pada tahun 2004, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Februari yakni sebanyak 16 hari hujan. Pada tahun 2005, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Maret yakni sebanyak 26 hari hujan. Pada tahun 2006, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Januari yakni sebanyak 15 hari hujan. Pada tahun 2007, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Februari yakni sebanyak 18 hari hujan. Pada tahun 2008, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Februari yakni sebanyak 24 hari hujan. Pada tahun 2009, jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Februari yakni sebanyak 20 hari hujan. Sementara itu, jumlah curah hujan di Kecamatan Muaragembong dari tahun 2000 2009 juga berfluktuatif. Pada tahun 2000, jumlah curah hujan di Kecamatan 49

Muaragembong sebanyak 2.252 mm tertinggi pada bulan Januari. Jumlah curah hujan terbanyak terjadi pada tahun 2007 yakni sebanyak 2.441.9 mm tertinggi terjadi pada bulan Februari. Curah hujan terendah terjadi pada tahun 2002 yakni sebanyak 1.146 mm tertinggi pada bulan Januari. Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan curah hujan menurut bulan di Kecamatan Muaragembong dapat di lihat pada Gambar 11 berikut ini. 1000.0 (mm) 900.0 800.0 700.0 600.0 500.0 400.0 300.0 200.0 100.0 0.0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: BPS Kabupaten Bekasi dan BMKG, 2010 Gambar 11. Grafik Jumlah Curah Hujan Menurut Bulan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009 Pada tahun 2001 dan 2002 jumlah curah hujan di Kecamatan Muaragembong mengalami penurunan jumlah menjadi 1.530 mm tahun 2001 dan 1.146 mm tahun 2002 dengan curah hujan tertinggi pada bulan Februari. Pada tahun 2003 dan 2004 jumlah curah hujan meningkat kembali menjadi 2.393 mm dan 2.416 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari. Pada tahun tahun berikutnya jumlah curah hujan turun drastis menjadi 1.442 mm tahun 2005 dan 1.593 mm tahun 2006 dengan jumlah curah hujan tertinggi terjadi di bulan Januari. 50

Pada tahun 2007, jumlah curah hujan kembali meningkat menjadi 2.441,9 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari. Pada tahun 2008 dan 2009 jumlah curah hujannya lebih kecil dari tahun 2007 yaitu 1.568 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari tahun 2008 dan 1.610 mm curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2009. Jumlah curah hujan pada tahun 2010 menurut perkiraan Badan Meteorologi. Klimatologi. dan Geofisika (BMKG) akan terus meningkat diperkirakan akan terjadi La Nina. 6.1.2 Suhu Suhu adalah keadaan derajat panas pada suatu tempat. Pada periode 2000-2009 terjadi peningkatan suhu rata-rata di Kecamatan Muaragembong. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 12 di bawah ini. 28.80 28.70 28.60 28.50 28.40 28.30 28.20 28.10 28.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Suhu Rata-Rata (0C) Sumber: Dishidros TNI AL, 2010 Gambar 12. Suhu Rata-Rata di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009 Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa pada rentang waktu 2000 2009 suhu udara rata-rata di Kecamatan Muaragembong berkisar antara 28,09 28,75 0 C. Suhu rata-rata maksimum terjadi pada tahun 2005 dan 2006 yakni sebesar 28,73 0 C dan 28,75 0 C. Berdasarkan data BMKG pada tahun 2005 dan 2006 terjadi curah hujan dan jumlah hari hujan terendah. Hal ini berarti pada tahun tersebut 51

mengalami musim kemarau yang cukup panjang. Suhu rata-rata terendah terjadi pada tahun 2001 yakni sebesar 28,01 0 C. Namun, dalam rentang waktu 2000-2009 suhu di Kecamatan Muaragembong mengalami fluktuasi dan perubahan-perubahan dalam bulan suhu maksimum. Terjadinya fluktuasi dan perubahan suhu yang tidak menentu berakibat pada pertumbuhan udang. Suhu yang tidak menentu mengakibatkan udang stress dan pertumbuhannya terhambat. 6.1.3 Ketinggian Pasang Berdasarkan data Dinas Hidro dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, ketinggian pasang rata-rata di perairan Teluk Jakarta termasuk Muaragembong. mengalami fluktuasi. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 13 berikut ini. 60.07 60.05 60.03 60.01 59.99 59.97 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Ketinggian Rata- Rata Pasang Surut (Cm) Sumber: Dishidros TNI AL, 2010 Gambar 13. Ketinggian Rata-Rata Pasang Surut di Perairan Teluk Jakarta Tahun 2000-2009 Ketinggian pasang surut harian di perairan Teluk Jakarta meliputi Muaragembong berkisar antara 10 120 cm. Sedangkan ketinggian pasang surut menurut bulan berkisar antara 59,84 60,80 cm. Ketinggian maksimum terjadi pada bulan Desember 2001 yakni sebesar 60,80 cm. Ketinggian minimum terjadi pada bulan November tahun 2003 sebesar 59,84 cm. 52

Ketinggian pasang surut rata-rata maksimum biasanya terjadi pada bulan Februari dan Maret. Namun pada tahun 2001, ketinggian maksimum terjadi pada bulan Desember. Pada tahun 2009, ketinggian rata-rata maksimum terjadi dua kali yakni pada bulan Februari dan Desember. Biasanya para petambak dapat memperkirakan kapan terjadinya pasang, namun sekarang para petambak tidak bisa. Para petambak mengalami kerugian akibat banjir yang ditimbulkan jika ketinggian pasang air laut, curah hujan, dan jumlah hari hujan yang tinggi terjadi bersamaan. 6.1.4 Kecepatan Angin Angin memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan gelombang, arus air, dan perpindahan pasir. Angin merupakan udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan udara tinggi ke daerah yang bertekanan udara rendah. Kecepatan angin yang terjadi di daerah perairan Teluk Jakarta termasuk Muaragembong tahun 2000-2009 dapat dilihat pada Gambar 14. (Km/Jam) 14 12 10 8 6 4 2 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber: Dishidros TNI AL, 2010 Gambar 14. Kecepatan Angin Menurut Bulan di Perairan Teluk Jakarta Tahun 2000-2009 53

