EVALUASI PENERAPAN PROGRAM INDUSTRI HIJAU DI PT X, SEBUAH INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR PERTAMA UNTUK PERUSAHAAN

STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA. Oleh: Gangsar Anugrah Tirta P

SIH Standar Industri Hijau

STANDAR INDUSTRI HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

PENERAPAN KONSEP SUSTAINABLE PADA RUMAH TINGGAL DARI SEGI MATERIAL

cost sekalipun dapat memberikan dampak besar bagi perusahaan KATA PENGANTAR

Jl. Jend. Gatot Subroto Kav Jakarta Telp./Fax. (021) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENILAIAN PENGHARGAAN INDUSTRI HIJAU

SIH Standar Industri Hijau

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

SIH Standar Industri Hijau

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa. Melalui produktivitas, perusahaan dapat pula mengetahui. melakukan peningkatan produktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. Konsep hijau (green) mengacu kepada prinsip keberlanjutan (sustainability)

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2012, No BAB I PENDAHULUAN

telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

ENVIRONMENT POLLUTION PREVENTIONEnvironm

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri. Dalam menjalankan fungsinya Rumah Sakit dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi karyawan, pasien,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun kakao

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

Audit Energi. Institut Teknologi Indonesia. Teddy Dharmawan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. perhatian adalah mengenai konsumsi energi dan mengenai penghematan energi.

BAB I PENDAHULUAN. manajemen dapat memantau perkembangan perusahaan tersebut.

ISO Nur Hadi Wijaya

Pengukuran Kinerja Lingkungan Industri di Indonesia berdasarkan Standar Industri Hijau

tersebut terdapat di atmosfer. Unsur-unsur yang terkandung dalam udara dan

SIH Standar Industri Hijau

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 yang tumbuh sebesar 6,23 persen

Corporate Social Responsibility PPMJ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N, 2015 PENGARUH PENGUNGKAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu cara untuk memantau kinerja produksinya. Pengukuran

PROGRAM PEMERINTAH PENINGKATAN KEBUTUHAN DAMPAK LINGKUNGAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

ISU LINGKUNGAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI PROYEK KONSTRUKSI DI BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus akan mengakibatkan menipisnya ketersediaan bahan. konsumsi energi 7 % per tahun. Konsumsi energi Indonesia tersebut

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan

BAB I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

KRITERIA DOKUMEN RINGKASAN KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. pihak menanggung beban akibat aktivitas tersebut. Salah satu dampak yang paling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DI INDONESIA

FORM PROFIL PERUSAHAAN PENYEDIA TEKNOLOGI LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

PENINGKATAN EFISIENSI PERUSAHAAN MELALUI KONSEP NON PRODUK OUTPUT (NPO) SEBAGAI BAGIAN INTERNALISASI BIAYA LINGKUNGAN

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA LINGKUNGAN DENGAN PENDEKATAN INTEGRATED ENVIROMENTAL PERFORMANCE MEASUREMENT SYSTEM AHP

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PT SEMEN PADANG DISKRIPSI PERUSAHAAN DESKRIPSI PROSES

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman

FORM USULAN PERBAIKAN KRITERIA PENILAIAN KETAATAN PROPER KRITERIA PENILAIAN PERINGKAT KINERJA PERUSAHAAN (PROPER) HIJAU DAN EMAS

PENGEMBANGAN MODEL SUSTAINABLE DEVELOPMENT DECISION-MAKING UNTUK UKM BATIK DI SURABAYA DENGAN PENDEKATAN ANP

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada

TATA CARA PENILAIAN KETAATAN DAN PENILAIAN KINERJA LEBIH DARI KETAATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam

Best Practice. Company Third level

Mada Asawidya [ ] Yusronia Eka Putri, ST, MT Christiono Utomo, ST, MT, Ph.D

INTEGRASI RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK KE DALAM PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha?

BAB I PENDAHULUAN. (O Riodran, 1994) yang menurut Ekins (1999) dalam Green Fiscal. masalah lingkungan oleh perubahan iklim (Baronchelli et all, 2013).

