PH-6/BPJS TK/ Pertama, 1. Pasal Pasal 25 PP 25 40 PP Tahun Tahun STDD STDD PP No PP 60 Tahun No. 60 Tahun yang mengatur yang mengatur mengenai mengenai manfaat manfaat tambahan tambahan berupa berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN. SJSN. Kedua, Pasal 26 ayat (5) diubah dengan PP No. 2. 60 Pasal Tahun 26 ayat (5) PP yang No 46 Tahun menentukan, diubah Ketentuan dengan PP No lebih 60 Tahun lanjut mengenai yang tata menentukan cara dan Ketentuan persyarata lebih pembayaran lanjut mengenai manfaat tata cara JHT dan persyaratan pembayaran manfaat JHT dimaksud dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tidak sesuai dengan tidak sesuai ketentuan dengan teknik pendelegasian ketentuan teknik pendelegasian diatur dalam Lampiran diatur II dalam UU Nomor Lampiran 12 Tahun II UU 2011 Nomor tentang 12 Pembentukan Tahun 2011 Peraturan tentang Pembentukan perundang-undangan Peraturan angka 202 dan 204. Perundang-undangan. Pasal 3 memperluas cakupan 3. Pasal 3 Permennaker No 19 Tahun memperluas cakupan pengertian pengertian Peserta Peserta mencapai mencapai usia usia pensiun, termasuk juga Peserta yang berhenti yang berhenti bekerja, bekerja, tidak tidak seusai sesuai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 37 ayat (1) UU SJSN. ayat (1) UU SJSN. Oleh : A.A. Oka Mahendra Konsultan Hukum PT Martabat Prima Konsultindo Jakarta, 15 Oktober
1 PP 46 tentang Penyelenggaraan Program JHT stdd PP 60 Tahun Jo No 19 Tahun tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran JHT I PENGANTAR Tanggal 30 Juni Presiden menetapkan PP No 46 Tahun tetang Penyelenggaraan Program JHT. PP tersebut merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 37 ayat (5) dan Pasal 38 ayat (3) UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Kemudian pada tanggal 12 Agustus ditetapkan PP No 60 tahun sebagai perubahan terhadap PP No 46 Tahun. Perubahan dilakukan dengan pertimbangan bahwa PP No 46 sebagai pelaksanaan UU SJSN dalam perkembangannya belum mengakomodasi kondisi ketenagakerjaan secara nasional khususnya yang mengatur mengenai pembayaran manfaat JHT kepada Peserta yang berhenti bekerja, antara lain Karena Peserta mengundurkan diri, terkena Pemutusan Hubungan Kerja, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sebagai pelaksanaan terhadap PP No 46 Tahun stdd PP No 60 Tahun 2016, telah ditetapkan Peraturan Menteri Tenaga kerja No 19 Tahun tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 26 ayat (5) PP No 60 Tahun. No 19 Tahun pada intinya mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembayaran manfaat JHT yang meliputi: Peserta mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap, dan peserta meninggal dunia. Rekomendasi Pertama, DJSN segera melakukan rapat koordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi disharmoni Peraturan Perundangundangan yang terkait dengan JHT dalam rangka menjaga konsistensi pelaksanaan SJSN sesuai UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN. Kedua, DJSN menyarankan kepada Pemerintah untuk mengubah Pasal-Pasal PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun disesuaikan dengan prinsip-prinsip JHT yang diatur dalam UU SJSN; atau mengadvokasi pihak yang kepentingannya dirugikan dengan disharmoni Peraturan Perundang-undangan tersebut (UU SJSN dan PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun jo No 19 tahun, untuk melakukan uji materiil terhadap PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun jo No 19 Tahun, ke Mahkamah Agung.
