BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disabilitas yang seringkali dipakai kalangan publik atau institusi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Disabilitas adalah suatu bentuk akibat dari keterbatasan seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO remaja adalah tahapan individu yang mengalami pubertas

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan melakukan aktivitas secara mandiri. pembentukan pengertian dan belajar moral (Simanjuntak, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. mempertahankan perasaan kesegaran serta mencegah timbulnya penyakit akibat

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Menstruasi merupakan kondisi fisiologis yang terjadi dan di alami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

1. PENDAHULUAN. Gambaran resiliensi dan kemampuan...dian Rahmawati, FPsi UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB V PEMBAHASAN. menjawab pertanyaan penelitian yaitu untuk mengetahui apakah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada pertemuan International Conference on Population

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kalender atau 40 minggu atau 280 hari (Megasari, 2015). Kehamilan secara umum

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari anggota masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami

BAB1 PENDAHULUAN. Setiap individu merupakan manusia sosial, sehingga setiap individu dituntut

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. anak gadis terjadi antara umur 10 dan 16 tahun (Knight, 2009). Menstruasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi orang tua,

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. anak usia sekolah (Amin et al., 2011) bahkan dikatakan. merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan reproduksi telah menjadi perhatian bersama

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat

BAB I PENDAHULUAN. kematangan seksual. Perubahan-perubahan ini terjadi pada masa-masa

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu. Meskipun menstruasi adalah proses fisiologis, namun banyak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. fisik, biologis, psikologis dan sosial budaya (Sarwono, 2008). dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang besar dan persebaran penduduk yang belum merata. Berdasarkan data

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

TINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PREMENSTENSION KELAS X

BAB I PENDAHULUAN jiwa dan Asia Tenggara sebanyak jiwa. AKI di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang. Usia remaja berlangsung antara umur tahun, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perkembangan pada mental intelektual (mental retardasi) sejak bayi atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang. telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. kurang dalam perilaku adaptif dan memiliki intelektual di bawah rata-rata. yang muncul dalam masa perkembangan (Depkes, 2010).

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat yaitu A,H,C,dan D. PMS A (Anxiety) ditandai dengan gejala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam perjalanan hidupnya, wanita mengalami banyak proses

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mendapatkan ciri-ciri fisik dan sifat yang memungkinkan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB I PENDAHULUAN. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. itu, orang menyebutnya juga sebagai masa yang paling rawan. Keindahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan manusia (Ramawati, 2011). Kemampuan merawat diri adalah suatu

BAB 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran pada dasarnya adalah suatu proses terjadinya interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ringan sampai efek yang berat (Dickinson et al., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sebelum dan selama menstruasi bahkan disertai sensasi mual. 1 Dalam istilah

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak. menuju masa dewasa. Banyak perubahan-perubahan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. (PP No. 72 Tahun 1991). Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini dengan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) menentukan usia remaja antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tumbuh kembang merupakan proses yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu periode dalam siklus kehidupan. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disabilitas adalah evolving process yang didukung oleh proses interaksi antara lingkungan, masyarakat serta kebijakan yang menghambat penyandang disabilitas tidak mampu mengakses secara fisik, mental dan sosial. Menurut Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama. Hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektivitas mereka dalam bermasyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2014). World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah anak disabilitas adalah sekitar 7-10% dari total populasi anak yang ada. Di Indonesia, belum ada data terkini mengenai jumlah dan kondisi anak disabilitas. Gambaran data anak disabilitas ini masih sangat bervariasi. Menurut data Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat 8,3 juta jiwa anak disabilitas dari total populasi anak di Indonesia (82.840.600 jiwa anak) atau sekitar 10% (Mujaddid, 2014). Berdasarkan Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2011, terdapat 130.572 anak penyandang disabilitas dari keluarga miskin, yang terdiri dari: (1) cacat fisik dan mental sebanyak 19.438 anak, (2) tuna daksa sebanyak 32.990 anak, (3) tunanetra sebanyak 5.921 anak, (4) tuna rungu sebanyak 3.861 anak, (5) tunawicara sebanyak 16.335 anak, (6) tunarungu dan tunawicara sebanyak 7.632 anak, (7) tunanetra, tunarungu, dan tunawicara sebanyak 1.207 anak, (8) tunarungu, tunawicara, dan tunadaksa sebanyak 4.242 anak, (9) tunarungu, tunawicara, tunanetra, dan tunadaksa sebanyak 2.991 anak, (10) disabilitas mental sebanyak 30.460 anak, dan (11) mantan penderita gangguan 1

