PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Transkripsi

1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan amanat ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun. Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang mampu memenuhi kebutuhan pokok bagi pekerja dan keluarganya pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia. 2. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan kepada peserta yang memasuki usia pensiun 1 / 24

2 atau mengalami cacat total tetap atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia. 3. Manfaat Berkala adalah manfaat pensiun yang dibayarkan secara berkala setiap bulan. 4. Manfaat sekaligus adalah manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus, sebesar seluruh akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. 5. Peserta Program Jaminan Pensiun yang selanjutnya disebut peserta adalah pekerja yang terdaftar dan telah membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan. 6. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lain. 7. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan pekerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. 8. Perusahaan adalah: a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar gaji atau upah atau imbalan dalam bentuk lainnya; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar gaji atau upah atau imbalan dengan bentuk lain. 9. Janda atau duda ahli waris adalah istri atau suami yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Republik Indonesia dan terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang berhak menerima manfaat pensiun. 10. Anak Ahli Waris adalah anak kandung yang sah atau anak kandung atau anak yang disahkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Republik Indonesia dan terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang berhak menerima manfaat pensiun. 11. Orang Tua Ahli waris adalah ayah kandung atau ibu kandung atau ayah angkat atau ibu angkat yang sah sesuai peraturan perundang-undangan dan terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. 12. Penerima Manfaat Pensiun adalah peserta atau ahli waris peserta yang berhak menerima manfaat pensiun. 13. Pensiunan adalah penerima manfaat pensiun yang berhak atas manfaat berkala. 14. Pensiunan Hari Tua adalah peserta yang berhak menerima manfaat berkala pensiun hari tua. 15. Pensiunan Cacat adalah peserta yang berhak menerima manfaat berkala pensiun cacat. 16. Pensiunan Janda atau Duda adalah janda atau duda peserta yang berhak menerima manfaat berkala pensiun janda atau duda. 17. Pensiunan Anak adalah anak peserta yang berhak menerima manfaat berkala pensiun anak. 18. Pensiunan Orang Tua adalah orang tua peserta lajang yang berhak menerima manfaat berkala pensiun orangtua. 19. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan atau pemerintah. 20. Masa Iur adalah jumlah bulan pelunasan pembayaran iuran peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan. 21. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah kartu tanda kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial. 22. Masa Kerja dalam Program Jaminan Pensiun yang selanjutnya disebut masa kerja adalah akumulasi jumlah bulan bekerja yang dilengkapi dengan pelunasan pembayaran iuran dan terhitung sejak pekerja efektif menjadi peserta. 2 / 24

3 23. Gaji atau Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja, ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan yang bersifat tetap bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 24. Upah yang diperhitungkan adalah upah sebulan yang dijadikan dasar perhitungan iuran dan manfaat sesuai dengan batasan upah. 25. Penghasilan Tidak Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat PTKP adalah pengurangan per bulan terhadap penghasilan bulanan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar wajib pajak di indonesia. 26. Cacat Total Tetap adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. 27. Dokter Penasehat adalah dokter yang mempunyai tugas dan fungsi untuk memberi pertimbangan medis dalam menentukan besarnya persentase kecacatan akibat kecelakaan kerja. 28. Usia Pensiun adalah usia yang ditetapkan sebagai dasar usia peserta berhak menerima manfaat pensiun hari tua. 29. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk dengan Undang Undang Nomor 24 b Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk menyelenggarakan program jaminan sosial meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian. 30. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian khusus yang ditunjuk oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan untuk melakukan pengawasan terhadap ditaatinya Peraturan Pemerintah ini oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara. 31. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. BAB II KEPESERTAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN Bagian Kesatuan Umum Pasal 2 Setiap Pemberi kerja penyelenggara negara dan selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta program Jaminan Pensiun kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan. Bagian Kedua Kepesertaan Pasal 3 (1) Peserta program jaminan pensiun adalah peserta penerima gaji atau upah. 3 / 24