Perubahan musim menyebabkan perubahan arah dan kecepatan angin. Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat bahwa kecepatan angin maksimum terjadi pada bulan Desember 2001 sebesar 14,1 km/jam. Kecepatan angin minimum terjadi pada bulan Mei tahun 2008 sebesar 2 km/jam. Kecepatan angin yang besar dapat menyebabkan gelombang yang menuju pantai menjadi besar dan kuat. Gelombang yang besar dan kuat dapat membahayakan tanggul sehingga rentan untuk rusak. Apabila tanggul tanggul rusak maka udang-udang akan keluar dari kolam. Karena itu petambak harus menambah biaya tambahan untuk meninggikan atau membuat penahan agar tanggulnya tidak rusak atau abrasi. 6.1.5 Persepsi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden mengenai persepsinya terhadap perubahan iklim, semua responden pernah mendengar istilah perubahan iklim. Mayoritas mendengar istilah perubahan iklim berasal dari informasi media televisi. Mayoritas responden memahami apa yang dimaksud dengan perubahan iklim hal ini dibuktikan dengan penjelasan yang diberikan oleh mereka mendekati dengan fenomena fenomena yang ditimbulkan akibat perubahan iklim. Menurut mereka perubahan iklim adalah berubahnya cuaca, musim hujan tidak menentu, dan pasang surut yang tidak menentu lagi serta semakin tinggi. 6.1.5.1 Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, sebagian besar responden merasakan telah terjadi peningkatan suhu di Kecamatan Muaragembong. Berdasarkan data dari BMKG menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan suhu rata-rata di daerah Muaragembong dalam selang waktu 2000-2010. Hal ini 54

menunjukkan bahwa, persepsi responden petambak udang sesuai dengan data. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian responden terhadap perubahan suhu dapat dilihat pada Gambar 15. 0% 12.90% 24.19% 62.90% Meningkat Tetap Menurun Tidak Tahu Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 15. Penilaian Responden Terhadap Perubahan Suhu di Kecamatan Muaragembong 6.1.5.2 Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 50% responden merasakan telah terjadi peningkatan curah hujan di Kecamatan Muaragembong selama 10 tahun terakhir. Berdasarkan data dari BMKG dan BPS Kabupaten Bekasi menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan curah hujan selama 10 tahun terakhir (2000-2010) yang fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa, persepsi responden petambak udang sesuai dengan data yang didapatkan. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian responden terhadap curah hujan dapat dilihat pada Gambar 16. 20.97% 11.29% 17.74% 50% Meningkat Tetap Menurun Tidak Tahu Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 16. Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan di Kecamatan Muaragembong 55

6.1.5.3 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 69,35% responden merasakan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah hari di Kecamatan Muaragembong selama 10 tahun terakhir. Sedangkan responden yang berpendapat bahwa jumlah hari hujan tidak mengalami peningkatan sebanyak 25,91%. Sementara itu, responden yang berpendapat bahwa jumlah hari hujan mengalami penurunan sebanyak 3,23%, sedangkan sisanya 1,61% menyatakan tidak tahu. Berdasarkan data dari BMKG dan BPS Kabupaten Bekasi menunjukkan telah terjadi kenaikan jumlah hari hujan selama 10 tahun terakhir (2000-2010) walaupun fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa, persepsi responden petambak udang sesuai dengan data sekunder yang didapatkan. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian responden terhadap curah hujan dapat dilihat pada Gambar 17. 3.23% 1.61% 25.81% Meningkat 69.35% Tetap Menurun Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 17. Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan di Kecamatan Muaragembong 6.1.5.4 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari atau Bulan Kering Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 54,84% responden merasakan telah terjadi peningkatan jumlah hari kering dimusim kemarau di Kecamatan Muaragembong selama 10 tahun terakhir. Sedangkan responden yang berpendapat bahwa jumlah hari kering tidak mengalami 56

peningkatan sebanyak 33,87%. Sementara itu, responden yang berpendapat bahwa jumlah hari kering mengalami penurunan sebanyak 4,84%, sedangkan sisanya 6,45% menyatakan tidak tahu. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian responden terhadap jumlah hari kering dapat dilihat pada Gambar 18. 4.84% 6.45% 33.87% 54.84% Meningkat Tetap Menurun Tidak Tahu Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 18. Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari atau Bulan Kering di Kecamatan Muaragembong 6.1.5.5 Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir Pasang Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 82,20% responden merasakan telah terjadi peningkatan tinggi dan intensitas banjir pasang di Kecamatan Muaragembong selama 10 tahun terakhir dan sebanyak 17,74% mengatakan tetap. Selain itu juga, mereka mengatakan bahwa pasang yang terjadi pada saat ini sudah tidak menentu atau tidak dapat diperkirakan lagi. Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian responden terhadap tinggi dan intensitas banjir pasang dapat dilihat pada Gambar 19. 17.74% 0% 0% Meningkat 82.26% Tetap Menurun Tidak Tahu Sumber: Data Primer Diolah, 2010. Gambar 19. Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir Pasang 57

6.1.5.6 Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir Sungai Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden. seluruh responden merasakan bahwa telah terjadi peningkatan tinggi dan intensitas banjir pasang di Kecamatan Muaragembong selama 10 tahun terakhir. Dengan meningkatnya jumlah curah dan hari hujan di Kecamatan Muaragembong mengakibatkan banjir sungai. Selain itu juga, peningkatan banjir sungai di Kecamatan Muaragembong disebabkan karena adanya peningkatan curah dan jumlah hari hujan di daerah hulu yang mengakibatkan banjir kiriman. 6.2 Identifikasi dan Analisis Dampak dari Perubahan Iklim Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang di Kecamatan Muaragembong Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan responden, sebanyak 45,16% responden merasakan adanya perubahan iklim yang berdampak pada usaha budidaya tambak sejak tahun 2005. Sebanyak 30,65% responden mereka merasakan adanya perubahan iklim yang berdampak pada usaha budidaya tambak mereka sejak tahun 2000. Sebanyak 24,19% responden tidak memperhatikan fenomena fenomena perubahan iklim. 37.10% 12.90% 24.19% 25.81% Hujan yang tidak menentu. Pasang yang tidak menentu; dan hujan yang tidak menentu. Hujan yang tidak menentu; dan kemarau panjang. Pasang yang tidak menentu; hujan yang tidak menentu; dan kemarau panjang. Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 20. Persepsi Petambak Terhadap Penyebab Gagal Panen Akibat Perubahan Iklim 58

