BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), dapat dinyatakan sebagai suatu bentukan lanskap pada masa lalu yang terdiri dari bukti-bukti fisik tentang keberadaan manusia pada suatu tempat. Lanskap sejarah juga memiliki fokus kepada lanskap budaya di antara kontribusi manusia terhadap keadaan awal suatu tempat. Nurisjah dan Pramukanto (2009) menyebutkan bahwa lanskap sejarah penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna simbolis bagi peristiwa terdahulu. Lingkungan fisik yang tertata merupakan suatu penghubung antara peristiwa masa lalu yang mempengaruhi kita dengan peristiwa yang menentukan masa depan. Tanpa suatu kesan konteks fisik, maka pengetahuan kita mengenai peristiwa sejarah terbatas pada catatan lisan dan gambar-gambar grafis. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah merupakan suatu kawasan geografis yang merupakan obyek atau susunan (setting) atas suatu kejadian atau peristiwa interaksi yang bersejarah dalam keberadaan dan kehidupan manusia. Suatu bentukan lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah jika memiliki minimal satu kriteria umum, yaitu: 1. Etnografis merupakan produk khas suatu sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok/suku masyarakat (etnik). Dua bentuk utama dari lanskap ini, yaitu lanskap pedesaan (rural landscape) dan lanskap perkotaan (urban landscape). Lanskap pedesaan merupakan suatu bentuk lanskap yang dapat dinyatakan sebagai cerminan aspek ekonomi pedesaan dan berbagai kehidupan pedesaan. Lanskap perkotaan merupakan suatu bentuk lanskap yang berhubungan dengan pembangunan kota dan kehidupan perkotaan. 2. Associative merupakan suatu bentuk lanskap yang berasosiasi atau yang dapat dihubungkan dengan suatu peristiwa, personal, masyarakat, legenda, pelukis, estetika dan sebagainya. 3. Adjoining merupakan bentukan lanskap yang dijadikan sebagai bagian dari suatu unit tertentu, bagian monumen atau bagian struktur bangunan tertentu.

2 5 2.2 Pelestarian Lanskap Sejarah Kegiatan pelestarian merupakan usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian tersebut tidak hanya memberikan manfaat terhadap objek yang dilestarikan, namun juga memberikan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik berdasarkan kekuatan aset-aset budaya lama dan melakukan pencangkokan program-program yang menarik, kreatif, berkelanjutan serta merencanakan program partisipatif dengan memperhitungkan estimasi ekonomi (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), kawasan sejarah merupakan lokasi (situs) bagi peristiwa sejarah yang penting dilestarikan untuk memberikan suatu makna bagi peristiwa terdahulu. Tindakan pelestarian lanskap sejarah dapat dilakukan dengan suatu bentuk pendekatan atau kombinasi beberapa pendekatan. Pendekatan ini terutama diterapkan terhadap nilai-nilai, makna atau arti kesejarahan yang dimiliki oleh suatu tatanan lanskap (landscape fabric) dan bentang alam atau taman tersebut secara fisik. Pendekatan ini umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam dinamika perubahan lanskap tersebut yang meliputi aspek sejarah, aspek arkeologis, aspek etnografis, dan nilai-nilai desain yang dimilikinya (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Tindakan pelestarian yang dapat dilakukan sangat beragam. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2001), dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian lanskap tersebut, beberapa tindakan teknis yang umumnya digunakan adalah adaptive use (penggunaan adaptif), rekonstruksi, rehabilitasi, restorasi, stabilisasi, konservasi, interpretasi, periode setting (replikasi imitasi), release dan replacement. Dalam penelitian ini, salah satu tindakan teknis yang diterapkan untuk pelestarian lanskap sejarah, yaitu tindakan dalam bentuk interpretasi. Interpretasi merupakan usaha pelestarian yang mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha-usaha yang juga dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru, serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang.

