BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan mempunyai peranan yang sangat penting karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari ajaran Islam, termasuk aspek ekonomi. Dalam ushul fiqh, ada

BAB I PENDAHULUAN. beragama Islam, bank juga telah mengeluarkan sejumlah produk yang

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. fiqh klasik.dewasa ini, wacana tentang Mudharabah menjadi semakin mencuat

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

BAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengacu pada Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan jasa-jasa dari bank tersebut. Disamping itu juga tergantung pada. perbankan sangat identik dengan instrumen bunga.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti perbankan, reksadana, dan takaful. 1. Banking System, atau sistem perbankan ganda, di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pesat, dimana Perbankan Syari ah mendapatkan respon yang positif oleh

Lembaga keuangan memiliki peranan penting dalam hal pembangunan. dan perkembangan perekonomian negara, karena fungsi utama dari lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) UU No. 10 tahun

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah untuk memajukan

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan oleh perbankan syari ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat modal yang mencukupi, sehingga untuk menambah modal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada Hukum Ekonomi Syariah yang ada di Lembaga Keuangan

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I Latar Belakang Pemilihan Kasus. berdasarkan sistem syariah (hukum islam) 2. Usaha pembentukan sistem ini

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi Islam menghendaki terjadinya transaksi-transaksi yang

ANALISIS INTERPRETASI DAN IMPLEMENTASI PASAL 55 UUPS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PADA PT BANK SYARI AH BUKOPIN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan perbankan syariah sistem pembiayaan mudharabah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak hanya lembaga keuangan perbankan, namun juga dijalankan oleh lembaga

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pelayan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan (agen of development). Hal ini dikarenakan adanya fungsi

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah sebagai penuntun memiliki daya

ANALISIS PASAL 59 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI BIDANG ARBITRASE SYARIAH

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, banyak pula bermunculan lembaga-lembaga keuangan sejenis

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB I PENDAHULUAN. umat agama lain. Islam adalah rahmatan lil alamin rahmat bagi alam semesta.

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab, tanggung jawab diartikan sebagai beban yang bersifat moral. Artinya antara

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kesenjangan. Pengalaman dengan dominasi sistem bunga selama ratusan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi sangat besar baik itu

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat, baik dalam aspek politik, ekonomi, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya lembaga keuangan syariah termasuk Koperasi Syariah,

BAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok- Pokok Kekuasaan Kehakiman dan yang terakhir telah diganti dengan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, merupakan lembaga peradilan khusus yang ditujukan kepada umat Islam dengan lingkup kewenangan yang khusus pula, baik mengenai perkaranya ataupun pencari keadilannya. Kewenangan absolut dari pengadilan agama dituangkan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yaitu pengadilan agam bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang Islam di bidang: 1. Perkawinan; 2. Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam 3. Wakaf dan shadaqah Lahirnya penerapan sistem ekonomi syariah di Indonesia pada gilirannya menuntut adanya perubahan di berbagai bidang, terutama berkenaan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur ihwal ekonomi dan keuangan. Lebih dari itu, kehadiran system perbankan syariah di Indonesia ternyata juga tidak hanya 12

menuntut perubahan peraturan perundang-undangan dalam bidang perbankan saja, tetapi berimplikasi juga pada peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi lain, misalnya lembaga peradilan. Kewenagan baru bagi lembaga peradilan agama yang terlahir dari Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 sebagai Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dapat dikatakan sebagai peluang dan sekaligus tantangan. Dikatakan sebagai peluang, karena dengan semakin luasnya kewenangan yang dimiliki, maka semakin jelaslah eksistensi lembaga peradilan agama bagi pencari keadilan. Dikatakan sebagai tantangan, karena dewasa ini pengadilan agama belum memiliki pengalaman hukum dalam menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah. Sehingga terhadap kewenangan baru dibidang ekonomi syariah ini, lembaga Peradilan Agama perlu mempersiapkan institusinya dengan seperangkat peraturan, serta norma yuridis yang tepat terkait sengketa dibidang ekonomi syariah. Salah satu poin penting dari adanya amandemen terhadap undang-undang Peradilan Agama adalah adanya perluasan kewenangan Peradilan Agama. Berdasarkan pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama juga berwenang untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa di bidang ekonomi syariah. Mengingat transaksi (akad) ekonomi syaraiah yang dilakukan adalah berdasarkan kepada syariat Islam, sehingga sudah pada tempatnya apabila terjadi persengketaan, maka lembaga peradilan agama diberi 13

