BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang ndonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau besar dan kecil dan 6.000 diantaranya tidak berpenghuni. Wilayah ndonesia terbentang antara 6 0 LU sampai 11 0 08 garis LS sepanjang 1.760 km, dan dari 95 0 sampai 141 0 45 BT serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Selain itu, kepulauan ndonesia terletak di antara pertemuan 3 lempeng tektonik (The Eurasian Continental Plate, ndia-australian Oceanic Plate, and Pacific Oceanic Plate) yang disebut ring of fire, yang membuat ndonesia rentan terhadap ancaman bencana geologi seperti letusan gunung berapi, gempabumi, tsunami dan tanah longsor (Kodoatie dan Sjarief, 2010: 111). Potensi ancaman bencana alam lainnya termasuk banjir, kebakaran, kekeringan, gelombang pasang dan badai tropis. Menurut Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), selama satu abad terakhir (1907-2007), menunjukkan bahwa telah terjadi 343 bencana alam besar dalam wilayah ndonesia. Bencana alam tersebut menelan 236.543 korban jiwa dan menyentuh 2.639.025 penduduk, dan lebih dari 19 juta orang yang terkena dampak dari 309 kejadian bencana yang terjadi sepanjang 2 dekade terakhir ini, tahun 1980-2009 (Nugroho, 2007: 16). 1
2 Bencana di ndonesia memang bermacam-macam tetapi dengan tiga bencana alam menimpa ndonesia seperti tsunami Aceh, gempabumi karena gunung Merapi di Yogyakarta dan banjir di Jakarta, masyarakat trauma terhadap ketiga bencana tersebut sebagai perbandingan dari bencana-bencana yang terjadi saat ini, dengan adanya bencana tersebut maka muncul berbagai macam persoalan akibat bencana dari sebelum bencana bahkan pasca-bencana, seperti munculnya, kesiapsiagaan masyarakat sebelum bencana dan juga bantuan pasca bencana. Bencana gempabumi yang sering terjadi dan sikap pemerintah yang kurang tanggap untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang kemungkinan akan terjadi gempabumi, membuat pemerintah menuntut agar warganya untuk waspada dengan berbagai macam cara untuk waspada bencana, masyarakat menuntut pertanggungjawaban moral (accountability) dari lembaga yang berwenang terhadap keselamatan sipil (civil security) setelah terjadinya bencana. Berdasarkan fakta tersebut, pemerintah telah menempatkan persoalan bencana alam menjadi salah satu isu serius yang diprioritaskan penanganannya (Nugroho, 2007: 39) Penjelasan mengenai bencana di atas merupakan salah satu gambaran umum mengenai permasalahan yang muncul sebelum dan sesudah bencana di ndonesia. Permasalahan yang muncul sebelum terjadinya bencana gempabumi pada persiapan untuk siap siaga pada peristiwa akan terjadinya bencana, sehingga dapat meminimalkan korban dan kerugian. Permasalahan sesudah bencana adalah cara mengatasi akibat bencana pada suatu daerah.