3 6 2.3 Wisata Sejarah Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), wisata merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan di luar dari lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Menurut Yoeti (1996), wisatawan adalah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan tujuan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu. Sedangkan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dalam menikmati perjalanan dan kunjungan itu. Untuk menunjang suatu kawasan wisata sejarah, maka perlu dipahami mengenai tentang suatu sistem rekreasi. Dalam suatu sistem rekreasi, terdapat hubungan erat antara sisi supply dan demand. Supply dalam rekreasi didefinisikan sebagai semua pengembangan fisik dan program yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pengunjung. Kebutuhan dan keinginan pengunjung inilah yang disebut dengan demand. Elemen lanskap yang dirancang juga merupakan salah satu supply rekreasi. Supply rekreasi ini terdiri dari attraction, services, transportation, information, dan promotion (Gunn, 1997). Menurut Gunn (1994), pengembangan suatu kawasan wisata, selain informasi dan promosi, maka terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan, yaitu ketersediaan dari objek wisata sejarah dan atraksi wisata, pelayanan wisata dan transportasi pendukung. Objek dan daya tarik wisata merupakan andalan utama untuk pengembangan kawasan wisata. keduanya didefinisikan sebagai suatu keadaan alam dan perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan atraksi wisata adalah segala perwujudan dan sajian alam serta kebudayaan yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan dan dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata. Benda-benda cagar budaya juga termasuk dalam benda-benda bersejarah yang dapat dijadikan sebagai objek wisata sejarah. Berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1992, benda cagar budaya adalah suatu benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau

4 7 bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya, berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun atau mewakili masa gaya yang sekurang-kurangnya berumur 50 (lima puluh tahun), serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Wujud benda cagar budaya sesuai dengan UU No. 5 tahun 1992 terbagi dua, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda bergerak adalah benda yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain, contohnya adalah patung, alat-alat upacara dan sebagainya. Benda cagar budaya yang tidak bergerak, yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Situs, monumen dan kawasan sejarah merupakan contoh-contoh benda cagar budaya yang tidak bergerak (Allindani, 2007). 2.4 Perencanaan Lanskap Menurut Gold (1980), perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan untuk menentukan awal suatu keadaan dan merupakan cara terbaik untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Perencanaaan lanskap merupakan suatu bentuk produk utama dari suatu kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan kegiatan penataan lahan berdasarkan pada lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai. Selain itu, perencanaan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetika dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan termasuk kesehatannya. Secara praktikal, kegiatan merencanakan suatu lanskap merupakan suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep kehidupan manusia/masyarakat ke arah suatu bentuk lanskap atau bentuk alam yang nyata dan berkelanjutan (Nurisjah dan Pramukanto, 2009). Dalam kegiatan perencanaan lanskap, proses perencanaan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu sama lainnya. Proses ini merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentukan fisik dan fungsi lain/tapak/bentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan berbagai rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk

5 8 mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah dan Pramukanto, 2009). Simonds (1983) menyebutkan bahwa proses perencanaan merupakan suatu alat yang sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Hal-hal yang harus dilestarikan mencakup pemandangan dari suatu lanskap, ekosistem serta unsurunsur langka untuk mencapai penggunaan terbaik dari suatu lanskap. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), proses perencanaan lanskap terdiri dari enam tahapan. Tahapan-tahapan tersebut adalah persiapan, inventarisasi (pengumpulan data dan informasi), analisis, sintesis, perencanaan dan perancangan. Perancangan lanskap yang umum dikenal sebagai bentuk akhir dari rekayasa lanskap merupakan tahap lanjutan dari perencanaan lanskap. Perancangan lanskap merupakan tahap kegiatan atau kerja keenam. Bentuk hasil akhir dari kegiatan perencanaan lanskap bukanlah suatu pendugaan atau prakonsep yang masih mentah, tetapi konsep yang dihasilkan merupakan suatu kumpulan kebijakan atau kriteria yang dapat mewakili nilai, aspirasi dan keinginan dari masyarakat yang menggunakan lanskap tersebut. 2.5 Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah Merencanakan suatu kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata, sehingga kerusakan lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan, tetapi pada saat yang bersamaan kepuasaan wisatawan dapat terwujudkan. Dalam kegiatan perencanaan lanskap, proses perencanaan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya. Proses ini merupakan suatu alat terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentukan fisik dan fungsi lahan/tapak/bentangalam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan berbagai rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah dan Pramukanto, 2009). Menurut Gold (1980), perencanaan wisata dapat diklasifikasikan melalui lingkup perencanaan, orientasi, area geografis atau pengguna. Dalam konteks perkotaan, perencanaan wisata telah berubah dari identitas sumberdaya dan

