II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

ASSESSMENT LANSKAP SEJARAH KAWASAN EMPANG UNTUK MENDUKUNG PERENCANAAN TATA RUANG KOTA BOGOR RANI ANGGRAENI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya

BAB II KAJIAN LITERATUR

III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Dasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

LANSKAP. Mempunyai karakter (tropis, temperate; gurun, gunung, pantai; rural, urban; oriental, western; tradisional/etnik, modern, dll) time

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

BAB 2 PELESTARIAN BANGUNAN PUSAKA

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Materi ke-13 9/7/2014 DASAR EKOLOGI PADA PENGELOLAAN LANSKAP DAN IMPLEMENTASINYA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

LINGKUP DAN SKALA ARSITEKTUR LANSKAP LINGKUP KEGIATAN ARL LINGKUP KEGIATAN ARL LINGKUP KEGIATAN ARL KEGIATAN PERENCANAAN DESAIN PENGELOLAAN KONSULTASI

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Gambar 1 Kerangka pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Sejarah

BAB I: PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Proyek

PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan adalah salah satu usaha dari pelestarian benda cagar budaya yang nampaknya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. sepatutnyalah potensi Sumberdaya Budaya (Culture Resources) tersebut. perlu kita lestarikan, kembangkan dan manfaatkan.

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MUSEUM KOPI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

PERENCANAAN LANSKAP WISATA PADA KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTAGEDE, YOGYAKARTA YUMI NURSYAMSIATI RAHMI

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh :

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

PENGEMBANGAN TAMAN JURUG SEBAGAI KAWASAN WISATA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN HOTEL INNA DIBYA PURI SEBAGAI CITY HOTEL DI SEMARANG

Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kota Bogor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

HILLSIDE HOTEL DI SEMARANG Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya,

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds dan Starke, 2006). Sedangkan menurut Eckbo (1964), lanskap adalah ruang di sekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus menerus di sepanjang waktu dan seluruh ruang kehidupan manusia. Lanskap sejarah secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu dan merupakan bentuk fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini (Harris dan Dines, 1988). Sedangkan menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001) lanskap sejarah merupakan bagian dari suatu bentuk lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Lanskap budaya (cultural landscape) merupakan suatu model atau bentuk lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Hal ini diekspresikan kelompok-kelompok masyarakat dalam bentuk pola pemukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan struktur serta lainnya. Waktu yang tertera atau tercermin dari suatu lanskap sejarah, yang membedakannya dengan design landscape lainnya, adalah keterkaitan pembentukan essential character dari lanskap tersebut pada waktu/periode yang lalu yang didasarkan pada sistem periodikal yang khusus (seperti sistem politik, ekonomi, sosial). Karena itu lanskap sejarah akan memainkan peranan penting dalam mendasari dan membantuk berbagai tradisi kultural/budaya, ideologikal, dan etnikal suatu kelompok masyarakat (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah Menurut Goodchild (1990), suatu bentukan lanskap dapat dikatakan memiliki nilai sejarah apabila memiliki minimal satu kriteria dan /atau alasan sebagai berikut :

6 1. Kriteria umum a. Etnografis, yang merupakan produk khas suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku masyarakat (etnik). Dua bentuk utama dari lanskap ini adalah rural landscape (lanskap pedesaan) dan urban landscape (lanskap perkotaan). Rural landscape, merupakan suatu model atau bentuk lanskap yang dapat mencerminkan aspek ekonomi pedesaan dan berbagai kehidupan pedesaan. Urban lanscape, yaitu bentuk lanskap yang berhubungan dengan pembangunan kota dan kehidupan perkotaan. b. Associative, suatu bentuk lanskap yang berasosiasi atau yang dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal, masyarakat, legenda, pelukis, estetika, dan sebagainya. c. Adjoining, adalah bentukan lanskap yang merupakan bagian dari suatu unit tertentu, bagian monumen, atau bagian struktur bangunan tertentu. 2. Kriteria khusus a. Lanskap tersebut merupakan suatu contoh penting dan harus dihargai dari suatu tipe sejarah. b. Mengandung bukti-bukti peristiwa penting, baik yang tampak di permukaan maupun yang berada di bawah tanah, yang menarik untuk dikaji dan dipelajari lebih lanjut. 3. Terdapat kaitannya dengan masyarakat atau peristiwa sejarah yang penting dengan berbagai alasan atau latar belakang : a. Peranan sejarah Suatu tempat merupakan lokasi peristiwa penting sebagai bentuk ikatan simbolis antara peristiwa dahulu dan sekarang dalam kehidupan kita. b. Kejamakan Melestarikan suatu karya sebagai wakil dari suatu kelas, contoh, atau tipe lanskap tertentu. c. Kelangkaan