Berdasarkan hasil survei dan wawancara terhadap responden, seluruh responden menjawab mengalami kerugian dan gagal panen akibat perubahan iklim. Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa sebanyak 37,10% responden mengalami gagal panen akibat pasang yang tidak menentu, hujan yang tidak menentu, dan kemarau yang panjang. Sebanyak 25,81% responden mengalami gagal panen akibat dari pasang yang tidak menentu dan hujan yang tidak menentu. Sebanyak 24,19% responden mengalami gagal panen akibat hujan yang tidak menentu. Sisanya sebanyak 12,90% responden mengalami gagal panen akibat dari hujan yang tidak menentu dan kemarau yang panjang. Menurut keterangan yang didapatkan dari responden, kemarau panjang mengakibatkan tambak tambak mengalami kekeringan dan meningkatkan suhu air ditambak sehingga tingkat keasaman (PH) air tambak menjadi asam. Hal ini dapat menyebabkan udang stress atau berpenyakit dan kemudian akan mati. Jumlah curah hujan dan hari hujan yang banyak akan mengakibatkan banjir pada tambak mereka yang mengakibatkan gagal panen. Hal ini juga dapat diperparah dengan pasang yang semakin tidak menentu dan ketinggiannya semakin naik. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan tambak udang gagal panen. Kegagalan panen menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi para petambak udang. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden. kerugian akibat gagal panen berkisar antara Rp. 1.000.000.- sampai Rp. 2.000.000.- untuk setiap hektar lahan tambak udang. 6.2.1 Penurunan Produktifitas Udang Dampak Dari Perubahan Iklim Berdasarkan hasil wawancara terhadap 62 responden, terdapat keterkaitan antara perubahan iklim yang mengakibatkan terjadinya penurunan produktifitas 59

tambak udang. Penurunan produktifitas menyebabkan penurunan total produksi tambak udang di Kecamatan Muaragembong sebesar 25 50%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah Lampung telah terjadi penurunan produksi udang sebesar 30 40% dan di Jawa Timur sebesar 40% yang terkait dengan perubahan iklim. Perubahan iklim membuat udang menjadi lebih rentan dengan perubahan cuaca. Daya tahan udang menurun sehingga mudah terserang penyakit. Selain itu, perubahan cuaca dan suhu perairan dapat memicu stress pada udang. Perubahan iklim juga menyebabkan menyebarnya berbagai macam penyakit udang seperti virus myo atau Infectious Myo Necrosis Virus (IMNV) dan penyakit bintik putih atau White Spot Syndrome Virus (WSSV). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, perubahan iklim juga membutuhkan biaya untuk beradaptasi dan meminimalisasi dampak dari perubahan iklim. Total biaya adaptasi terhadap perubahan iklim sebesar Rp.205.900.000,- (meningkat sebesar 201,01%), naik dari Rp. 203.700.000,- menjadi Rp. 409.600.000,-. 6.2.2 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) di Kecamatan Muaragembong Perubahan iklim lokal telah mengakibatkan penurunan jumlah produksi udang yang mengakibatkan pada penurunan pendapatan dan kesejahteraan petambak udang. Ukuran tingkat kesejahteraan tidak hanya berdasarkan perubahan pendapatan. tetapi juga dengan membandingkan total pendapatan dengan total pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petambak adalah menggunakan Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) dengan mengadoptasi 60

konsep Nilai Tukar Nelayan atau Nilai Tukar Petani. NTPU memperhitungkan seluruh pendapatan dan seluruh pengeluaran keluarga. Pada dasarnya NTPU merupakan indikator untuk mengukur kesejahteraan petambak secara relatif. NTPU juga merupakan ukuran kemampuan keluarga petambak untuk memenuhi kebutuhan subsistennya, karena itu disebut nilai tukar subsisten (subsistence term of trade). NTPU dihitung dengan cara membandingkan total pendapatan petambak dengan total pengeluaran petambak udang. Tabel 9. Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) di Kecamatan Muaragembong Tahun No. Uraian 1999 2010 1 Total Pendapatan (Rp./Tahun) 38.063.010 29.084.214 2 Total Pengeluaran (Rp./Tahun) 21.843.290 25.128.774 3 Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) 1,74 1,16 Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Pada Tabel 9 terlihat bahwa rata-rata NTPU di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi mengalami penurunan sebesar 33,58%. Pada tahun 1999, NTPU sebesar 1,74 menjadi 1,16 pada tahun 2010. NTPU di Kecamatan Muaragembong masih lebih besar dari 1 (NTPU > 1) yang artinya rata-rata para petambak tersebut mempunyai tingkat kesejahteraan yang cukup baik. Dalam hal ini, rata-rata petambak udang di Kecamatan Muaragembong mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hidupnya (primer) dan mempunyai potensi untuk mengkonsumsi kebutuhan sekunder serta menabung (saving). 6.2.3 Analisis Ecological Footprint Analisis jejak ekologi (ecological footprint analysis) merupakan alat analisis untuk menentukan atau menghitung daya dukung lingkungan. Ecological footprint menunjukkan seberapa besar suatu populasi atau bangsa memanfaatkan 61

alam. Analisis ecological footprint ditentukan berdasarkan konsumsi masyarakat di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil perhitungan analisis footprint menunjukkan bahwa nilai footprint udang sebesar 0,04, nilai biocapacity (BC) sebesar 2.685,25, dan daya dukung lingkungan parsial tambak udang (CC) sebesar 75.240. Artinya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi udang setiap orang dalam setahun dapat dipenuhi dengan 0,04 ha lahan tambak udang, dengan daya dukung biologis atau ukuran ketersediaan lahan produktif secara ekologis sebanyak 2.685,25 ha. dan kapasitas dari lahan tambak udang di Kecamatan Muaragembong untuk menopang kehidupan suatu wilayah yang berkelanjutan sebanyak 75.240 orang dengan udang sebagai bahan pangannya. Tabel 10. Hasil Perhitungan Analisis Ecological Footprint Kategori Produktifitas Konsumsi Komponen Footprint Biocapacity (BC)= ha (Y)= Kg/ha (DE)= Kg/kapita (FP)= ha/kapita DD=BC/EF Bahan Pangan Dari Tambak Udang 1. Udang 297,57 10,62 0,04 YF= 0,25 A = 10.741 ha Sub Total 297,57 10,62 0,04 2.685,25 Daya dukung Parsial (Tambak Udang) 75.240 Bahan Pangan Kebutuhan Pokok 1. Beras 4.570 219 0,0479 YF=0,76 2. Sayuran 11.725 81 0,0069 A= 2.228,8 ha Sub Total 211 0,0548 1.693,89 Daya dukung Parsial (Pertanian) 30.894 Total 0,0905 4.379,14 Total Daya Dukung Lingkungan 48.378 Sumber: Data Primer diolah, 2010 Berdasarkan hasil perhitungan analisis footprint menunjukkan bahwa nilai footprint pertanian sebesar 0,0548, nilai biocapacity (BC) sebesar 1.693,89 dan daya dukung lingkungan parsial pertanian (CC) sebesar 30.894. Artinya adalah 62

