1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai aspek kehidupan. Salah satu dari perubahan tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum bagi yang dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. melalui otonomidaerah.pemberian otonomi daerah tersebut bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. tujuan negara yang sudah tercantum dalam UUD 1945 alenia ke-4 yaitu untuk

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah (Mardiasmo, 2002 : 50). Pengamat

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena umum dari pembangunan daerah adalah desentralisasi, menurut ketentuan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas desentralisasi adalah berlakunya otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, Prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Maryati dan Endarwati, (2010). Mendasarkan pada (Q.S Al-Isra 26-27) : و آت ذ ا ال ق ر ب ح ق ه و ال م س ك ني و اب ن الس ب يل و ل ت ب ذ ر ت ب ذ ير ا Artinya : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. ( Q.S Al-Isra 26 )

2 إ ن ال م ب ذ ر ين ك ان وا إ خ و ان الش ي اط ني و ك ان الش ي ط ان ل ر ب ه ك ف ور ا Artinya : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. ( Q.S Al-Isra 27 ) Isi kandungan dari ayat Q.S Al-Isra 26-27 menjelaskan dan mengingatkan kepada kita, bahwa jika kita diberikan amanah, hendaknya di jalankan atau dipergunakan semestinya dan tidak digunakan untuk kepentingan lain. Pembelanjaan daerah seharusnya dipergunakan untuk belanja daerahnya sesuai dengan kepentingan daerah tersebut. Karena islam mengajarkan kita kesederhanaan dan tidak menghambur-hamburkan uang. Sehingga kita harus membelanjakan harta sesuai dengan kebutuhan belanja daerahnya. Diterapkannya otonomi daerah baik di provinsi, kabupaten/kota memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah setempat untuk menggali potensi-potensi sumber keuangan di daerahnya sekaligus dapat mengalokasikan sumber daya ke belanja daerah sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerahnya. Semakin banyak sumber-sumber keuangan yang berhasil digali disuatu daerah, maka hal ini akan meningkatkan pendapatan daerah yang semestinya diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan daerah yang direalisasikan dalam bentuk pengadaan fasilitas, infrastruktur dan sarana prasarana yang ditujukan untuk kepentingan publik. Andaiyani (2013) menyatakan bahwa kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana,

3 baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik memengaruhi besarnya belanja modal. Sehingga pemerintah daerah seharusnya melakukan pergeseran komposisi belanja yang nantinya dapat meningkatkan kepercayaan publik. Dengan adanya otonomi daerah pula, maka dengan tegas terjadi pemisahan fungsi antara fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Berdasarkan pembedaan fungsi tersebut, menunjukkan bahwa antara legislatif dan eksekutif terjadi hubungan keagenan, eksekutif melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan atas anggaran daerah, yang merupakan manifestasi dari pelayanan kepada publik, sedangkan legislatif berperan aktif dalam melaksanakan legislasi, penganggaran, dan pengawasan (Halim, 2006) dalam (Arwati dan Hardiati, 2013). Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 bahwa sumber-sumber pendapatan daerah salah satunya berasal dari pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD dan lainlain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan mampu mendorong peningkatan alokasi belanja modal daerah. Sumber-sumber pendanaan lainnya adalah dana perimbangan, yang tediri atas Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Suhardjanto, dkk. (2009) menyatakan bahwa dana perimbangan dan pendapatan asli daerah berpengaruh positif pada belanja daerah. Pemberian DAU kepada kepada daerah bertujuan untuk mengatasi ketimpangan fiscal antar daerah dalam semangat pemerataan ekonomi yang dicanangkan pemerintah.

4 Tujuan dari transfer dana perimbangan kepada pemerintah daerah adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik. Adanya transfer dana ini bagi pemerintah daerah merupakan sumber pendanaan dalam melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyataannya, transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah untuk membiayai operasi Utamanya seharihari atau belanja daerah, yang oleh pemerintah daerah dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah pusat dana transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula dilakukan secara transparan dan akuntabel. Belanja daerah yang merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran ini berisikan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan program kerja pemerintah. Komposisi belanja daerah ini juga harus diperhatikan sebaik mungkin dalam menunjang kebutuhan fasilitas publik agar dapat meningkatkan kepercayaan publik atas kinerja pemerintah daerah. Apabila kepercayaan publik ini meningkat maka dapat meningkatkan kontribusi masyarakat dalam membayar pajak daerah yang merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah. Sehingga untuk meningkatkan pelayanan publik ini alokasi belanja daerah pun harus mengalami perubahan, bila sebelumnya banyak digunakan untuk belanja aparatur maka jika ingin mendapatkan kepercayaan publik alokasi dana kepada pelayanan publik lebih