kepercayaan berupa kewenangan absolute untuk mnyelesaikan sengketa perbankan syariah. Dalam penjelasan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan antara orang-orang yang beragama Islam adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan ekonomi syari ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari ah, antara lain meliputi: a. bank syari ah; b. lembaga keuangan mikro syari ah. c. asuransi syari ah; d. reasuransi syari ah; e. reksa dana syari ah; f. obligasi syari ah dan surat berharga berjangka menengah syari ah; g. sekuritas syari ah; h. pembiayaan syari ah; i. pegadaian syari ah; j. dana pensiun lembaga keuangan syari ah; dan k. bisnis syari ah. Dalam hal terjadi sengketa keperdataan termasuk hak milik antara orang beragama Islam dan non Islam mengenai obyek sengketa sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua 14

Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, maka cara penyelesaiannya diatur dalam Pasal 50 yang isinya sebagai berikut: a. Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009, khusus mengenai obyek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pegadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. b. Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009. Persiapan lembaga Peradilan Agama dalam sengketa baru di bidang ekonomi syariah tersebut, sejalan dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: Pengadilan tidak boleh menolak untuk menerima, memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Islam merumuskan suatu sistem ekonomi yang sama sekali berbeda dari sistem-sistem lainnya. Berkembangnya lembaga keuangan syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pesatnya perkembangan bank syariah menimbulkan ketertarikan bank konvensional untuk menawarkan produk-produk bank syariah. Hal tersebut terlihat dari tindakan beberapa bank konvensional yang membuka sistem tertentu di dalam masing-masing bank dalam menawarkan produk bank syariah. 15

Berdasarkan konsep syariah, pada dasarnya sistem ekonomi atau perbankan syariah memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu prinsip keadilan, menghindari kegiatan yang dilarang, dan memperhatikan aspek kemanfaatan. 5 Ketiga ciri sistem perbankan syariah yang demikian, tidak hanya memfokuskan perhatian pada diri sendiri untuk menghindari praktik bunga, tetapi juga kebutuhan untuk menerapkan semua prinsip syariah dalam sistem ekonomi secara seimbang. Para ahli hukum dan para ahli ekonomi muslim telah mengembangkan instrumen-instrumen keuangan yang sesuai dan yang bertujuan melaksanakan tujuan-tujuan yang telah digariskan oleh perbankan syariah. Salah satu jasa yang diberikan oleh perbankan syariah adalah mudharabah. Mudharabah merupakan wahana utama bagi lembaga keuangan syari'ah untuk memobilisasi dana masyarakat dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha. Mengenai akad mudharabah, maka berlaku ketentuan-ketentuan sebagaimana terdapat dalam Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Mudharabah dan No. 43/DSN-MUI/IV/2004 Tentang Ganti Rugi. Mudharabah adalah suatu transaksi pembiayaan berdasarkan syari'ah, yang juga digunakan sebagai transaksi pembiayaan ekonomi syari'ah yang pada dasarnya dilakukan atas dasar kepercayaan. 6 Kepercayaan merupakan unsur terpenting dalam transaksi pembiayaan mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik modal (shahibul maal) kepada penerima modal (mudharib). Shahibul maal memercayakan sejumlah 5 Zainuddin Ali, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 20 6 Sutan Remy Sjahdeini, 2005, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, PT. Kreatama, Jakarta, hlm. 27 16

