BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepak bola merupakan olahraga dengan intensitas tinggi yang membutuhkan kekuatan dan ketahanan kardiorespiratori selama pertandingan, serta menuntut para atletnya untuk menempuh jarak sekitar 9.800 hingga 11.500 meter (Stolen dkk., 2005; Irawan, 2007). Sepak bola selalu disertai aktivitas yang kuat dan eksplosif, seperti lari-lari kecil, lari cepat, melompat, merampas, menggiring, dan menendang bola (Bangsbo, 2003; Stolen dkk., 2005). Penggalih dan Huriyati (2007) memperlihatkan rata-rata stamina atlet sepak bola Klub Gelora Remaja Divisi Satu Persatuan Sepak Bola Kabupaten Pasuruan (PerseKabPas) yang digambarkan melalui pengukuran V O 2 maks dengan tes lari multitahap adalah 38,13 ml/kgbb/menit. Alfiyana dan Murbawani (2012) memperlihatkan rata-rata kebugaran atlet sepak bola Persatuan Sepak Bola Kudus yang digambarkan melalui pengukuran V O 2 maks dengan cooper test adalah 50 ml/kgbb/menit. Hasil ini masih di bawah standar atlet sepak bola internasional yakni 53,5 ml/kgbb/menit (Luhtanen dkk., 2009), 62,2 ml/kgbb/menit (Jensen dkk., 2009), dan 52-65 ml/kgbb/menit (Hulton dkk., 2009). Nugraha (2013) dalam studinya menyebutkan pemain sepak bola kelas dunia seperti Cristiano Ronaldo memiliki V O 2 maks sebesar 82 ml/kgbb/menit, sementara pemain Indonesia hanya memiliki V O 2 maks sebesar 55-60 ml/kgbb/menit. Sejak tahun 2013, beberapa ajang nasional dan internasional yang diikuti oleh para pemain sepak bola mulai menunjukkan peningkatan prestasi. Sebuah ulasan dalam Kompas (2013b) menyatakan Sekolah Sepak Bola (SSB) Villa 2000 berhasil menjuarai Liga Pertamina U-16 yang diselenggarakan oleh Pertamina Foundation. Selain itu, kemajuan signifikan diawali pada piala Danone, timnas U- 16 juara II Asean Football Federation (AFF), timnas U-19 juara I AFF, timnas U- 23 juara II Islamic Solidarity Games (ISG), dan berbagai pertandingan persahabatan lain yang dimenangkan oleh tim Indonesia (Kompas, 2013a). 1
2 Untuk meningkatkan prestasi atlet secara signifikan tentunya didukung oleh peningkatan performa atlet. Performa atlet merupakan salah satu penentu kemenangan pada sebuah pertandingan. Beberapa upaya untuk meningkatkan prestasi atlet sepak bola selain fokus terhadap teknik dan taktik adalah meningkatkan performa melalui peningkatan kebugaran fisik (Stolen dkk., 2005). Tanpa kebugaran tubuh yang prima, atlet tidak akan berhasil memperoleh prestasi walaupun memiliki keterampilan teknik dan taktik yang baik (Bastinus, 2011). Seorang atlet secara umum menerima pelatihan yang baik untuk meningkatkan keterampilan teknik, taktik, dan fungsi fisiologi yang dapat mendukung peningkatan performa seorang atlet (Bangsbo, 2003; Valado dkk., 2007). Selain mendatangkan manfaat, beberapa studi menyebutkan latihan fisik yang ketat dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif (Souza dkk., 2005; Valado dkk., 2007; Metin dkk., 2003a; Metin dkk., 2003b; Atashak dan Sharafi, 2013). Latihan fisik yang ketat akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif (Souza dkk., 2005). Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan tubuh (Urso dan Clarkson, 2003). Kondisi stres oksidatif ini berhubungan dengan kelelahan atau kerusakan jaringan yang dapat menurunkan performa dan ketahanan seorang atlet (Reid dkk., 1992; Souza dkk., 2005; Valado dkk., 2007; Atashak dan Sharafi, 2013). Malondialdehid (MDA) merupakan salah satu produk senyawa dari reaksi peroksidasi lemak yang digunakan sebagai penanda terjadinya stres oksidatif pada lemak tubuh (Nielsen dkk., 1997; Metin dkk., 2003b; dan Urso dan Clarkson, 2003). Pada keadaan stres oksidatif yang tinggi, dapat terjadi peningkatan kadar MDA serum secara signifikan (Urso dan Clarkson, 2003). Dibutuhkan sebuah studi pengembangan produk minuman olahraga yang dapat mendukung peningkatan performa dan memperbaiki kondisi stres oksidatif tubuh. Menurut Ruffo dkk. (2009), maltodekstrin adalah polimer karbohidrat yang digunakan secara khusus dalam diet untuk aktivitas fisik. Studi lain menyatakan asupan karbohidrat sebelum dan selama latihan fisik menyediakan cadangan energi bagi otot untuk menunjang aktivitas fisik intensitas sedang hingga tinggi (Coyle, 1995). Laju pengosongan lambung dari polimer glukosa lebih cepat
3 daripada larutan gula sendiri, yang dapat mencegah penurunan glukosa darah secara tiba-tiba dan hiperinsulinemia yang menyebabkan terjadinya hipoglikemia selama latihan fisik (Ruffo dkk., 2009). Beberapa penelitian menganjurkan pemberian larutan polimer glukosa karena dengan osmolalitas yang rendah mampu memberikan efek yang baik daripada larutan glukosa sebagai asupan energi sebelum dan selama olahraga (Leese dkk., 1995). Selain itu, suplementasi maltodekstrin sebelum latihan fisik dapat meningkatkan simpanan glikogen otot dan hati (Ruffo dkk., 2009). Pemberian fruktosa dengan maltodekstrin pada rasio yang tepat dapat menjamin absorbsi cairan yang lebih optimal (Rowlands dkk., 2008; O'Brien dan Rowlands, 2011; O'Brien, 2011). Sebuah studi yang dilakukan oleh Hu dkk. (2006) menyatakan konsumsi makanan dengan nilai indeks glikemik yang tinggi mampu meningkatkan stres oksidatif tubuh. Selain itu, makanan dengan indeks glikemik yang tinggi akan meningkatkan glukosa plasma yang merupakan bahan makanan utama bagi sel fagosit dan dapat mempengaruhi produksi reactive oxygen species (ROS) (Close dkk., 2005). Kunz (2011) menyatakan maltodekstrin merupakan jenis karbohidrat dengan indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan glukosa murni. Sebuah studi oleh Fisher-Wellman dan Bloomer (2010) memperlihatkan tidak ada peningkatan signifikan terhadap kejadian stres oksidatif pada pemberian diet dekstrosa atau maltodekstrin. Namun, kadar malondialdehid dan hidrogen peroksida pada subjek yang mendapatkan diet maltodekstrin lebih rendah dibanding subjek yang mendapatkan diet dekstrosa. Selain itu, kapasitas antioksidan pada subjek yang mendapat diet maltodekstrin lebih tinggi daripada subjek yang mendapat diet dekstrosa. Selain pemilihan karbohidrat, pencegahan stres oksidatif dapat dilakukan dengan pemberian antioksidan eksogen. Antioksidan yang dapat digunakan meliputi vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan vitamin E (Clemens, 2011). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa suplementasi antioksidan selama dua minggu dapat meningkatkan beberapa indikator performa atlet dengan jenis olahraga endurance (Kelkar dkk., 2008). Menurut Clemens (2011), antioksidan vitamin C merupakan antioksidan yang mampu menurunkan tingkat kerusakan otot yang
4 disebabkan oleh latihan, serta mampu menurunkan risiko penekanan indikator imun pada saat latihan. Selain itu, suplementasi vitamin C mampu mencegah terjadinya peroksidasi lemak yang disebabkan oleh latihan (Nakhostin-Roohi dkk., 2008). Selain mempertimbangkan kedua zat gizi tersebut, hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan minuman olahraga adalah osmolaritas minuman tersebut. Minuman olahraga sebaiknya memiliki osmolaritas yang sama dengan tubuh, yakni berkisar 250-340 mosm (Esarom, 2004). Berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh Penggalih dkk. (2012), minuman isotonik komersial sebagian besar belum memenuhi standar syarat minuman isotonik. Hanya terdapat satu produk yang sesuai standar. Oleh sebab itu, pembuatan minuman olahraga yang tepat untuk diberikan pada atlet masih sangat terbuka luas. Penjelasan di atas menjadi dasar peneliti untuk mengkaji efektivitas pemberian minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C terhadap performa dan kondisi stres oksidatif atlet sepak bola. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar menentukan intervensi yang sesuai untuk membantu meningkatkan performa atlet dan menurunkan tingkat stres oksidatif pada atlet ditinjau dari sudut pandang gizi dan kesehatan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah performa atlet sepak bola saat mendapat minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C lebih tinggi dibanding performa atlet sepak bola saat mendapat plain water? 2. Apakah kadar malondialdehid (MDA) atlet sepak bola saat mendapat minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C lebih rendah dibanding kadar malondialdehid (MDA) atlet sepak bola saat mendapat plain water?
5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C terhadap performa atlet sepak bola dan kadar malondialdehid (MDA) atlet sepak bola. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Mengkaji efek pemberian minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C terhadap performa atlet sepak bola dibandingkan dengan plain water. b. Mengkaji efek pemberian minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C terhadap kadar malondialdehid (MDA) atlet sepak bola dibandingkan dengan plain water. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Memberi tambahan ilmu mengenai teori yang sudah dipelajari, khususnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi performa atlet sepak bola dan penanganan yang tepat untuk meningkatkan performa atlet sepak bola. 2. Bagi atlet sepak bola Memberi masukan kepada atlet agar senantiasa menjaga kondisi tubuh dan mengatur pola makan yang baik untuk membantu meningkatkan performa atlet dan mencegah peningkatan stres oksidatif berlebih pada atlet sepak bola. 3. Bagi institusi Penelitian ini dapat memberi masukan bagi institusi atau pengambil kebijakan untuk menerapkan program atau mengembangkan produk makanan atau minuman yang dapat membantu mendukung perbaikan performa dan memperbaiki kondisi stres oksidatif atlet sepak bola.
6 4. Bagi penelitian selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar penelitian untuk mengembangkan produk dan menetapkan intervensi yang sesuai guna meningkatkan performa atlet dan memperbaiki kondisi stres oksidatif atlet, khususnya atlet sepak bola. E. Keaslian Penelitian 1. Lack of effect of a high-calorie dextrose or maltodextrin meal on postprandial oxidative stress in healthy young men (Fisher-Wellman dan Bloomer, 2010) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan yang signifikan terhadap kejadian stres oksidatif pada pemberian diet dekstrosa atau maltodekstrin. Kadar MDA dan hidrogen peroksida pada subjek yang mendapatkan diet maltodekstrin lebih rendah dibanding kadar MDA dan hidrogen peroksida pada subjek yang mendapatkan diet dekstrosa. Selain itu, kapasitas antioksidan pada subjek yang mendapat diet maltodekstrin lebih tinggi dibanding kapasitas antioksidan pada subjek yang mendapat diet dekstrosa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah mengujikan pemberian produk berbahan dasar maltodekstrin terhadap perubahan kadar malondialdehid. Pada penelitian ini digunakan maltodekstrin dengan kadar 2,25 gram/kgbb/hari, sementara pada penelitian yang dilakukan digunakan kadar 15% maltodekstrin dalam 300 ml minuman. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada subjek dan variabel tergantung penelitian. Pada penelitian ini digunakan subjek laki-laki muda sehat dengan variabel tergantung adalah kadar malondialdehid, hidrogen peroksida, trigliserida, glukosa, trolox-equivalent antioxidant capacity (TEAC), dan nitrat darah. Pada penelitian yang dilakukan digunakan subjek atlet sepak bola dengan variabel tergantung kadar malondialdehid.
7 2. The effect of vitamin C and E supplementation on muscle damage and oxidative stress in female athletes: a clinical trial (Taghiyar dkk., 2013) Hasil penelitian ini menunjukkan suplementasi vitamin C dan vitamin E memegang peran dalam mengurangi penanda kerusakan otot karena latihan aerobik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan yang signifikan dari penanda stres oksidatif (kreatin kinase dan malondialdehid) pada kelompok yang mendapat suplementasi vitamin C 250 mg dan kelompok yang mendapat suplementasi vitamin C dan vitamin E. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel tergantung yaitu kadar malondialdehid. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah pada subjek dan variabel penelitian. Pada penelitian ini digunakan atlet wanita dengan variabel bebas adalah suplementasi vitamin dan variabel tergantung adalah kadar aspartat transaminase, kreatin kinase, laktat dehidrogenase, dan malondialdehid. Pada penelitian yang dilakukan digunakan atlet sepak bola dengan variabel bebas adalah pemberian minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C, dan variabel tergantung adalah kadar malondialdehid. 3. The effect of short-term vitamin E supplementation on some indexes of sport performances and lipid per-oxidation in healthy men (Roshan dan Najafabadi, 2009) Hasil penelitian ini menunjukkan suplementasi vitamin E dapat menaikkan indeks performa atlet (V O 2 maks) melalui penurunan kadar peroksidasi lemak (MDA). Suplementasi vitamin E selama dua minggu secara signifikan dapat menurunkan kadar peroksidasi lemak (MDA) sebelum dan sesudah tes ergometri dan juga meningkatkan V O 2 maks subjek. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel tergantung yaitu performa atlet dan kadar malondialdehid. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah pada subjek dan variabel penelitian. Pada penelitian ini digunakan subjek mahasiswa laki-laki sehat dengan variabel bebas adalah suplementasi vitamin E dan variabel
8 tergantung adalah kadar malondialdehid, lama waktu mencapai hasil tes maksimal, dan performa atlet. Pada penelitian yang dilakukan digunakan subjek atlet sepak bola dengan variabel bebas adalah pemberian minuman kombinasi maltodekstrin dan vitamin C, dan variabel tergantung adalah kadar malondialdehid dan performa atlet.