5 memprioritaskan alokasi belanja modal. Perubahan alokasi ini juga bertujuan agar adanya peningkatan fasilitas yang dapat menggairahkan peningkatan aktifitas ekonomi masyarakatyang tentunya akan semakin menumbuhkan investasi didaerah. Untuk meningkatkan fasilitas layanan publik ini, maka pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang lebih besar dalam bentuk belanja modal pada APBD. Hal ini sejalan dengan pendapat Mardiasmo (2002) yang menyatakan bahwa era otonomi daerah, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada pelayanan dasar public dengan memaksimalkan sumber pendapatan daerahnya untuk meningkatkan fasilitas pelayanan public. Oleh karena itu alokasi belanja modal memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat. Peningkatan alokasi belanja modal dalam bentuk asset tetap seperti infrastruktur, peralatan dan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perekonomian karena semakin tinggi belanja modal semakin tinggi pula produktivitas. Dalam Darwanto dan Yustikasari (2006) menyatakan bahwa penerimaan hendaknya lebih banyak untuk program-program pelayanan politik. Pendapat ini menyirat pentingnya mengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik. Setiap wilayah memiliki kekhasannya sendiri yang dapat dikembangkan menjadi sebuah pendapatan yang digunakan untuk membiayai belanja daerahnya masing-masing, Yogyakarta sebagai kota pariwisata yang setiap tahunnya selalu dikunjungi oleh turis domestic ataupun mancanegara, seharusnya mampu membiayai belanja daerahnya sendiri melalui pendapatan asli daerahnya.

6 Teori fiscal federalism menyatakan pertumbuhan ekonomi akan tercapai melalui desentralisasi fiscal. Dengan desentralisasi fiscal, setiap daerah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat dalam menggali sumber-sumber kuangan yang dimiliki untuk membiayai kebutuhan di daerahnya, tidak hanya keperluan rumah tangga pemerintahan daerah sehari-hari namun juga membiayai kebutuhan akan belanja modal. Pentury (2011) menyatakan bahwa dalam desentralisasi fiscal pemerintah daerah harus mampu memberikan fasilitas pelayanan public dengan baik untuk seluruh masyarakat local. Pemberian pelayanan public kepada masyarakat sangat penting artinya, mengingat masyarakat telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak- pajak yang mampu meningkatkan penerimaan public. Pertumbuhan ekonomi semestinya mampu mendorong pembangunan daerah yang nantinya dapat meningkatkan alokasi belanja modal daerah. Hal ini senada dengan Taiwon &Abayoni (2011) yang menyatakn bahwa Antara pertumbuhan ekonomi dengan belanja modal memiliki hubungan positif. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi wilayah yang memiliki keistimewaan khusus dalam penyelenggaraan urusan pemerintah dalam rangka NKRI. Keistimewaan yang dimaksud tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 yang mengatur tentang kedudukan hokum DIY berdasarkan sejarah dan hak asal usul untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan dalam urusan keistimewaan meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan pemerintah daerah, kebudayaan, pertahanan dan tata ruang. Dasar filosofi penyelenggaraan