6 9 perencanaan fasilitas menjadi identitas kota dan perencanaan lingkungan, dalam konteks desain lingkungan. Komponen dari perencanaan rekreasi harus dapat disukai oleh populasi khusus. Perencanaan wisata juga dapat diklasifikasi melalui pengguna, area perencanaan atau level dari pelayanan pemerintah. Perbedaan ini dijelaskan melalui orientasi, skala analisis dan produk dari perencanaan wisata. Perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain (Gold, 1980): 1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe aktivitas berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya. 2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe-tipe aktivitas berdasarkan seleksi aktivitas terhadap masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang. 3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan jumlah, tipe dan lokasi, serta kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. 4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan perilaku manusia. Menurut Nurisjah dan Pramukanto (2009), perencanaan daerah kawasan bersejarah dan bangunan-bangunan arsitektural harus dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan bagian-bagian lain dari kota atau lokasi dimana objek tersebut berada dan juga permasalahan fisik, ekonomi dan sosial dari daerah tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan bersejarah, yaitu: 1. Mempelajari hubungan antara daerah bersejarah ini dengan daerah dan lingkungan sekitarnya. 2. Memperhatikan keharmonisan antar daerah dengan tapak yang direncanakan. 3. Membuat objek menjadi menarik. 4. Merencanakan objek sehingga menghasilkan suatu tapak yang dapat menampilkan masa lalunya.

7 Sejarah Pusat Kota Banda Aceh Pusat Kota Banda Aceh terdiri dari beberapa wisata sejarah yang sangat penting untuk dikenang. Beberapa wisata sejarah tersebut terdiri dari Taman Putroe Phang, Makam Sultan Iskandar Muda, Museum Aceh, Pendopo, Pemakaman Belanda (Kerkhof Peutjoet), Mesjid Raya Baiturrahman, Monumen Pesawat RI 001 Seulawah di Lapangan Blang Padang dan Museum Tsunami. Wisata sejarah pada kawasan ini merupakan peninggalan sejarah yang berbeda masanya, sehingga setiap tempat memiliki nilai historis tersendiri. Sejarah Kota Banda Aceh dimulai dari masa Kerajaan Aceh yang meninggalkan situs sejarah berupa Taman Putroe Phang, Makam Sultan Iskandar Muda dan Museum Aceh. Pada masa itu, Taman Putroe Phang merupakan bagian dari wilayah kompleks Istana Sultan Aceh di Banda Aceh. Taman ini dibuat khusus untuk sang Permaisuri Sultan Iskandar Muda bernama Putroe Phang yang berarti Putri Pahang, yang berasal dari Pahang, Malaysia. Pada awalnya, area Taman Putroe Phang digunakan untuk kepentingan serdadu kerajaan. Namun seiring berjalan dengan waktu, Taman Putroe Phang menjadi bagian dari taman sultan (Lowres, 2007). Pada Taman Putroe Phang juga terdapat sebuah monumen yang bernama Gunongan. Lokasi monumen ini dipisahkan oleh jalan raya dari Taman Putroe Phang, tetapi monumen ini tetap termasuk ke dalam lingkup area Taman Putroe Phang. Penamaan Gunongan dibuat oleh masyarakat setempat karena bangunan ini dibuat menyerupai bukit-bukit yang terletak di Pahang, Malaysia. Pembuatan bangunan ini didasari atas permintaan sang Permaisuri sendiri yang selalu rindu kampung halamannya. Selain itu, bersebelah dengan Gunongan terdapat Kandang (Makam) Sultan Iskandar Tsani yang merupakan putra dari Sultan Iskandar Muda (Lowres, 2007). Situs sejarah lain pada masa Kerajaan Aceh adalah Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda dan Museum Aceh. Sultan Iskandar Muda merupakan tokoh penting dalam sejarah Aceh. Aceh pernah mengalami kejayaan saat Sultan memerintah Kerajaan Aceh pada tahun Sultan Iskandar Muda mampu menempatkan Kerajaan Aceh pada peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke-16. Beberapa peninggalan Kerajaan Aceh, termasuk