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan kebutuhan pokok setiap orang dalam setahun dapat dipenuhi dengan 0,0548 ha lahan pertanian, dengan daya dukung biologis atau ukuran ketersediaan lahan produktif secara ekologis sebanyak 1.693,89 ha, dan dengan kapasitas dari lahan pertanian di Kecamatan Muaragembong untuk menopang kehidupan suatu wilayah yang berkelanjutan sebanyak 30.894 orang dengan beras dan sayuran sebagai bahan pangan pokoknya. Melalui metode footprint menunjukkan total daya dukung lingkungan di Kecamatan Muaragembong sebesar 48.378 orang yang lebih besar dari jumlah penduduk di Kecamatan Muaragembong 38.967 orang, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kelebihan (surplus) sumberdaya sehingga mengekspor ke daerah luar. Selain itu, total nilai footprint di Kecamatan Muaragembong sebesar 0,0905 lebih kecil dari perbandingan antara jumlah penduduk dengan nilai daya dukung lingkungan sebesar 0,81 menunjukkan telah terjadi surplus sumberdaya sehingga diekspor ke daerah lain. Jika dilihat dari kondisi iklim akibat dari perubahan iklim yang terkadang tidak menentu akhir-akhir ini mengakibatkan menurunnya produktifitas tambak udang dan kualitas lahan tambak. Dengan menurunnya produktifitas udang dan kualitas lahan tambak akan mengakibatkan menurunnya kemampuan dari daya dukung lingkungan (carrying capacity) dan biocapacity lahan tambak udang di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi ini. Apabila kondisi iklim yang tidak menentu dampak dari perubahan iklim maka akan menghakibatkan kemampuan daya dukung lingkungannya dan sumberdaya alam dan lingkungan di 63

Kecamatan Muaragembong tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakatnya. 6.2.4 Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk menentukan fungsi produksi sebagai variabel tidak bebas (dependent) dan unsur iklim dan luas areal tambak sebagai variabel bebas (independent). Berikut ini adalah model fungsi produksi dari udang dengan menggunakan data sekunder yang diolah dengan program SPSS 16.0: Y = 13,291 + 0,081 X1 + 0,257 X2 0,333 X3 0,822 X4 + ε Dimana: Y = Produksi udang (ton) X 1 = Luas lahan tambak (ha) X 2 = Curah hujan (mm/tahun) X 3 = Jumlah hari hujan (hari/tahun) X 4 = Suhu rata-rata ( 0 C) Model fungsi produksi udang diatas memiliki R-square sebesar 0,649 yang artinya variabel luas lahan tambak, curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu ratarata, dalam model dugaan di atas mampu menjelaskan 64,9% terhadap variabel produksi udang (Y) dan sisanya dijelaskan oleh varibel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Berikut ini adalah penjelasan mengenai koefisien yang berada pada model: 1. Luas lahan tambak (X 1 ), nilai koefisien regresi untuk luas tambak dalam model bertanda positif artinya kenaikan 1 ha luas lahan tambak udang diduga akan meningkatkan produksi udang sebesar 0,081 ton dengan asumsi varibel X 2, X 3, dan X 4 (konstan). 64

2. Curah hujan (X 2 ), nilai koefisien regresi untuk curah hujan dalam model bernilai positif artinya kenaikan curah hujan sebesar 1 mm/tahun diduga akan meningkatkan produksi udang sebesar 0,257 ton dengan asumsi variabel X 1, X 3, dan X 4 tetap (konstan). Menurut DKP (2002) dan Buwono (1993), kriteria lahan budidaya udang yang sesuai untuk curah hujan di daerah tambak udang adalah 1.000 3.000 mm /tahun. Hasil regresi curah hujan di Kecamatan Muaragembong berpengaruh positif karena curah hujan di Kecamatan Muaragembong masih berada dibatas kriteria kesesuaian curah hujan di wilayah pertambakan. Curah hujan akan berpengaruh negatif terhadap produksi udang jika curah hujan di daerah tambak udang melebihi atau kurang dari batas kesesuaian curah hujan di daerah tambak udang. Selain itu, apabila curah hujan dan jumlah hari hujan di Kecamatan Muaragembong dan di daerah hulu tinggi, maka akan bernilai negatif karena akan menimbulkan banjir yang dapat menurunkan jumlah produksi. Pada saat curah hujan sangat tinggi, bahkan sering dijumpai fenomena plankthon collaps, yaitu plankthon yang ada di dalam perairan tambak mengalami kematian secara massal. Pada kondisi kualitas air tambak tidak stabil, udang akan sangat mudah mengalami stress dan sangat rentan terhadap berbagai ancaman penyakit. 3. Jumlah hari hujan (X 3 ), nilai koefisien regresi untuk jumlah hari hujan dalam model bernilai negatif artinya kenaikan jumlah hari hujan sebesar 1 hari diduga akan menurunkan produksi udang sebesar 0,333 ton dengan asumsi variabel X 1, X 2, dan X 4 tetap (konstan). 65