2 jiwa sebanyak 2.257 anak (Mujaddid, 2014). Berdasarkan data tersebut, anak penyandang disabilitas mental menempati urutan kedua terbanyak setelah penyandang tuna daksa. Hal ini menunjukkan bahwa populasi penyandang disabilitas mental di Indonesia masih sangat tinggi. Disabilitas mental mencakup ketidakmampuan mental secara umum yang berdampak pada fungsi adaptif seseorang pada area konseptual, sosial, dan praktis. Disabilitas mental dibagi menjadi empat kategori berdasarkan tingkat intelegensinya, yaitu disabilitas mental ringan, disabilitas mental sedang, disabilitas mental berat, dan disabilitas mental sangat berat. Penelitian ini dilakukan pada siswi dengan disabilitas mental ringan. Hal ini karena siswi disabilitas mental ringan merupakan siswi yang banyak ditemukan di lingkungan sekolah mengingat usia kejiwaan anak disabilitas mental ringan dapat mencapai usia 8-12 tahun atau usia sekolah (Muttaqin, 2008). Selain itu siswi disabilitas mental ringan memiliki kemampuan berkomunikasi yang lebih baik dibandingkan dengan jenis kategori lainnya sehingga mereka akan lebih kooperatif ketika diajak berkomunikasi. Seseorang dikatakan mengalami disabilitas mental ringan apabila memiliki keterbatasan kapasitas kognitif dengan Intelligence Quotient ((IQ) antara 50-55 s.d. 68-70. Tanda-tanda seseorang mengalami disabilitas mental dapat mulai terlihat pada fase perkembangan (Americans Psychiatric Association, 2013). Seorang penyandang disabilitas mental ringan juga akan melewati masa remaja (Baidwan et al., 2014).

3 Seorang remaja akan mengalami suatu proses yang akan membuatnya mendapatkan ciri-ciri fisik dan sifat yang memungkinkannya untuk mampu bereproduksi. Proses ini kita kenal dengan istilah pubertas. Salah satu tanda seorang remaja wanita telah memasuki masa pubertas adalah dengan dialaminya peristiwa menarche atau perdarahan rahim yang pertama (Heffner & Schust, 2010). Menurut Manuaba et al. (2009) pada masa awal terjadinya menstruasi, hormon yang bekerja secara dominan dalam tubuh seorang wanita hanyalah hormon estrogen. Pada masa ini seorang wanita akan mengalami perdarahan yang tidak teratur karena memang perdarahan pada awal menstruasi terjadi tanpa pelepasan sel telur. Setelah umur wanita mencapai 17-18 tahun proses atau siklus menstruasinya akan menjadi lebih teratur dengan interval 26-32 hari. Dengan kata lain, seorang wanita yang berumur kurang dari 17 tahun akan lebih rentan untuk terkena gangguan siklus menstruasi, tetapi tidak menutup kemungkinan gangguan ini akan muncul pada usia lebih tua. Gangguan menstruasi sendiri terdiri dari berbagai macam jenis, diantaranya gangguan pada siklus menstruasi, gangguan pada jumlah darah yang keluar, gangguan perdarahan di luar menstruasi, dan gangguan lain yang menyertai menstruasi (Manuaba et al., 2009). Premenstrual Syndrome (PMS) dan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) merupakan contoh gangguan menstruasi pada jenis gangguan lain yang menyertai menstruasi. Peneliti melakukan penelitian gangguan PMS dan PMDD karena kedua gangguan tersebut