7 Lanskap, bentang alam, atau taman merupakan satu-satunya contoh, atau merupakan perwakilan tipe budaya tertentu bahkan mungkin merupakan satu-satunya keterwakilan di dunia. d. Keistimewaan Merupakan suatu karya yang memiliki keistimewaan, seperti yang terpanjang, yang tertua, yang pertama kali dan sebagainya, yang dapat dikategorikan dan dinyatakan sebagai masterpiece. e. Estetika Pelestarian karena suatu karya merupakan prestasi khusus dalam suatu gaya sejarah tertentu. f. Memperkuat kedudukan (silsilah sejarah) kawasan di dekat atau sekitarnya Adanya investasi pada suatu karya dapat memperkuat atau mempengaruhi secara positif pada kawasan-kawasan yang berada di sekitarnya. 4. Mengandung nilai-nilai yang terkait dengan bangunan-bangunan bersejarah, monumen-monumen, bangunan, dan taman-taman. 2.3 Assessment Lanskap Sejarah Assessment merupakan istilah dalam bahasa inggris. Kata assessment merupakan bentuk kata benda yang berasal dari kata kerja assess dan diberi imbuhan ment sehingga menjadi sebuah kata benda. Menurut Wojowasito (1997) kata assess memiliki arti mendenda, menaksir, atau menetapkan. Assessment dapat diartikan sebagai taksiran atau penilaian. Dalam kaitannya dengan assessment lanskap sejarah, assessment merupakan salah satu tahapan yang harus dilalui untuk dapat merumuskan rekomendasi pelestarian suatu kawasan bersejarah. Menurut Goodchild (1990) dalam Nurisjah dan Pramukanto (2001) ada delapan tahapan yang harus dilalui, yaitu : 1. Identifikasi tapak (lokasi dan lingkungannya) 2. Mendeskripsikan kondisi awal tapak 3. Analisis dan asssesment awal Mempersiapkan pustakan dan berbagai keterangan tapak yang akan dinilai, antara lain kondisi, karakter, ciri-ciri umum, aksesibilitas, potensi gangguan,

8 dll. Metode analisis yang digunakan dapat bersifat kualitatif dan/atau kuantitatif tergantung dari permasalahan dan kepentingan kawasan pelestarian. 4. Memberi keputusan tentang berbagai tindakan yang akan dilakukan dan pihak mana atau siapa yang akan melakukannya 5. Membuat formulasi kebijakan terutama yang terkait berbagai tindakan yang akan dilakukan serta berbagai program ikutan yang tidak mengganggu kelestarian dari lanskap atau taman bersejarah 6. Memutuskan bentuk-bentuk kebijakan yang akan dilakukan 7. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi tapak dan tindakan konservasi yang dilakukan 8. Melakukan review dari waktu ke waktu dengan pertimbangan pengelolaan dan konservasi tapak haruslah menjadi objek evaluasi Membuat penilaian merupakan hal utama dalam merencanakan pelestarian, sehingga penilaian atau pertimbangan terhadap informasi yang dikoleksi melalui survei kesejarahan, kondisi, dan keberadaan tapak yang diteliti perlu dilakukan (Sarilestari, 2009). Kriteria yang digunakan untuk assessment lanskap sejarah berdasarkan penilaian yang telah dibuat terdiri dari : 1. Tipe lanskap Tipe lanskap sejarah dapat berupa keseluruhan tapak maupun bagian kecil dari tapak sejarah yang harus dinilai. 2. Bagian alam yang menjadi daya tarik Bagian dari alam yang menjadi daya tarik merupakan bagian dari warisan budaya yang harus dipertimbangkan. Penilaian terhadap daya tarik alam dan budaya membutuhkan spesialis yang sesuai dengan bidang tersebut. 3. Kondisi tapak Kondisi lanskap sejarah ditentukan oleh integritas sejarah dan karakter, yaitu besarnya perbaikan dan pemeliharaan tapak, kesempurnaan tapak, serta tingkat perubahan bagian dari tapak sejarah. Kriteria ini sangat relatif karena