4 (2) Peserta penerima gaji atau upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara; dan b. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara. (3) Kepesertaan bagi pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 4 (1) Kepesertaan pada program jaminan pensiun mulai berlaku sejak pekerja terdaftar dan telah membayar iuran di BPJS Ketenagakerjaan. (2) Kepesertaan program jaminan pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berakhir dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta memasuki usia pensiun; b. Peserta meninggal dunia; atau c. Peserta mengalami cacat total tetap. Bagian Ketiga Tata Cara Pendaftaran Pasal 5 (1) Pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi secara lengkap data pekerja beserta anggota keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima dari BPJS Ketenagakerjaan. (3) BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan Nomor Kepesertaan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan. (4) Kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku sejak Nomor Kepesertaan dikeluarkan. Pasal 6 (1) BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan Sertifikat Kepesertaan bagi perusahaan dan Kartu Kepesertaan bagi seluruh pekerja, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran pertama di bayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pemberi kerja menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada masing-masing peserta, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 7 (1) Peserta yang pindah tempat kerja, wajib memberitahukan kepesertaannya kepada pemberi kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dimilikinya. 4 / 24

5 (2) Pemberi kerja tempat kerja baru, wajib meneruskan kepesertaan pekerja dengan melaporkan kartu peserta dan membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan, sejak pekerja bekerja pada pemberi kerja tempat kerja baru. Pasal 8 (1) Dalam hal terjadi perubahan data peserta dan keluarganya, peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada pemberi kerja. (2) Pemberi kerja setelah menerima perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak data diterima. (3) Dalam hal terjadi perubahan data upah, jumlah pekerja, lamat kantor dan perubahan data lainnya terkait penyelenggaraan program jaminan sosial, pemberi kerja wajib menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan. Pasal 9 (1) Dalam hal pemberi kerja selain penyelenggara negara, nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan pekerjanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1), pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan. (2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pekerja yang bersangkutan dengan mengisi formulir pendaftar yang telah ditetapkan dengan melampirkan: a. Perjanjian Kerja atau surat keputusan pengangkatan atau bukti lain yang menunjukkan sebagai pekerja/buruh; b. Kartu Tanda Penduduk; dan c. Kartu Keluarga. (3) Berdasarkan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), BPJS Ketenagakerjaan melakukan verifikasi kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pendaftaran dilakukan. (4) Dalam hal, hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terbukti, maka pemberi kerja wajib memungut dan menyetor iuran yang menjadi kewajiban pekerja dan membayar iuran yang menjadi kewajiban pemberi kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan. (5) Berdasarkan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4), BPJS Ketenagakerjaan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak pendaftaran dan iuran pertama diterima, wajib mengeluarkan Nomor Kepesertaan. (6) Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mulai berlaku sejak Nomor Kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 10 (1) Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, dikeluarkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pendaftaran dan iuran pertama diterima BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pemberi kerja wajib menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada masing-masing 5 / 24

6 peserta, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak kartu peserta diterima dari BPJS Ketenagakerjaan. Bagian Keempat Penerima Manfaat Pensiun Pasal 11 (1) Pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan data anggota keluarga pekerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagai penerima manfaat pensiun. (2) Penerima manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang didaftarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan meliputi: a. 1 (satu) orang istri atau suami yang sah menurut peraturan perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. Paling banyak 2 (dua) orang anak yaitu anak kandung dari pernikahan yang sah, anak kandung atau anak angkat yang di sahkan menurut peraturan perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. 1 (satu) orang tua terdiri dari ayah kandung, ibu kandung, ayah angkat, atau ibu angkat. (3) Anak yang lahir paling lama 300 (tiga ratus) hari setelah terputusnya hubungan pernikahan istri atau suami yang telah terdaftar dinyatakan sah, atau setelah peserta meninggal dunia dapat didaftarkan sebagai penerima manfaat pensiun. (4) Dalam hal terjadi perubahan susunan penerima manfaat pensiun, peserta wajib menyampaikan perubahan daftar penerima manfaat paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak perubahan susunan penerima manfaat pensiun kepada pemberi kerja. (5) Pemberi kerja wajib melaporkan perubahan susunan penerima manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada BPJS Ketenagakerjaan. (6) Dalam hal peserta memasuki usia pensiun dapat melakukan perubahan penerima manfaat pensiun. (7) Perubahan daftar penerima manfaat pensiun tidak dapat dilakukan setelah peserta meninggal dunia. (8) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan ahli waris yang berhak menerima manfaat pensiun, maka dapat diselesaikan secara musyawarah dan bila musyawarah tidak tercapai, diselesaikan melalui pengadilan negeri setempat. BAB III KEPENSIUNAN Bagian Kesatu Usia Pensiun dan Gaji atau Upah yang Diperhitungkan Pasal 12 (1) Usia pensiun ditetapkan untuk pertama kali 56 (lima puluh enam) tahun. 6 / 24