8 11 peninggalan milik Sultan Iskandar Muda terdapat pada Museum Aceh. Museum ini termasuk salah satu dari 18 museum terpenting yang ada di Indonesia karena memiliki koleksi yang langka dan lengkap. Salah satunya adalah manuskrip literatur kuno hasil karya penulis ulama nusantara dan Melayu kuno, koleksi etnis botani dan benda purbakal lainnya. Koleksi tersebut merupakan warisan dari perjalanan sejarah Kerajaan Aceh sejak dari Kerajaan Samudera Pasai, Sultan Iskandar Muda hingga Sultan Muhammad Daud Syah. Selain itu, pada museum ini juga terdapat Rumah Tradisional Aceh dan Cakra Donya yang merupakan salah satu simbol dari Kota Banda Aceh. Pada abad ke-16, Belanda memasuki tanah Aceh. Kedatangan Belanda perlahan memudarkan kejayaan Kerajaan Aceh. Pada tahun 1880, salah satu situs sejarah pada masa penjajahan Belanda yang bernama Pendopo dibangun di bekas peninggalan Kerajaan Aceh. Pendopo merupakan salah satu pembangunan awal kolonial Belanda di Aceh. Pendopo juga merupakan bekas kediaman Gubernur Belanda dan sekarang menjadi rumah dinas Gubernur Aceh (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011). Pada masa penjajahan Belanda, Belanda bersama koloninya berniat ingin menguasai tanah Aceh, sehingga banyak pertempuran yang terjadi antara pasukan Belanda dengan masyarakat Aceh. Salah satu peperangan besar yang pernah tercatat dalam sejarah adalah peperangan yang terjadi di Masjid Raya Baiturrahman. Banyak korban yang berjatuhan pada perang tersebut, hingga seorang jenderal Belanda yang bernama Kohler juga tewas tertembak. Pada peperangan ini, Mesjid Raya Baiturrahmann juga mengalami kerusakan dan terbakar habis. Akan tetapi, pada tahun 1935 M, Mesjid Raya Baiturrahman ini dibangun kembali dan diperluas bahagian kanan serta kirinya dengan tambahan dua kubah. Pada tahun 1975 M, terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Pada perluasan kedua ini, Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan diselesaikan hingga tahun 1967 M. Selain itu, tahap pengembangan ini juga dibuat sebuah menara atau tugu yang disebut dengan Menara /Tugu Modal (Badrudin, 2009).

9 12 Selama masa penjajahan Belanda di Aceh banyak memakan korban, baik dari pihak masyarakat Aceh maupun dari pihak serdadu Belanda. Beberapa serdadu Belanda yang tewas dalam peperangan atau mati terkena wabah penyakit dimakamkan pada sebuah pemakaman umum Belanda. Pemakaman umum Belanda ini dinamakan dengan Kerkhof Peutjoet. Saat ini, pemakaman Belanda tersebut telah menjadi salah satu objek wisata di Kota Banda Aceh. Pada pemakaman ini terdapat kurang lebih sekitar makam orang Belanda, mulai dari yang berpangkat serdadu sampai dengan yang berpangkat Jenderal. Makamnya mulai dari berbagai suku bangsa yang tergabung dalam tentara kolonial Belanda pada saat itu sampai kepada makam sekelompok orang Yahudi yang dulu pernah tinggal di Aceh. Bahkan, pada kuburan tersebut masih dapat dibaca nama-nama dan pangkat para tentara serta tahun-tahun dan tempat-tempat dimana mereka gugur. Pada awal masa kemerdekaan Republik Indonesia (RI), masyarakat Aceh turut berpartisipasi dalam membantu Soekarno sebagai Presiden RI yang pertama pada masa itu untuk menjalankan tugas kenegaraan. Pesawat RI 001 Seulawah merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Pesawat ini merupakan angkutan udara pertama yang dimiliki Indonesia dan dibeli dengan sumbangan ikhlas Rakyat Aceh pada awal Kemerdekaan. Pesawat ini disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar Aceh, sehingga Presiden Soekarno menyebut Daerah Aceh adalah Daerah Modal bagi Republik Indonesia. Untuk mengenang jasa masyarakat Aceh tersebut, maka dibuat replika Pesawat RI 001 Seulawah sebagai monumen yang berada di Lapangan Blang Padang, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh (Bagusriyanto, 2009). Pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, kota ini juga mengalami peristiwa tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota. Salah satu obyek wisata sejarah yang dibuat untuk mengenang peristiwa tsunami adalah Museum Tsunami Aceh yang dibangun di Pusat Kota Banda Aceh kira-kira 1 km dari Mesjid Raya Baiturrahman. Fungsi