9 tergantung pada standar tipe dan umur tapak. Skala penilaian dimulai dari kondisi yang sangat buruk sampai dengan kondisi yang sangat baik. 4. Konteks geografi Konteks geografi dinilai berdasarkan lokal, regional, nasional, atau internasional dengan mengenali batasan-batasan wilayah administratif, sehingga berhubungan dengan kebijakan administrasi yang sesuai (Goodchild, 1990). 2.4 Pelestarian Kawasan Bersejarah Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk melindungi peninggalan atau sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan negatif yang merusak keberadaanya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda dan juga suatu kawasan yang bernilai sejarah, pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tetapi terutama berperan sebagai alat untuk mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut. Upaya ini bertujuan pula untuk memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik berdasar kekuatan aset-aset budaya lama, melakukan program pencangkokan program-program yang menarik, kreatif, dan berkelanjutan, serta merencanakan program partisipasi dengan memperhitungkan estimasi ekonomi (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Pelestarian lanskap sejarah dapat memberikan suatu kaitan simbolis antara peristiwa-peristiwa terdahulu dengan peristiwa-peristiwa yang ada sekarang dalam kehidupan kita (Attoe, 1988). Secara spesifik, pelestarian yang dilakukan pada lanskap sejarah adalah suatu usaha untuk melindungi nilai-nilai warisan (heritage values) atau peninggalan budaya dan sejarah masa lampau terhadap berbagai perubahan, dampak negatif atau segala sasuatu yang membahayakan keberadaan dan kelestariannya dalam suatu area dan lingkungan tertentu (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Menurut Attoe (1988) motif pelestarian suatu lanskap yang terkait dengan aspek budaya dan sejarah adalah untuk : 1. Melindungi warisan budaya/sejarah yang memiliki karakter spesifik dari suatu kawasan

10 Apabila suatu lanskap yang memiliki nilai budaya/sejarah dari masa lalu tidak dilindungi dengan peraturan atau kebijakan, maka proses perubahan secara alamiah akan merubahnya atau bahkan bisa melenyapkannya. Sisa-sisa masa lalu dipandang memiliki nilai didaktif atau mengandung unsur pembelajaran bagi masyarakat. 2. Menjamin variasi dalam bangunan perkotaan Motif pelestarian untuk menjamin variasi berkaitan dengan dua aspek, yaitu esteika dan strategis. Melestarikan peninggalan masa lalu dalam suatu kawasan tertentu yang relatif modern dapat memberikan kesan visual dan sosial yang berbeda, sehingga suasana kota yang tercipta terhindar dari kesan monoton. Secara politis dan ekonomis, variasi dalam suatu kawasan diperlukan untuk mengakomodasi berbagai aspirasi dan kebutuhan dari berbagai kelompok sosial dalam kota tersebut. 3. Motivasi ekonomi Peninggalan budaya dan sejarah memiliki nilai yang tinggi apabila dipelihara dengan baik, terutama dapat mendukung perekonomian kota/daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata. Hal ini tergantung pada faktorfaktor lain yang terjadi di sekitar kawasan, rencana kota jangka panjang, dan dukungan untuk upaya pelestarian dalam suatu daerah. 4. Memberikan makna simbolis Objek atau lanskap peninggalan masa lalu merupakan manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu. Motif simbolis untuk pelestarian berkaitan dengan suatu pandangan bahwa menghancurkan objek atau lanskap tersebut hampir sama dengan menghancurkan kelompok yang bersangkutan. Kawasan bersejarah merupakan elemen positif yang menunjukkan kualitas dari suatu kota. Perencanaan kota yang kurang tepat, seperti mengganti karakter suatu kawasan bersejarah menjadi kawasan komersil atau pemukiman dapat mengakibatkan penurunan kualitas suatu lanskap bersejarah. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk melestarikan kembali dalam menunjang program pembangunan kota (Attoe, 1988). Attoe (1988) juga menyatakan bahwa