DAFTAR ISI Hlm I. PENGANTAR 1 II. POKOK PERMASALAHAN 3 III. ANALISIS 3 IV. PENUTUP 16 2
3 II POKOK PERMASALAHAN Apakah PP No 46 Tahun stdd PP No 60 Tahun jo No. 19 Tahun sesuai dengan UU SJSN khususnya Pasal 35 sd Pasal 38? III ANALISIS 1. Pasal 35 sd Pasal 38 UU SJSN mengatur pokok-pokok program JHT yang harus dijadikan acuan dalam penyusunan peraturan pelaksanaannya. Prinsip-prinsip program JHT dalam UU SJSN tersebut pada intinya sebagai berikut: a. JHT diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Prinsip asuransi sosial dalam JHT didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja. Prinsip tabungan wajib dalam JHT didasarkan pada peetimbangan bahwa manfaat JHT berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembangannya. b. JHT diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar Peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,mengalami cacat total tetap,atau meninggal dunia. c. Peserta JHT adalah Peserta yang telah membayar Iuran. d. Manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. e. Besarnya manfaat JHT ditentukan berdasarkan seluruh akumualasi Iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembangannya. f. Pembayaran Manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. g. Apabila Peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat JHT. h. Besarnya Iuran JHT untuk Peserta Penerima Upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari Upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja dan pekerja. i. Besarnya Iuran JHT untuk Peserta yang tidak menerima Upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan secara berkala oleh Pemerintah. j. Ketentuan mengenai pembayaran Manfaat JHT dan besarnya Iuran diatur lebih lanjut dalam PP. 2. PP sebagai pelaksanaan UU tidak boleh bertentangan dengan UU, sesuai dengan prinsip hierarki Peraturan Perundang-Undangan ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 12 tahun 2011 menyatakan a.l. yang dimaksud dengan hierarki adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip bahwa Peraturan perundangundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 3. Berikut disampaikan perbandingan materi muatan UU SJSN yang terkait dengan program JHT, dan materi muatan PP 46 Tahun, PP 60 tahun dan No 19 Tahun. 4 Aspek Pengertian Pasal 35 ayat (1) Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Penjelasan Pasal 3 ayat (1): Prinsip asuransi sosial dalam jaminan hari tua didasarkan pada mekanisme asuransi dengan pembayaran iuran antara pekerja dan pemberi kerja. Prinsip tabungan wajib dalam jaminan hari tua didasarkan pada pertimbangan bahwa manfaat jaminan hari tua berasal dari akumulasi iuran dan hasil pengembanganny a. Tahun
5 Aspek Tahun Tujuan Pasal 35 ayat (2) Jaminan hari tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Peserta Pasal 36 Peserta jaminan hari tua adalah peserta yang telah membayar iuran. Pasal 1 angka 1 Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Pasal 1 angka 3 Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran. Pasal 1 angka 1 Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Pasal 4 ayat (1) Peserta program JHT terdiri atas: a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara; dan
Aspek b. Peserta bukan penerima Upah. Tahun Pasal 4 ayat (2) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. Pekerja pada perusahaan; b. Pekerja pada orang perseoranga; dan c. orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. 6 Pasal 4 ayat (3) Peserta bukan penerima Upah dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Pemberi Kerja; b. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang
7 Aspek Manfaat dan penerima manfaat Pasal 37 ayat (1) Manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. bukan menerima Upah. Pasal 22 ayat (1) Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila Peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Tahun Pasal 37 ayat (4) Apabila peserta meninggal dunia, ahli warisnya yang sah berhak menerima manfaat jaminan hari tua. Pasal 23 ayat (1) Apabila Peserta meninggal dunia, maka manfaat JHT diberikan kepada ahli waris yang sah. Besaran manfaat Pasal 37 ayat (2) Besarnya manfaat jaminan hari tua ditentukan berdasarkan seluruh akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil pengembanganny a. Pasal 23 ayat (2) Ahli waris dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. janda; b. duda; atau c. anak. Pasal 22 ayat (2) Besarnya manfaat JHT adalah sebesar nilai akumulasi seluruh Iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening
Aspek perorangan Peserta. Pasal 22 ayat (3) Tahun Manfaat JHT dimaksud pada ayat (1) dibayar secara sekaligus. Pasal 22 ayat (5) Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu dimaksud pada ayat (4) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% (sepuluh persen) untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun. Pasal 22 ayat (6) 8 Pengambilan manfaat JHT dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali selama menjadi Peserta. Pasal 25 ayat (1) Selain manfaat JHT