MODEL PEMILIHAN INDUSTRI KOMPONEN OTOMOTIF YANG RAMAH LINGKUNGAN

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

PROPOSAL KERJA PRAKTEK DI PT. HOLCIM INDONESIA Tbk. PLANT CILACAP JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Kontribusi negatif bangunan terhadap lingkungan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 2003 pemerintah meluncurkan program kemitraan konservasi energi. Program kemitraan ini merupakan kese

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas-aktivitas yang dapat memperparah kerusakan pada lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

APA ITU GLOBAL WARMING???

REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK SURVEI KHUSUS PENGELUARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN PRODUKSI BARANG/JASA LINGKUNGAN

Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian

Transkripsi:

EVALUASI PENERAPAN PROGRAM INDUSTRI HIJAU DI PT X, SEBUAH INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA TIMUR Andi Nurwahidah 1) dan Maria Anityasari 2) 1,2) Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia Email: 1) nurwahidah.andi@yahoo.com dan 2) m_anityasari@yahoo.com.au ABSTRAK Industri Hijau merupakan program pemerintah lewat Kementerian Perindustrian yang dikeluarkan pada tahun 2010. Industri Hijau merupakan program yang ditujukan untuk industri manufaktur di Indonesia agar lebih berwawasan lingkungan, menjaga kelestarian lingkungan, efisien dalam penggunaan energi, dan mempunyai sistem manajemen perusahaan yang baik. Sampai tahun 2015 sifat keikutsertaan dalam program ini masih bersifat sukarela sehingga masih banyak perusahaan yang belum mengetahui dan mengikuti program ini. Penelitian yang akan dipaparkan dalam makalah ini dilakukan untuk mengevaluasi kesiapan perusahaan mengikuti program Industri Hijau. Perusahaan yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah PT X, sebuah perusahaan semen di Indonesia Timur yang telah memiliki sertifikasi ISO maupun PROPER. Penelitian diawali dengan penyusunan Key Performance Indicator (KPI) yang mengintegrasikan program Industri Hijau dengan program lainnya seperti ISO, PROPER, Cement Sustainability Initiatives dan Green Cement. Hasil pengukuran KPI terintegrasi di PT X menunjukkan bahwa PT X telah memenuhi 86% dari KPI terintegrasi tersebut. Kata Kunci: Industri Hijau, Key Performance indicator, Green Cement, Cement Sustainability Initiatives PENDAHULUAN Isu lingkungan menjadi isu global sekarang ini dengan semakin banyaknya lembaga peduli lingkungan yang mempromosikan dan mengajak seluruh kalangan untuk menjaga lingkungan. Industri dinilai menjadi salah satu penyebab isu lingkungan saat ini industri merupakan penyumbang gas CO2, limbah B3, dan limbah padat maupun cair yang sangat membahayakan Selain penyumbang limbah, industri manufaktur juga diklaim sebagai pengguna sumber daya alam dan energi terbesar. Bey dkk (2013) mengatakan bahwa isu lingkungan menjadi sangat penting sekarang ini, berbagai tekanan dari berbagai pihak mulai dari masyarakat sekitar hingga permintaan pasar akan proses produksi dan produk yang ramah lingkungan. Upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang diakibatkan oleh industri telah banyak dikembangkan oleh masyarakat ataupun industri itu sendiri. Shapira dkk, 2014 mengatakan upaya untuk membantu perkembangan program green pada industri sudah diperkenalkan seluruh negara. di Eropa, sudah diperkenalkan program Eco-Innovation melalui the Executive Agency for Competitiveness and Innovation pada tahun 2008. Dengan berkembangnya kewaspadaan mengenai masalah perlindungan lingkungan maka diwujudkannya program-program peduli lingkungan untuk industri manufaktur seperti Green Manufacture, Green Supply Chain, Green Building, Green Construction, Green Product, Green Technology dan masih banyak yang lain. A-16-1