4. Suhu rata-rata (X 4 ), nilai koefisien regresi untuk suhu udara rata-rata dalam model bernilai negatif artinya kenaikan suhu rata-rata sebesar 1 0 C diduga akan menurunkan produksi udang sebesar 0,822 ton dengan asumsi variabel X 1, X 2, dan X 3 tetap (konstan). Gejolak perubahan suhu telah memicu stress pada udang dan melemahnya daya tahan tubuh benih udang (benur). Menurunnya daya tahan tubuh mengakibatkan udang lebih mudah terjangkit penyakit. Perubahan suhu perairan juga memacu meletupnya pertumbuhan plankton di perairan, hal ini dapat mengganggu sirkulasi oksigen di tambak yang akhirnya berdampak pada udang. 6.3 Adaptasi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden, seluruh responden melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Bentuk adaptasi yang dilakukan didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Bentuk adaptasi yang dilakukan adalah berhenti sejenak untuk bertambak, merubah waktu panen udang, membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir, dan menanam pohon mangrove di sekitar tambak, Masing masing para responden melakukan adaptasi yang berbeda beda. Bentuk bentuk adaptasi yang dilakukan oleh para petambak masih tergolong sangat sederhana. Mereka hanya mengandalkan pengalaman dan insting mereka sebagai seorang petambak udang. Tingkat pendidikan yang masih rendah sangat mempengaruhi teknologi adaptasi yang dilakukan. Sebagian besar responden melakukan adaptasi dengan merubah waktu panen udang, membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir dan erosi, dan 66

menanam pohon di sekitar tambak. Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh para responden disajikan dalam Gambar 21. 8.06% 20.97% 14.52% 6.45% 8.06% 41.94% Berhenti sejenak bertambak; merubah waktu panen udang; dan membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir. Berhenti sejenak bertambak; membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir; dan menanam pohon mangrove di sekitar tambak. Merubah waktu panen udang; membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir; dan menanam pohon mangrove di sekitar tambak. Merubah waktu panen udang; dan membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir. Membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir; dan menanam pohon mangrove di sekitar tambak. Berhenti sejenak bertambak; merubah waktu panen udang; membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir; dan menanam pohon mangrove disekitar tambak. Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Gambar 21. Bentuk Adaptasi yang Dilakukan Responden Terhadap Perubahan Iklim Selain itu, dari hasil wawancara diketahui bahwa para petambak masih sering berspekulasi dalam menentukan waktu untuk menebar benur udang. Hal ini menyebabkan pertumbuhan udang menjadi kurang baik dan kurang maksimal bila waktu menebar yang tidak tepat. Para petambak udang juga terkadang tidak memperhatikan kondisi iklim dan cuaca dalam menebar benur sehingga dapat menimbulkan kerugian apabila waktunya tidak tepat. Hampir sebagian besar tambak udang yang berada di Kecamatan Muaragembong masih dikelola secara tradisional. Karena dikelola secara tradisional petambak hanya mengandalkan kondisi alam dan iklim untuk mendapatkan hasil udang yang lebih baik. Bila alam dan iklim berubah maka hasil udang yang mereka dapatkan pun akan berubah. 67

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat menyimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat telah terjadi. Hal ini berdasarkan dari data yang diperoleh dari BMKG, BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL, dan hasil wawancara terhadap para petambak udang. Fenomena perubahan iklim meliputi meningkatnya jumlah curah hujan, meningkatnya hari hujan, meningkatnya jumlah hari atau bulan kering ketika musim kemarau, meningkatnya suhu rata-rata, meningkatnya ketinggian banjir dan intensitas pasang, dan meningkatnya ketinggian dan intensitas banjir sungai di Kecamatan Muaragembong yang dirasakan oleh para petambak udang. 2. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan gagal panen dan kerugian bagi para petambak udang. Perubahan iklim juga mengakibatkan terjadinya penurunanan produktifitas tambak udang. Penurunan produktifitas yang terjadi menyebabkan terjadinya penurunan terhadap volume produksi udang 25-50%. Selain itu, telah terjadi peningkatan total biaya produksi sebesar 201,01% yaitu meningkat dari Rp. 203.700.000,- menjadi Rp. 409.600.000,- akibat adanya perubahan iklim. NTPU turun dari 1,74 tahun 1999 menjadi 1,16 pada tahun 2010 atau mengalami penurunan sebesar 33,58%. Melalui metode Ecological Footprint (EF) menunjukkan total daya dukung lingkungan di Kecamatan Muaragembong sebesar 48.378 orang, nilai footprintnya 0,0905 ha/kapita, dan biocapacity (BC) 4.379,14 ha. Total nilai footprint di 68

Kecamatan Muaragembong sebesar 0,0905 lebih kecil dari perbandingan antara jumlah penduduk dengan nilai daya dukung lingkungan sebesar 0,81 menunjukkan telah terjadi surplus sumberdaya sehingga diekspor ke daerah lain. 3. Perubahan iklim telah mendorong para petambak udang melakukan adaptasi. Bentuk adaptasi yang dilakukan didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Bentuk adaptasi yang dilakukan adalah berhenti sejenak untuk bertambak, merubah waktu panen udang, membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir, dan menanam pohon mangrove di sekitar tambak. 7.2 Saran Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada instansi yang terkait seperti Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, pemerintah Kabupaten Bekasi, dan dinas lainnya yang terkait dalam melakukan kebijakan. Adapun beberapa saran yang dihasilkan dalan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan adanya sosialisasi mengenai perubahan iklim kepada para petambak udang secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dilakukan agar para petambak udang memiliki pengetahuan yang baik mengenai perubahan iklim dan dapat memahami serta mampu merespon dengan baik dampak perubahan iklim. 2. Pemerintah serta stakeholder yang terkait harus membantu petambak udang dalam menyediakan sarana dan prasarana yang baik dan menunjang khususnya yang memerlukan modal besar. Hal ini dapat berupa pembangunan 69

tanggul permanen untuk menahan banjir, pemecah ombak dan pasang agar tidak terlalu besar, pembuatan saluran-saluran air yang lebih baik, dan penyediaan pompa air. 3. Masih tradisionalnya teknik tambak udang yang dilakukan oleh para petambak membuat produktifitasnya masih rendah karena masih sangat bergantung kepada alam. Sehingga diperlukan fasilitator dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan para petambak udang dalam melakukan usaha budidaya tambak udang yang baik dan benar serta mendatangkan penghasilan yang besar. Selain itu juga diperlukan bantuan dari pemerintah mengenai perbaikan teknologi penangkapan dan penyediaan modal berbunga rendah. 4. Diperlukannya penelitian lanjutan untuk keterkaitan mengenai penurunan produktifitas, daya dukung lingkungan, dan tingkat kesejahteraan dengan perubahan iklim dilakukan dengan uji statistik serta menggunakan data dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga keterkaitannya lebih jelas terlihat. 70