10 13 dari museum ini adalah sebagai objek sejarah yang menjadi pusat penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami. Selain itu, Museum Tsunami merupakan simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami. Selain museum, untuk memperingati bencana tsunami ini juga dibuatkan dua buah tugu di Lapangan Blang Padang yang berdekatan dengan Monumen Pesawat RI 001 Seulawah. Dua tugu tersebut adalah Tugu Peringatan Tsunami dan Tugu Aceh Thanks The World yang merupakan tugu untuk ucapan terima kasih kepada negara-negara yang telah memberikan bantuan untuk Aceh (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2011).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of

Lebih terperinci

Kuesioner Penelitian Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah Pusat Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh

Kuesioner Penelitian Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah Pusat Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh LAMPIRAN Lampiran 1 Form kuesioner penelitian Kuesioner Penelitian Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Sejarah Pusat Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Perkenalkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya 21 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

5.1. DASAR PERTIMBANGAN PENENTUAN KAWASAN

5.1. DASAR PERTIMBANGAN PENENTUAN KAWASAN 5.1. DASAR PERTIMBANGAN PENENTUAN KAWASAN STRATEGIS KOTA BANDA ACEH Kawasan strategis kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kota

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

V. KONSEP PENGEMBANGAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN 84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERMINAL BANDAR UDARA SULTAN ISKANDAR MUDA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR RENZO PIANO)

PENGEMBANGAN TERMINAL BANDAR UDARA SULTAN ISKANDAR MUDA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR RENZO PIANO) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN TERMINAL BANDAR UDARA SULTAN ISKANDAR MUDA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR RENZO PIANO) Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Situ dan manfaatnya Danau-danau kecil dan dangkal didaerah Jawa Barat dikenal dengan nama situ sedangkan di Jawa Timur dikenal dengan nama telaga (Sulastri, 2003). Secara

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaan perusahaan yang menghasilkan jasa

Lebih terperinci

ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR

ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR Oleh : FAISAL ERIZA L2D 307 012 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh masyarakat khusunya generasi muda. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi membuat bangunan-bangunan

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia khususnya di daerah perkotaan sibuk dengan pekerjaannya yang terlalu menyita waktu. Akibatnya mereka berusaha mencari kegiatan yang dapat melepaskan keletihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 1999 SERI D NO. 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 1999 SERI D NO. 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 1999 SERI D NO. 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG TAPAK KAWASAN OBYEK WISATA GUA

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, JABODETABEK adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Pulau Jawa. Tingkat kehidupan Jakarta dan sekitarnya

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Perkembangan dunia yang semakin besar di era globalisasi saat ini sangat berdampak pada aktivitas hidup manusia. Semakin padatnya aktivitas yang dilakukan seseorang

Lebih terperinci

TINJAUAN PULO CANGKIR

TINJAUAN PULO CANGKIR BAB II TINJAUAN PULO CANGKIR II.1 GAMBARAN UMUM PROYEK Judul Proyek : Kawasan Rekreasi Kampung Pulo Cangkir dan Sekitarnya. Tema : Arsitektur Tradisional Sunda. Kecamatan : Kronjo. Kelurahan : Pulo Cangkir

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibukota Batusangkar. Batusangkar dikenal sebagai Kota Budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan ibukota Batusangkar. Batusangkar dikenal sebagai Kota Budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah Datar merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Barat dengan ibukota Batusangkar. Batusangkar dikenal sebagai Kota Budaya yang telah dicanangkan oleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara 4 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penambangan Batubara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut sumber lisan turun-menurun berasal dari bahasa simalungun: sima-sima dan