11 perlindungan benda bersejarah merupakan bagian penting dari perencanaan kota. Perlindungan ini dapat meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan kembali kawasan kuno yang terletak di pusat kota. Sedangkan menurut Goodchild (1990) beberapa alasan yang melatarbelakangi pelestarikan suatu lanskap bersejarah adalah : 1. Lanskap bersejarah merupakan bagian yang penting dan integral dari warisan budaya (cultural heritage). Keberadaannya dapat mendefinisikan warisan alam sebagai suatu referensi atau landmark yang dapat dimengerti dan juga bernilai penting. 2. Lanskap bersejarah dapat menjadi bukti fisik dan arkeologi dari sejarah suatu warisan budaya. 3. Lanskap bersejarah memberi kontribusi untuk keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya, keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai obyek yang dapat dikunjungi dan dipelajari. 4. Lanskap bersejarah dapat memberikan suatu kenyamanan publik (public amenity), karena dapat menjadi tempat bersantai, rileks, rekreasi, serta dapat membangkitkan semangat dan menemukan inspirasi. 5. Lanskap bersejarah memiliki nilai ekonomis karena dapat memberikan keuntungan serta mendorong kepariwisataan. Goodchild (1990) menyimpulkan bahwa lanskap sejarah merupakan sebuah sumberdaya penting dan merupakan sesuatu yang esensial apabila dikelola dengan cerdas dan dengan cara yang tepat, terutama pada kawasan yang mengalami pembangunan cepat. 2.5 Tindakan Pelestarian Kawasan Bersejarah Tindakan, perlakuan, atau treatment kegiatan pelestarian adalah berbagai upaya atau proses penerapan cara-cara untuk dapat mempertahankan, mendukung keutuhan bentuk dan karakter dari suatu daerah, tapak, dan termasuk juga elemen pembentuknya. Harris dan Dines (1988) mengemukakan beberapa bentuk tindakan pelestarian lanskap sejarah yang umum dilakukan (Tabel 1).

12 Tabel 1. Tindakan Pelestarian Kawasan Sejarah (Harris dan Dines, 1988) No. Pendekatan Definisi Implikasi 1. Preservasi Mempertahankan tapak seperti kondisi awal tanpa melakukan penambahan maupun merusaknya. 2. Konservasi Mencegah bertambahnya kerusakan pada tapak atau elemen tapak. 3. Rehabilitasi Meningkatkan standar modern dengan tetap memperkenalkan dan mempertahankan karakter sejarah. 4. Restorasi Mengembalikan seperti kondisi awal (tempo dulu) sebisa mungkin. 5. Rekonstruksi Menciptakan kembali seperti kondisi awal, dimana tapak (eksisting) sudah tidak bertahan lagi. 6. Rekonstitusi Menempatkan atau mengembalikan periode (waktu), skala, penggunaan, dan lainnya yang sesuai. Intervensi (campur tangan) rendah, melindungi lanskap sejarah tanpa perusakan. Tanpa membedakan perkembangan tapak. Melindungi lanskap bersejarah, terkadang melibatkan sedikit penambahan atau penggantian. Pemakaian teknologi dan adanya pengujian secara keilmuan. Terbatasnya penelitian mengenai sejarah untuk mengetahui elemen yang sesuai. Adanya kesatuan antara elemen sejarah dan modern. Melibatkan tingginya tingkat intervensi, sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah. Mengembangkan penelitian kesejarahan secara luas dan tepat. Pada umumnya melibatkan tingkat intervensi yang tinggi. Penggantian konstruksi dan desain. Melakukan penelitian mengenai sejarah dan arkeologi untuk memperoleh ketepatan. Mengembangkan desain, elemen, dan artifak apabila diperlukan. Mempertimbangkan tapak museum yang sesuai. Memperluas penelitian kesejarahan untuk mempertahankan karakter dan pola yang akan dikembangkan.