Pemerintah Indonesia sendiri sudah mulai memperkenalkan program peduli lingkungan lewat program PROPER dari Kementerian Lingkungan hidup RI yang fokus pada pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh proses produksi industri manufaktur. dan Pada tahun 2010 pemerintah melalui Kementrian Perindustrian RI mulai mencanangkan program penghargaan Industri Hijau. Industri Hijau merupakan program pemilihan industri yang berwawasan lingkungan yang telah berupaya melakukan pengelolaan lingkungan hidup sehingga dapat meminimalisir pencemaran dan perusakan lingkungan hidup akibat kegiatan industri, mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya alam serta bermanfaat bagi masyarakat (Kementerian Perindustrian, 2014). Program Industri Hijau i ni sendiri memiliki beberapa kriteria penilaian yang mencakup semua departemen, divisi dan bagian pada suatu industri. Ada 14 aspek penilaian dan 34 kriteria penilaian yang dinilai pada program Industri Hijau ini. Program Industri Hijau ini didukung oleh komitmen Presiden dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Menurut Kementerian Perindustrian (2012), sektor industri yang menghasilkan emisi CO2 terbesar adalah industri manufaktur. Emisi CO2 tersebut dihasilkan dari proses penggunaan energi, proses produksi, dan dari limbah yang dihasilkan industri tersebut. Menurut informasi, industri manufaktur menyumbangkan 43% CO2 dari seluruh total emisi CO2 di bumi. Dari seluruh jenis industri manufaktur, industri dengan kontribusi CO2 terbesar adalah industri semen. CO2 yang dihasilkan industri semen berasal proses pembakaran batu bara pada proses pembuatan Klinker. Industri semen melakukan eksploitasi terhadap gunung untuk mengambil batu kapur, proses pengambilan dilakukan menggunakan bom yang menyebabkan banyakya debu yang dihasilkanproses pembangunan infrastruktur negara yang semakin berkembang menjadikan kebutuhan akan semen semakin bertamabah, hal ini yang menjadi dasar untuk industri semen di Indonesia menambahkan kapasitas produksi mereka, hal ini tentu saja berdampak pada ligkungan berupa limbah emisi dari proses produksi dan proses penambangan dan pengeksploitasian sumber daya alam. PT.X merupakan salah satu industri semen yang berada di daerah Sulawesi Selatan. PT.X sudah memiliki ISO, dan PROPER dan dalam tahap penerapan Industri Hijau. Penelitian ini akan melakukan evaluasi kesiapan penerapan Program Industri Hijau di PT.X. METODOLOGI Penelitian ini diawali dengan penyusunan Key Performance Indicator untuk melakukan penilaian kesiapan perusahaan. Pembuatan KPI ini didasari oleh beberapa studi literatur yaitu Program Industri Hijau, proses produksi industri semen, green cement, dan cement sustainability initiatives. Proses Penyusunan KPI menggunakan pendekatan Integrated Environment Performance Measurement System (IEPMS) yang digunakan untuk penilaian kinerja lingkungan. IEPMS mempertimbangkan dua ukuran penilaian yang dilakukan yaitu kuantitatif dan kualitatif. Ukuran kuantitatif dan kualitatif telah ditentukan sebelumnya oleh BAPEDAL pada tahun 1995. Tahap selajutnya adalah proses verifikasi KPI Proses verifikasi ini menggunakan pendapat para ahli dari akademisi, konsultan dan pihak perusahaan terkait. KPI yang sudah diverifikasi dibobotkan untuk setiap kriterianya dengan menggunakan AHP. Penentuan KPI pada penilaian kuantitatif dilakukan dengan mengidentifikasi proses produksi pada industri semen. Lima proses produksi utama yang memberikan dampak buruk pada lingkungan yaitu: 1. Proses penambangan bahan baku 2. Proses pengangkutan bahan baku 3. Proses pembuatan klinker A-16-2