DAFTAR PUSTAKA Anwar, N. 2009. Analisis Respon Produksi, Permintaan Domestik, dan Penawaran Ekspor Udang Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor. Azizy, A. 2009. Analisis Keterkaitan Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang Dengan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Tradisional (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bogor. 2010. Curah dan Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan. BMKG Bogor. Bogor. Badan Pusat Satistik Kabupaten Bekasi. 2009. Kecamatan Muaragembong Dalam Angka. BPS Kabupaten Bekasi. Bekasi. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Japara. 2007. Penerapan Best Management Practices (BMP) Pada Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara. Boer R, Baharsjah J. S, Las I, Pawitan H. 2003. Analisis Kerentanan dan Adaptasi Terhadap Keragaman dan Perubahan Iklim. Di dalam seminar Anomali dan Perubahan Iklim Sebagai Peluang Untuk Meningkatkan Hasil Perikanan dan Ketahanan Pangan 9-10 September 2003 di Bogor. PERHIMPI. Bogor. Britain s Meteorological Office. November 1999. Dalam http://www.ecobridge.org.htm. Diakses tanggal 30 September 2010. Buwono, I.D. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta. Dinas Hidro dan Oseanografi TNI AL. 2010. Data Ketinggian Pasang Surut Perairan Indonesia. Dishidros TNI AL. Jakarta. Dekimpraswil. 2002. Review Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional: Kebijakan Nasional Untuk Pengembangan Kawasan Budidaya. Bahan Sosialisasi RTRWN dalam rangka Roadshow dengan Departemen Pertanian 17 Oktober. Ditjen Penataan Ruang Dekimpraswil. Jakarta. Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi. 2008. Kajian Potensi Perikanan Laut di Kecamatan Muaragembong. Dinas Peternakan. Perikanan. dan Kelautan. Bekasi. Hardjawinata, S. 1997. Perubahan Iklim Bumi, di Dalam Sumberdaya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien. PERHIMPI. Jakarta. Hal. 255-283. Handoko, I., Y. Sugiharto, dan Y. Syaukat. 2007. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalan Bidang Perdagangan dan Pembangunan. Seameo Biotrop. Bogor. 71

Intergovermental Panel Climate Change. 2000. Emission Scenarios. Cambridge University Press. Cambridge. Jarraud, M. 2008. Perubahan Iklim III: Dampak Terhadap Kawasan Pantai dan Negara Kepulauan. Dalam lokakarya media 21. Global Journalism Network. Geneva. Kementerian Lingkungan Hidup. 2001. Naskah Akademis Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Perubahan Iklim. Laporan Akhir. KLH. Jakarta.. 2007. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Konteks dan Implikasinya Bagi Indonesia. Seameo Biotrop. Bogor. Kisworo, Y. 2007. Analisis Usaha Budidaya Tambak Udang Dengan Pendekatan Tata Ruang Wilayah Pada Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Koesmaryono, I. 1999. Pendekatan IPTEK Dalam Mengantisipasi Penyimpangan Iklim. Di dalam Prosiding Diskusi Panel Strategi Antisipasif Menghadapi Gejala Alam El-Nino dan La-Nina untuk Pembangunan Pertanian 1 Desember 1998 di Bogor. PERHIMPI. Bogor. Hal. 43-57. Kompas. 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak. Http://koralonline.com/artikel/12. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2010. Lains, A. 2003. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Jilid 1. A. Mulyadi, Julius. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional. 2002. Perubahan Iklim: Basis Ilmiah dan Dampaknya. LAPAN. Jakarta. Marindro, I. 2008. Waspada terhadap Musim Hujan. Artikel. Dalam marindroina.blogspot.com. Diakses pada tanggal 30 September 2010. Moediarta, R dan P, Stalker. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim: Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. UNDP Indonesia. Jakarta. Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Muralidhar, M., M. Kumaran, B. Muniyandi, N. W. Abery, N. R. Umesh, S. De Silva, dan S. Jumnongsong. 2010. Perception of Climate Change Impacts and Adaptation of Shrimp Farming in India: Farmer Focus Group Discussion and Stakeholder Workshop Report (2 nd Edition). Network of Aquaculture Centers in Asia-Pasific. India. Murdiyarso, D. 2003. Protokol Kyoto Implikasinya Bagi Negara Berkembang. Kompas. Jakarta. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut. 2005. Kajian Daya dukung Lingkungan Pengembangan Pulau Wetar Kabupaten Maluku Tenggara Barat. IPB. Bogor. Natural Nusantara. 2010. Budidaya Udang. PT. Natural Nusantara. Jakarta. 72

Natawijaya, R.S, D. Supyandi, C. Tulloh, A.C. Tridakusumah, E.M. Calford, dan M. Ford. 2009. Ketahanan Pangan dan Distribusi Pendapatan: Adaptasi Petani Padi Berlahan Sempit. Crawford School of Economics and Government at The Australian National University. Australia. Sari, N. 2005. Penilaian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Hasil Tanaman Jagung (Zea Mays L.) dan Kedelai (Glicine mak L.) di Puspanegara dan Margahayu Jawa Barat. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Bogor. Satria, A. 2009. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. IPB Press. Bogor. Suryani, S. 2008. Analisis Kelayakan Ekologi Budidaya Tambak Udang Dalam Rangka Pengembangan Kawasan Pesisir di Kabupaten Purworejo. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Sutjahjo, H dan Gatut S. 2007. Akankah Indonesia Akan Tenggelam Akibat Pemanasan Global? Penebar Plus. Jakarta. Tahir, A.G. 2000. Kajian Pengembangan Pertambakan Dalam Pemanfaatan Lahan Pesisir Secara Lestari (Studi Kasus: Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Selatan. Tim Peneliti LPPM-IPB. 2010. Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Perekonomian Masyarakat Pesisir di Kecamatan Kadang Haur Kabupaten Cirebon. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Bogor. United Nations Development Program Indonesia. 2007. Sisi lain perubahan iklim - Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnya. ISBN: 978-979-17069-0-2. Ustriyana, I N. G. 2005. Model dan Pengukuran Nilai Tukar Nelayan (Kasus Kabupaten Karangasem). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wackernagel, M and W.E. Rees. 1996. Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on the Earth. New Society Publishers. Canada. 73