7 (2) Pada setiap bulan januari terhitung sejak tahun 2030 usia pensiun bertambah selama 2 (dua) bulan setiap tahunnya sampai mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun. (3) Dalam hal pekerja telah memasuki usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan maka pekerja dapat memilih untuk menerima manfaat pensiun pada saat berusia 56 (lima puluh enam) tahun pada saat berhenti bekerja. Pasal 13 Gaji atau Upah yang diperhitungkan sebagai dasar pembayaran iuran dan manfaat pensiun adalah upah sebulan dan paling tinggi sebesar 8 (delapan) kali PTKP. Bagian Kedua Larangan Penggunaan Hak atas Manfaat Jaminan Pensiun Pasal 14 (1) Hak atas manfaat jaminan pensiun yang dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman dan tidak dapat dialihkan maupun disita. (2) Semua transaksi yang yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran manfaat jaminan pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat jaminan pensiun yang di peroleh dari BPJS Ketenagakerjaan dinyatakan batal demi hukum. BAB IV MANFAAT DAN TATA CARA PEMBAYARAN MANFAAT Bagian Kesatu Manfaat Pensiun Pasal 15 (1) Manfaat pensiun berupa: a. Pensiun Hari Tua; b. Pensiun cacat; c. Pensiun janda dan duda; d. Pensiun anak; atau e. Pensiun orang tua. (2) Manfaat pensiun hari tua diterima peserta yang telah mencapai usia pensiun. (3) Manfaat pensiun cacat diterima oleh peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun. (4) Manfaat pensiun janda atau duda diterima oleh janda atau duda ahli waris peserta atau pensiunan cacat yang meninggal. 7 / 24

8 (5) Manfaat pensiun anak diterima oleh anak ahli waris dari peserta atau pensiunan hari tua atau pensiunan cacat yang meninggal dunia atau tidak memiliki janda atau duda yang meninggal dunia. (6) Manfaat pensiun orang tua diterima oleh orang tua ahli waris peserta lajang yang meninggal dunia. (7) Manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan secara bulanan dalam bentuk manfaat berkala atau dibayarkan secara sekaligus dalam bentuk manfaat sekaligus, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini. Paragraf 1 Formula Manfaat Berkala Pasal 16 (1) Manfaat berkala sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (7) sebagai berikut: a. Pada tahun pertama, manfaat berkala dihitung berdasarkan formula manfaat berkala; dan b. Untuk tahun selanjutnya, manfaat berkala dihitung sebesar manfaat berkala tahun sebelumnya dikali faktor indeksasi. (2) Formula manfaat berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah 1% (satu per seratus) dikali masa kerja dikali upah terakhir dikali faktor pengali manfaat sesuai tabel. (3) Upah terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah rata-rata 3 (tiga) tahun terakhir upah yang diperhitungkan. (4) Faktor pengali manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang digunakan untuk perhitungan manfaat berkala pensiun hari tua, pensiun cacat, pensiun janda atau duda, pensiun anak dan pensiun orang tua sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. (5) Faktor indeksasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b adalah 1 (satu) ditambah 50% (lima puluh per seratus) inflasi tahun sebelumnya. Pasal 17 (1) Manfaat berkala yang diterima peserta paling sedikit sebesar manfaat berkala minimum dan setinggitingginya sebesar manfaat berkala maksimum. (2) Manfaat berkala minimum ditetapkan sebesar 0,15 (nol koma lima belas) kali PTKP. (3) Manfaat berkala maksimum ditetapkan sebesar 6 (enam) kali PTKP. (4) Manfaat berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dana ayat (3) dapat ditinjau kembali secara berkala. Paragraf 2 Manfaat Pensiun Hari Tua Pasal 18 (1) Manfaat pensiun hari tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2), dibayarkan secara bulanan dalam bentuk manfaat berkala apabila peserta telah mencapai usia pensiun dan memiliki masa iur paling 8 / 24