4. Proses penggilingan semen 5. Proses pengepakan semen Setelah dilakukan identifikasi didapatkan 37 poin penilaian pada aspek penilaian kuantitatif. Pada aspek penilaian kualitatif diidentifikasi ada 31 poin penilaian yang didominasi oleh kriteria penilaian Industri Hijau. Kriteria penilaian kuantitatif dan kualitatif tersebut juga didasari oleh beberapa sumber seperti cement sustainability initiatives dan green cement. Cement Sustainability Initiatives (CSI) merupakan suatu organisasi internasional yang terdiri dari beberpa industri semen besar di seluruh dunia. Organisasi ini memiliki perhatian penuh pada dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh industri semen. CSI ini sendiri merekomendasikan beberapa poin KPI untuk industri semen yang sustainable antara lain: 1. Perubahan Iklim yang diakibatkan aktivitas Industri semen 2. Penggunaan energi oleh industri semen 3. Penggunaan bahan baku oleh industri semen 4. Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan 5. Pencemaran udara (CO2) 6. Pengaruh lingkungan dan penduduk sekitar industri 7. Teknologi yang efisien, efektif dan ramah lingkungan Total poin penilain dari aspek kuantitatif dan kaulitatif ada 68 poin (lampiran). Setelah penentuan KPI, lalu dilakukan verifikasi KPI. Proses verifikasi ini dilakukan guna memastikan poin penilaian yang ditentukan di awal dapat dijadikan penilian pada PT. X. Proses verifikasi dilakukan dengan metode wawancara kepada beberapa karyawan PT. X di setiap departemen yang menjadi fokus penelitian. Setelah dilakukan proses verifikasi, didapatkan bahwa poin penilaian yang telah ditentukan di awal dapat digunakan. Untuk beberapa poin penilaian, departemen yang bersangkutan tidak bisa mengeluarkan data riil karena alasan kerahasiaan. Dengan demikian dalam penilaian kali ini digunakan persentase pencapaian yang bukan nilai absolut dari perusahaan. Setelah proses verifikasi KPI dilakukan, proses pembobotan KPI dilakukan. Hal ini dilakukan guna mengetahui poin-poin penilaian yang memiliki tingkat keseriusan dampak yang ditimbulkan dan tingkat kepentingan dari tiap-tiap poin penilaian. Proses pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode AHP lewat wawancara kepada karyawan PT X yang mempunyai kepentingan dalam hal penilaian kinerja lingkungan perusahaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pembobotan KPI menggunakan software expert choice ini menunjukkan bahwa bobot untuk aspek penilaian kuantitatif lebih besar dibandingkan dengan aspek penilaian kualitatif. Screenshot penilaian KPI dapat dilihat di Gambar 1 dan 2. Pada aspek penilaian kuantitatif, energy index reduction dan penggunaan energi alternatif menjadi poin penilaian terpenting dengan bobot 0.4%. Hal ini sesuai dengan tujuan Program Industri Hijau dimana perusahaan tidak hanya mengelola limbah untuk menjaga lingkungan tetapi juga menggunakan energi seefektif dan efisien mungkin. Sedangkan tingkat kebisingan dan getaran mendapat bobot terendah. Pada aspek penilaian kualitatif, persentase pencapaian penerapan program efisiensi produksi mendapatkan bobot 0.3%. Program efisiensi produksi, termasuk efisiensi bahan baku, efisiensi energi, efisiensi biaya, termasuk mengurangi barang defect dan reject. A-16-3

Gambar 1. Pembobotan Aspek Kuantitatif Gambar 2. Pembobotan Aspek Kualitatif Setelah mengetahui bobot untuk masing-masing poin KPI, maka dilakukan penilaian pencapaian KPI. Evaluasi pencapaian KPI penilaian penerapan Industri Hijau pada PT. X dilakukan dengan melihat data 2 tahun terakhir. Pada perhitungan pencapaian KPI didapatkan bahwa sebagian besar KPI sudah mencapai target, akan tetapi ada beberapa poin KPI yang tidak mencapai target standar dari Industri Hijau. Pada aspek penilaian kualitatif, terdapat 5 poin penilaian tidak mencapai target penilaian Program Industri Hijau yaitu: 1. Poin 41. Efisiensi Penggunaan Material Input. Sampai saat ini, PT X belum menggunakan bahan baku pengganti yang dapat menggantikan bahan baku utama walaupun sudah banyak penelitian mengenai material pengganti misalnya abu hasil pembakaran, dan cangkang karang. Penggunaan abu hasil pembakaran batu bara dari proses pembuatan klinker sebenarnya sudah mulai dibicarakan untuk digunakan sebagai material input pengganti pembuatan semen, akan tetapi keamanan dari peggunaan limbah tersebut masih belum teruji. 2. Poin 45. Penggunaan Energi Terbarukan Penggunaan energi terbarukan sudah sering digunakan pada industri semen besar seperti HOLCIM. Mereka mengumpulkan limbah dari perusahaan lain dan limbah pertanian, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Pada awalnya PT X menggunakan sekam padi sebagai bahan bakar pengganti, akan tetapi karena beberapa hal penggunaan sekam padi tersebut tidak dilanjutkan pemakaiannya. 3. Poin 54. Jumlah Produk Reject dan Defect Produk reject dan defect tidak bisa terhindarkan. Banyak hal yang mengakibatkan hal tersebut, misalnya kinerja mesin yang kurang bagus, mesin yang kurang perawatan atau A-16-4