LAMPIRAN 74

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor (16680) Telp. (0251) 8621 834. Fax. (0251) 8421 762 KUESIONER PENELITIAN Hari/Tanggal:.. Nomor Responden :.. Nama Responden :.. Alamat Responden :.... No. Telpon/HP :... Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat) oleh Nurman Syahbana, Mahasiswa Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partispipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang obyektif. Informasi Bapak/Ibu/Saudara/i berikan akan terjamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasinya Saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin : L/P 2. Usia :.. tahun 3. Pendidikan Terakhir : a. Tidak Sekolah e. D1/Sederajat b. SD/Sederajat f. D2/Sederajat c. SLTP/Sederajat g. D3/Sedarajat d. SLTA/Sederajat h. S1/Sederajat 4. Status Perkawinan : a. Menikah b. Belum Menikah 5. Jumlah Tanggungan :. Orang 6. Penghasilan Bertambak: Rp. /Bulan 7. Penghasilan Selain Bertambak: Rp../Bulan 8. Jumlah Pengeluaran : Rp..../bulan Keluarga Untuk Pangan 9. Jumlah Pengeluaran : Rp..../bulan Keluarga Untuk Non-Pangan B. Kondisi Sumberdaya Perikanan Tambak 10. Lahan Tambak : - Luas Lahan :.(Ha) - Jenis Udang :. - Sumber Air : a. Laut b. Sungai c. Lainnya - Satus Lahan : a. Pemilik b. Penyewa c. Lainnya - Pengalaman Bertambak:. Tahun 75

- Jumlah Panen dalam Setahun :. Kali - Jumlah Produksi Rata-Rata Udang setiap panen:...kg/ha - Jumlah Biaya dalam Bertambak : Rp./Ha - Jumlah Keuntungan Tambak : Rp.../Ha 11. Konsumsi Udang Per KK/hari: - Jenis Udang:.. (.Kg/hari) - Jenis Udang:.. (.Kg/hari) - Lainnya 12 Berapa kali makan udang setiap hari?... kali C. Persepsi Terhadap Perubahan Iklim 13 Apakah Saudara pernah mendengar istilah perubahan iklim? a. Pernah: Dari 1. TV 2. Radio 3. Koran 4. Petugas Pemerintah 5. Lainnya b. Belum Pernah 14 Apakah Saudara memahami apa yang dimaksud dengan perubahan iklim? a. Ya b. Tidak Jika Ya. Jelaskan: 15 Menurut Saudara perubahan apa yang telah dirasakan di daerah Saudara dalam 10 tahun terakhir? - Suhu a. Meningkat c. Menurun b. Tetap d. Tidak Tahu - Curah hujan a. Meningkat c. Menurun b. Tetap d. Tidak Tahu - Jumlah hari/bulan hujan a. Meningkat c. Menurun b. Tetap d. Tidak Tahu - Jumlah hari/bulan kering a. Meningkat c. Menurun b. Tetap d. Tidak Tahu - Tinggi dan Intensitas a. Meningkat c. Menurun Banjir Pasang b. Tetap d. Tidak Tahu - Tinggi dan Intensitas a. Meningkat c. Menurun Banjir Sungai b. Tetap d. Tidak Tahu 16. Sejak kapan Saudara merasakan adanya perubahan iklim? a. 0 5 tahun lalu b. 5 10 tahun lalu c. Tidak Jelas 17. Apakah dampak perubahan iklim di Muaragembong sangat berpengaruh terhadap kehidupan nelayan? a. Ya b. tidak 18. Jika Ya, apakah yang dirasakan?... 19. Apakah Saudara mengalami kerugian akibat adanya perubahan iklim? a. Ya, sejak kapan: b. Tidak, alasan : 20. Apakah Saudara pernah mengalami gagal panen akibat perubahan iklim? a. Tidak 76

b. Ya, Karena (pilihan boleh lebih dari satu) - Pasang yang tidak menentu. Kapan?... - Hujan yang tidak menentu. Kapan? - Kemarau panjang. Kapan?... - Lainnya..... Jumlah kerugian :... 21. Menurut Saudara, apakah perubahan iklim telah menurunkan tingkat produktivitas (hasil) panen udang? a. Ya b. Tidak Jika Ya, kira-kira penurunan dari./ha menjadi /Ha (.%) 22. Menurut Bapak/ibu/sdr/i apakah perubahan iklim yang terjadi mempengaruhi total pendapatan sebelum 10 tahun terakhir (1990-1999)? a. Ya b. Tidak 23. Jika ya. bagaimana perubahan total pendapatan sebelum 10 tahun terakhir (1990-1999): a. Turun. berapa (Rp)..? b. Naik. berapa (Rp)..? 24. Bagaimana perubahan total pendapatan setelah 10 tahun terakhir (2000-2009)? a. Turun. berapa (Rp)... b. Naik. berapa (Rp)... D. Adaptasi yang Dilakukan Akibat Perubahan Iklim 25. Apakah Saudara melakukan respon akibat perubahan iklim? a. Ya, (lanjut kepertanyaan berikutnya) b. Tidak, alasan:... 26. Apa yang Saudara lakukan untuk merespon perubahan iklim tersebut? (pilihan boleh lebih dari satu) a. Berhenti sejenak bertambak b. Merubah waktu panen udang c. Membuat tanggul untuk menahan banjir d. Menanam pohon mangrove di sekitar tambak e. Lainnya. 27. Berapa jumlah biaya yang saudara keluarkan untuk merespon akibat dari perubahan iklim setiap tahunnya? - Sebelum (1990-1999) : Rp.... - 10 tahun Terakhir (2000-2009): Rp... Catatan: 77

Lampiran 2. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS 16.0 Model Variables Entered/Removed b Variables Entered Variables Removed Method 1 X4, X3, X2, X1 a. Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y Model R Model Summary b R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1.806 a.649.369 2.51961 1.276 a. Predictors: (Constant). X4. X3. X2. X1 b. Dependent Variable: Y Model Sum of Squares ANOVA b Df Mean Square F Sig. 1 Regression 58.758 4 14.689 2.314.191 a Residual 31.742 5 6.348 Total 90.500 9 a. Predictors: (Constant), X4, X3, X2, X1 b. Dependent Variable: Y Model Unstandardized Coefficients B Coefficients a Standardized Coefficients Collinearity Statistics Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) 13.291 2.931 4.535.006 X1.081.331.098.244.817.439 2.276 X2.257.251.338 1.027.352.648 1.543 X3 -.333.363 -.276 -.916.402.775 1.290 X4 a. Dependent Variable: Y -.822.403 -.742-2.042.097.532 1.880 78

