PEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL SAINS AGRO

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

BAHAN METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

HASIL DAN PEMBAHASAN

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL SAINS AGRO

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR DI TANAH ULTISOL

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi, dan perubahan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Transkripsi:

PEMBAHASAN UMUM Aqroklimat Tatas Hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat ber- dasarkan pengamatan unsur-unsur iklim mulai tahun 1981 sampai dengan tahun 1990 menunjukkan bahwa Kebun Percobaan Unit Tatas dan sekitarnya tergolong dalam zona iklim C2 (Oldeman et dl., 1977; Oldeman et dl., 1980) dengan bulan basah berturut-turut selama 6-7 bulan, bulan lembab 3 bulan dan bulan kering 2-3 bulan. Intensitas radiasi surya yang merupakan.sumber energi bagi tanaman juga merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman. Di Tatas intensitas radiasi surya terendah 317 cal.cm-2.hari-1 pada bulan Januari dan tertinggi 426 cal.cm-2.hari-1 pada bulan Juli (Tabel Lampiran 6). Sedangkan kebutuhan minimum intensitas radiasi surya agar dapat menunjang pertumbuhan tanaman kedelai adalah 216 sampai 576 cal.~m-~.hari-' (Kassam, 1978; Sakamoto, and Shaw, 1967; Salisbury, and Ross, 1969). Suhu udara di Tatas terendah pada bulan Desember 25.6O~ dan tertinggi 27.1~~ pada bulan September (Tabel Lampiran 7). Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c (Brown, 1960; Kassam, 1978). Dengan demikian suhu udara di Tatas sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai. Berdasarkan keadaan jumlah dan agihan hujan serta ketersediaan air melalui air pasang dan juga keadaan unsur

ikl im lainnya maka dapat disimpulkan bahwa budidaya basah tanaman kedelai dapat dilaksanakan sepanjang tahun. -- Pola Tanam Kedelai di Tatas Iklim Indonesia sangat hangat dengan lama penyinaran yang relatif sama sepanjang tahun memberi peluang untuk tum-buhnya tanaman sepanjang tahun. Demikian juga halnya di Tatas berdasarkan hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat yang telah dilaksanakan memungkinkan untuk penanaman kedelai sepanjang tahun. Di daerah pasang surut pola tanam yang umum adalah Padi - Padi. Hal ini disebabkan pada lahan ini sepanjang tahun tergenang atau basah dimana tanaman padi tahan dengan keadaan ini. Dengan adanya budidaya basah tanaman kedelai, banyak peluang untuk memanfaatkan lahan ini untuk perluasan tanaman kedelai. Untuk mengetahui pola tanam kedelai yang paling baik pada lahan ini dengan menerapkan budidaya basah tanaman kedelai telah diuji empat macam pola tanam. Pola tanam yang diuji yaitu (1) Kedelai basah - Kedelai basah, (2) Padi basah (sawah) - Kedelai basah, (3) Kedelai basah - Kedelai kering, dan (4) kering. Padi basah (sawah) - Kedelai Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola tanam berpengaruh nyata terhadap semua parameter tumbuh dan hqsil tanaman kedelai kecuali Nisbah Luas Daun Rata-rata.

Perbedaan di antara pola tanam di samping pola tanam yang berbeda juga pengaruh budidaya, dimana parameter turnbuh, komponen hasil dan hasil pada budidaya basah lebih tinggi daripada budidaya kering (konvensional) dengan pola tanam yang sama. Pertumbuhan tanaman yang lebih baik pada pola tanam dengan budidaya basah menghasilkan daun yang lebih banyak dan luas, sehingga radiasi surya yang datang lebih banyak diserap tanaman. Di samping itu radiasi yang datang lebih banyak yang dipantulkan daripada diteruskan sehingga memungkinkan diserap kembali oleh tanaman. Menurut Monteith (1975) terperangkapnya sebagian radiasi surya disebabkan oleh pemantulan berganda antar dedaunan dan bagian-bagian berdekatan. Selanjutnya oleh Blad dan Baker (1972) dinyatakan bahwa albedo tanaman sangat dipengaruhi oleh luas permukaan yang ternaungi, terutama pada saat tanah dalam keadaan lembab. Tanah yang lembab akan menurunkan nilai albedo, ha1 ini kemungkinan salah satu sebab menurunkan laju asimilasi pada saat dimulai budidaya basah di samping akibat tanaman beraklimatisasi terhadap keadaan basah. Namun di lain pihak nilai albedo akan meningkat pula bila kelengasan daun meningkat. Hasil penelitian Simanungkalit (1986) menunjukkan semakin tinggi kandungan air tanah diikuti oleh meningkatnya kelengasan daun. Dengan demikian pada budidaya basah radiasi surya yang diserap

dan yang dipantulkan lebih banyak sehingga radiasi yang dimanfaatkan tanaman untuk fotosintesis lebih banyak. Pertumbuhan dan hasil yang lebih baik pada budidaya basah diakibatkan dengan cara ini lingkungan tumbuh tanaman kedelai lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ponnamperuma (1972) dengan penggenangan pada tanah masam akan menaikkan ph (Gambar 1). Disamping itu dengan penggenangan pada tanah sulfat masam kemungkinan teroksidasinya pirit (FeS2) dapat dihindari. Hal ini disebabkan oleh keadaan basah terus menerus yang dapat menurunkan nilai potensial redoks pada keadaan basah daripada keadaan kering. Nilai potensial redoks yang diamati pada tiga tempat petak percobaan pada petak sawah, kedelai basah dan kedelai kering (biasa) berturut-turut -90 mv, 185 mv, dan 310 mv. Hal ini menunjukkan bahwa redoks potensial pada budidaya basah lebih rendah bila dibandingkan dengan budidaya kering. Menurut De Datta (1986) penurunan nilai redoks potensial akan meningkatkan kelarutan fosfor. Dengan demikian keracunan Aluminium dapat ditekan atau dihindari sehingga unsur P menjadi lebih tersedia demikian jugs unsur-unsur hara lainnya (Tabel 23). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gulamahdi (1990) yang menyatakan bahwa pemupukan fosfor pada budidaya basah tanaman kedelai tidak mempengaruhi kendungan P dan K daun.

Pertumbuhan yang berbeda antar pola tanam dan budidaya dapat kita lihat pada bobot kering. Bobot kering tanaman pada budidaya basah dengan pola tanam yang sama 39.4 persen lebih tinggi daripada budidaya kering pada umur 6 MST di rumah kaca (Tabel 8) dan 32.6 persen di lapangan (Tabel 31). Menurut Hunter et al. (1980) dengan permukaan 15 cm di bawah permukaan tanah bobot kering tanaman 37 persen lebih tinggi daripada cara konvensional pada umur 3 minggu setelah budidaya basah dimulai (5 MST). Hasil tertinggi per hektar diperoleh berturut-turut pada pola tanam Kedelai basah - Kedelai basah (1.135 ton ha-'), Padi basah (sawah) - Kedelai basah (1.068 ton ha-'), Kedelai basah - Kedelai kering (0.810 ton ha-'), dan Padi basah (sawah) - Kedelai kering (0.765 ton ha-') (Tabel 40). Bila kita bandingkan hasil kedelai budidaya basah dengan budidaya kering dapat kita lihat bahwa dengan budidaya basah kenaikan hasil 79.8 persen di rumah kaca (Tabel 18) dan 39-1 persen di lapangan (Tabel 40) dibandingkan dengan budidaya kering (konvensional). Hasil penelitian Nathanson et dl. (1984) di rumah kaca memperoleh kenaikan hasil 65-71 persen dibandingkan dengan budidaya konvensional. Kemudian dari hasil penelitian ini menunujukkan bahwa penerapan budidaya basah tanaman kedelai pada tanah sulfat masam memungkinkan perluasan areal penanaman kedelai pada

tanah ini sekaligus menghindari teroksidasinya pirit (FeS2) yang merupakan kendala dalam pengelolaan tanah ini. Untuk memperkuat kajian pola tanam telah dilakukan analisis usahatani dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau Return Cost Ratio (R/C). Hasil perhitungan R/C ratio (Tabel 41) menunjukkan bahwa R/C tertinggi diperoleh pada pola tanam Kedelai basah - Kedelai basah (1.28), diikuti pola tanam Padi basah (sawah) - Kedelai basah (1.23) selanjutnya Kedelai basah - Kedelai kering (1.07) kemudian Padi basah (sawah) - Kedelai kering (1.01). Dengan demikian budidaya basah tanaman kedelai secara teknis memungkinkan dan secara ekonomis menguntungkan untuk diterapkan pada tanah sulfat masam sekaligus menghindari teroksidasinya pirit (FeS2). Penqaruh Tinqkat Pemberian Kavur Pengapuran merupakan salah satu cara untuk mengurangi bahkan meniadakan kendala-kendala tanah masam. Pengaruh kimia dari pengapuran adalah meningkatnya ph tanah. Dengan meningkatnya ph tanah maka ketersediaan unsur Ca, Mg dan P bertambah, sedangkan kelarutan unsur Al, Fe dan Mn yang dapat meracuni tanaman menjadi berkurang (Lyon et al., 1952). Maas, Moore dan Mason (1968) telah meneliti pengaruh pemberian kalsium dan magnesium terhadap penyerapan K dan Mn pada tanaman barley. Didapatkan bahwa

peningkatan konsentrasi Ca dan Mg menyebabkan penyerapan K oleh tanaman meningkat sedangkan penyerapan Mn berkurang. Bakteri dan aktinomisetes akan sangat berkurang akti- vitasnya bila ph tanah lebih rendah dari 5.5. Aktivitas mikroorganisme ini meningkat bila ph tanah meningkat, dan ini dapat dicapai dengan melakukan pengapuran (Soepardi, 1974). Proses nitrifikasi dan fiksasi nitrogen oleh bakteri hanya dapat berjalan dengan baik pada ph tanah di atas 5.5 (Lyon et al., 1952). Pengapuran dapat memperbaiki struktur tanah dan me- rangsang granulasi, sehingga aerasi tanah menjadi lebih baik (Donahue, 1970) dan ini merupakan pengaruh fisik yang ditimbulkan oleh pengapuran dalam tanah. Empat tingkat pemberian kapur telah diuji dalam pe- nelitian ini yaitu: (1) 1.8 ton ha-', (2) 3.6 ton ha-', 5.4 ton ha-', dan 7-2 ton ha-'. Perbedaan tingkat pemberian kapur berpengaruh nyata terhadap semua parameter tumbuh dan hasil tanaman kedelai. Pengaruh pemberian kapur yang nyata secara statistik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai disebabkan dengan pemberian kapur kelarutan aluminium dalam tanah berkurang (Tabel 22) dengan demikian pengaruh langsung (keracunan aluminium; dapat dikurangi sehingga pertumbuhan tanaman dapat diperbaiki. Demikian juga ketersediaan hara meningkat karena dengan pemberian kapur ph tanah meningkat (Tabel 21). Ignatiff dan Page (1958) menyatakan bahwa dengan

dengan dosis kapur 7.2 ton ha-' pada budidaya basah menunjukkan dengan budidaya basah hasil kedelai dapat ditingkatkan. Di lokasi Unit Tatas sebagian tanah sudah mengalami kerusakan (terangkatnya pirit) sehingga kemasaman tinggi. Di samping itu kualitas air di lokasi ini lebih jelek dibandingkan dengan lokasi lainnya (Tabunganen) (Tabel 26) sehingga kemasaman tinggi dan ketersediaan hara rendah. Dengan demikian pada budidaya basah di lokasi ini masih memerlukan pengapuran namun keperluannya lebih rendah dibandingkan dengan budidaya biasa (kering). Dari hasil penelitian ini dapat kita lihat bahwa dengan budidaya basah pemberian kapur dapat dikurangi. Hasil biji pada budidaya basah dengan pemberian kapur 3.6 ton ha-' setara dengan hasil biji pada budidaya kering dengan dosis kapur 7.2 ton ha-' dengan pola tanam yang sama. Ponnamperuma (1972) menyatakan bahwa dengan penggenangan ph tanah masam dapat dinaikkan, dengan demikian kebutuhan kapur untuk menaikkan ph tanah yang digenangi dapat dikurangi.