4 tidak memerlukan pemeriksaan fisik lebih lanjut dalam penegakkan diagnosisnya (Collin & Sushan, 2007). Gangguan menstruasi termasuk gangguan PMS dan PMDD memiliki dampak dalam kehidupan sehari-hari. Siddiqui & Pitkin pada tahun 2007 mengungkapkan bahwa 50% dari wanita yang telah mengalami menstruasi mengalami dismenore primer, 80% wanita dengan usia reproduktif mengalami perubahan fisik terkait dengan menstruasinya, dan 20-40% merasakan gejala gangguan siklus menstruasi sebagai akibat dari adanya gangguan mekanisme kontrol mereka. Penelitian mengenai gangguan menstruasi khususnya gangguan PMS dan PMDD pada anak normal telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti baik di dalam maupun di luar negeri. Pada remaja disabilitas mental penelitian yang umumnya dilakukan adalah mengenai dukungan sosial dan kemampuan perawatan diri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nugroho tahun 2014 tentang hubungan dukungan sosial terhadap kemandirian perawatan diri pada anak disabilitas mental ringan di SLB Negeri I Bantul yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan diantara keduanya. Penelitian lain dilakukan oleh Pertiwi tahun 2012 mengenai hubungan motivasi orang tua dengan kemampuan personal hygiene anak disabilitas mental ringan di SLB N 1 Bantul. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi orang tua dengan kemampuan personal hygiene pada anak disabilitas mental ringan. Penelitian terkait masalah menstruasi pada anak disabilitas mental ringan masih jarang ditemukan. Beberapa penelitian yang telah ditemukan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ibralic et al. tahun 2010. Mereka mengungkapkan

5 bahwa remaja disabilitas mental ringan maupun remaja normal memiliki risiko yang sama untuk mengalami gangguan PMS dengan gejala yang berlainan tergantung pada karakteristik masing-masing individu. Selanjutnya, Daniswari tahun 2012 juga telah melakukan penelitian mengenai pengalaman remaja putri disabilitas mental ringan dan sedang dalam menghadapi menstruasi. Penelitian ini menyebutkan bahwa remaja disabilitas mental ringan dan sedang memiliki pengalaman yang sama dengan remaja normal dalam menghadapi menstruasi. Mereka mengalami perubahan fisiologis dan psikologis seperti yang dialami oleh remaja normal saat menstruasi. Perbedaannya terdapat pada aspek kebersihan diri, cara membersihkan pembalut, masalah emosi, dan persepsi yang salah terkait kehamilan. Penelitian ini menjelaskan secara tidak langsung bahwa siswi disabilitas mental ringan membutuhkan bantuan saat mengalami menstruasi, diantaranya bantuan dalam mengontrol emosi, pemahaman tentang menstruasi, dan melakukan aspek kebersihan diri seperti mengganti/membersihkan pembalut. Penelitian Daniswari (2012) belum menjelaskan hal terkait dengan persentase bantuan yang diperlukan dan belum menyinggung masalah gangguan PMS dan PMDD pada anak disabilitas mental ringan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian terkait dengan gangguan PMS dan PMDD telah banyak dilakukan pada anak normal. Namun, penelitian tersebut belum pernah dilakukan pada anak disabilitas mental khususnya disabilitas mental ringan. Masih sedikitnya keragaman penelitian mengenai gangguan PMS dan PMDD serta bantuan yang diperlukan anak

6 disabilitas mental dalam mengahadapi menstruasi berakibat pada kurangnya pengetahuan orang tua, pihak sekolah, maupun anak disabilitas mental mengenai perubahan yang terjadi pada anak disabilitas mental menjelang masa menstruasi. Peran perawat adalah membantu pasien dalam hal ini siswi disabilitas mental untuk mampu beradaptasi dan mengenali gejala-gejala gangguan PMS/PMDD serta bantuan saat menstruasi pada anak disabilitas mental melalui edukasi kepada orangtua/wali, guru, maupun siswi itu sendiri sehingga siswi disabilitas mental tersebut dapat memiliki penyesuaian diri yang positif. Hal ini menjadikan dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian dengan tema gangguan PMS dan PMDD dan bantuan saat menstruasi pada anak disabilitas mental ringan. Studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Pendidikan dan Keolahragaan Provinsi DIY, didapatkan data bahwa pada tahun ajaran 2013/2014 terdapat 71 SLB di seluruh Provinsi yang tersebar di empat kabupaten dan satu kota. Dari 71 SLB tersebut terdapat 57 SLB yang memiliki murid disabilitas mental, 15 sekolah berada di Kabupaten Bantul, delapan sekolah berada di Kabupaten Gunung Kidul, enam sekolah berada di Kabupaten Kulon Progo, 22 sekolah berada di Kabupaten Sleman, dan enam lainnya berada di Kota Yogyakarta. Pemilihan SLB sebagai tempat penelitian ini dikarenakan Sekolah Luar Biasa merupakan sekolah khusus yang telah terstandarisasi secara nasional sehingga sebaran karakteristik anak yang bersekolah di SLB adalah sama. Kurikulum yang diberikan pada masing-masing SLB di setiap wilayah secara umum juga sama sehinga sekolah tidak akan terlalu memengaruhi perbedaan perkembangan seorang anak diabilitas mental. Selain itu karakteristik umur respoden yang