3 PETA DAMPAK KERUSAKAN RUMAH AKBAT BENCANA GEMPA BUM KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN 465000 mt 470000 914400 mu 0 914000 0 KECAMATAN TRUCUK Bawak D # Kedungampel Plosowangi D # D # C # Cawas Barepan Gombang Mlese Baran D # D # KECAMATAN CAWAS Tugu Pakisan Bendungan Tirtomarto Pogung Balak Tlingsing D # Japanan KECAMATAN KARANGDOWO Bogor 914400 0 914000 0 KECAMATAN BAYAT Karangasem Nanggulan Kali Dengkeng D # Burikan KABUPATEN SUKOHARJO 7 U 465000 470000 # C LEGENDA Kantor Camat Kantor Desa SMA N 1 CAWAS Batas Kecamatan Batas Kelurahan Jalan Kolektor Jalan Lain Sungai Rusak Berat Rusak Ringan SKALA 1:50.000 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Km Proyeksi : Transverse Mercantor Sistem Koordinat : Universal Transverse Mercantor Zona : 49 - South Datum : WGS - 1984-8 0'0-7 0'0-6 0'0 LS 109 0'0 BT 110 0'0 111 0'0 LAUT JAWA PROVNS JAWA BARAT PROVNS JAWA TENGAH PROVNS JAWA TMUR PROVNS D..Y Daerah yang Dipetakan SAMUDERA HNDA -6 0'0-7 0'0-8 0'0 Sumber: 1. Peta Rupa Bumi ndonesia Skala 1:25000 Badan nformasi Geospasial (BG) 2. Survei Koordinat Lapangan Disusun Oleh: Herni Setyawati A 610 100 070 Pendidikan Geografi Tahun 2014 109 0'0 110 0'0 111 0'0 Gambar 1.1. Peta Dampak Kerusakan Rumah Akibat Bencana Gempa Bumi Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten
4 Berdasarkan data BNPB tahun 2011 dalam kategori ndeks Rawan Bencana Single Hazard Kabupaten/Kota, Klaten menempati rangking 2 tingkat nasional. Kabupaten Klaten terletak diantara 110 26'14BT - 110 47'51BT dan 7 32'19LS - 7 48'33LS Klaten memiliki ketinggian antara 100 400 m diatas permukaan laut (Klaten dalam Angka, 2005). Bencana gempabumi pernah terjadi di Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 yang mengakibatkan banyaknya bangunan rusak dan banyaknya korban jiwa. Bencana gempa bumi tersebut mengguncang daerah Klaten dan sekitarnya dengan kekuatan 6,3 Skala Richter dengan pusat gempa terletak di daerah selatan Yogyakarta. Tabel 1.1 Data kerusakan akibat bencana gempabumi di Kecamatan Cawas No Nama Desa Rusak Rusak Rusak Total Berat Ringan 1 Karang Asem 70 277 422 2 Burikan 23 128 465 3 Nanggulan 95 235 336 4 Bendungan 71 165 168 5 Tugu 133 264 313 6 Kedungampel 88 269 396 7 Bawak 172 432 453 8 Baropan 138 421 131 9 Pakisan 197 346 371 10 Balak 197 242 381 11 Cawas 159 502 586 12 Plosowangi 57 153 298 13 Baran 105 271 196 14 Ttirtomartu 251 248 189 15 Japanan 109 228 227 16 Tlingsing 64 322 484 17 Melese 393 278 65 18 Gombang 79 228 31 19 Pogong 32 176 721 20 Bogor 54 214 454
5 Salah satu kecamatan yang terkena dampak dari bencana gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 adalah Kecamatan Cawas. Terdapat banyak korban yang mengungsi dalam kejadian tersebut. Banyak pula korban jiwa yang meninggal. Tidak hanya rumah yang mengalami kerusakan saat gempa tersebut terjadi. Namun banyak pula fasilitas umum seperti sekolah yang juga mengalami kerusakan saat gempa tahun 2006 tersebut. Sekolah yang juga mengalami kerusakan adalah SMAN 1 Cawas. Hampir seluruh gedung SMAN 1 Cawas rusak. Masyarakat Klaten sudah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang merujuk pada Perda tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang tengah dipersiapkan. Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas) Klaten, Sri Winoto mengatakan, BPBD merupakan implementasi dari kebutuhan riil penanganan bencana di Klaten. Sri Winoto menjelaskan pembentukan BPBD merupakan salah satu amanat UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Kekurangan dari Badan tersebut, bahwa tidak selamanya bisa menjangkau keseluruhan masyarakat Klaten (Joglosemar, 2013). Pengadaan penyuluhan mengenai bencana, berkisar pada penduduk yang dewasa karena dianggap mereka mampu melindungi orang-orang terdekatnya ketika terjadi bencana. Penelitian yang peneliti lakukan berupaya mencoba menyentuh kesiapsiagaan terhadap bencana gempabumi pada anak usia sekolah. Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempabumi tidak hanya masyarakat dewasa saja yang diberikan tanggung jawab untuk siap siaga
6 terhadap bencana. Khususnya, pada remaja di tingkat Sekolah Pendidikan PertaMa (SMP) atau Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). Banyak faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan, salah satunya yaitu pengetahuan. Dijelaskan oleh Chairummi, dkk., (2013: 241) bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat berfungsi sebagai media informasi efektif dalam mengubah pola pikir dan pola perilaku masyarakat dengan memberikan pengetahuan kepada siswa. Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam menghadapi bencana, terutama di daerah yang rentan terhadap bencana alam. Siswa berhak untuk mengetahui apa itu bencana, mengapa terjadi bencana, bencana apa saja yang perlu diwaspadai di lingkungan daerah siswa, dan bagaimana cara siswa untuk siap siaga bilamana terjadi bencana dan juga pasca bencana. Hal ini dilakukan sebagai upaya membangun kesiapsiagaan sekolah dan komunitasnya dalam mengantisipasi bencana. Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa pengetahuan siswa tentang gempabumi merupakan permasalahan penting. Alasannya, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan siswa dalam mengahadapi gempabumi. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki siswa dapat mempersiapkan kesadaran akan kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana menjadi penting dikarenakan siswa tingkat sekolah memiliki risiko yang besar bila terjadi bencana khususnya gempabumi.
7 Sasaran peneliti untuk mengidentifikasi kesiapsiagaan bencana adalah Siswa Kelas X PS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten. Alasannya, karena berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa SMA N 1 Cawas diperoleh pemahaman bahwa sebagian besar siswa belum memperoleh pengetahuan dan cara mengatasi bencana gempabumi. Hanya pada siswa yang ikut kegiatan ekstrakulikuler pramuka yang memperoleh tambahan pengetahuan dan latihan kesiapgaan, sehingga pengetahuan kesiapsiagaan siswa berjalan kurang efektif. Atas dasar kenyataan tersebut, maka penelitian dilakukan pada Siswa Kelas X PS SMAN 1 Cawas Kabupaten Klaten dengan judul: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN KESAPSAGAAN BENCANA GEMPABUM PADA SSWA KELAS X PS SMAN 1 CAWAS KABUPATEN KLATEN. B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diungkap, bahwa pengetahuan siswa tentang gempabumi merupakan pengetahuan siswa tentang macam-macam bencana, terjadinya bencana, dan bencana yang perlu diwaspadai di lingkungan daerah siswa. Pembatasan masalah dalam kesiapsiagaan siswa di sekolah dalam menghadapi bencana dapat diidentifikasi dengan bagaimana guru dan aparatur sekolah dalam menyikapi kesiapsiagaan siswa dalam penanggulangan bencana terutama bencana gempabumi yang didukung kebijakan kebencanaan sekolah.
8 C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka di rumuskan rumusan masalah sebagai berikut; (1) bagaimana pengetahuan siswa kelas X PS SMAN 1 Cawas kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi?, (2) bagaimana kesiapsiagaan siswa Kelas X PS SMAN 1 Cawas kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi di kabupaten Klaten?, dan (3) bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada siswa di SMAN 1 Cawas kabupaten Klaten?. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini sebagai berikut; (1) untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa kelas X PS SMAN 1 Cawas kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi, (2) untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan siswa Kelas X PS SMAN 1 Cawas kabupaten Klaten terhadap bencana gempabumi, dan (3) untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana pada siswa di SMAN 1 Cawas kabupaten Klaten. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi manfaat teoritis dan praktis berikut. 1. Manfaat Teoritis a. Bertambahnya khazanah ilmu pengetahuan pendidikan mitigasi bencana pada sekolah tempat dilaksanakannya penelitian dan di
9 lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Sebagai masukan kepada sekolah untuk meningkatkan kesiapsiagaan dari ancaman bencana yang terdapat pada lingkungan sekolah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa Meningkatkan kesadaran pentingnya pengetahuan siswa tentang gempabumi, sehingga siswa memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko bencana terutama bencana gempabumi b. Bagi guru Meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap kesiapsiagaan dalam menghadapi risiko bencana terutama bencana gempabumi dengan tujuan untuk mengurangi dampak bencana. c. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pendidikan penanggulangan yang sesuai untuk diterapkan di sekolah.