9 Aspek dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Peserta memperoleh manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain. Tahun Pembayara n manfaat Pasal 37 ayat (3) Pembayaran manfaat jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun. Pasal 22 ayat (4) Dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila Peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Pasal 26 ayat (1) Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada Peserta apabila: a. Peserta mencapai usia pensiun; b. Peserta mengalami cacat total tetap; atau Pasal 26 ayat (1) Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada Peserta apabila: a. Peserta mencapai usia pensiun; Pasal 2 Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta apabila: a. Peserta mencapai usia pensiun b. Peserta mengalami cacat total tetap; atau
Aspek c. Peserta meninggal dunia. d. Peserta meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya. Tahun b. Peserta mengalam i cacat total tetap; atau c. Peserta meninggal dunia. c. Peserta meninggal dunia. Pasal 26 ayat (2) Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun diberikan kepada Peserta pada saat memasuki usia pensiun. Pasal 26 ayat (2) Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada Peserta. Pasal 3 ayat (1) Manfaat JHT bagi Peserta mencapai usia pensiun dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia pensiun. Pasal 3 ayat (2) Manfaat JHT bagi Peserta mencapai usia pensiun dimaksud pada ayat (1) termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja. 10 Pasal 26 ayat (3) Manfaat JHT bagi Peserta yang dikenai pemutusan hubungan kerja atau berhenti Pasal 3 ayat (3) Peserta yang berhenti bekerja dimaksud pada
Aspek bekerja sebelum usia pensiun, dibayarkan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun. Pasal 26 ayat (4) Dalam hal peserta mengalami cacat total tetap, hak atas manfaat JHT diberikan kepada peserta. Tahun Pasal 26 ayat (3) Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada Peserta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. ayat (2) meliputi: a. Peserta mengundur kan diri; b. Peserta terkena pemutusan hubungan kerja; c. Peserta yang meninggalk an Indonesia untuk selamalamanya. Pasal 26 ayat (5) Dalam hal Peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, hak atas manfaat JHT diberikan kepada ahli waris dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2). Pasal 26 ayat (4) Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia dimaksud pada ayat (1) huruf c sebelum mencapai usia 11
Aspek Tahun pensiun diberikan kepada ahli waris dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2). 12 Pasal 26 ayat (6) Dalam hal Peserta tenaga kerja asing atau warga negara Indonesia meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, manfaat JHT diberikan kepada Peserta yang bersangkutan. Pasal 29 Dalam hal Peserta masih bekerja pada usia pensiun dan memilih untuk menunda menerima pembayaran Pasal 26 ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Aspek manfaat JHT pada usia 56 (lima enam) tahun serta tetap menjadi Peserta dan membayar Iuran, pembayaran manfaat JHT dapat dilakukan pada saat Peserta berhenti bekerja. Tahun Besaran iuran Pasal 38 ayat (1) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta penerima upah ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari upah atau penghasilan tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja Pasal 16 ayat (1) Iuran JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara sebesar 5,7% (lima koma tujuh persen) dari Upah, dengan ketentuan: a. 2% (dua persen) ditanggung oleh Pekerja; dan b. 3,7% (tiga koma tujuh persen) ditanggung oleh Pemberi Kerja. Pasal 38 ayat (2) Besarnya iuran jaminan hari tua untuk peserta yang tidak menerima upah ditetapkan berdasarkan jumlah nominal yang ditetapkan berdasarkan jumlah nominal Pasal 18 ayat (1) Iuran JHT bagi Peserta bukan penerima Upah didasarkan pada jumlah nominal tertentu dari penghasilan Peserta yang ditetapkan dalam daftar 13
Aspek yang ditetapkan secara berkala. Pasal 38 ayat (3) Ketentuan dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Tahun 4. Dari perbandingan diatas dapat diketahui terdapat beberapa pasal PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun jo No 19 tahun yang tidak sesuai dengan Pasal-Pasal UU SJSN yang mengatur program JHT, yaitu: a. Pasal 25 PP 40 Tahun STDD PP No 60 Tahun yang mengatur mengenai manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN yang menentukan Manfaat JHT berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Selain itu, Pasal 25 PP No 46 tahun STDD PP No 60 Tahun khususnya frasa dan/atau manfaat lain tidak sejalan dengan Penjelasan Umum UU SJSN alinea 3 yang menyatakan a.l. SJSN pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Digunakannya frasa dan/atau manfaat lain mengandung ketidakpastian mengenai apa yang dimaksud dengan manfaat lain tersebut sehingga dapat diprediksi dan direncanakan dengan tertib sesuai degan prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial. 14 Dari aspek teknis Penyusunan Peraturan Perundang-undangan penggunaan frasa dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Lampiran II angka 243 yang menyatakan Ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain lugas dan pasti.