7 bersekolah di SLB umumnya masih memasuki masa remaja. Sebaran umur anak yang bersekolah di SLB relatif sama dibandingkan anak yang berada di yayasan. B. Rumusan Masalah Mengetahui gambaran gangguan menstruasi pada siswi berkebutuhan khusus merupakan hal yang menarik dengan alasan: 1. Baik siswi normal maupun siswi disabilitas mental mengalami masa remaja. Masa remaja merupakan masa dimana terdapat ketidakseimbangan hormon termasuk hormon yang berpengaruh terhadap menstruasi sehingga masa remaja merupakan masa yang rentan terkena gangguan menstruasi (Manuaba et al., 2009) 2. Masih sedikitnya informasi dan penelitian yang menjelaskan tentang gangguan menstruasi yang dialami oleh siswi disabilitas mental terutama untuk jenis gangguan PMS dan PMDD. 3. Anak disabilitas mental ringan memiliki kerentanan mengalami gangguan menstruasi jenis PMS dan PMDD karena anak dengan disabilitas mental ringan mengalami gejala gangguan mood dan tingkah laku saat menghadapi menstruasi (Hillard, 2012). Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti ingin mendapatkan informasi tentang gambaran gangguan menstruasi serta bantuan saat menstruasi pada siswi disabilitas mental ringan khususnya pada gangguan PMS dan PMDD.

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran gangguan menstruasi khususnya gejala gangguan PMS dan PMDD pada siswi disabilitas mental ringan di SLB Provinsi DIY. 2. Untuk mengetahui jenis bantuan yang diperlukan oleh siswi disabilitas mental ringan dalam menghadapi menstruasi. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Menambah keragaman pengetahuan dan penelitian yang dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu kesehatan pada umumnya dan perkembangan ilmu keperawatan terutama keperawatan maternitas pada khususnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memperkaya teori yang sudah ada bahwa siswi disabilitas mental ringan memiliki risiko yang sama untuk mengalami gangguan menstruasi khususnya gangguan PMS dan PMDD seperti siswi normal lainnya. b. Bagi siswi disabilitas mental ringan, dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta kesiapan untuk menghadapi gangguan PMS dan PMDD menjelang menstruasi sehingga nantinya dapat memiliki penyesuaian diri yang positif.

9 c. Bagi tenaga kesehatan misalnya perawat, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan asuhan keperawatan pada siswi disabilitas mental ringan ketika mereka mengalami gangguan yang terjadi menjelang menstruasi. d. Bagi instansi kesehatan, dapat dijadikan sebagai dasar penyuluhan dan dimasukkan sebagai bahan edukasi dalam upaya preventif melalui strategistrategi untuk meningkatkan kesiapan siswi disabilitas mental ringan dalam menghadapi masa menstruasi. e. Bagi masyarakat khususnya orang tua anak siswi disabilitas mental ringan, penelitian ini dapat menambah wawasan mereka mengenai besaran kejadian PMS dan PMDD dan bantuan yang dibutuhkan siswi disabilitas mental ringan ketika menstruasi sehingga mereka siap dan mampu memberikan pelayanan maksimal dan tanggapan yang sesuai kepada anak disabilitas mental. E. Keaslian Penelitian Dari penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, sejauh yang peneliti ketahui belum pernah ada penelitian tentang gangguan menstruasi pada siswi disabilitas mental ringan di SLB Provinsi DIY. Adapun penelitian yang berhubungan dengan gangguan menstruasi dan siswi disabilitas mental adalah sebagai berikut: 1. Daniswari (2012) dengan judul Gambaran Pengalaman Remaja Putri Berkebutuhan Khusus (Retardasi Mental) dalam Menghadapi Menstruasi di SLB N 1 Bantul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman remaja

10 putri disabilitas mental ringan dan sedang dalam menghadapi menstruasi secara garis besar sama dengan yang dialami remaja normal, kecuali pada aspek kebersihan diri, cara membersihkan pembalut, masalah emosi, dan persepsi yang salah terkait kehamilan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah pada penelitian Daniswari (2012) ini menggunakan subjek sebanyak 8 siswi disabilitas mental ringan dan sedang di SLB N 1 Bantul sedangkan penulis melakukan penelitian pada siswi disabilitas mental ringan di Provinsi DIY dengan sampel sebanyak 108 orang siswi. Penelitian Daniswari (2012) dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian kualitatif dan pendekatan fenomenologi sedangkan penulis melakukan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Data Daniswari (2012) diperoleh dengan teknik wawancara dengan menggunakan pedoman interview tidak terstruktur dan pertanyaan open minded sedangkan penulis mengambil data melalui wawancara langsung dengan menggunakan pedoman kuesioner. Persamaan penelitian ini terdapat pada subjeknya yang merupakan siswi disabilitas mental di sebuah SLB. 2. Ibralic et al. (2010) dengan judul Age at Menarche and Premenstrual Syndrome in Adolescent Girls with Intellectual Disability in Bosnia and Herzegovina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak disabilitas mental ringan lebih memiliki usia yang beragam ketika mengalami menarche dibandingkan dengan anak normal. Gejala PMS pada kedua kelompok menunjukkan distribusi yang sama.

11 Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah lokasi tempat penelitian berbeda. Peneliti melakukan penelitian di SLB yang ada di DIY dengan sampel siswi disabilitas mental ringan berjumlah 108 orang siswi sedangkan Ibralic et al. (2010) melakukan penelitiannya di Bosnia dan Herzegovina dengan jumlah sampel sebanyak 31 anak perempuan disabilitas mental ringan dan 31 anak perempuan normal. Penulis melakukan penelitian tanpa menggunakan kelompok kontrol sedangkan Ibralic et al. (2010) melakukan penelitiannya dengan menggunakan kelompok kontrol, yaitu anak normal. Kuesioner yang digunakan oleh Ibralic et al. (2010) merupakan kuesioner yang berpacu pada DSM-IV, sedangkan penulis menggunakan kuesioner yang berpacu pada ACOG dan DSM-IV. Persamaan penelitian ini adalah penulis sama-sama melakukan penelitian pada anak penderita disabilitas mental ringan dan menggunakan variabel tunggal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey deskriptif. 3. Pitajeng (2014) dengan judul Prevalensi Premenstrual Syndrome dan Premenstrual Dysphoric Disorder pada Wanita Di Lapas Klas IIa Kota Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi PMS dan PMDD pada wanita di Lapas Klas IIA Kota Yogyakarta adalah 40,6% dan 18,8%. PMS dan PMDD pada wanita di penjara lebih tinggi dibandingkan dengan populasi normal di Indonesia. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah mengenai subjek penelitian dimana penulis akan melakukan penelitian pada siswi disabilitas mental di sebuah SLB dengan sampel yang lebih besar yaitu

12 sebanyak 108 siswi sedangkan Pitajeng (2014) melakukan penelitiannya pada wanita penghuni lapas dengan jumlah sampel sebanyak 32 wanita. Penulis melakukan pengambilan data menggunakan kuesioner dengan satu kali pengamatan sedangkan Pitajeng (2014) melakukannya dengan tiga kali pengamatan selama tiga bulan. Persamaan penelitian yang dilakukan Pitajeng dengan yang dilakukan oleh penulis adalah sama-sama menggunakan kuesioner ACOG dan DSM-IV. Jenis dan metode penelitian yang penulis gunakan juga sama yaitu penelitian kuantitatif dengan pendekatan survey deskriptif.