mesin yang sudah lama sehingga produk yang dihasilkan tidak mempunyai kualitas yang bagus. Selain permasalahan mesin, permasalahan kualitas bahan baku dan kinerja pekerja juga bisa menjadi salah satu faktor banyaknya produk reject dan defect. 4. Poin 66. Alokasi Dana CSR 2% dari Keuntungan Perusahaan Sampai saat ini PT X tidak memiliki alokasi dana untuk kegaiatan CSR perusahaannya, Strategi yang mereka lakukan selama ini adalah dengan mengajukan proposal ke bagian keuangan untuk program CSR secara insidentil. Hal ini didasari oleh keuntungan perusahaan yang tidak stabil sehingga sulit untuk mengalokasikan keuntungan perusahaan 2% dana untuk CSR per tahunnya. 5. Poin 68. Pemeriksaan Kesehatan Karyawan dilakukan 3 Bulan Sekali. Poin penilaian pemeriksanaan kesehatan karyawan pada PT X tidak mencapai target yang telah ditetapkan oleh Kementerian perindustrian yaitu sebanyak 3 kali dalam setahun. PT X hanya melakukan pemeriksaan kesehatan untuk seluruh karyawan sekali dalam setahun. Akan tetapi PT X menyediakan klinik pada lokasi pabrik, sehingga karyawan dapat mendatangi klinik setiap waktu juga mempunyai keluhan kesehatan dan bersifat gratis kepada seluruh karyawan Semen PT X. Pada aspek penilaian kuantitatif, 5 poin penilaian tidak mencapai target penilaian yang telah ditetapkan, yaitu: pemeriksanaan kesehatan yang dilakukan PT X hanya sekali dalam setahun. Salah satu alasannya karena alokasi dana untuk pemeriksaan kesehatan hanya cukup untuk sekali setahun. 1. Poin 5. Tingkat dba pada Proses Penambangan Tingkat kebisingan pada proses penambangan bahan baku melebihi target baku mutu. Hal ini dikarenakan salah satunya karena proses penambangan yang dilakukan masih menggunakan metode peledakan sehingga menimbulkan polusi suara. 2. Poin 14. Suhu Udara pada Proses Pembuatan Kliker Proses produki klin dilakukan proses pembakaran klinker menggunakan batu bara. Suhu pada saat proses pembakaran batu bara hingga 1500 o C. Walaupun panas dari proses pembakaran klinker tidak seluruhnya merambat keluar tungku akan tetapi proses pemanasan yang terus menerus akan membuat ruangan proses produksi klinker menjadi sangat panas melebihi ambang batas baku mutu suhu ruangan. 3. Poin 26. Penggunaan Energi Terbarukan pada Proses Pembuatan Klinker Sebagaimana disebutkan di atas, industri semen besar seperti HOLCIM mempunyai unit geocycle untuk mengolah limbah dari industri lain dan dari internal perusahaan. Hasil limbah dari geocycle digunakan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar tidak terbarukan. Pada awalnya PT X menggunakan sekam padi sebagai bahan bakar pengganti mereka, akan tetapi penggunaan tersebut tidak dilanjutkan. 4. Poin 34. Penggunaan Energi Terbarukan pada Proses Penggilingan Semen Sama halnya dengan penggunaan energi terbarukan pada proses produksi klinker, penggunaan energi terbarukan pada proses penggilingan semen juga belum menggunakan energi terbarukan pada proses penggilingan semen. 5. Poin 35. Suhu Udara pada Proses Pengepakan Semen Suhu udara pada proses pengepakan semen pada PT X melewati ambang batas baku mutu suhu ruangan. Ada beberapa faktor penyebab suhu ruangan yang melebihi baku mutu, salah satunya kurangnya ventilasi pada ruangan pengepakan sehingga panas yang ditimbulkan oleh mesin pengepakan tidak keluar ruangan. Dari hasil analisa kegagalan pencapaian KPI diketahui bahwa KPI yang tidak terpenuhi merupakan kriteria penting dalam penerapan Program Industri Hijau dengan A-16-5

demikian PT X masih perlu banyak perbaikan terutama dalam pemakaian sumber energi yang terbarukan dan penggantian material input. Perhitungan level pencapaian perusahaan dilakukan dengan menghitung jumlah KPI yang tercapai dibandingkan jumlah total KPI yang dinilai. Level pencapaian= Level pencapaian aspek kuantitatif= x 100% = 83.8% Level pencapaian aspek kualitatif= x 100% = 86. Dari perhitungan level pencapaian di atas diketahui bahwa PT X masih berada pada level 4 penerapan Program Industri Hijau. KESIMPULAN Tabel Nilai Level Pencapaian pada Program Industri Hijau Level Pencapaian Interval Nilai Level 5 90,1-100.0 Level 4 80,1-90,0 Level 3 60,1-80,0 Level 2 30,1-60,0 Level 1 0-30,0 Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Setelah dilakukan penilaian pada PT X yang telah menerapkan PROPER dan mendapatkan sertifikasi ISO didapatkan bahwa PT X masih memiliki beberapa kekurangan dalam penerapan program Industri Hijau 2. Kekurangan PT X terdapat pada beberapa aspek penilaian proses produksi. 3. Kriteria penilaian Indutri Hijau masih perlu perbaikan dimana saat ini belum semua aspek disentuh oleh kriteria penilaian Industri Hijau. Kriteria penilaian Industri Hijau yang disempurnakan akan membawa industri manufaktur di Indonesia dapat disandingkan dengan industri pada negara maju lainnya. DAFTAR PUSTAKA Bey, Niki., Hauschild, Michael., & McAloone, Tim. (2013). Drivers and Barrier for Implementation of Environmental Strategies in Manufacturing Companies. The Journal of CIRP Annals- Manufacturing Technology, 62, 42-46. Bhargava, Rakesh. (2013). Sustainability in Cement Industry. Global HSE Conference. India. Shree Cement. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. ( 2014). Pedoman Penilaian Penghargaan Industri Hijau. Jakarta. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. ( 2014). Green Industry Concept and Implementation. Jakarta. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Kementerian Perindustrian Republik Indoneisa. ( 2012). Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri Dalam Rangka Ekselerasi Industrialisasi. A-16-6

Shapira, Philip., Gok, Abdullah., Klochikhin, Evgeny., & Sensier, Marianne. (2014). Probing Green Industry Enterprise in the UK: A New Identification Approach. The Journal of Technological Forecasting & Social Change, 85, 93-104. The Cement Sustainabiity Initiatives. (2010). 10 Years of Progress Moving on to the Next Decade. World Business Council for Sustainability Development. ( 2002). Key Performance Indicator. LAMPIRAN Tabel Key Performance Indicator (KPI) yang telah disusun No Aktivitas Aspek Penilaian KPI No. KPI Kadar partikulat debu 1 Kualitas udara[1][2][3] Kadar CO 2 Kadar SO2 3 Penambangan batu Kadar NO2 4 1 gamping dan tanah Kebisingan [1][3] Tingkat dba 5 liat Getaran [1][3] Tingkat getaran 6 Energy index reduction 7 Konsumsi energi [1][2][3] Penggunaan energi alternatif 8 Konsumsi energi [1][2][3] Energy index reduction 9 2 Kebisingan [1][3] Tingkat dba 10 Pengangkutan bahan Kadar partikulat debu 11 baku Kualitas udara[1][2][3] Kadar HC 12 Kadar CO 13 Suhu udara 14 Kadar partikulat debu 15 Kadar CO 16 Kadar SO2 17 Kualitas udara [1][2][3] Kadar NO2 18 Kadar HCl 19 3 Proses produksi klin Kadar Cd 20 Kadar As 21 Kadar Cr 22 Getaran [1][3] Tingkat NAB 23 Kebisingan [1][3] Tingkat dba 24 Energy index reduction 25 Konsumsi energi [1][2][3] Penggunaan energi alternatif 26 Kadar partikulat debu 27 Kualitas udara [1][2][3] Kadar SO2 28 Kadar No2 29 4 Proses penggilingan Getaran [1][3] Tingkat NAB 30 semen Kebisingan [1][3] Tingkat dba 31 Energy index reduction 32 Konsumsi energi [1][2][3] Penggunaan energi alternatif 33 A-16-7

Kualitas udara [1][2][3] Kadar partikulat debu 34 Suhu udara 35 5 Proses pengepakan Kebisingan [1][3] Tingkat dba 36 Getaran [1][3] Tingkat NAB 37 No Aspek Lingkungan Aspek Penilaian KPI 1 Program efisiensi produksi 2 Material input 3 Energi 4 Air 5 Teknologi proses 6 Sumber daya manusia Kebijakan perusahaan dalam penerapan efisiensi produksi [1] Tingkat pencapaian penerapan program [1] Sertifikasi/Izin material input dan MSDS [1][2] Rasio material input terhadap produk [1][2] Efisiensi penggunaan material input [1][2] Audit energi secara berkala [1][2][3] Upaya efisiensi energi [1][2][3] Upaya penggunaan energi alternatif [1][2][3] Kebijakan efisiensi produksi yang dijalankan perusahaan % pencapaian penerapan program % penggunaan material input bersertifikat % penggunaan material input terhadap produk yang dihasilkan Upaya efisiensi penggunaan material input Jumlah audit pertahunnya % energi index reduction % rasio penggunaan energi terbarukan terhadap total penggunaan energi No. KPI Upaya efisiensi air [1][2] % water index reduction 46 Penggunaan air daur % penggunaan air daur ulang [1][2] ulang 47 Audit penggunaan air Jumlah audit secara berkala [1][2] pertahunnya 48 Penerapan reduce, reuse, recycle (3R) [1] pelaksanaan program 49 Peningkatan teknologi proses [1] Pelaksanaan program penggantian mesin/peralatan Kinerja peralatan [1] % OEE 51 Penerapan SOP pada seluruh proses produksi [1] Tersedianya SOP 52 Inovasi produk ramah lingkungan [1] Ada program inovasi produk ramah lingkungan Tingkat produk reject dan % produk reject dan defect [1] defect 54 Peningkatan SDM proses % peningkatan SDM produksi [1][3] proses produksi 55 Jumlah SDM yang % SDM yang memiliki 56 38 39 40 41 42 43 44 45 50 53 A-16-8

memiliki sertifikasi kompetensi [1][2][3] sertifikasi kompetensi 7 8 Lingkungan kerja di ruang proses produksi Pengelolaan limbah/emisi Pemantauan dan penilaian kinerja K3L [1][2][3] Operasional sarana pengelolaan limbah dan emisi [1][2][3] Perizinan pengelolaan limbah B3[1][2][3] Upaya penurunan emisi CO2 [1][2][3] Jumlah pelaksanaan program K3L Terdapat sarana pengelolaan limbah yang berfungsi dengan baik Terdapat sarana pengelolaan limbah B3 yang memiliki izin Memiliki KPI dan memenuhi 100% 57 58 59 60 Pemenuhan baku mutu limbah cair [1][2][3] Memiliki KPI dan memenuhi 100% 61 9 Sertifikasi CSR Penghargaan Kesehatan karyawan Pemenuhan baku mutu limbah gas dan debu [1][2][3] Produk [1] Sistem manajemen [1] Penerapan CSR [1][2][3] Alokasi dana CSR [1][2][3] Penghargaan terkait bidang produksi dan pengelolaan lingkungan lingkungan industri yang pernah diterima [1] Pemeriksaan kesehatan karyawan [1][2][3] Memiliki KPI dan memenuhi 100% 62 % produk yang memiliki sertifikat Program setifikasi yang dimiliki Jumlah pelaksanaan program CSR % alokasi dana CSR dari keuntungan perusahaan Jumlah penghargaan yang pernah diterima Jumlah pemeriksaan kesehatan karyawan 63 64 65 66 67 68 Keterangan: [1] = Kriteria Industri Hijau [2] = Green Cement [3] = Cement Sustainability Initiatives A-16-9