9 sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan. (2) Manfaat pensiun hari tua, sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2), dibayarkan secara sekaligus dalam bentuk manfaat sekaligus apabila peserta telah mencapai usia pensiun tetapi memiliki masa masa iur kurang dari 180 (seratus delapan puluh) bulan. (3) Peserta yang telah mencapai usia pensiun dan belum memiliki masa iur 180 ( seratus delapan puluh) bulan, dapat melanjutkan kepesertaan dan pembayaran iuran sampai mencapai 180 (seratus delapan puluh) bulan untuk mendapatkan manfaat berkala. (4) Dalam hal pekerja telah mencapai usia pensiun dan tidak dipekerjakan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka iuran jaminan pensiun sebesar 8% (delapan per seratus) seluruh menjadi beban peserta. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 19 (1) Besar manfaat berkala pensiun hari tua dihitung sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1). (2) Manfaat sekaligus pensiun cacat sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Pasal 20 (1) Pembayaran manfaat pensiun hari tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dana ayat (2) dibayarkan terhitung sejak tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah peserta mencapai usia pensiun. (2) Pembayaran manfaat pensiun hari tua dibayarkan setelah peserta memenuhi persyaratan dokumen secara lengkap kepada BPJS Ketenagakerjaan. (3) Pembayaran manfaat berkala pensiun hari tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dihentikan apabila pensiunan Hari Tua meninggal dunia. Paragraf 3 Manfaat Pensiun Cacat Pasal 21 (1) Manfaat pensiun cacat sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (3), dibayarkan secara bulanan dalam bentuk manfaat berkala apabila peserta mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun dan memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan atau paling sedikit 30 (tiga puluh) bulan dalam 36 (tiga puluh enam) bulan terakhir sebelum peserta sebelum mengalami cacat total tetap. (2) Manfaat pensiun cacat sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (3), dibayarkan secara sekaligus apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 22 (1) Manfaat berkala pensiun cacat dihitung sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) dan masa kerja diperhitungkan sama seperti peserta mencapai usia pensiun. 9 / 24

10 (2) Manfaat sekaligus pensiun cacat sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Pasal 23 (1) Manfaat pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan terhitung sejak tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah peserta ditetapkan mengalami cacat total tetap oleh BPJS Ketenagakerjaan atau Pengawasan Ketenagakerjaan atau Menteri. (2) Pembayaran manfaat berkala pensiun cacat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dihentikan apabila pensiunan cacat meninggal dunia. Pasal 24 (1) Peserta dinyatakan cacat total tetap setelah melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter yang memeriksa atau dokter yang merawat atau Dokter Penasehat. (2) BPJS Ketenagakerjaan menghitung dan membayar jaminan pensiun berdasarkan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan manfaat pensiun cacat ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Paragraf 4 Manfaat Pensiun Janda atau Duda Pasal 25 (1) Manfaat pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (4) dibayarkan secara bulanan dalam bentuk manfaat berkala apabila: a. Peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun dan memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan atau paling sedikit 30 (tiga puluh) bulan dalam 36 (tiga puluh enam) bulan terakhir sebelum peserta tersebut meninggal dunia; atau b. Pensiunan Cacat atau Pensiunan Hari Tua Meninggal dunia. (2) Manfaat pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (4), dibayarkan secara sekaligus dalam bentuk manfaat sekaligus apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, memiliki masa iur kurang dari 180 (seratus delapan puluh) bulan, dan dalam 36 (tiga puluh enam) bulan sebelum meninggal dunia memiliki masa iur kurang dari 30 (tiga puluh) bulan. Pasal 26 (1) Besar manfaat berkala pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf a dihitung sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), dan masa iur diperhitungkan sama seperti peserta mencapai usia pensiun. (2) Manfaat berkala pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf b sebesar 70% (tujuh puluh perseratus) dari manfaat pensiun berkala yang diterima oleh pensiunan cacat atau pensiunan hari tua yang meninggal dunia. (3) Manfaat sekaligus pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. 10 / 24