BAB I PENDAHULUAN. menurut sumber lisan turun-menurun berasal dari bahasa simalungun: sima-sima dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simalungun adalah salah satu Kabupaten di Sumatra Utara. Kabupaten Simalungun secara geografis terletak diantara 03 16-02 22 Lintang Utara dan 98 25-99 32 Bujur

Lebih terperinci

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif

BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif BAB I Pengembangan Museum Kereta Api di Ambarawa Penekanan pada fasilitas museum yang Variatif dan atraktif 1.1. Latar Belakang Pengertian museum kereta api yaitu suatu tempat atau lokasi dimana didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah IX yang menjadi Sultan ketika itu. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masjid Raya Al-Mashun didirikan pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1909.Secara keseluruhan biaya pembangunan masjid ditanggung sendiri oleh Sultan Maamun Al-Rasyid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,

BAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan, BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekhasan sejarah dan budaya tersendiri, salah satunya adalah Nanggroe Aceh

BAB I PENDAHULUAN. kekhasan sejarah dan budaya tersendiri, salah satunya adalah Nanggroe Aceh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, setiap daerah memiliki kekhasan sejarah dan budaya tersendiri, salah satunya adalah Nanggroe Aceh Darussalam sebagai Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan

Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Elemen Fisik Masjid Baiturrahman Banda Aceh sebagai Pembentuk Karakter Visual Bangunan Rihan Rizaldy Wibowo rihanrw @gmail.com Mahasisw a Jurusan A rsitektur, Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam BAB III METODE PERANCANGAN Merancang sebuah Griya Seni dan Budaya Terakota sesuai dengan konsep dan teori yang diinginkan tidak terlepas dari metode perancangan. Metode perancangan merupakan paparan deskriptif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

- BAB I - PENDAHULUAN

- BAB I - PENDAHULUAN - BAB I - PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mal salah satu obyek rekreasi yang banyak dinikmati oleh masyarakat sebagai tempat hiburan untuk merelaksasikan diri, karena tuntutan aktifitas kesibukan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menarik wisatawan dan pengunjung lainnya (McIntosh : 4, 1972). Kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. proses untuk menarik wisatawan dan pengunjung lainnya (McIntosh : 4, 1972). Kepariwisataan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata dapat diartikan sebagai seluruh kejadian dan hubungan yang timbul dari atraksi para wisatawan, penyalur jasa, pemerintah setempat, dan komunitas setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adimistratif Nias merupakan kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. adimistratif Nias merupakan kabupaten yang termasuk dalam Propinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Nias merupakan sebuah pulau yang berada di sebelah barat Pulau Sumatera, terletak antara 0 0 12 1 0 32 Lintang Utara (LU) dan 97 0 98 0 Bujur Timur (BT). Secara adimistratif

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI MUSEUM GUNUNG API MERAPI (MGM)

BAB II DESKRIPSI MUSEUM GUNUNG API MERAPI (MGM) 45 BAB II DESKRIPSI MUSEUM GUNUNG API MERAPI (MGM) A. Sekilas tentang Museum Gunung Api Merapi Indonesia merupakan negara yang terletak di jalur pertemuan lempengan bumi sehingga menjadi negara yang rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki beranekaragam sejarah dan kebudayaan. Salah satu bentuk peninggalan sejarah yang masih ada sampai sekarang dan beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vandalisme Definisi mengenai vandalisme diterapkan untuk segala macam perilaku yang menyebabkan kerusakan atau penghancuran benda pribadi atau publik (Haryadi dan Setiawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro, Demak. I.1.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro, Demak. I.1.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang diangkat adalah Penataan dan Pengembangan Wisata Kampung Rebana di Tanubayan, Bintoro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aset yang menguntungkan bagi suatu negara. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang memiliki jaringan yang luas. Pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVlNSl KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERISTIWA MANDOR SEBAGAI HARI BERKABUNG DAERAH DAN MAKAM JUANG MANDOR SEBAGAI MONUMEN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki sekitar 500 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, yang dipengaruhi oleh kebudayaan India,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci