BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hasil analisa deskriptif kualitatif ketujuh aspek yang diteliti terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia

BAB I 1. PENDAHULUAN

PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGAN POSISI PLAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia.

NASKAH PUBLIKASI DESAIN SISTEM PARALEL ENERGI LISTRIK ANTARA SEL SURYA DAN PLN UNTUK KEBUTUHAN PENERANGAN RUMAH TANGGA

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan energi ini di beberapa negara sudah dilakukan sejak lama.

2017, No Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Petunjuk Operasional Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik Penugasan Bidang Energi Skal

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi listrik hal ini juga terjadi di Bali. Data dari Pembangkit Listrik

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lemb

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Dana Alokasi Khusus. Energi Perdesaan. Petunjuk Teknis.

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

oleh Igib Prasetyaningsari, S.T.

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar fosil sebagai bahan bakar pembangkitannya. meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus-menerus meningkat

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENESDM. DAK. Energi Pedesaan. Tahun Penggunaan. Petunjuk Teknis.

ANALISIS KINERJA PHOTOVOLTAIC BERKEMAMPUAN 50 WATT DALAM BERBAGAI SUDUT PENEMPATAN

BAB I 1 PENDAHULUAN. listrik menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Sumber energi yang digunakan untuk pembangkitan listrik perlu diperhatikan

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Secara Mandiri Untuk Rumah Tinggal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya yang berpotensi sebagai sumber energi. Potensi sumber daya energi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Potensi Sumber Daya Energi Fosil [1]

Tulisan ini adalah catatan yang dapat dibagikan dari hasil pertemuan tersebut.

PEMENUHAN SUMBER TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

2017, No Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 2. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kemente

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan penyuplai listrik di Indonesia

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

UNJUK KERJA PEMBANGKIT ENERGI LISTRIK TENAGA MATAHARI PADA JARINGAN LISTRIK MIKRO ARUS SEARAH Itmi Hidayat Kurniawan 1*, Latiful Hayat 2 1,2

Versi 27 Februari 2017

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

P R O P O S A L. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), LPG Generator System

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

renewable energy and technology solutions

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kebutuhan energi listrik oleh masyarakat dan. dunia industri tidak sebanding dengan peningkatan produksi listrik

OTOMATISASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) UNTUK PENINGKATAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DIRECTORATE GENERAL OF NEW RENEWABLE AND ENERGY COSERVATION. Presented by DEPUTY DIRECTOR FOR INVESTMENT AND COOPERATION. On OCEAN ENERGY FIELD STUDY

DI INDONESIA RM. SOEDJONO RESPATI MASYARAKAT ENERGI TERBARUKAN INDONESIA.(METI) JULI 2008

KAJIAN EKONOMIS ENERGI LISTRIK TENAGA SURYA DESA TERTINGGAL TERPENCIL

ANALISIS PEMANFAATAN ENERGI PADA PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. #Energi Berkeadilan. Disampaikan pada Pekan Pertambangan. Jakarta, 26 September 2017

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, listrik telah menjadi salah satu kebutuhan

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EBTKE UNTUK MEMENUHI TARGET KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN FIT (FEED IN TARIFF) ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI INDONESIA. Nanda Avianto Wicaksono dan Arfie Ikhsan Firmansyah

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

LINTAS EBTKE LAYANAN INFORMASI ENERGI BERSIH INDONESIA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMENUHAN KEBUTUHAN ELEKTRIFIKASI DI DAERAH PERBATASAN

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

BAB I PENDAHULUAN. Seiring pesatnya kemajuan dan perkembangan daerah - daerah di Indonesia, memicu

Politeknik Negeri Sriwijaya

I. PENDAHULUAN. pemanfaatan energi terbarukan menjadi meningkat. Hal ini juga di dukung oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

IMPLEMENTASI REGULASI DALAM RANGKA MEMENUHI KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penting pada kehidupan manusia saat ini. Hampir semua derivasi atau hasil

PJU Tenaga Surya. Penerangan Jalan Umum Mandiri

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang

ANALISIS PELUANG PENGHEMATAN EKONOMI SISTEM FOTOVOLTAIK TERHUBUNG JARINGAN LISTRIK PADA KAWASAN PERUMAHAN DI KOTA PANGKAL PINANG

Indonesia Water Learning Week

DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO

ANALISIS UNJUK KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS) SATU MWp TERINTERKONEKSI JARINGAN DI KAYUBIHI, BANGLI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

1. Pendahuluan. Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN EISSN

Dana Alokasi Khusus Bidang Energi Skala Kecil TA. 2017

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada daerah khatulistiwa sangat potensial untuk

ANALISIS KARAKTERISTIK ELECTRICAL MODUL PHOTOVOLTAIC UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA SKALA LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan masih sangat bergantung pada iklim kebijakan yang kuat. Di tahun 2013 terdapat sejumlah peningkatan kebijakan dan target untuk mendukung pengembangan dan penyebaran teknologi energi terbarukan di seluruh dunia. Semakin banyak jumlah negara yang mendukung energi terbarukan, tak terkecuali Indonesia. Melalui Peraturan Presiden No.5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), sasaran kebijakan energi nasional adalah terwujudnya bauran energi yang optimal pada tahun 2025 dimana porsi energi baru terbarukan menjadi 17% dari total pasokan energi. Peraturan pemerintah mengenai KEN terbaru tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 dimana pada tahun 2025 peran energi baru dan terbarukan paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rasio elektrifikasi Indonesia per September 2013 adalah 80,1% [1]. Pengembangan dan penggunaan energi terbarukan dirasa cukup potensial untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat yang belum terjangkau listrik PLN. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai 1

2 berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kwh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kwh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9% [2]. Oleh karena itu, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi Indonesia dan juga akan memberikan kontribusi dalam komitmen pencapaian bauran energi nasional pada tahun 2025. Selama lima tahun periode (2008 2012), kapasitas terpasang dari sejumlah teknologi energi terbarukan tumbuh sangat pesat, terutama di sektor tenaga listrik. Total kapasitas panel surya tumbuh dengan laju rata rata 60% per tahunnya. Kapasitas panel surya di dunia mencapai 100 GW milestone dan menjadi teknologi energi baru terbarukan ketiga terbesar setelah tenaga air dan tenaga angin. Eropa masih mendominasi pasar panel surya dengan penambahan 16,9 GW dan terhitung sekitar 57% merupakan instalasi baru, serta pada akhir tahun 2012 kapasitas panel surya yang beroperasi sebesar 70 GW. Diluar Eropa, sekitar 12,5 GW ditambahkan diseluruh dunia dengan jumlah kapasitas terpasang pada tahun 2011 diatas 8 GW. Pasar terbesar adalah China (3,5 GW), Amerika Serikat (3,3 GW), Jepang ( 1,7 GW), Australia (1 GW), dan India (hampir 1 GW) [3]. Dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2005 2025, Indonesia sendiri menargetkan penambahan 0,87 GW kapasitas panel surya pada 2025. Dalam kurun waktu 2005 2025, pemerintah telah merencanakan menyediakan 1 juta solar home system (SHS) berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan rendah serta 346,5 MWp PLTS Hibrid untuk daerah

3 terpencil [4]. Data terbaru yang dikeluarkan oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi bahwa pada tahun 2013 instalasi kumulatif listrik tenaga surya baru mencapai 42,78 MW. Jumlah ini tidak mencapai target BP-PEN 2005 2025 yang seharusnya target instalasi kumulatif panel surya pada awal tahun 2013 telah mencapai 100 MW. Sementara menurut KEN terbaru (KEN 2010 2050), target share energi surya akan terus meningkat dimulai pada tahun 2025, energi surya mendapatkan porsi 0,1% untuk memasok kebutuhan energi nasional. Pada tahun 2030 porsi ini meningkat menjadi 0,3%, kemudian 1,5% pada tahun 2040 dan 1,7% pada tahun 2050. Target target ini menunjukkan potensi pasar fotovoltaik di Indonesia, sehingga untuk memaksimalkan pemanfaatan energi surya diperlukan dukungan keberadaan dari industri fotovoltaik. I.2 Perumusan Masalah Secara teknologi, industri fotovoltaik (photovoltaic PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi panel surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara bahan baku sel surya masih mengandalkan impor [4]. Saat ini hanya terdapat enam industri PV di Indonesia dan keenam pabrik tersebut hanya memproduksi modul surya dengan kapasitas pabrik 10 30 MWp per tahun. Biaya investasi yang tinggi dalam mendirikan mata rantai industri fotovoltaik (PV) menjadikan para investor kurang berminat untuk terlibat dalam investasi industri PV. Pasar yang tidak berkembang

4 mengakibatkan baru terdapat industri fotovoltaik paling hilir yakni industri panel surya di Indonesia. Sementara harga panel surya dalam negeri yang kurang kompetitif dengan panel surya impor dari China juga menurunkan minat pasar dalam membeli produk panel surya dalam negeri. Disamping itu, dukungan kebijakan yang tidak pasti mempengaruhi iklim investasi di industri PV dalam negeri. Oleh karena itu akan dilakukan studi kelayakan tekno-ekonomi industri manufaktur fotovoltaik di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi ke beberapa industri manufaktur fotovoltaik yang telah ada di Indonesia dan China. Dengan observasi ke China diharapkan dapat mendapatkan informasi mengenai aspek aspek yang membuat China maju dalam industri manufaktur fotovoltaik. Data data yang diperoleh kemudian digunakan untuk menganalisis jenis industri, sistem industri, maupun teknologi yang cocok dan layak secara ekonomi digunakan dalam industri manufaktur fotovoltaik di Indonesia. I.3 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai studi kelayakan tekno-ekonomi industri manufaktur fotovoltaik di Indonesia sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh penulis lain.

5 I.4 Tujuan Penelitian 1. Menganalisa industri fotovoltaik di China sebagai dasar pengembangan industri fotovoltaik di Indonesia 2. Mengembangkan metode yang efektif untuk mengetahui kelayakan teknologi dan ekonomi dari industri manufaktur fotovoltaik di Indonesia I.5 Manfaat Penelitian 1. Mendapatkan informasi kelayakan teknologi dan ekonomi industri manufaktur fotovoltaik di Indonesia 2. Menjadi bahan pertimbangan untuk penentu kebijakan percepatan pembangunan industri manufaktur fotovoltaik dalam negeri 3. Menjadi bahan pertimbangan investor yang tertarik untuk menjalani bisnis di industri manufaktur fotovoltaik 4. Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan industri manufaktur fotovoltaik