7 pemerintahan dan pembangunan di DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakatenggaraan pemerintahan dan pembangunan di DIY adalah Hamemayu Hayuning Bawana, sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Secara administrative, wilayah DIY terbagi menjadi empat kabupaten dan satu kota, yakni Kabupaten Kulon progo, Bantul, Gunung kidul, Sleman dan Kota Yogyakarta. Pusat pemerintahan DIY berada di Kota Yogyakarta. Berbeda dengan provinsi lain yang banyak mengalami pemekaran wilayah sejak pemberlakuan otonomi daerah pada tahun 2001, jumlah kabupaten/kota di DIY tidak mengalami perubahan. Demikian pula dengan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan, dalam beberapa tahun terakhir juga tidak mengalami perubahan. Jumlah kecamatan pada yahun 2015 sebanyak 78 kecamatan yang terbagi menjadi 438 desa/kelurahan. Realisasi pendapatan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta selama tahun 2010 hingga 2014 berdasarkan data Pendapatan Asli Daerah menunjukan bahwa sumber penerimaan asli daerah yang berasal dari sector pajak daerah masih merupakan sumber yang paling besar. Adanya tren kenaikan pendapatan asli daerah dari tahun ke tahun menunjukan adanya kesadaran atas otonomi daerah yang semakin berkembang dari tahun ke tahun.

8 Realisasi Dan Alokasi Umum di Kabupaten di Provinsi D.I.Y mengalami peningkatan setiap tahunnya. Belanja daerah meningkat juga setiap tahunnya, dapat kita anggap bahwa belanja daerah benar dipengaruhi oleh DAU dan PAD. Peneliti juga melakukan penelitian empiris tentang Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Belanja Daerah. Penerimaan daerah untuk membiayain kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dikelola oleh pemerintah DIY berasal dari beberapa sumber yakni, PAD, Dana Perimbangan (DAU,DAK) daan penerimaan lain yang sah. Sampai saat ini, komponen PAD yang bersumber dari pajak daerah dan komponen DAU menjadi sumber penerimaan terpenting bagi pendapatan daerah DIY. Penerimaan daerah untuk pembiayaan kegiatan pemerintah dan pembangunan yang dikelola pemerintah DIY berasal dari beberapa sumber, yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (dana bagi hasil dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus),satu penerimaan lain yang sah.sampai saat ini, komponen PAD yang bersumber dari pajak daerah dan komponen DAU menjadi sumber penerimaan terpenting bagi pendapatan daerah DIY. Berdasarkan Rencana Anggaran Pendapata dan Belanja Daerah (RAPBD) DIY 2015. Selama enam tahun terakhir, nilai nominal pendapatan daerah yang direncaakan semakin meningkat secara signifikan terutama pasca disahkannya Undang-undan No 13 Tahun 2012 tentang keistimewaan DIY yang mulai direalisasikan pada tahun 2012. Dalam RAPBD 2015, semua sumber pendapatan

9 yang baik PAD, dana perimbangan maupun pendapatan lain yang sah mengalami peningkatan. Secara persentasi, nilai PAD dalam RAPBD dari tahun 2010-2012 mengalami penurunan hinggan 41,34 persen. Kemudian di tahun 2013 dan 2015 mengalami peningkatan hingga 42,44 persen. Sedangkan untuk dana perimbangan dari tahun 2010-2015 mengalami penurunan dari 49,58 sampai dengan 30,57 persen. Hal ini berbalik dengan pendapatan asli daerah yang dari tahun 2010-2015 mengalami peningkatan yang cukup baik hingga 26,99 persen. Lihat gambar 1.1 60 50 40 30 20 10 RAPD (dalam persen) 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 PAD Dana Perimbangan Pendapatan lain yg Sah Gambar 1.1 Rencana Anggaran Pendapatan Daerah DIY Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah. Penelitian ini meneliti kembali dari penelitian Wertianti dan Dwiranda (2013) dengan judul

10 penelitian Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi pada Belanja Modal dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai Variabel Moderasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah menjadikan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus menjadi variabel dependen. Sampel penelitian ini tahun 2010-2015. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap belanja daerah? 2. Apakah pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja daerah? 3. Apakah dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja daerah? 4. Apakah dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja daerah? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan meneliti sebagai berikut :

11 1. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap belanja daerah. 2. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap belanja daerah. 3. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja daerah. 4. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris dana alokasi khusus berpengaruh terhadap belanja daerah. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan ilmu akuntansi, terutama akuntansi dalam sektor publik. 2. Manfaat secara Praktis a. Bagi pemerintahan daerah D.I.Yogyakarta sebagai pertimbangan dalam melakukan belanja daerah. b. Bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan investasi di daerah D.I.Yogyakarta. c. Bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk membangun perusahan di D.I.Yogyakarta. d. Bagi peneliti sebagai bahan referensi dalam penelitian kembali belanja daerah.

12