11 Pasal 27 (1) Pembayaran manfaat pensiun janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan terhitung sejak tanggal 1 (satu) untuk bulan berikutnya setelah Peserta atau Pensiunan Cacat atau Pensiunan Hari Tua Meninggal dunia. (2) Pembayaran manfaat pensiun berkala janda atau duda sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) dihentikan apabila Pensiunan Janda atau Duda meninggal dunia atau menikah kembali. (3) Pembayaran manfaat pensiunan janda atau duda dibayarkan setelah ahli waris peserta atau pensiunan cacat atau pensiunan hari tua memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen kepada BPJS ketenagakerjaan. Paragraf 5 Manfaat Pensiunan Anak Pasal 28 (1) Manfaat pensiunan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5),dibayarkan secara bulanan dalam bentuk manfaat berkala apabila: a. Peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiunan, memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan atau paling sedikit 30 (tiga puluh) bulan dalam 36 (tiga puluh enam) bulan sebelum peserta tersebut meninggal dunia dan tidak memiliki janda atau duda; atau b. Pensiunan Cacat atau Pensiunan Hari Tua meninggal dunia dan tidak memiliki janda atau duda; atau c. Pensiunan Janda atau Duda meninggal dunia atau menikah kembali. (2) Manfaat pensiunan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (5), dibayarkan secara sekaligus dalam bentuk manfaat sekaligus apabila peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, memiliki masa iur kurang dari 180 (seratus delapan puluh)bulan, dan dalam 36 (tiga puluh enam) bulan sebelum meninggal dunia memiliki masa iur kurang dari 30 (tiga puluh) bulan, serta tidak memiliki janda atau duda. Pasal 29 (1) Manfaat berkala pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) huruf a dihitung dengan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), dan masa iur diperhitungkan sama seperti peserta mencapai usia pensiun. (2) Manfaat berkala pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) huruf b sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari manfaat berkala yang diterima oleh pensiunan janda atau duda yang meninggal dunia. (3) Manfaat berkala pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) huruf c sebesar 70% (tujuh puluh perseratus) dari manfaat berkala yang diterima oleh pensiunan janda atau duda yang meninggal dunia. (4) Manfaat sekaligus pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. 11 / 24

12 Pasal 30 (1) Pembayaran manfaat pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dan (2) dilakukan terhitung sejak tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta, Pensiunan Cacat, atau Pensiunan Hari Tua yang tidak memiliki janda atau duda meninggal dunia, atau pensiunan janda atau duda meninggal dunia atau menikah kembali. (2) Pembayaran manfaat berkala pensiun anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dihentikan apabila pensiunan anak mencapai lusia 23 (dua puluh tiga) tahun, bekerja, menikah, atau meninggal dunia. (3) Pembayaran manfaat pensiun anak dibayarkan setelah ahli waris peserta atau Pensiunan Cacat atau Pensiunan Hari Tua memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen kepada BPJS Ketenagakerjaan. Paragraf 6 Manfaat Pensiun Orang Tua Pasal 31 (1) Manfaat pensiun orang tua, sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (6), dibayarkan secara bulanan dalam bentuk manfaat berkala apabila: a. Peserta lajang meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus delapan puluh) bulan atau paling sedikit 30 (tiga puluh) bulan dalam 36 (tiga puluh enam) bulan sebelum peserta tersebut meninggal dunia; atau b. Pensiunan cacat atau pensiunan hari tua yang lajang meninggal dunia. (2) Manfaat pensiun orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (6), dibayarkan secara sekaligus dalam bentuk manfaat sekaligus apabila peserta lajang meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, memiliki masa iur kurang dari 180 (seratus delapan puluh) bulan, dan dalam 36(tiga puluh enam) bulan sebelum meninggal dunia memiliki masa iur kurang dari 30 (tiga puluh) bulan. Pasal 32 (1) Besar manfaat berkala pensiun orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf a dihitung sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1), dan masa iur diperhitungkan sama seperti mencapai usia pensiun. (2) Manfaat berkala pensiun orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf b sebesar 20% (dua puluh perseratus) dari manfaat berkala yang diterima oleh pensiunan cacat atau pensiunan hari tua yang meninggal dunia. (3) Manfaat sekaligus pensiun orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) dan (2) sebesar akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya. Pasal 33 (1) Pembayaran manfaat pensiun orang tua sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan terhitung sejak tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta, Pensiunan Cacat, atau Pensiunan Hari Tua yang lajang meninggal dunia. (2) Pembayaran manfaat berkala pensiun orang tua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dihentikan apabila Pensiunan Orang Tua ahli waris meninggal dunia. 12 / 24