13 Sementara Goodchild (1990) menyatakan bahwa tindakan pelestarian yang dapat diterapkan pada suatu kawasan atau bagiannya, terdiri dari satu atau campuran dari beberapa tindakan dengan kombinasi yang berbeda. Beberapa tindakan pelestarian tersebut antara lain : 1. Rekontruksi, yaitu mengembalikan keadaan suatu obyek atau tempat yang pernah ada, tetapi sebagian besar telah hilang atau sama sekali hilang. 2. Preservasi, yaitu menjaga suatu obyek pada kondisi yang ada, dengan mencegah kerusakan dan perubahan. 3. Pemberian informasi, sebagai pedoman atau saran kepada pengelola, penghuni, dan pihak yang terkait, seperti pemerintah. 4. Meningkatkan pengelolaan dan perawatan pada tapak. 5. Perbaikan obyek, yaitu memperbaiki obyek yang telah rusak atau keadaannya telah memburuk dengan tidak merubah karakter atau keutuhan obyek. 6. Meningkatkan karakter sejarah pada tapak melalui tindakan perbaikan, rekonstruksi, atau pembuatan desain baru berdasarkan nilai sejarah. 7. Stabilitas dan konsolidasi, yaitu memperbaiki dan menyelamatkan obyek dari segi struktur tanpa mengubah atau dengan perubahan yang minimal pada penampakan dan keutuhan sejarahnya. 8. Memperbaiki karakter estetis dari tapak melalui tindakan perbaikan, pembaharuan, rekonstruksi, atau desain baru berdasarkan nilai sejarah. 9. Adaptasi atau revitalisasi, yaitu menyesuaikan suatu obyek pada suatu kawasan untuk keadaan atau penggunaan baru yang sesuai, yang dilakukan dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakter sejarah yang dimiliki obyek, sehingga karakter dan keutuhan kawasan asli dapat tetap terpelihara. Kriteria untuk melakukan tindakan pelestarian didasarkan atas pertimbangan faktor-faktor berikut (Nurisjah dan Pramukanto, 2001): 1. Makna sejarah (Historical significance) Pertimbangan didasarkan pada kepentingan relatif dari makna kesejarahan dan keunikan. Harris dan Dines (1988) menyebutkan bahwa makna kekhususan sejarah dari suatu lanskap meliputi beberapa kriteria seperti kumpulan lahan, tata guna lahan, perlakuan terhadap topografi, hubungan

14 spasial, pola sirkulasi, seleksi bahan tanaman, disposisi dari bahan tanaman, tipe struktur, penempatan struktur, ornamental features, sistem yang fungsional, kualitas estetik, dan place in oeuver of designer. Sedangkan untuk makna keunikan sejarah dari suatu lanskap, Harris dan Dines (1988) menyebutkan bahwa kualitas estetik, inovasi teknologi, asosiasi kesejarahan, keragaman yang berbeda dari kebiasaan, integritas, dan place in oeuver of designer merupakan kriteria untuk mengetahui keunikan suatu lanskap sejarah. 2. Extant historic resource Pertimbangan didasarkan pada jumlah dan tipe feature utama yang terkait dengan periode sejarah tapak tersebut. Integritas historikal dari berbagai sumberdaya yang dapat dipertahankan keberadaannya (Historical integrity of surviving resource). 3. Kondisi dari sumberdaya sejarah Pertimbangan didasarkan pada kondisi struktural dan kondisi material tanaman dari suatu lanskap sejarah. 4. Seleksi periode sejarah Pertimbangan didasarkan pada kepentingan asosiasi sejarah, ketersediaan sumberdaya eksisting (saat ini), keterpaduan dari sumberdaya yang tersedia, keterkaitan antara sumberdaya eksisting dengan keterkaitan sejarah, kondisi sumberdaya saat ini, dan ketersediaan informasi sejarah periode yang otentik untuk upaya restorasi. 2.6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Secara umum, pengertian rencana adalah suatu usaha untuk membuat keadaan dimasa mendatang lebih baik dari pada keadaan yang ada saat ini. Rencana tata ruang itu sendiri merupakan kebijakan dasar bagi arah pembangunan kota, yang harus di buat dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Rencana ini menjadi dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan lainnya. Oleh karena itu, proses pembuatannya harus dilakukan secara komperhensif, mempertimbangkan berbagai kepentingan masyarakat, pemerintah, maupun swasta (Pemda Kota Bogor, 2002).

15 Berdasarkan Perda Kota Bogor Nomor 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009) Kota Bogor memiliki fungsi sebagai: 1. Kota Perdagangan 2. Kota Industri 3. Kota Pemukiman 4. Kota Wisata Ilmiah 5. Kota Pendidikan Pengembangan tata ruang Kecamatan Bogor Selatan tidak lepas dari arahan kebijaksanaan daerah yang berada di sekitarnya. Dalam hal ini Kecamatan Bogor Selatan menyesuaikan pada arahan kebijaksanaan Propinsi Jawa Barat, Jabodetabek, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor. Sebagaimana diketahui berdasarkan RTRW Kota Bogor (2002), fungsi Kecamatan Bogor Selatan sebagai daerah pemukiman yang ditunjang oleh kegiatan perdagangan dan jasa serta merupakan daerah konservasi ekologis sungai. Dalam kaitannya dengan pelestarian lanskap bersejarah, Pemerintah Kota Bogor (2009) menyatakan rencana tata ruang kota harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan keberadaan bangunan dan/atau lanskap bersejarah.