dana kepada mudharib, untuk menjalankan suatu aktivitas usaha yang mana pembagian keuntungan telah disepakati sebelumnya. Apabila usaha dalam mudharabah mengalami kegagalan, sehingga karena itu terjadi kerugian yang sampai mengakibatkan sebagian atau, bahkan, seluruh modal yang ditanamkan oleh shahibul maal habis, maka yang menanggung kerugian keuangan hanya shahibul maal sendiri, sedangkan mudharib tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugian atas modal yang hilang. Kecuali kerugian tersebut terjadi akibat dari kesalahan, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan yang dilakukan oleh mudharib. Terjadinya sengketa dalam aplikasi pembiayaan syariah, secara umum berkaitan erat dengan resiko dalam bisnis. Dan resiko pada dasarnya merupakan tingkat ketidakpastian mengenai suatu hasil (keuntungan) yang diperkirakan dan atau diharapkan akan diterima oleh lembaga keuangan syariah sebagai salah satu bagian unit dalam aktivitas ekonomi berbasis syariah. Sengketa akibat wanprestasi karena pembiayaan yang macet harus diselesaikan dengan mencermati isi akad dan aturan hukum yang berkaitan dengan perjanjian atau akad syariah. Keberadaan akad sangat penting untuk mengetahui apakah salah satu pihak telah melakukan wanprestasi dan kewajiban apa yang harus ditanggung jika wanprestasi dilakukan. Apabila salah satu pihak yang terikat akad tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, tentu timbul kerugian pada pihak lain yang mengharapkan dapat mewujudkan kepentingannya melalui pelaksanaan akad tersebut. Oleh karena itu, hukum melindungi kepentingan dimaksud dengan membebankan tanggung 17

jawab untuk memberikan ganti rugi atas pihak yang ingkar janji (wanprestasi) bagi kepentingan pihak yang berhak. Tanggung jawab akad itu memiliki tiga unsur pokok, yaitu adanya perbuatan ingkar janji yang dapat dipersalahkan, perbuatan ingkar janji itu menimbulkan kerugian kepada kreditur, dan kerugian kreditur disebabkan oleh (memiliki hubungan sebab akibat dengan) perbuatan ingkar janji debitur. Dari hasil penelusuran dokumen sementara yang Penulis lakukan, Pengadilan Agama di kabupaten Bantul, pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undanh-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan Pasal 49 Undang-undang No.3 Tahun 2006 telah menerima, memutus dan menyelesaikan perkara sengkata ekonomi syariah. Salah satunya sengketa ekonomi syariah dengan No. Register perkara 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl. Putusan perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl merupakan bentuk dari aktivitas ekonomi syariah dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Didalam akad pembiayaan tersebut, pihak Penggugat sebagai shahibul maal dan para tergugat adalah orang yang berkapasitas selaku mudharib atau yang menjalankan usaha. Penggugat membiayai modal kerja Para Tergugat yang kemudian oleh Para Penggugat diperuntukkan untuk membiayai sebuah proyek. Segala bentuk kegiatan dalam akad penyertaan tersebut didasarkan pada prinsip syariah dalam bentuk akad pembiayaan dengan mudharabah. Dengan menganalisa perkara tersebut di atas, ingin diketahui bagaimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Disamping itu penulis juga meneliti bagaimanakah pelaksanaan putusan tersebut. Apakah putusan dilaksanakan secara 18

sukarela ataukah dengan permohonan pengajuan eksekusi. Permasalahanpermasalahan tersebut mendorong penulis untuk menyusun tesis dengan judul PENYELESAIAN GUGATAN WANPRESTASI DALAM EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA BANTUL (Analisis Putusan Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan perspektif dan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana penyelesaian gugatan wanprestasi dalam ekonomi syariah di Pengadilan Agama Bantul Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl? 2. Bagaimana pelaksanaan putusan Pengadilan Agama Bantul atas gugatan wanprestasi dalam ekonomi syariah Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis mengenai penyelesaian gugatan wanprestasi dalam ekonomi syariah atas putusan Pengadilan Agama Bantul Putusan Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan putusan mengenai gugatan wanprestasi dalam ekonomi syariah atas putusan Pengadilan Agama Bantul Putusan Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl. 19

D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, sebagai bahan masukan dan memberikan kontribusi pemikiran dibidang hukum, khususnya mengenai penyelesaian ekonomi syariah. 2. Secara praktis, memberikan informasi pada praktisi agar lebih dapat menganalisis terjadinya sengketa ekonomi syariah sekaligus mengumpulkan bahan untuk memberi nasehat maupun solusi hukum dalam upaya mendamaikan atau menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam praktik pembiayaan syariah. Bagi masyarakat, diharapkan lebih mengetahui perkembangan kesadaran hukum dan dapat mengahayati segala potensi resiko kemungkinan terjadi dalam aktifitas ekonomi syariah, sehingga pelaku pasar dapat mengambil kebijakan terbaik untuk menjaga kelangsungan usaha ekonominya dengan tanpa merugikan partner bisnisnya. E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian mengenai Penyelesaian Gugatan Wanprestasi Dalam Ekonomi Syariah di Peradilan Agama Bantul (Analisis Putusan Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl) dengan rumusan masalah seperti di atas menurut sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan, namun penelitian yang terkait dengan tema penyelesaian ekonomi syariah dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut: 20

1. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah pada PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga di Yogyakarta, Supatmi pada tahun 2011. Permasalahan yang diangkat adalah: 7 a. Bagaimana penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam akad pembiayaan mudharabah pada PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga? b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam akad pembiayaan mudharab pada Pt. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga? Hasil penelitian : a. Cara penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam akad pembiayaan mudharabah yaitu dengan tahap awal melakukan komunikasi dengan cara musyawarah kepada pihak nasabah tentang apa yang terjadi didalam usaha. Jika tidak terjadi kata mufakat maka dengan persetujuan nasabah akan dilakukan penjualan barang agunan yang sebelumnya telah dijaminkan. Cara lainnya yang dapat dilakukan yaitu dengan merestrukturisasi pembiayaan bagi nasabah dengan penataan kembali pembiayaan. b. Didalam menghadapi permasalahan dan hambatan penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam akad pembiayaan mudharabah, PT. Bank Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga berusaha untuk melakukan pendekatan persuasif kepada pihak terkait terutama nasabah untuk dapat menyelesaiakan permasalahan pembiayaan mudharabah 7 Supatmi, 2011, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Dalam Akad Pembiayaan Mudharabah Pada PT. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga di Yogyakarta, Tesis, Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8 21

tersebut dengan cara kekeluargaan dan memberikan upaya-upaya penyelamatan usaha. 2. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, disusun oleh Lusi Ariyanti pada tahun 2009. Permasalahan yang diangkat adalah: 8 a. Bagaimanakah pelaksanaan penyelesaian sengketa ekonomi syariah dalam prespektif Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. b. Bagaimanakah sikap Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ketika kepastian hukum acara dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah tersebut belum ada. Hasil penelitian: a. Dengan adanya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Hanya saja dalam undang-undang tersebut belum cukup menjabarkan kewenangan Pengadilan Agama. Sehingga dalam praktik Hakim Agama menjadi bias dalam menafsirkan perjanjian yang menjadi pokok perselisihan. Oleh karena itu Mahkamah Agung pada saat ini sedang membahas Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang nantinya menjadi acuan bagi para Hakim Pengadilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi syariah. b. Sikap Pengadilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ketika kepastian hukum acara dalam menyelesaikan sengketa ekonomi 8 Lusi Ariyanti, 2009, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Undang- Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, Tesis, Magister Hukum Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8 22

syariah tersebut belum ada yaitu dengan mempersiapkan sumber daya manusia. Pada saat ini Hakim Pengadilan mengambil sikap menggunakan hukum acara yang sudah ada dalam memutuskan perkara ekonomi syariah. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas berbeda dengan penelitian yang diangkat oleh peneliti mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah walaupun masih ada keterkaitannya, adapun perbedaan antara peneliti dengan penelitian ini adalah: 1. Perbedaan dengan peneliti pertama lebih membahas penyelesaian sengketa pembiayaan mudharabah yang diselesaikan oleh pihak PT. Bank PT. Bank Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bangun Drajat Warga, sedangakan dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai penyelesaian sengketa ekonomi syariah secara litigasi yaitu melalui Pengadilan Agama. 2. Perbedaan dengan peneliti kedua, yaitu peneliti kedua lebih membahas penyelesaian sengketa ekonomi syariah secara umum yang didasarkan pada No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, sedangkan dalam penelitian ini akan lebih khusus membahas penyelesaian sengketa ekonomi syariah atas putusan Pengadilan Agama Bantul No. Register perkara 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl, baik mengenai penyeleaian sengketa dan pelaksanaan putusan pengadilan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian sekiranya belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya oleh penulis lain, oleh karenanya peneliti merumuskan judul penelitian yang diangkat yaitu: 23

PENYELESAIAN GUGATAN WANPRESTASI DALAM EKONOMI SYARIAH DI PENGADILAN AGAMA BANTUL (Analisis Putusan Perkara No. 0318/Pdt.G/2011/PA.Btl). 24