79

Lampiran 3. Data Produksi. Luas Lahan Tambak. Curah Hujan, Jumlah Hari Hujan, dan Suhu Rata-Rata Curah Hujan (mm) Jumlah Hari Hujan (hari) Suhu Rata-Rata ( 0 C) Tahun Produksi (ton) Luas (ha) 2000 1569.10 8957.00 2252.00 79.00 28.66 2001 1929.00 8977.00 1529.50 105.10 28.09 2002 1898.60 8977.00 1146.00 57.00 28.32 2003 1915.80 10199.00 2393.00 87.00 28.28 2004 1956.10 10204.00 2416.00 96.00 28.53 2005 864.80 10231.00 1442.00 96.00 28.73 2006 1145.90 10233.00 1593.00 83.00 28.75 2007 1620.60 10736.00 2441.90 106.00 28.68 2008 1717.25 10743.00 1568.00 84.00 28.63 2009 1777.00 10741.00 1610.00 85.00 28.67 80

Lampiran 4. Perhitungan Nilai Tukar Petambak Udang Tahun 1999 dan 2010 No. 2010 1999 Total Pendapatan Total Pengeluaran Total Pendapatan Total Pengeluaran (Rp./Tahun) (Rp. /Tahun) NTPU (Rp./Tahun) (Rp. /Tahun) 81 NTPU 1 22.716.000 18.000.000 1,26 30.474.000 16.500.000 1,85 2 16.611.600 15.600.000 1,06 24.917.400 11.100.000 2,24 3 39.090.000 28.800.000 1,36 54.311.400 23.800.000 2,28 4 31.200.000 30.000.000 1,04 44.400.000 25.000.000 1,78 5 27.600.000 27.240.000 1,01 34.800.000 22.240.000 1,56 6 46.800.000 36.000.000 1,30 58.320.000 31.000.000 1,88 7 28.800.000 25.200.000 1,14 40.320.000 20.200.000 2,00 8 61.200.000 38.400.000 1,59 73.800.000 33.400.000 2,21 9 25.200.000 22.800.000 1,11 38.160.000 20.300.000 1,88 10 43.080.000 27.804.000 1,55 56.328.000 20.304.000 2,77 11 14.400.000 14.400.000 1,00 21.600.000 11.900.000 1,82 12 45.597.000 36.600.000 1,25 60.955.800 35.900.000 1,70 13 48.000.000 36.000.000 1,33 57.750.000 33.500.000 1,72 14 39.600.000 25.800.000 1,53 46.620.000 20.800.000 2,24 15 21.600.000 25.200.000 0,86 27.450.000 22.700.000 1,21 16 22.800.000 22.800.000 1,00 28.650.000 20.300.000 1,41 17 18.000.000 18.000.000 1,00 25.200.000 15.500.000 1,63 18 84.000.000 45.600.000 1,84 102.000.000 38.100.000 2,68 19 18.000.000 16.800.000 1,07 27.000.000 14.300.000 1,89 20 18.000.000 16.800.000 1,07 25.200.000 14.300.000 1,76 21 18.000.000 16.800.000 1,07 27.000.000 14.300.000 1,89 22 30.000.000 32.400.000 0,93 45.000.000 27.400.000 1,64 23 19.126.667 14.400.000 1,33 26.890.000 13.400.000 2,01 24 25.200.000 25.200.000 1,00 35.280.000 22.700.000 1,55 25 14.400.000 14.400.000 1,00 21.600.000 8.400.000 2,57 26 28.800.000 25.200.000 1,14 35.820.000 20.200.000 1,77 27 45.600.000 38.400.000 1,19 54.240.000 33.400.000 1,62 28 54.000.000 52.440.000 1,03 63.000.000 49.940.000 1,26 29 21.600.000 25.200.000 0,86 32.400.000 22.700.000 1,43 30 36.000.000 28.800.000 1,25 43.200.000 26.300.000 1,64 31 30.600.000 28.800.000 1,06 34.800.000 26.300.000 1,32 32 9.600.000 14.400.000 0,67 13.440.000 11.900.000 1,13 33 19.200.000 18.000.000 1,07 25.200.000 13.500.000 1,87 34 36.000.000 24.000.000 1,50 42.300.000 21.500.000 1,97 35 30.000.000 29.400.000 1,02 39.000.000 26.900.000 1,45

36 36.000.000 36.000.000 1,00 48.000.000 31.000.000 1,55 37 32.400.000 22.020.000 1,47 41.400.000 19.520.000 2,12 38 25.200.000 37.200.000 0,68 34.800.000 34.700.000 1,00 39 21.600.000 21.600.000 1,00 27.000.000 20.100.000 1,34 40 18.000.000 22.200.000 0,81 27.000.000 19.700.000 1,37 41 18.000.000 18.600.000 0,97 27.000.000 16.100.000 1,68 42 33.600.000 22.800.000 1,47 44.400.000 20.300.000 2,19 43 24.000.000 23.400.000 1,03 33.000.000 21.900.000 1,51 44 18.000.000 19.200.000 0,94 27.000.000 16.700.000 1,62 45 24.000.000 21.600.000 1,11 31.200.000 19.100.000 1,63 46 36.000.000 28.800.000 1,25 44.400.000 26.300.000 1,69 47 26.400.000 23.400.000 1,13 36.000.000 20.900.000 1,72 48 18.000.000 14.400.000 1,25 22.680.000 11.900.000 1,91 49 18.000.000 14.400.000 1,25 25.200.000 11.400.000 2,21 50 14.400.000 14.400.000 1,00 19.080.000 11.900.000 1,60 51 14.400.000 14.400.000 1,00 21.600.000 13.400.000 1,61 52 21.600.000 18.000.000 1,20 32.400.000 13.500.000 2,40 53 72.000.000 48.000.000 1,50 83.700.000 38.000.000 2,20 54 36.000.000 35.640.000 1,01 42.000.000 32.640.000 1,29 55 22.800.000 20.040.000 1,14 30.000.000 17.540.000 1,71 56 18.000.000 18.000.000 1,00 25.200.000 15.500.000 1,63 57 39.600.000 32.400.000 1,22 46.620.000 29.400.000 1,59 58 21.600.000 18.000.000 1,20 32.400.000 15.000.000 2,16 59 43.200.000 38.400.000 1,13 52.800.000 35.900.000 1,47 60 18.000.000 18.000.000 1,00 27.000.000 15.500.000 1,74 61 18.000.000 19.800.000 0,91 27.000.000 17.300.000 1,56 62 24.000.000 21.600.000 1,11 33.600.000 19.100.000 1,76 Rata- Rata 29.084.214 25.128.774 1,16 38.063.010 21.843.290 1,77 82

Lampiran 5: Dokumentasi Penelitian 83

84