SITTA AZMI FARCHANY A

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Taksonomi Kolesom

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. METODE PENELITIAN A.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI PUPUK N-K MELALUI DAUN TERHADAP PRODUKSI PUCUK DAUN KOLESOM (Talinum triangulare Wild)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tata Cara penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIAN

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House, Lab.Tanah dan Lab.

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Percobaan I: Pengaruh Tingkat Berbuah Sebelumnya dan Letak Strangulasi Terhadap Pembungaan Jeruk Pamelo Cikoneng

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

III. BAHAN DAN METODE

PRODUKSI PROTEIN DAN ANTOSIANIN PUCUK KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) DENGAN PEMUPUKAN BERTAHAP NITROGEN+KALIUM PADA DUA INTERVAL PANEN

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAB IV. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksankan di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

PENGARUH KOMPOS PAITAN (Tithonia diversifolia) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KAILAN (Brassica oleraceae)

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

Transkripsi:

PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK SEBAGAI PENGGANTI PENGUNAAN PUPUK ANORGANIK PADAA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOLESOM SITTA AZMI FARCHANY A24070088 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN SITTA AZMI FARCHANY. Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom (Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk organik tertentu terhadap pertumbuhan dan produksi kolesom yang berlangsung dari bulan Februari hingga Mei 2011 di kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 faktor. Kombinasi pupuk organik yang diberikan diantaranya pupuk kandang, guano (granul), dan abu sekam yang dibagi menjadi 5 taraf perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan ditambah 1 unit di luar rancangan percobaan dengan perlakuan pupuk anorganik (NPK) sebagai kontrol sehingga total percobaan sebanyak 18 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan yaitu; perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam, 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam, 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam, 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam. Pupuk organik secara nyata berpengaruh terhadap beberapa komponen pertumbuhan dan produksi kolesom. Pemberian kombinasi pupuk organik perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam dapat meningkatkan produksi bobot pucuk layak jual sampai 25.67% dari perlakuan kontrol (pupuk anorganik) dan 179.54% dari nilai terendah pada perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam. Pupuk anorganik dapat digantikan oleh pemberian kombinasi pupuk organik dengan dosis 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, hal ini dilihat dari produksi total pucuk kolesom organik yang menunjukkan nilai mendekati produksi pucuk total kolesom anorganik.

PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK SEBAGAI PENGGANTI PENGUNAAN PUPUK ANORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOLESOM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SITTA AZMI FARCHANY A24070088 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Judul : PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK SEBAGAI PENGGANTI PENGUNAAN PUPUK ANORGANIK PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KOLESOM Nama : SITTA AZMI FARCHANY NIM : A24070088 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. NIP. 19591026 198503 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003 Tanggal Lulus :.

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 26 September 1989 yang merupakan putri pertama dari pasangan ayah Nurdin Desriwan, SH dan bunda Eka Palupi Rahmawati, SH. Jejak pendidikan penulis di mulai dari TK Insan Utama pada tahun 1994 dilanjutkan ke SD Muhammadiyah selama 2 tahun, lalu pindah ke SD Negeri Kebon Pedes 1 pada tahun 1997. Penulis lulus dari sekolah dasar pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 5 Bogor dan melanjutkan studi di SMA Negeri 2 Bogor. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Kehidupan selama perkuliahan diwarnai dengan aktif mengikuti beberapa organisasi, kepanitiaan, dan program kemahasiswaan. Organisasi yang pernah diikuti diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Badan Eksekutif Fakultas Pertanian sebagai sekretaris Departemen Poli Kaji Strategis pada tahun 2008/2009 dan Sekretaris 1 pada tahun 2009/2010. Penulis juga diberikan kesempatan untuk mengikuti program pembinaan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni IPB.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kasih sayang, dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pemberian Kombinasi Pupuk Organik sebagai Pengganti Penggunaan Pupuk Anorganik pada Pertumbuhan dan Produksi Kolesom yang merupakan salah satu prasyarat kelulusan Sarjana. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, M.S. selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran untuk usulan pelaksanaan penelitian. 2. Dr. Ir. Maya Melati, MS, M.Sc dan Dr. Ani Kurniawati, SP. M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan tulisan ini, 3. Dr. Edi Santosa selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi. 4. Bunda, Ayah, dan Adik-adik beserta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala aktivitas penulis. 5. Leo Mualim selaku kakak tingkat yang banyak memberikan masukan, saran, serta bimbingan. 6. Teman-teman WBA (tanty, tiara, dini, kiky,dinis, ulil, ida, syifa, lintang, ka wastu) yang banyak memberikan motivasi. Arthur, dj, vida, fuad, pria, endang, shoni, lisa yang setia membantu panen dan menemani di laboratorium. Izzah, Dita, Ima, Dea, Linda, Andra, Ami yang menemani saat sidang. 7. Teman-teman Indybarends (AGH 44) yang menjadi teman satu perjuangan di departemen. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan tugas akhir. Bogor, November 2011 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Taksonomi Kolesom... 3 Budidaya dan Pertumbuhan Kolesom... 4 Abu Sekam... 5 Pupuk Organik... 5 Pupuk Kandang Sapi... 6 Guano... 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 8 Bahan dan Alat... 8 Metode Percobaan... 8 Pelaksanaan Percobaan... 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum... 14 Hasil... 14 Pembahasan... 27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 29 Saran... 29 LAMPIRAN... 33

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kombinasi Dosis Perlakuan... 9 2. Dosis Perlakuan Pupuk Anorganik (NPK)... 14 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi... 17 4. Tinggi Tanaman Setiap Minggu... 19 5. Jumlah Cabang Tanaman Setiap Minggu... 20 6. Lebar Tajuk Tanaman Setiap Minggu... 20 7. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar pada 2, 4 dan 6 MST... 23 8. Bobot Pucuk Layak Jual pada 2, 4, dan 6 MST... 23 9. Bobot Basah dan Kering Batang pada 2, 4, dan 6 MST... 24 10. Bobot Basah dan Kering Akar pada 2, 4, dan 6 MST... 25 11. Bobot Basah Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST... 26 12. Bobot Kering Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST... 27

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bahan Setek Kolesom Siap Tanam... 8 2. Suhu Rata-Rata, Curah Hujan, dan Intesitas Penyinaran Selama Penelitian... 15 3. Tanaman yang Terserang Psedoumonas sp... 16 4. Laju Asimilasi Bersih (g/cm 2 /hari)... 21 5. Laju Tumbuh Relatif (g/hari)... 22

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Iklim Bulan Maret sampai Mei 2011... 34 2. Kriteria Sifat Fisik Kimia Tanah... 34 3. Hasil Analisis Tanah... 35 4. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Kandang Sapi... 35 5. Hasil Analisis Kandungan Pupuk Guano... 36 6. Hasil Analisis Kandungan Abu Sekam... 36 7. Petakan di Lapang... 37 8. Sidik Ragam Tinggi Tanaman... 38 9. Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih... 38 10. Sidik Ragam Jumlah Cabang... 39 11. Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif... 39 12. Sidik Ragam Lebar Tajuk... 40 13. Sidik Ragam Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar... 40 14. Sidik Ragam Bobot Pucuk Layak Jual... 41 15. Sidik Ragam Bobot Basah Akar... 41 16. Sidik Ragam Bobot Kering Akar... 42 17. Sidik Ragam Bobot Basah Batang... 42 18. Sidik Ragam Bobot Kering Batang... 43 19. Sidik Ragam Bobot Basah Daun... 43 20. Sidik Ragam Bobot Kering Daun... 44 21. Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk... 44 22. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk... 45

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terletak di kawasan tropis yang terkenal dengan keanekaragaman flora dan faunanya. Terdapat banyak tumbuhan maupun tanaman yang berkhasiat untuk menyembuhkan beberapa jenis penyakit. Menurut Syukur dan Hernani (2002), di Indonesia terdapat 30 dari 40 ribu tumbuhan dunia, 26% telah dibudidayakan dan lebih dari 904 jenis digunakan sebagai obat tradisional. Djauhariya dan Hernani (2004) menambahkan, pemanfaatan tumbuhan obat merupakan warisan nenek moyang sejak dahulu kala. Sebagian besar tumbuhan telah banyak menarik perhatian ilmuwan untuk diteliti lebih lanjut terutama tumbuhan yang bermanfaat untuk pengobatan berbagai jenis panyakit, diantaranya penyakit alergi, penyakit metabolit, dan penyakit degeneratif yang berkaitan dengan proses penuaan. Lebih lanjut Budiono (2004) menyatakan, seiring dengan semakin bertambahnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola hidup kembali ke alam, memberikan peluang untuk perkembangan tanaman obat. Kolesom (Talinum triangulare (Jacq) Wild.) termasuk salah satu tanaman obat yang dapat digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Tanaman ini memang belum banyak dikenal oleh masyarakat secara luas, namun memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena kegunaan dan khasiatnya yang sangat penting. Hernani et al. (2001) menyatakan, selain dapat dikonsumsi sebagai sayuran, daun kolesom dapat menjadi anti inflamasi pada bagian yang sakit akibat pukulan atau jatuh dengan cara diremas. Syukur dan Hernani (2002) menambahkan bahwa kolesom berkhasiat sebagai obat radang paru-paru, gugup, demam, keringat dingin, peradangan, obat pencernaan, dan dikonsumsi sebagai sayuran. Bagian tanaman kolesom yang berkhasiat obat adalah daun, akar, dan umbi. Produksi kolesom dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah faktor lingkungan, misalnya ketersediaan unsur hara pada media tanam. Peningkatan ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui pemupukan. Penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang dengan dosis 15

2 ton/ha merupakan dosis terbaik yang menghasilkan bobot kering daun dan bobot kering umbi tertinggi (Susanti et al., 2006). Selain itu, pupuk organik dapat memacu dan meningkatkan populasi mikroba di dalam tanah jauh lebih besar daripada pemberian pupuk kimia (Sutanto, 2002). Komposisi media yang tepat merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tanaman khususnya budidaya dalam wadah. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan media dengan komposisi tanah:arang sekam (3:2/v:v) menghasilkan biomassa tertinggi (Susanti, 2006). Penelitian sebelumnya mengenai budidaya kolesom menggunakan pupuk anorganik menghasilkan produksi pucuk terbaik dengan perlakuan 800 kg SP- 18/ha (Mualim, 2010) dan 150 kg urea/ha dan 150 kg KCl/ha (Anna, 2010). Penggunaan pupuk organik sebagai pengganti pupuk anorganik dilakukan sebagai usaha meminimalisir dampak dari penggunaan pupuk anorganik yang kurang baik, akan tetapi belum diperoleh informasi mengenai kombinasi dosis kombinasi pupuk organik yang tepat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai dosis kombinasi pupuk organik terbaik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kolesom serta dapat diaplikasikan untuk budidaya kolesom. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi dosis pupuk organik tertentu terhadap pertumbuhan dan produksi kolesom. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perlakuan kombinasi pupuk organik yang tepat pada pertumbuhan dan produksi kolesom maksimum.

3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Taksonomi Kolesom Tanaman obat Kolesom termasuk ke dalam klasifikasi divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), kelas Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil), anak kelas Caryophyllidae, ordo Caryophyllales, family Portulacaceae, genus Talinum dan spesies triangulare Willd. (Syukur dan Hernani, 2002) serta termasuk ke dalam tanaman yang memiliki lintasan inducible metabolism CAM (Crassulacean Acid Metabolism) (Pieters et al., 2003). Kolesom merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh tegak dengan tinggi 30-100 cm, batang berbentuk bulat, pangkal berwarna ungu kemerahan, sedangkan batang muda berwarna hijau (Wahyuni dan Hadipoentyanti, 1999). Daun kolesom berbentuk oblongatus-spatulatus, berwarna hijau muda, tebal berdaging, filotaksis spiral dan kadang-kadang berhadapan. Secara anatomi daunnya memiliki tipe dorsivental, stomata parasitik (epidermis atas dan bawah), parenkim daun (jaringan spons) yang mengandung kristal kalsium oksalat bentuk roset dan kelenjar minyak atsiri, dan berkas pembuluh kolateral. Bunga kolesom berwarna merah jambu keunguan yang mekar pada pagi hari pukul 09.00. Tangkai bunga berbentuk segitiga dan bunga jantan dalam tandan (racemes). Buah berbentuk bulat memanjang berwarna hijau kekuningan dan berisikan biji hitam gepeng berdiameter 1 ± mm. Akarnya menebal menyerupai gingseng (Santa dan Prajogo, 1999) dan sistem perakarannya berupa akar tunggang (Rifai, 1994). Spesies Talinum paniculatum atau biasa disebut dengan som jawa yang mirip dengan kolesom sehingga masyarakat seringkali tidak dapat membedakannya. Perbedaannya terletak pada ciri-ciri morfologisnya yaitu filotaksis, tipe inflorensi, bentuk buah, warna, dan waktu bunga mekar. Som jawa memiliki filotaksis yang berhadapan, tipe inflorensi malai dengan tangkai bunga bersudut tumpul, buah berbentuk kapsul (bulat dan berwarna merah-cokelat), dan bunga mekar pada sore hari (Santa dan Prajogo, 1999). Bagian utama kolesom yang biasa digunakan untuk diambil manfaatnya adalah umbi dan daun (pucuk). Pucuk kolesom mengandung antosianin dan protein yang baik bagi tubuh sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku

4 sayuran (Mualim et al., 2009). Manfaat umbi kolesom untuk mengobati neurasthenia (kelelahan tubuh), debilitas (kelemahan tubuh) dalam penyembuhan dari penyakit kronik (Hargono, 2005). Budidaya dan Pertumbuhan Kolesom Bahan perbanyakan kolesom dapat menggunakan biji yang disemaikan terlebih dahulu dengan cara disebarkan atau ditumbuhkan dalam bak pasir dengan sistem garis atau disebar rata (Susanti, 2006). Penelitian sebelumnya oleh Susanti et al. (2008) mengenai kolesom menunjukkan bahwa setek merupakan asal bibit yang menghasilkan biomassa tertinggi, dengan media tanah:arang sekam (3:1/v:v) dan pupuk dasar 5 ton/ha pupuk kandang ayam dengan menggunakan wadah tempat tanam berupa polybag. Berdasarkan hasil penelitian Mualim et al. (2009), bahan setek dapat diambil dari pohon induk kolesom yang telah berbunga. Setek batang sepanjang 6-7 cm diambil dari bagian tengah batang tua yang telah dibuang daun-daunnya. Penanaman dilakukan apabila bibit yang berasal dari setek batang telah berdaun 2 helai dan membuka sempurna (± 5 7 hari setelah semai). Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Pencegahan serangan bakteri Pseudomonas sp. dapat dilakukan melalui penyemprotan bakterisida dan fungisida. Bakterisida yang digunakan berbahan aktif streptomisin sulfat 20% diberikan setiap satu minggu sekali dengan konsentrasi 1.67 g/l air, sedangkan fungisida yang diberikan berbahan aktif difenokonazol 250 g/l air diberikan setiap empat minggu sekali dengan konsentrasi 0.33 ml/l air. Pembungaan pada kolesom mulai terbentuk pada umur 4 MST. Kolesom yang lebih awal berbunga adalah kolesom yang berasal dari setek dan diberi pupuk kandang ayam 15 ton/ha. Pada umur 5 MST, seluruh tanaman kolesom telah berbunga. Bibit asal setek menghasilkan rata-rata tinggi, LTR dan LAB tanaman terbaik beturut-turut sebesar 136, 103, dan 112% lebih tinggi dibandingkan tinggi tanaman yang berasal dari bibit benih. Namun untuk pertumbuhan jumlah daun kolesom asal benih lebih tinggi 143% dibandingkan tanaman kolesom asal setek (Susanti et al., 2008).

5 Abu Sekam Sekam padi adalah bagian terluar dari bulir padi, yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar 20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Harsono, 2002). Sutanto (2002) menambahkan bahwa sekam padi secara nyata mempengaruhi sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Penggunaan abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai sumber silikat juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah pertanian di sekitar lokasi penggilingan padi dan sekaligus sebagai upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Pemberian abu sekam sebagai sumber silikat pada tanah Andisol dan Oxisol dapat melepaskan fosfor terjerap (Ilyas et al., 2000). Pupuk Organik Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Pementan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Senyawa atau unsur-unsur organik yang merupakan kandungan utama pupuk organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses dekomposisi di dalam tanah, sehingga cara aplikasi yang efektif pupuk organik adalah dengan memasukkannya ke dalam tanah (Marsono dan Sigit, 2001). Hanya saja penggunaan pupuk organik memerlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan serta kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum cukup matang (Sutanto, 2002).

6 Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air yang menyebabkan kesuburan tanah meningkat (Yuliarti, 2009). Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan pupuk organik yang umum digunakan dan merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding bahan pembenah lainnya dalam pemupukan organik, tetapi hanya mampu memberikan unsur hara dalam jumlah terbatas (Sutanto, 2002). Pupuk Kandang Sapi Pupuk kandang didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah (Hartatik dan Widowati, 2006). Tidak semua pupuk kandang sapi berasal dari kotoran murni, namun biasanya telah bercampur dengan sisa pakan, air kencing, dan alas ternak (jerami). Mutu pupuk kandang sapi yang benar harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpanannya, sehingga akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman (Atmojo, 2003). Pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran parameter C/N rasio, pupuk kandang sapi memiliki C/N rasio lebih dari 40 (Hartatik dan Widowati, 2006). Tingginya kadar C dalam pupuk kandang sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Memaksimalkan penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pupuk kandang sapi dengan rasio C/N di bawah 20 (Simanungkalit et al., 2006) Menurut Sutedjo (1994), pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan lendir. Pupuk ini termasuk jenis pupuk yang proses penguraiannya berlangsung sangat lambat sehingga tidak terbentuk panas. Berdasarkan penelitian Indrasari dan Syukur (2006), pemberian pupuk kandang sapi sampai dengan 30 ton/ha masih meningkatkan kandungan bahan organik, Zn jaringan tanaman, berat segar maupun berat kering akar pada tanaman jagung.

7 Penelitian Harnani (2008) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk kandang sapi secara nyata meningkatkan jumlah daun dan buku tanaman cabe jawa. Jumlah daun dan jumlah buku meningkat secara kuadratik dengan pertambahan dosis pupuk kandang sapi. Dosis optimum pupuk kandang sapi untuk jumlah daun dan jumlah buku tanaman cabe jawa adalah 536 dan 531 g/10 kg tanah. Guano Pupuk guano adalah pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar dan sudah mengendap lama di dalam gua dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri pengurai. Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan sekresi kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena pengaruh air hujan dan air tanah. Berdasarkan tempatnya, endapan fosfat guano terdiri dari endapan permukaan dan bawah gua (Yusuf, 2010). Kandungan utama dari guano yakni unsur N dan P, namun ada pula guano yang mengandung unsur K (Yuliarti, 2009). Lebih tepatnya guano mengandung unsur N 2.09 %, P 10.43 %, K 0.07 %, Ca 26.72 %, Mg 0.98 %, dan S 0.02 % (Tabel Lampiran 5). Selain mengandung banyak nutrisi, guano juga berperan sebagai sumber dari berbagai bakteri yang berperan sebagai agen hayati untuk menekan terjadinya hama dan penyakit pada tanaman. Pupuk organik guano lama berada dalam tanah, meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama daripada pupuk kimia buatan (Endrizal dan Bobihoe, 2000). Sekitar 1.000 gua di Indonesia diprediksi berpotensi sebagai tempat deposit guano, sehingga guano menjadi salah satu solusi atas masalah kelangkaan pupuk (Kristanto et al., 2009)

8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 640 setek kolesom (Gambar 1), arang sekam (2 ton/ha), pupuk kandang, guano (granul) dan abu sekam. Peralatan yang digunakan berupa bambu, timbangan, oven, penggaris, pisau, serta alat-alat pertanian. Gambar 1. Bahan Setek Kolesom Siap Tanam Metode Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor. Perlakuan yang diberikan yaitu pemupukan dengan kombinasi pupuk kandang, guano, dan abu sekam (Tabel 1). Dosis perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 15 unit percobaan.

9 Perlakuan pembanding ditanam di luar rancangan percobaan, yaitu perlakuan anorganik dengan dosis 100 kg/ha urea, 120 kg/ha SP-36, dan 100 kg/ha KCl sehingga total percobaan sebanyak 18 unit percobaan. Berikut dosis perlakuan yang digunakan : Tabel 1. Kombinasi Dosis Perlakuan Dosis Perlakuan Pupuk Kandang Sapi 1 (ton/ha) Guano 2 (kg/ha) Abu Sekam 3 (ton/ha) 1 1.8 27.6 2.7 2 2.7 55.2 4.1 3 3.6 82.9 5.5 4 4.5 110.5 6.8 5 5.3 138.1 8.2 1 Kandungan N 1.29 %. 2 Kandungan P 2 O 5 26.07 %. 3 Kandungan K 2 O 1.10 %. Dosis perlakuan kombinasi pupuk organik diperoleh dengan cara mengkonversi dari dosis perlakuan pupuk anorganik. Pupuk kandang sapi menggantikan pupuk urea, pupuk guano menggantikan pupuk SP-36 sedangkan abu sekam menggantikan KCl. Berikut dosis perlakuan pupuk anorganik yang menjadi acuan penggunaan dosis kombinasi pupuk organik : Tabel 2. Dosis Perlakuan Pupuk Anorganik (NPK) Dosis Perlakuan Urea 1 (kg/ha) SP-36 2 (kg/ha) KCl 3 (kg/ha) 1 50 40 50 2 75 80 75 3 100 120 100 4 125 160 125 5 150 200 150 1 Kandungan N 46 %. 2 Kandungan P 2 O 5 36 %. 3 Kandungan K 2 O 60 %. Model matematika yang digunakan untuk analisis statistik masing-masing percobaan dalam penelitian ini adalah :

10 Y ij = µ + α i + β j + ε ij (i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1, 2, 3) Keterangan : Yij = Nilai pengamatan perlakuan pupuk organik ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum αi = Pengaruh perlakuan pemupukan organik ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan pemupukan organik ke-i, dan kelompok ke-j i = 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk perlakuan pemupukan organik j = 1, 2, dan 3 sebagai kelompok/ulangan Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan pada pengaruh yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kesalahan 5 % (Gomez and Gomez, 1995). Khusus untuk melihat perbandingan antara kontrol dengan ketiga perlakuan lainnya, setelah data dianalisis menggunakan sidik ragam, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Dunnett. Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan Lahan yang digunakan untuk penelitian, sebelumnya disiangi terlebih dahulu dari gulma-gulma yang tumbuh. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan adanya hama dan penyakit yang menyerang. Tanah digemburkan lalu dibuat petakan dengan ukuran 4 m x 4 m dengan jarak antar baris adalah 100 cm dan dalam baris adalah 50 cm mengacu pada Mualim et al. (2009), sehingga terdapat 32 tanaman/petak. Arang sekam yang digunakan sebanyak 2 ton/ha (3 kg/petak) diberikan dengan cara dilarik per baris tanam dilakukan 2 minggu sebelum tanaman dipindah ke lapang. Murbandono (1993) menjelaskan, bahwa arang sekam digunakan untuk meningkatkan suhu dan ph tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, dan mencegah pengaruh penyakit khususnya disebabkan oleh bakteri dan gulma.

11 Pemupukan Perlakuan pupuk organik yang diberikan yaitu kombinasi pupuk kandang sapi, guano, dan abu sekam dengan dosis setelah dikonversi yang dapat dilihat di Tabel 1. Penanaman Penanaman setek kolesom dilakukan setelah dua minggu dari aplikasi abu sekam, guano dan pupuk kandang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan waktu agar terjadi dekomposisi bahan organik. Sebelum ditanam, setek kolesom direndam dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif streptomisin sulfat dengan konsentrasi 2 g/l air dan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan konsentrasi 3 g/l air selama 10 detik. Perlakuan dilakukan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman berupa penyiraman yang dilakukan pada saat diperlukan. Pengendalian penyakit dengan memberikan fungisida dan bakterisida diawal penanaman setek. Pemanenan Panen destruktif dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Kolesom yang dipanen sebanyak 1 tanaman per perlakuan dengan cara mencabut seluruh tanaman secara hati-hati untuk menjaga keutuhan tanaman. Pengamatan Komponen-komponen pengamatan yang dilakukan dibagi menjadi komponen pertumbuhan dan produksi. Komponen pertumbuhan terdiri atas: 1. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setiap minggu, mulai dari 2 sampai 6 MST dengan cara mengukur tanaman dari bagian tanaman di atas tanah sampai ujung titik tumbuh tertinggi.

12 2. Jumlah cabang Data jumlah cabang diperoleh dengan menghitung jumlah cabang yang tumbuh pada batang utama. 3. Lebar tajuk Lebar tajuk diukur menggunakan meteran lalu mencatat angka yang ditunjukkan meteran sebagai diameter tajuk. 4. Rasio bobot tajuk/akar Rasio bobot tajuk/akar didapatkan dari hasil pembagian bobot kering tajuk dengan bobot kering akar yang dilakukan pada 2, 4, dan 6 MST. 5. Rata-rata laju tumbuh relatif (Relative Growth Rate/LTR) yang diukur pada 2, 4, dan 6 MST. LTR adalah peningkatan bobot kering dalam kurun waktu tertentu. Perhitungan LTR dilakukan dengan rumus berikut LTR = ln W 2 ln W 1 t 2 t 1 (g/hari) Keterangan: W 1 = bobot kering tanaman pada waktu t 1 W 2 = bobot kering tanaman pada t 2 Pengukuran LTR dilakukan dengan mendestruksi atau mencabut satu tanaman di luar tanaman contoh per petak. 6. Rata-rata laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate/LAB). LAB merupakan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Laju rata-rata asimilasi bersih dihitung dengan rumus sebagai berikut LAB = W 2 W 1 A 2 A 1 X ln A 2 ln A 1 t 2 t 1 ( g /hari) cm2 Keterangan: W 1 = bobot kering tanaman pada waktu t 1 W 2 = bobot kering tanaman pada waktu t 2 A 1 = luas daun total pada waktu t 1 A 2 = luas daun total pada waktu t 2

13 7. Bobot pucuk layak jual Pucuk yang layak untuk dijual diukur sesuai kriteria pemanenan yaitu 15 cm dari ujung daun kolesom yang ditegakkan. Setelah itu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. 8. Bobot basah dan kering akar Perhitungan bobot basah dan kering dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan bobot kering ditimbang setelah akar dioven pada suhu 105 o C selama 2 hari. 9. Bobot basah dan kering batang Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan bobot kering ditimbang setelah batang dioven pada suhu 105 o C selama 2 hari. 10. Bobot basah dan kering daun Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan bobot kering ditimbang setelah daun dioven pada suhu 105 o C selama 2 hari. 11. Bobot basah dan kering tajuk Perhitungan bobot basah dan kering batang dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 MST. Bobot basah ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, sedangkan bobot kering ditimbang setelah tajuk dioven pada suhu 105 o C selama 2 hari.

14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam dengan nilai 4.6 dan ph KCl tergolong sangat masam dengan nilai 4.1. Rasio perbandingan C/N termasuk sedang yaitu 15. Kapasitas Tukar Kation (KTK) menunjukkan nilai rendah dengan nilai sebesar 8.97 Cmol(+)/kg. Kejenuhan basa yang terkandung pada tanah sebesar 57% sehingga tergolong tinggi. Tekstur tanah termasuk liat dengan komposisi pasir 19%, debu 13%, dan liat 68%. Persiapan penelitian dan penelitian berlangsung dari bulan Februari sampai dengan pertengahan bulan Mei 2011. Selama penelitian berlangsung curah hujan sebesar 6.5 mm/hari sedangkan suhu rata-rata sebesar 25.8 o C dengan intensitas penyinaran sebesar 302 cal/cm 2 /menit (Gambar 2). Hal ini menunjukkan intensitas curah hujan yang cukup tinggi sehingga kelembaban pun tinggi dan menyebabkan tanaman mengalami serangan Psedoumonas sp. Tindakan pencegahan serangan bakteri dengan melakukan perendaman stek batang dengan bakterisida yang mengandung bahan aktif streptomisin sulfat dengan konsentrasi 2 g/l air dan fungisida berbahan aktif mankozeb dengan konsentrasi 3 g/l air selama 10 detik. Bagian dalam batang tanaman yang mengalami serangan bakteri menunjukkan warna kemerah-merahan. Lambat laun akan mengalami kematian yang juga membuat bentuk daun menggulung ke dalam (Gambar 3). Pencegahan penyebaran penyakit pada tanaman dilakukan dengan cara membuang tanaman yang terkena penyakit.

15 26,5 Suhu Rata-rata ( o C) 26 25,5 25 24,5 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu setelah tanam (MST) (a) Curah hujan (mm/hari) 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu setelah tanam (MST) (b) Intensitas Penyinaran(cal/cm 2 /menit) 400 350 300 250 200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu setelah tanam (MST) (c) Gambar 2. (a) Suhu Rata-Rata, (b) Curah Hujan, dan (c) Intensitas Penyinaran Selama Penelitian

16 Gambar 3. Tanaman yang Terserang Psedoumonas sp Gulma yang banyak ditemui di lapangan pada saat penelitian diantaranya Cynodon dactylon dan Axonopus compresus. Penanggulangan gulma dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di area penanaman. Penyulaman dilakukan pada saat pembibitan langsung di lapang dengan cara mencabut tanaman yang mati dan menggantinya dengan tanaman kolesom yang ditanam di luar petak percobaan. Pembungaan awal terjadi pada umur 3 MST dan pembungaan 75% terjadi pada saat tanaman berumur 4 MST.

17 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rekapitulasi Sidik Ragam dapat dilihat pada Tabel 3. Pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 3, 4 MST dan lebar tajuk pada 3 MST. Komponen produksi berpengaruh nyata diumur 6 MST terhadap bobot basah batang dan pucuk layak jual. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Komponen Pertumbuhan dan Produksi Peubah Umur (MST) Pemupukan Koefisien Keragaman (%) 1 Rasio Bobot Kering 2 tn 28.67 1 Tajuk/Akar 4 tn 19.11 6 tn 24.75 Tinggi Tanaman 2 tn 11.61 3 tn 6.18 4 * 4.14 5 * 4.58 6 tn 6.41 Lebar Tajuk 2 tn 10.08 3 * 5.36 4 tn 7.66 5 tn 9.72 6 tn 10.08 Jumlah Cabang 2 tn 18.12 3 tn 15.18 4 tn 22.85 5 tn 20.41 6 tn 18.12 1 Laju Tumbuh Relatif 2-4 tn 27.05 2 4-6 tn 4.94 1 Laju Asimilasi Bersih 2-4 tn 33.91 1 4-6 tn 13.14 Bobot Basah Daun 2 tn 17.16 4 tn 34.77 6 tn 17.51 Bobot Basah Akar 2 tn 31.39 4 tn 33.98 6 tn 20.20 Bobot Basah Tajuk 2 tn 33.96 4 tn 18.19 6 tn 19.16 Bobot Basah Batang 2 tn 30.40 4 tn 20.01 6 * 23.23 Bobot Basah Pucuk Layak Jual 2 tn 31.26 4 tn 21.47 1 Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; ( 1 ) hasil transformasi x; ( 2 )hasil trasformasi x + 0.5. 2 1 1 1

18 Peubah Pengamatan Umur (MST) Pemupukan Koefisien Keragaman (%) 6 * 15.90 Bobot Kering Daun 2 tn 27.02 4 tn 20.23 1 6 tn 27.01 1 Bobot Kering Akar 2 tn 33.23 1 4 tn 24.35 6 tn 23.81 Bobot Kering Tajuk 2 tn 34.19 4 tn 18.80 1 6 tn 24.18 1 Bobot kering Batang 2 tn 21.27 1 4 tn 18.12 6 tn 13.08 Bobot kering Pucuk 2 tn 26.28 Layak Jual 4 tn 30.15 6 tn 28.96 Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; ( 1 ) hasil transformasi x; ( 2 )hasil trasformasi x + 0.5. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Komponen Pertumbuhan Kolesom Tinggi Tanaman Perlakuan kombinasi pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lebar tajuk, sedangkan pada peubah rasio bobot kering tajuk/akar, jumlah cabang, laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih kombinasi pemupukan menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Secara keseluruhan tanaman kolesom mengalami peningkatan tinggi selama penelitian. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa tinggi tanaman menunjukkan beda nyata tertinggi pada umur 4 dan 5 MST. Perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam memiliki nilai rata-rata nyata tertinggi berturut-turut sebesar 11.45, 11.95, 12.32, dan 10.85% dibandingkan dengan perlakuan lain selama pengamatan berlangsung kecuali pada umur 2 MST. Berdasarkan uji Dunnett pada umur 4 dan 5 MST perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam tinggi tanaman menunjukkan nyata tertinggi sebesar 15.59 dan 18.03% dibanding kontrol. Hal ini karena tinggi tanaman meningkat dengan semakin banyaknya dosis pemupukan yang diberikan.

19 Tabel 4. Tinggi Tanaman Setiap Minggu Umur Perlakuan 1 2 3 4 5 Kontrol 2 MST 24.79 27.81 24.89 28.98 26.33 24.90 3 MST 31.41 35.07 33.67 35.50 37.71 34.53 4 MST 40.49c 43.09bc 43.14bc 44.60b 47.89a+ 41.43 5 MST 47.41b 48.93b 49.25b 49.81b 54.85a+ 46.47 6 MST 49.52 53.12a 53.17 56.57 58.73 50.67 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Jumlah Cabang Jumlah cabang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam untuk setiap minggunya kecuali pada umur 4 MST mengalami penurunan. Umur 3 MST semua perlakuan yang mengalami penurunan kecuali perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yang mengalami kenaikan dan menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Walaupun secara statistik peubah jumlah cabang tanaman menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Jumlah cabang mempengaruhi produksi daun, semakin banyak cabang maka semakin banyak daun yang diproduksi dan juga akan berpengaruh terhadap Laju Asimilasi Bersih (LAB) tanaman. Jumlah cabang tanaman mengalami peningkatan pada umur 4-5 MST. Akan tetapi terjadi penurunan dibeberapa perlakuan sebesar 5.38 % pada umur 2-3, 3-4, dan 5-6 MST. Penurunan jumlah cabang diduga karena adanya pembungaan dan pembentukan umbi yang terjadi pada tanaman, sehingga unsur hara yang terserap dialokasikan untuk pembentukan bunga dan umbi.

20 Umur Tanaman Tabel 5. Jumlah Cabang Tanaman Setiap Minggu Perlakuan 1 2 3 4 5 Kontrol 2 MST 6.33 5.00 6.67 7.33 6.33 5.67 3 MST 6.00 4.67 7.00 7.00 6.00 5.67 4 MST 5.67 5.33 6.00 6.33 5.33 5.67 5 MST 6.67 4.00 6.67 6.67 6.67 5.33 6 MST 6.33 5.00 6.67 7.33 6.33 5.00 Rata-Rata Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Lebar Tajuk Lebar tajuk tanaman mengalami pertumbuhan maksimal di minggu ke-5. Kombinasi pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap lebar tajuk tanaman di umur 3 MST pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tanaman kolesom setelah umur 5 MST serentak mengalami penurunan lebar tajuk tanaman, hal ini dimungkinkan adanya perbahan tanaman yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi (Lampiran 1). Tabel 6. Lebar Tajuk Tanaman Setiap Minggu Umur Tanaman Perlakuan 1 2 3 4 5 Kontrol 2 MST 30.15 30.69 34.12 31.87 34.14 32.59 3 MST 36.89b 40.67ab 43.57a 42.65a 44.03a 41.29 4 MST 50.44 52.64 54.75 52.76 57.53 58.29 5 MST 52.38 62.81 58.95 56.82 60.93 63.24 6 MST 30.15 30.69 34.12 31.87 34.14 63.32 Rata-Rata Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

21 Laju Asimilasi Bersih (LAB) Pada penelitian ini tidak ada pengaruh nyata antara kombinasi pupuk organik yang diberikan terhadap LAB dan LTR. Akan tetapi LAB mengalami penurunan di minggu 4-6 MST (Gambar 4). Laju asimilasi bersih kontrol menunjukkan nilai paling tinggi di usia 2-4 MST. Hal ini diduga bahwa penyediaan unsur hara oleh pupuk anorganik lebih cepat tersedia. Pada minggu 4-6 MST kombinasi pupuk organik menunjukkan peningkatan dan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Penyediaan hara pupuk organik lebih lambat (slow release) bagi tanaman karena melalui berbagai proses perubahan terlebih dahulu (Yuliarti, 2009). 1,2 1 1 Kontrol 2-4 MST 0,8 0,6 0,4 0,34 0,32 0,58 0,58 0,7 0,72 0,36 0,33 0,33 Kontrol 4-6 MST 0,2 0 1 2 3 4 5 2-4 MST 4-6 MST Gambar 4. Laju Asimilasi Bersih (g/cm 2 /hari) Laju Tumbuh Relatif (LTR) LTR berfungsi untuk mengukur kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering per satuan bahan kering awal (Sitompul dan Guritno, 1995). Pemberian kombinasi pupuk menunjukkan hasil LTR yang berbeda-beda sesuai dengan dosis yang diberikan (Gambar 4). Nilai LTR terendah dimiliki oleh perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam diminggu 2-4 dan 4-6 MST. Penurunan nilai LTR terjadi pada semua perlakuan diminggu 4-6 MST.

22 Memperkuat penelitian Susanti et al. (2008), pemberian kandungan hara yang berbeda pada tanaman menyebabkan perbedaan nilai LTR yang dihasilkan. 0,1 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 0,09 0,08 0,07 0,07 0,05 0,04 0,04 0,03 0,02 0,02 1 2 3 4 5 2-4 MST 4-6 MST Gambar 4. Laju Tumbuh Relatif (g/hari) Kontrol 2-4 MST Kontrol 4-6 MST Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar Pemberian perlakuan kombinasi pupuk organik tidak berpengaruh nyata terhadap rasio bobot kering tajuk/akar. Namun dengan demikian pada beberapa perlakuan rasio bobot kering tajuk/akar mengalami kenaikan kecuali pada perlakuan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam dan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam. Pada umur 4 MST rasio bobot kering tajuk/akar menunjukkan rasio tertinggi di perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, hal ini menunjukkan bahwa penyerapan unsur hara optimum digunakan oleh tajuk dibandingkan penyerapan oleh akar. Tanaman yang mempunyai nisbah tajuk/akar yang tinggi dengan produksi biomassa total yang besar pada tanah yang subur secara tidak langsung menunjukkan bahwa akar yang relatif sedikit cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang relatif besar dalam penyediaan air dan unsur hara (Sitompul dan Guritno, 1995).

23 Tabel 7. Rasio Bobot Kering Tajuk/Akar pada 2, 4 dan 6 MST Umur Tanaman Perlakuan 1 2 3 4 5 Kontrol 2 MST 11.35 17.98 14.76 14.46 11.84 13.75 4 MST 14.44 11.92 15.19 9.39 14.78 14.80 6 MST 20.52 18.35 15.89 16.88 16.89 21.99 Rata-Rata 15.44 16.08 15.28 13.58 14.50 16.85 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Pengaruh Pupuk Organik terhadap Produksi Kolesom Bobot Pucuk Layak Jual Tabel 8 menunjukkan bahwa bobot pucuk layak jual mengalami penambahan di setiap minggunya, kecuali perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam, perlakuan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam dan perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yang mengalami penurunan bobot di minggu ke-6. Perlakuan pemberian kombinasi pupuk pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam di umur 6 MST berpengaruh nyata 34.55% lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol dan 179.54% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai terendah. Meskipun berdasarkan uji lanjut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 8. Bobot Pucuk Layak Jual pada 2, 4, dan 6 MST Umur Perlakuan Tanaman 1 2 3 4 5 Kontrol 2 MST 69.46 52.74 56.30 69.56 87.47 52.52 4 MST 130.74 120.98 224.10 110.52 122.06 103.91 6 MST 70.38b 94.10b 108.34b 130.64ab 196.74a 146.22 Total 270.58 267.83 388.74 310.71 406.27 302.65 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett.

24 Bobot Basah dan Kering Batang Produksi bobot basah batang (Tabel 9) di umur 6 MST pada perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam memberikan hasil berpengaruh 73.86% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai terendah yaitu perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam. Uji lanjut terhadap produksi bobot basah; akar, daun, dan tajuk serta bobot kering; akar, batang, daun, dan tajuk menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata, namun pada beberapa peubah perlakuan 18.4 ton/ha pupuk kandang + 378 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam menunjukkan hasil tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 9. Bobot Basah dan Kering Batang pada 2, 4, dan 6 MST Umur Perlakuan Tanaman 1 2 3 4 5 Kontrol.... Bobot Basah Batang.. 2 MST 25.58 22.19 18.41 22.43 30.28 23.51 4 MST 39.63 44.86 37.90 35.69 44.35 47.44 6 MST 26.75b 26.57b 25.52b 46.51a 45.84a 31.68.... Bobot Kering Batang.. 2 MST 2.56 2.33 1.84 2.23 2.13 2.86 4 MST 6.33 4.37 3.98 4.13 5.51 4.04 6 MST 3.87 4.41 4.55 5.14 4.30 4.26 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Bobot Basah dan Kering Akar Produksi bobot basah akar bertambah pada umur 2 sampai 4 MST di setiap perlakuan kombinasi pupuk organik dan serentak mengalami penurunan di umur 6 MST. Hanya perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam yang terus bertambah hingga 6 MST. Bobot kering akar yang dihasilkan tidak menunjukkan pola yang sama dengan bobot basah akar, karena kadar air yang dihasilkan dipengaruhi oleh jumlah pupuk yang diberikan.

25 Perlakuan 1.8 ton/ha pupuk kandang sapi + 27.6 kg/ha guano + 2.7 ton/ha abu sekam dan 2.7 ton/ha pupuk kandang sapi + 55.2 kg/ha guano + 4.1 ton/ha abu sekam mengalami penurunan bobot kering akar di umur 6 MST, sedangkan perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam, perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam, perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam mengalami kenaikan bobot kering akar berturut-turut 47.34, 12.19, dan 11.11 %. Tabel 10. Bobot Basah dan Kering Akar pada 2, 4, dan 6 MST Umur Perlakuan Tanaman 1 2 3 4 5 Kontrol.... Bobot Basah Akar.. 2 MST 2.56 2.33 1.84 2.23 2.44 2.54 4 MST 4.04 5.51 4.63 3.98 4.38 6.33 6 MST 3.87 4.41 4.04 5.14 4.28 4.26.... Bobot Kering Akar.. 2 MST 0.85 0.60 0.51 0.65 0.88 0.63 4 MST 1.66 3.00 1.88 2.05 2.34 2.14 6 MST 1.63 1.94 2.77 2.30 2.60 2.11 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Bobot Basah Daun dan Tajuk Bobot basah daun dan tajuk mengalami kenaikan pada minggu ke-4 dan mengalami penurunan pada minggu ke-6. Hanya saja pada perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam bobot basah dan dan tajuk terus bertambah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Produksi total bobot basah daun tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam, akan tetapi sebenarnya pada perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam memiliki nilai yang mendekati perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano

26 + 5.5 ton/ha abu sekam untuk memproduksi bobot daun sudah dapat menggantikan pemberian pupuk anorganik pada kontrol. Produksi total bobot basah tajuk juga menunjukkan hal yang serupa, bahkan dengan menggunakan perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam sudah dapat meningkatkan 6.98% produksi total bobot basah tajuk dibandingkan kontol. Tabel 11. Bobot Basah Daun dan Tajuk pada 2, 4, dan 6 MST Umur Perlakuan Tanaman 1 2 3 4 5 Kontrol.... Bobot Basah Daun.. 2 MST 38.42 34.00 48.98 78.70 37.11 40.12 4 MST 218.05 229.67 252.19 209.19 266.56 230.42 6 MST 124.91 140.42 166.26 208.89 296.99 205.61 Total 381.38b 404.10b 467.43b 496.78ab 600.66a 476.15.... Bobot Basah Tajuk.. 2 MST 155.41 95.73 109.00 131.18 211.59 94.31 4 MST 460.30 520.80 547.90 464.90 596.50 515.10 6 MST 296.20 343.70 430.40 498.10 702.20 402.00 Total 911.80 960.30 1087.30 1094.20 1510.30 1011.40 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Bobot Kering Daun dan Tajuk Bobot kering yang dihasilkan umumnya mengalami peningkatan di minggu ke-4 dan ke-6. Hasil tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam yaitu sebesar 31.87 % untuk bobot kering akar dan perlakuan 4.5 ton/ha pupuk kandang sapi + 110.5 kg/ha guano + 6.8 ton/ha abu sekam sebesar 20.65 % untuk bobot kering batang masing-masing pada minggu ke-6. Kenaikan bobot kering daun yang ditunjukkan pada minggu ke-6 tidak terlalu signifikan. Hal ini mendukung penelitian Susanti (2006) bahwa produksi bobot kering daun dipengaruhi oleh laju asimilasi bersih yang pada penelitian ini menunjukkan penurunan.

27 Tabel 13. Bobot Kering Daun dan Tajuk Umur Perlakuan Tanaman 1 2 3 4 5 Kontrol.... Bobot Kering Daun.. 2 MST 5.55 4.21 4.96 4.89 6.18 4.78 4 MST 13.91 12.65 14.53 11.12 14.52 14.94 6 MST 11.00 13.00 14.65 12.51 15.18 18.05.... Bobot Kering Tajuk.. 2 MST 8.67 6.28 7.52 8.06 9.46 7.52 4 MST 22.51 27.93 29.33 19.20 31.90 31.23 6 MST 32.22 34.79 44.13 38.82 42.72 42.56 Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut DMRT 0.05; Huruf yang diikuti oleh tanda (+) menunjukkan berbeda nyata antara perlakuan dan kontrol pada 5% berdasarkan uji Dunnett. Pembahasan Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tumbuh tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian (organorgan) tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertumbuhan sel (Sitompul dan Guritno, 1995). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan hara tanah yang dapat dipenuhi melalui pemupukan. Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk anorganik (kimiawi) ataupun pupuk organik. Penelitian sebelumnya mengenai budidaya kolesom, menggunakan beberapa macam pupuk anorganik dan cara penggunaannya. Pada penelitian ini menggunakan perlakuan kombinasi pupuk organik yang menunjukkan hasil, bahwa pemberian kombinasi pupuk organik memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, lebar tajuk tanaman, bobot pucuk layak jual, dan bobot basah batang tanaman. Secara keseluruhan pertumbuhan dan produksi kolesom menunjukkan nilai yang lebih baik seiring dengan penambahan dosis kombinasi pupuk organik yang diberikan. Pada tinggi tanaman menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pupuk organik dengan dosis 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam menghasilkan tinggi tanaman yang tertinggi dibandingkan

28 dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Penurunan lebar tajuk dialami oleh hampir setiap perlakuan pada umur 6 MST. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lebar tajuk maksimal terjadi di minggu ke-5. Pada minggu ke-5 mulai adanya pembentukan umbi sehingga terjadi pengalokasian asimilat hara ke bagian tanaman yang berperan sebagai sink (umbi). Laju Asimlasi Bersih berkaitan erat dengan banyaknya jumlah klorofil yang dikandung oleh tanaman sehingga dapat meningkatkan produk hasil fotosintesis (Loveless, 1991). Pada penelitian ini, LAB yang dihasilkan oleh seluruh perlakuan kombinasi pupuk organik cenderung rendah di 2-4 MST. Akan tetapi mengalami peningkatan dan berada di atas kontrol di 4-6 MST. Ini diduga karena faktor dari penyediaan pupuk organik membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menyediakan hara bagi tanaman. Sutanto (2002) menyatakan nitrogen dan unsur hara lain yang dikandung pupuk organk dilepaskan secara perlahanlahan. Penggunaan secara berkesinambungan akan banyak membantu dalam membangun kesuburan tanah, terutama apabila dilaksanakan dalam waktu panjang. Rasio bobot kering tajuk/akar rata-rata mengalami kenaikan pada setiap minggu. Rasio bobot kering tajuk/akar yang tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman lebih besar kearah tajuk. Pertumbuhan ujung yang baru dirangsang oleh N, merupakan tempat pemanfaatan hasil asimilasi yang lebih kuat dibandingkan dengan akar. Pertumbuhan ujung lebih digalakkan apabila tersedia N dan air yang banyak sedangkan pertumbuhan akar lebih digalakkan apabila faktor-faktor N dan air menjadi terbatas (Gardner et al., 1991). Pemanenan destruktif berkala dilakukan pada 2, 4, dan 6 MST. Produksi bobot basah daun pada minggu 4 dan 6 MST dan total bobot basah daun tertinggi dihasilkan oleh perlakuan 5.3 ton/ha pupuk kandang sapi + 138.1 kg/ha guano + 8.2 ton/ha abu sekam. Namun sebenarnya pada perlakuan 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam nilai total bobot basah daun sudah menunjukkan hasil (467.43) yang mendekati kontrol (476.15). Sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan perlakuan kombinasi pupuk 3.6 ton/ha pupuk kandang sapi + 82.9 kg/ha guano + 5.5 ton/ha abu sekam dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik (kontrol).