Dicantumkannya manfaat tambahan dalam Pasal 25 PP 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun mengacu pada implementasi UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek beserta peraturan pelaksanaannya yang dipandang oleh pembentuk PP masih dirasakan manfaatnya oleh pegawai swasta, dikemukakan dalam Penjelasan Umum alinea 6 PP Nomor 46 tahun STDD PP No 60 Tahun. b. Rumusan Pasal 26 PP No 46 Tahun diubah dengan PP No 60 Tahun dengan menghapus ayat (1) huruf d, ayat (3) dan ayat (6) disesuaikan dengan ketentuan Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 37 ayat (1) UU SJSN, dengan satu tambahan ayat yaitu ayat (5) sbb Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayaran manfaat JHT dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Ayat (5) tersebut sengaja dicantumkan untuk memberi peluang kepada Menteri untuk menetapkan peraturan pelaksanaan. Padahal jika ditilik dari teknik Pendelegasian diatur dalam lampiran II UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, angka 202 atau 204 subdelegasi diperbolehkan jika pendelegasian menggunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai.diatur dengan atau berdasarkan.., atau dengan kalimat Ketentuan mengenai diatur dengan. Kalimat pendelegasian yang digunakan dalam Pasal 37 ayat (5) UU SJSN Ketentuan dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut dalam PP. Dengan kata lain pengaturan mengenai pembayaran manfaat JHT dimaksud pada Pasal 37 ayat (3) dan ayat (4) UU SJSN, didelegasikan pengaturannya pada PP. c. Pasal 3 Permennaker No 19 Tahun memperluas cakupan pengertian Peserta mencapai usia pensiun, termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja. Peserta yang berhenti bekerja meliputi: Peserta mengundurkan diri; Peserta terkena PHK; Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Ketentuan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (1) UU SJSN yang menentukan bahwa manfaat JHT berupa uang tunai dibayarkan 15
sekaligus kepada Peserta yang memasuki usia pensiun, cacat total atau meninggal dunia. Penjelasan Pasal 35 ayat (2) menyatakan JHT diterimakan kepada Peserta yang belum memasuki usia pensiun karena mengalami cacat total tetap sehingga tidak bisa lagi bekerja dan iurannya berhenti. Kemudian dalam pasal 37 ayat (3) UU SJSN ditentukan Pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun. Ketentuan Pasal 3 ayat (2), ayat (3), Pasal 5, Pasal 6 Permennaker No 19 Tahun tidak ada dasar hukumnya dalam UU SJSN. IV PENUTUP Pendapat Hukum Berdasarkan analisa diuraikan di atas dapat disampaikan pendapat hukum sebagai berikut: 1. Pasal 25 PP 40 Tahun STDD PP No 60 Tahun yang mengatur mengenai manfaat tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain tidak sesuai dengan Pasal 37 UU SJSN. 2. Pasal 26 ayat (5) PP No 46 Tahun diubah dengan PP No 60 Tahun yang menentukan Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pembayatan manfaat JHT dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tidak sesuai dengan ketentuan teknik pendelegasian diatur dalam Lampiran II UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan angka 202 dan 204. 3. Pasal 3 Permennaker No 19 Tahun memperluas cakupan pengertian Peserta mencapai usia pensiun, termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja, tidak sesuai dengan Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (1) UU SJSN. Rekomendasi 16 1. DJSN segera melakukan rapat kordinasi dengan pihak terkait untuk mencari solusi disharmoni Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan JHT
dalam rangka menjaga konsistensi pelaksanaan SJSN sesuai UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN. 2. DJSN menyarankan kepada Pemerintah untuk mengubah Pasal-Pasal PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun disesuaikan dengan prinsip-prinsip JHT yang diatur dalam UU SJSN; atau mengadvokasi pihak yang kepentingannya dirugikan dengan disharmoni Peraturan Perundang-undangan tersebut (UU SJSN dan PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun jo No 19 tahun, untuk melakukan uji materiil terhadap PP No 46 Tahun STDD PP No 60 Tahun jo No 19 Tahun, ke Mahkamah Agung. 17
www.jamsosindonesia.com 18
www.jamkesindonesia.com 19