13 (3) Pembayaran manfaat pensiun orang tua dibayarkan setelah ahli waris peserta atau pensiunan cacat atau pensiunan hari tua memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen kepada BPJS Ketenagakerjaan. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Manfaat Pasal 34 (1) Dalam hal peserta atau pensiunan meninggal dunia, ahli waris yang bersangkutan wajib melaporkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan dokumen pendukung paling lama 30 (tiga puluh) hari. (2) Dalam hal pensiunan janda atau duda menikah lagi, yang bersangkutan wajib melaporkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan dokumen pendukung paling lama 30 (tiga puluh) hari. (3) Dalam hal pensiunan anak bekerja atau menikah sebelum mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, yang bersangkutan wajib melaporkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan dokumen pendukung paling lama 30 (tiga puluh) hari. (4) Dalam hal peserta atau pensiunan meninggalkan wilayah Indonesia untuk jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan, yang bersangkutan wajib melaporkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan dokumen pendukung. (5) Dalam hal peserta atau pensiunan tidak melaporkan setelah melebihi waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BPJS Ketenagakerjaan menghentikan sementara atau tetap. (6) Tata cara pemberian hak bagi peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 35 (1) BPJS Ketenagakerjaan dan Pensiunan wajib melakukan konfirmasi paling sedikit 1 (satu) tahun sekali kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Dalam hal pensiunan belum melakukan konfirmasi tahunan kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan batas waktu tertentu, maka dapat dilakukan pemberhentian dengan batas waktu tertentu, maka dapat dilakukan pemberhentian sementara pembayaran manfaat berkala kepada pensiunan sampai yang bersangkutan melakukan konfirmasi tahunan. (3) Dalam hal pensiunan sampai dengan 3 (tiga) kali periode konfirmasi tahunan belum melakukan konfirmasi, maka dilakukan pemberhentian manfaat berkala. Pasal 36 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan dan konfirmasi tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35 diatur lebih lanjut oleh BPJS Ketenagakerjaan. (2) Tata cara pengajuan dan pembayaran manfaat diatur oleh BPJS Ketenagakerjaan. BAB V IURAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN IURAN 13 / 24

14 Bagian Kesatu Iuran Pasal 37 (1) Iuran peserta merupakan bagian iuran wajib dibayar oleh peserta setiap bulan kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Iuran pemberi kerja selain penyelenggara negara, merupakan bagian dari iuran wajib dibayar oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara setiap bulan kepada BPJS Ketenagakerjaan. (3) Besertanya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut: a. Pemberi kerja selain penyelenggara negara sebesar 5% (lima perseratus) dari upah yang diperhitungkan; dan b. Peserta sebesar 3% (tiga perseratus) dari upah yang diperhitungkan. Pasal 38 (1) Upah yang dijadikan dasar pembayaran iuran bagi peserta penerima upah selain penyelenggara negara adalah upah sebulan. (2) Upah sebulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas upah pokoknya dan tunjangan tetap. (3) Apabila upah dibayarkan secara harian maka upah sebulan sebagai dasar pembayaran iuran adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima). (4) Apabila upah dibayarkan secara borongan atau satuan hasil, maka upah sebulan sebagai dasar pembayaran iuran terhitung dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir. (5) Apabila pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan pada upah borongan maka upah sebulan sebagai dasar pembayaran iuran dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir. Pasal 39 Besarnya iuran, baik iuran peserta maupun iuran pemberi kerja, ditinjau secara periodik paling lama 5 (lima) tahun berdasarkan antara lain demografi, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan usia harapan hidup. Pasal 40 (1) Dalam hal terjadi kenaikan upah pekerja, iuran yang dibayarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan disesuaikan dengan upah pekerja setelah mengalami kenaikan. (2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung pada bulan pertama sejak kenaikan upah. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Iuran Pasal / 24

15 (1) Pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib memungut iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) yang menjadi beban peserta dan menyetorkannya kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib membayar dan menyetorkan iuran yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) secara bersama-sama dengan iuran peserta kepada BPJS Ketenagakerjaan. (3) Iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) disetorkan kepada BPJS Ketenagakerjaan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) untuk bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan. Pasal 42 (1) Keterlambatan pembayaran iuran bagi Pemberi kerja selain penyelenggara negara dikenakan denda sebesar 2% (dua perseratus) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar oleh pemberi kerja selain penyelenggara negara. (2) Denda akibat keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Kerja selain penyelenggara negara dan pembayarannya dilakukan sekaligus bersama-sama dengan penyetoran iuran bulan berikutnya. (3) Denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan lain dari Dana Jaminan Sosial. Pasal 43 Iuran jaminan pensiun yang belum dilunasi merupakan piutang BPJS Ketenagakerjaan terhadap pemberi kerja. Pasal 44 Bentuk kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, formulir pendaftaran, pelaporan, penetapan jaminan, sertifikat kepesertaan, formulir penetapan iuran, formulir pengajuan jaminan dan formulir lainnya dalam penyelenggaraan program pensiun ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. BAB VI DANA KONTINGENSI Pasal 45 Dalam hal akumulasi iuran dan hasil pengembangannya tidak mencukupi untuk pembayaran manfaat pensiun kepada peserta yang dapat menimbulkan terganggunya tingkat solvabilitas Dana Jaminan Pensiun akibat kondisi tertentu, maka diperlukan dana kontingensi yang menjadi beban Pemerintah. BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal / 24

16 Dalam hal terjadi perselisihan penetapan ahli waris yang berhak menerima manfaat pensiun, maka dapat diselesaikan secara musyawarah dan bila musyawarah tidak tercapai, diselesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat. BAB VIII SANKSI Pasal 47 (1) Pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5), dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda dan tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang pelaksanaannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif. (2) Pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (5), dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. (3) Sanksi Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sesuai Peraturan perundang-undangan. BAB IX PENGAWAS DAN PENYIDIKAN Pasal 48 Pengawasan terhadap penerapan norma program jaminan pensiun dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundangundangan. Pasal 49 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat diberikan wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 50 (1) Peserta penerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, wajib didaftarkan sebagaimana peserta program Jaminan Pensiun kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada Tahun / 24

17 (2) Ketentuan mengenai tata cara pengalihan program pensiun bagi Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dari PT ASABRI (Persero) dan PT. TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 51 (1) Bagi perusahaan yang telah mengikutsertakan pekerja dalam program dana pensiun sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, tetap wajib mengikutkan pekerjanya dalam program pensiun BPJS Ketenagakerjaan. (2) Manfaat dana pensiun yang diikuti sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonversi tanpa mengurangi hak-hak. BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 52 Peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun, maka manfaat pensiun diperhitungkan dalam besaran kompensasi pemutusan hubungan kerja sesuai Pasal 167 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 53 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 17 / 24

18 Ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR / 24

19 PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam Perubahan Keempat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan tersebut semakin dipertegas yaitu dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menetapkan 2 (dua) Badan Penyelenggara Jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk melaksanakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun bagi pemberi kerja dan pekerja penerima upah. Untuk memberikan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan keluarganya yang memasuki usia pensiun, Pemerintah menetapkan program jaminan pensiun yang diwajibkan bagi pemberi kerja dan pekerja penerima upah. Program jaminan pensiun merupakan program manfaat pasti, dimana manfaat pensiun yang dibayarkan pada saat peserta memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total yang didasarkan pada formula perhitungan iuran dan manfaat berdasarkan rata-rata tiga tahun terakhir upah yang diperhitungkan dan masa kerja. Sesuai dengan amanat Pasal 5 ayat (2) huruf b dan Pasal 6 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 maka BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan pensiun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai besarnya iuran dan manfaat yang harus diterima oleh peserta, sedangkan untuk besarnya iuran jaminan pensiun untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan nominal tertentu yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan pekerja. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai pengertian jaminan pensiun, kepesertaan, tata cara pendaftaran, besarnya iuran, tata cara pembayaran iuran, manfaat jaminan pensiun, persyaratan dan mekanisme manfaat jaminan pensiun, sanksi, dan pengawasan ketenagakerjaan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 19 / 24

20 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Ayat (1) Ayat (2) Bila ahli waris lebih dari satu maka harus menunjuk 1 (satu) orang yang akan menerima manfaat pensiun. Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal / 24

21 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Ayat (1) Ayat ini akan disimulasi Ayat (2) Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal / 24

22 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pemberhentian pembayaran manfaat berkala tidak menghilangkan hak pensiunan apabila yang bersangkutan hadir melakukan konfirmasi. Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34 Pasal / 24

23 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Yang dimaksud dengan dana konteingensi adalah. Akibat kondisi tertentu maksudnya adalah. Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45 Pasal / 24

24 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR / 24

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN No.155, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Pensiun. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5715). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Hari Tua. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.154, 2015 KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1513, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Jaminan.Pensiun.Pembayaran.Penghentian.Kepesertaa n.pendaftaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEMBERI KERJA SELAIN PENYELENGGARA NEGARA DAN SETIAP ORANG, SELAIN PEMBERI KERJA, PEKERJA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEMBERI KERJA SELAIN PENYELENGGARA NEGARA DAN SETIAP ORANG, SELAIN PEMBERI KERJA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BPJS KETENAGAKERJAAN,

BERITA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BPJS KETENAGAKERJAAN, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1769, 2015 BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan Pensiun. Pemberian. Nomor. Sertifikat. Perubahan Data Kepersertaan. Pembayaran Iuran. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

2015, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2076, 2015 KEMENAKER. Jaminan. Kecelakaan Kerja. Kematian. Usaha Jasa Kontruksi. Program Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN

Lebih terperinci

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Senin, 29 Oktober 2007 RR. Dirjen PPTKDN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang No.1510, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Peserta Penerima Upah. Jaminan Kecelakaan Kerja. Jaminan Kematian. Jaminan Hari Tua. Tata Cara Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA MELALUI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN ROKAN HULU DENGAN

Lebih terperinci

2012, No Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c menetapkan Peraturan Pemerintah te

2012, No Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c menetapkan Peraturan Pemerintah te No.106, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENAGA KERJA. Buruh. Program Jamsostek. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5312) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undangundang

Lebih terperinci

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Jaminan Sosial. Kecelakaan Kerja. Kematian. Program. Penyelenggaraan. ( (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang No.1004, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Sanksi Administratif. Pengenaan dan Pencabutan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG TATA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

2018, No Perubahan Data Kepesertaan dan Pembayaran Iuran Program Jaminan Pensiun; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sist

2018, No Perubahan Data Kepesertaan dan Pembayaran Iuran Program Jaminan Pensiun; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sist BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.468, 2018 BPJS Ketenagakerjaan. Pemberian Nomor, Sertifikat, Perubahan Data Kepesertaan dan Pembayaran Iuran Program Jaminan Pensiun. PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2 Untuk memberikan derajat kehidupan yang layak bagi Peserta dan keluarganya yang memasuki Usia Pensiun, Pemerintah menetapkan program Jaminan Pensiun

2 Untuk memberikan derajat kehidupan yang layak bagi Peserta dan keluarganya yang memasuki Usia Pensiun, Pemerintah menetapkan program Jaminan Pensiun TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Jaminan Sosial. Pensiun. Program. Penyelenggaraan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 155). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.229, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Tenaga Kerja. Program Jamsostek. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5472) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 12 Tahun 2018 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 12 Tahun 2018 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 12 Tahun 2018 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MMS CONSULTING Advocates & Counselors at Law

MMS CONSULTING Advocates & Counselors at Law KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-150/MEN/1999 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA BAGI TENAGA KERJA HARIAN LEPAS, BORONGAN DAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR: 39 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR: 39 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR: 39 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a bahwa sebagai pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 T E N T A N G P A J A K R E S T O R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 T E N T A N G P A J A K R E S T O R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2010 T E N T A N G P A J A K R E S T O R A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 14, 1992 (TENAGA KERJA. Kesejahteraan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN, PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME KERJA PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN ATAS KEPATUHAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Ta

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1045, 2017 KEMENAKER. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia. Program. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R

KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R KEPUTUSAN DIREKSI PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK NOMOR : KP/085/DIR/R PERATURAN DANA PENSIUN DARI DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK DIREKSI PT. BANK NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa retribusi daerah merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING Menimbang : Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 11 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2015 TENTANG ASURANSI SOSIAL PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA, ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Pajak Air Tanah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk menindaklanjuti ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 182, Tamb

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 182, Tamb LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.119, 2016 PERTAHANAN. Veteran. Pelaksanaan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5892). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2013 TENTANG PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2003 PENYELENGGARAAN ASURANSI KESEHATAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN PENERIMA PENSIUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);

2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 06 TAHUN 2000 T E N T A N G PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA TERNATE, Menimbang : a. Bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI KABUPATEN BULUNGAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI KABUPATEN BULUNGAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BULUNGAN,

Lebih terperinci

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.131, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Pajak. Pengampunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2009 SERI B NOMOR 03 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN. TENTANG JAMINAN HARI TUA, JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN KEMATIAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN. TENTANG JAMINAN HARI TUA, JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN KEMATIAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN. TENTANG JAMINAN HARI TUA, JAMINAN PENSIUN DAN JAMINAN KEMATIAN BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Dalam peraturan ini digunakan definisi sebagai berikut: (1) Iuran

Lebih terperinci

Pengantar Diskusi EuroCham

Pengantar Diskusi EuroCham Pengantar Diskusi EuroCham 4 Desember 2014 German E. Anggent ELKAPE / Labor Policy Analyst & Advocacy UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 13 d) memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undangundang

Lebih terperinci

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Se

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Se BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1986, 2014 BPJS. Penyelenggaraan. Pengawasan. Pemeriksaan. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI MANGGARAI BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI PERPANJANGAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGENDALIAN MENARA TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI TANDA DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci