BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERUBAHAN DELTA DI MUARA SUNGAI PORONG, SIDOARJO PASCA PEMBUANGAN LUMPUR LAPINDO

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENDAPATAN ASLI DAERAH, PAJAK DAERAH DAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN SIDOARJO

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan secara tepat tergantung peruntukkannya. perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemetaan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Penginderaan Jauh di Pulau Batam

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB 3. PENDEKATAN DAN METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN JALAN PRODUKSI PERIKANAN DI KABUPATEN SIDOARJO. Oleh. Farida Hardaningrum ABSTRAK

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

Gambar 1. Kawasan Minapolitan Kabupaten Sidoarjo

STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

BAB III METODE PENELITIAN

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Dahuri dkk. (2004), luas wilayah Indonesia yang mencapai 5,8 juta km 2 merupakan wilayah perairan laut dengan proporsi sebesar 70% dari luas total Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Soegiarto (1982). Kenyataan ini secara langsung memberikan pengaruh terhadap sejumlah besar penduduk Indonesia yang bergantung pada penghidupan yang dihasilkan oleh wilayah pesisir sekaligus pantainya. Berbagai bentuk penghidupan wilayah pesisir dan pantai mulai dari pertanian, perikanan dan pariwisata menyumbang besar pendapatan nasional. Hal ini semakin dikuatkan dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang memberikan kekayaan sumberdaya pesisir dan pantai dengan potensinya untuk dimanfaatkan. Keterdapatan wilayah pesisir dan pantai tentu menjadi aset nasional sekaligus aset daerah yang perlu diperhatikan. Penataan dan pengelolaan yang jelas, terpadu serta terarah tentu diperlukan untuk menjaga kesimbangannya. Diatur dalam UU No. 27 Tahun 2007 mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang di dalamnya menjabarkan seluruh bentuk dan proses penataan dan pengolalaan yang mencakup kontrol kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan wilayah pesisir dan pantai. Disiplin ilmu geografi memiliki tiga pendekatan utama yang menjadi pegangan dalam mengkaji berbagai permasalahan dan fenomena geosfer. Tiga pendekatan ini disebutkan dalam Konsep dan Pendekatan Geografi, oleh Yunus (2008) antara lain pendekatan keruangan, pendekatan ekologi, dan pendekatan kompleks kewilayahan. Pendekatan

keruangan yang menekankan pada pola, proses dan asosiasi akan lebih digunakan sebagai pendekatan utama dalam penelitian ini. Wilayah Pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu wilayah pesisir dan pantai dengan pemanfaatan yang cukup intensif. Kegiatan perikanan menjadi kegiatan dominan dan merupakan kegiatan subsektor pertanian terbesar yang mencapai lebih dari 40% (BPS Kabupaten Sidoarjo, 2013). Kegiatan perikanan di Kabupaten Sidoarjo yang terbesar adalah budidaya perikanan tambak dengan luas area budidaya mencapai 15.531,4 ha (BPS Kabupaten Sidoarjo, 2013). Budidaya perikanan tambak tersebut merupakan kegiatan potensial yang mampu mendukung perekonomian masyarakat pesisir Kabupaten Sidoarjo, hal ini terlihat dalam tabel produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2010-2012 Kabupaten Sidoarjo di sektor pertanian seperti disajika pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.1. Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2012 Kabupaten Sidoarjo Sektor Pertanian (Juta Rupiah) Sektor/Sub Sektor 2010 2011 2012 1. Pertanian/ Agriculture 1.737.549,86 1.912.093,96 2.104.986,16 1.1. Tanaman Bahan Makanan/ Farm 463.906,15 476.393,54 534.116,09 Food Crops 1.2. Tanaman Perkebunan/ Non 185.462,42 208.070,41 229.202,57 Food Crops 1.3. Peternakan dan Hasil-hasilnya/ 204.879,61 229.398,39 254.401,81 Livestock 1.4. Kehutanan/ Forestry 0,00 0,00 0,00 1.5. Perikanan/ Fishery 883.301,68 998.231,62 1.087.265,69 Sumber : Kabupaten Sidoarjo dalam Angka 2013 Gambar 1.1. Grafik Perbandingan PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2010-2012 Kabupaten Sidoarjo Sektor Pertanian (Sumber : BPS Kabupaten Sidoarjo, 2013)

Adanya budidaya perikanan tambak di wilayah pesisir dan pantai Kabuaten Sidoarjo ini tentu bernilai positif. Nilai positif ini dimaksudkan mampu mengembangkan usaha dan menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir Kabupaten Sidoarjo yang pada akhirnya dapat menunjang pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo. Namun demikian, tata kelola mengenai budidaya perikanan tambak di Kabupaten Sidoarjo masih belum spesifik. Perhatian pemerintah dalam budidaya perikanan tambak masyarakatnya masih belum komprehensif baik pada peraturan kabupaten mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 6 Tahun 2009 maupun peraturan-peraturan derivatifnya. Perkembangan wilayah pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu fenomena yang perlu dikaji. Fenomena ini terjadi dari waktu ke waktu di sepanjang garis pantai Sidoarjo yang menjadi bukti nyata dari adanya proses-proses geomorfik seperti proses sedimentasi yang intensif. Pengkajian perkembangan pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo ini perlu dilakukan sehingga pembangunan yang direncanakan tidak mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar (Sakka dkk., 2011). Hal ini dijelaskan pula oleh Dahuri dkk. (2004) yang mengatakan bahwa kegiatan pembangunan baik langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada perairan pesisir dan pantai sehingga untuk mengurangi dampak negatif yang terlalu besar perlu adanya pengkajian dan pengelolaan khusus terkait hal tersebut. Perkembangan pesisir dan pantai yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo berkaitan erat dengan eksistensi budidaya perikanan tambak di wilayah pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo. Pemantauan awal pada citra secara periodik cukup kuat menjadi bukti perkembangan pesisir dan pantainya, hal ini dijelaskan dalam penelitian sebelumnya seperti pada Salahuddin dkk. (2006), Hermawan (2008), Pahlevi dan Wiweka (2010), Atmodjo (2011), dan Muttaqin dkk. (2013). Budidaya

perikanan tambak ini perlu disesuaikan dengan intensifnya perkembangan pesisir dan pantai akibat adanya proses-proses geomorfik seperti proses sedimentasi pada hampir sepanjang wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo. Menimbang kedua permasalahan tersebut perlu adanya pengkajian ulang rencana tata ruang dan wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah rencana tata ruang dan wilayah Kabupaten Sidoarjo telah sesuai dengan kedua isu tersebut atau justru belum mengarah kepada keduanya. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka penulis beranggapan bahwa penelitian mengenai analisis perkembangan pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo dari tahun ke tahun dan eksistensi budidaya perikanan tambak untuk evaluasi rencana tata ruang wilayah khususnya wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo dengan batasan pengendapan material sedimen tanpa mengidentifikasi secara rinci asal sedimen yang terendapkan. Maka penulis memilih wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo sebagai daerah penelitian dengan judul EVALUASI PERKEMBANGAN WILAYAH PESISIR DAN PANTAI SERTA BUDIDAYA PERIKANAN TAMBAK TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN SIDOARJO. 1.2. Rumusan Masalah Perkembangan pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo akibat proses geomorfik seperti proses sedimentasi yang terjadi berpengaruh terhadap budidaya perikanan tambak. Adanya perkembangan pesisir dan pantai ini dapat menjadi ancaman ataupun menjadi potensi pengembangan budidaya perikanan tambak sebagai stimulan pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir Sidoarjo. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Salahuddin dkk. (2006), Hermawan (2008), Pahlevi dan Wiweka (2010), Atmodjo (2011) dan Muttaqin dkk. (2013) dengan lokasi dan/atau kajian penelitian yang

sama menyebutkan bahwa perkembangan pesisir dan pantai akibat sedimentasi yang terjadi seperti pada wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo memang terjadi cukup intensif. Dengan adanya kondisi tersebut, maka studi mengenai perkembangan pesisir dan pantai akibat adanya proses sedimentasi yang berimplikasi pula terhadap budidaya perikanan tambak Sidoarjo penting untuk dilakuakan. Hal ini disebabkan karena adanya kelompok besar masyarakat yang bergantung pada budidaya perikanan tambak di wilayah pesisir Kabuaten Sidoarjo. Pengaturan kerapatan histogram atau representasi grafis untuk distribusi warna dari citra digital atau menggambarkan penyebaran nilainilai intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu dalam sebuah citra yang bisa disebut dengan metode histrogram threshold dalam menentukan batas perairan dan daratan menjadi metode utama dalam penelitian ini. Hal ini tentu didukung dengan pengolahan saluran (band) pada citra yang tersedia untuk memperoleh rona mencolok pada kenampakan perairan dan daratan. Metode ini dirasa menjadi metode paling efektif daripada menggunakan metode digitasi manual. Metode ini lebih menekankan pada kemampuan perangkat lunak dalam memberikan kenampakan yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian terkait dengan kondisi pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo berikut dengan budidaya perikanan tambaknya. Terkait dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo? 2. Bagaimana pengaruh yang ditimbulkan dari adanya perkembangan pesisir dan pantai yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo terhadap budidaya perikanan tambak oleh masyarakat pesisir? 3. Seperti apa hubungan dan perbandingan antara perkembangan pesisir dan pantai dengan budidaya perikanan tambak yang terdapat di wilayah pesisir Sidoarjo?

4. Bagaimana kesesuaian perkembangan pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak terhadap RTRW pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo terkait dua permasalahan tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian dengan ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui perkembangan pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo tahun 2002 dan 2014. 2. Mengetahui perkembangan area budidaya perikanan tambak di pesisir Sidoarjo tahun 2002 dan 2014. 3. Mengetahui hubungan dan perbandingan perkembangan pesisir dan pantai dengan budidaya perikanan tambak Sidoarjo. 4. Mengevaluasi perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo tahun 2009-2029 khususnya di wilayah pesisir dan pantai. 1.4. Manfaat penelitian Penelitian dengan judul ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai pengembangan di bidang ilmu Geografi, terutama yang terfokus ke dalam kajian pesisir dan pantai. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai pengembangan dalam implementasi sistem informasi geografi dalam bentuk penginderaan jauh. 2. Bagi instansi pemerintah, penelitian ini memiliki manfaat sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, terutama untuk penyusunan atau evaluasi penataan ruang di wilayah pesisir dan pantainya. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Wilayah Pesisir

Pesisir merupakan suatu wilayah bagian dari wilayah kepesisiran yang mencakup wilayah daratan yang dibatasi oleh pantai sebagai batas terluar menuju ke arah laut (Sunarto, 2001). Thurman (1972) dalam Sunarto (2001) menambahkan bahwa batas ke arah daratan untuk wilayah pesisir adalah sejauh pengaruh laut terlihat yang dapat dibuktikan dari bentuklahan yang ada. Gambar 1.2 lebih dapat menjelaskan untuk batas wilayah pesisir. Gambar 1.2. Batas wilayah pesisir, pantai dan laut (Sunarto, 2001) Wilayah pesisir merupakan wilayah dengan proses geomorfik yang kompleks, salah satu proses geomorfik yang terjadi adalah proses sedimentasi (Muttaqin dkk. 2013). Penjelasan mengenai pesisir menurut Sutikno (1993) apabila disesuaikan dengan wilayah pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo maka dapat dikatakan bahwa wilayah pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo mengalami proses kontruksional yang merupakan proses pembentukan lahan baru di wilayah pesisir itu sendiri, pembentukan lahan baru ini dalam arti lain adalah adanya perkembangan daratan. Wilayah pesisir Sidoarjo merupakan wilayah pesisir dengan pengembangan sektor ekonomi yang cukup intensif yaitu dominasi budidaya perikanan tambak, hal ini sebagaimana

diungkapkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep. 32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan yang salah satunya adalah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Bappeda Kabupaten Sidoarjo, 2014) dengan komoditas unggulan bandeng dan udang sebagai hasil dari kegiatan budidaya perikanan tambak (Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, 2012). Berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah (1998) memberikan kebijakan terkait pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir yang harus diterapkan antara lain : 1. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, 2. meningkatkan peran serta masyarakat pesisir dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan, 3. memasyarakatkan pembangunan masyarakat pesisir yang berwawasan lingkungan yang diikuti oleh peningkatan pendapatan. Pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir ini tidak terlepas dari Undang-udang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 1.5.2. Pantai Pantai merupakan suatu wilayah yang diukur dari pasang tertinggi dan surut terendah (Triatmodjo, 1999). Pengertian lain mengenai pantai menurut Sandy (1996) adalah bagian dari muka

bumi dan muka air laut rata-rata terendah sampai muka air laut rata rata tertinggi Pratikto (2004). Menjelaskan beberapa tipe pantai berdasarkan paparan (shelf) dan perairan, diantaranya : a. Pantai Paparan Pantai paparan merupakan jenis pantai dengan dominasi proses sedimentasi daripada proses erosi. Karakteristik dari pantai paparan adalah : i. Muara yang membentuk delta dengan air yang keruh dan tersusun atas lumpur dengan proses sedimentasui. ii. Pantai dengan kemiringan landai dan perubahan kemiringan kea rah laut yang bersifat gradual dan teratur. b. Pantai Samudera Pantai samudera berbanding terbalik dengan pantai paparan yang memiliki proses dominan adalah sedimentasi, sedangkan pantai samudera adalah jenis pantai dengan proses dominan adalah proses erosi. i. Muara sungai berada pada teluk dan delta tidak berkembang serta memiliki air yang jernih. ii. Kedalaman pantai ke arah laut mendadak curam. c. Pantai Pulau Pantai pulau adalah pantai yang mengelilingi pulau kecil. Umumnya terbentuk oleh material endapan. 1.5.3. Budidaya Perikanan Tambak Istilah budidaya dalam padanan kata budidaya perikanan tambak adalah sebuah kata yang memiliki arti dekat dengan upaya intervensi dalam proses pemeliharan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian pakan, perlindungan terhadap pemangsa (predator), pencegahan terhadap serangan penyakit dan sebagainya (Pusat Riset

Perikanan Budidaya, 2001). Budidaya yang dimaksud dapat dilakukan di berbagai lingkungan perairan, diantaranya lingkungan air payau, air tawar ataupun air laut. Istilah usaha perikanan secara umum dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ikan serta lingkungan dengan menambahkan masukan energi, materi dan teknologi dan/atau unsur lainnya, dengan tujuan untuk memanen biomassa hidup dan kehidupan manusia (Anggoro, 2001 dalam Kisworo, 2007). 1.5.4. Aspek Tata Ruang Aspek tata ruang secara nasional di atur dalam Undangundang No. 26 Tahun 2007. Muta ali (2000) menjelaskan bahwa ruang merupakan suatu wadah kehidupan baik daratan, lautan maupun udara dengan segala sesuatu (sumberdaya) di dalamnya (melekat) sebagai satu kesatuan wilayah. Istilah ruang dalam padanan kata tata ruang yang tertera dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara dalam satu kesatuan sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Aspek tata ruang seperti yang dijelaskan dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 mencakup perencanaan, pengendalian dan pemanfaatan. Undang-undang No. 26 Tahun 2008 dalam pasal 1 ayat (1) menjelaskan bhwa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Negara. Terkait dengan lokasi penelitian, peraturan perundangundangan mengenai RTRW dirumuskan oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 6 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kapupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029.

1.5.5. Tata Ruang Wilayah Pesisir Tata ruang pesisir merupakan bentuk dari akulturasi Undang-undang No. 26 Tahun 2007 dan Undang-undang No. 27 tahun 2007. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 dalam pasal 61 menjelaskan bahwa dalam pemanfaatan ruang, setiap orang berkewajiban dalam memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Status kepemilikan umum ini dijelaskan salah satunya adalah kawasan pesisir. Penjelasan lain dalam Undang-undang No. 27 Tahun 2007 pada pasal 9 ayat (2) bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP- 3-K) diserasikan, diselaraskan dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Peraturan derivatif dari Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk Kabupaten Sidoarjo diatur dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2009 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029 pasal 11 yang salah satunya membahas mengenai kebijakan penetapan fungsi kawasan pesisir dan pada pasal 12 mengenai strategi penataan ruang wilayah salah satunya penetapan fungsi kawasan pesisir. Kebijakan dan strategi pengelolaan wilayah pesisir kemudian dikerucutkan pada pasal 19 yang menjelaskan bahwa arah pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Sidoarjo diprioritaskan pada pengembangan potensi ekonomi pesisir, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mempertahankan fungsi kawasan. Strategi penataan yang dimaksudkan adalah pengembangan kawasan pulau-pulau kecil di ekitar perairan

Kabupaten Sidoarjo dan pengembangan kawasan pesisir pantai timur Kabupaten Sidoarjo. Lain halnya pada Pasal 24 yang menjelaskan pasal 23 bahwasanya orde perkotaan salah satunya meliputi kawasan pesisir. Kemudian dalam pasal 24 ayat 3 dijelaskan bahwa wilayah pesisir di Kecmatan Sedati, Kecamatan Buduran, Kecamatan Sidoarjo, Kecamatan Candi, Kecamatan Porong, Kecamatan Tanggulangin dan Kecamatan Jabon menjadi Sub Satuan Wilayah Pembangunan V dengan pusat pertumbuhan yang berada di wilayah Kecamatan Candi. Pada pasal 79 dijelaskan bahwa kawasan strategis pesisir direncanakan akan dikembangkan di Kecamatan Sedati dan Kecamatan Waru dengan pengembangan yang berbasis ekologi. Selanjutnya pengembangan lain di kawasan pesisir Kabupaten Sidoarjo antara lain pariwisata (pasal 80 dan pasal 93) dengan fasilitas pelabuhan rakyat (pasal 91 dan pasal 97) dan tempat pelelangan ikan (pasal 97). 1.6. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai perkembangan wilayah pesisir dan pantai di Indonesia akibat adanya proses sedimentasi telah beberapa kali dilakukan. Hal ini karena memang wilayah pesisir dan pantai memiliki proses geomorfik yang kompleks dan menarik untuk dikaji. Selain dari adanya fakta bahwa memang wilayah Indonesia didominasi oleh wilayah pesisir dan pantai. Penelitian mengenai evaluasi perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo ini pada awalnya mengacu pada beberapa penelitian yang digunakan untuk gambaran awal diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Salahuddin dkk. (2006), Hermawan (2008), Pahlevi dan Wiweka (2010), Sakka dkk. (2011), Atmodjo (2011) dan Muttaqin, Trihatmoko dan Fitriani. (2013).

Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang menjadi gambaran awal terletak pada tujuan, metode dan hasil yang di peroleh. Penelitian mengenai evaluasi perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo ini memiliki tujuan secara garis besar untuk mengevaluasi perkembangan wilayah pesisir dan pantai terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo dengan metode utama histogram threshold dan hasil yang menitikberatkan pada peta evaluasi perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan untuk penelitian lain yang digunakan sebagai acuan awal memiliki rincian sebagaimana Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Penelitian Sebelumnya No. Penelitian Tujuan Utama Metode Hasil Peta sebaran sedimentasi `1. Salahuddin dkk. (2006), Interpretasi visual citra Landsat wilayah pesisir Jawa Timur Inventarisasi sumberdaya Tinjauan Umum Dinamika TM-7 tahun 2000 dengan false untuk kaitannya dengan non-hayati Pesisir Jawa Timur color 547 (tataguna lahan) Inventarisasi sumberdaya nonhayati 2. interpretasi visual citra satelit : Hermawan (2008), The Landsatt hasil perekaman 29 Juli Kajian akresi dan abrasi Developmet of Porong 1975, 17 Agustus 1994, 17 Agustus muara Porong Estuary 2004, 19 Mei 2002 dan citra Data luasan akreasi dan abrasi Quickbird perekaman 25 April 2008 3. Pahlevi dan Wiweka (2010), Perhitungan Digital Number (DN) Analisa Sedimentasi Di Mengetahui perubahan dan algoritma Jing Li (2008) yang Muara Kali Porong Akibat daratan serta potensi didasarkan pada nilai reflektan yang Pembuangan Lumpur endapan sedimen digunakan untuk algoritma Lemigas Lapindo Menggunakan Data (1997) Citra Satelit Aster Data algoritma Lemigas

Lanjutan Tabel 1.2 Sakka dkk. (2011), Studi Menghitung angkutan 4. Perubahan Garis Pantai Di Delta Sungai Jeneberang, sedimen keluar dan masuk di Delta Sungai Perhitungan empiris debit sedimen Dominasi arah sedimentasi Makassar Jeneberang, Makassar 5. Atmodjo (2011), Studi Penyebaran Sedimen Tersuspensi di Muara Sungai Porong Kabupaten Pasuruan mengetahui penyebaran sedimen tersuspensi di perairan muara Sungai Porong. Running model permodelan menggunakan perangkat lunak SMS (Surface Water Modelling System) Konsentrasi sebaran sedimen tersuspensi Melakukan identifikasi Muttaqin, Trihatmoko dan dan pengukuran Fitriani. (2013), Studi perkembangan Delta 6. Pendahuluan Dinamika Wilayah Kepesisiran di Muara Delta Porong Porong setelah erupsi mud-volcano pada Tahun 2006 dan profiling untuk Perhitungan digital number (DN) pada citra dan operasi masking Peta dinamika Delta Porong tahun 2002-2013 setelah Erupsi Mud-Volcano mengetahui perubahan Sidoarjo Tahun 2006 topografi dasar laut di wilayah Delta Porong

1.7. Kerangka Pemikiran Variabel utama sebagai variabel independen yang diangkat dalam penelitian ini adalah adanya perkembangan pesisir dan pantai akibat adanya proses-proses geomorfik seperti halnya proses sedimentasi di wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo. Analisis hanya sebatas pada akhir proses deposisional sedimen, sehingga tidak memperhitungkan darimana material sedimen berasal ataupun fluktuasi angkutan sedimen. Perkembangan pesisir dan pantai ini memberikan pengaruh terhadap budidaya perikanan tambak Kabupaten Sidoarjo, komponen ini menjadi variabel pendukung atau sebagai variabel dependen. Perkembangan wilayah dua variabel ini kemudian dicocokkan dengan RTRW Kabupaten Sidoarjo yang berlaku. Salah satu metode yang dapat merepresentasikan hubungan variabel-variabel yaang diangkat dalam penelitian ini adalah metode histogram threshold yang menekankan pada pengolahan histogram pada suatu citra. Metode ini dimaksudkan untuk mengetahui batas antara daratan dan perairan secara otomatis dengan penonjolan warna tertentu pada citra, sehingga proses identifikasi lebih mudah dan akurat daripada hanya dengan melakukan digitasi manual dengan risiko kesalahan yang lebih besar. Hasil dari identifikasi citra adalah perolehan luas perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak. Tahap selanjutnya adalah menganalisis hubungan dan perbandingan kedua variabel tersebut. Adanya Perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak yang terjadi dari tahun kajian akan memberikan beberapa alternatif masukan terhadap daerah kajian terkait rencana tata ruang wilayah yang ada. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran 1.8. Batasan Penelitian Batasan penelitian bertujuan untuk memberikan batasan dalam kegiatan penelitian yang dilakukan terkait dengan objek penelitian dan analisis penelitian. Penyusunan batasan penelitian didasarkan pada teori dan telaah pustaka yang ada. Batasan penelitian yang digunakan antaralain : a. daerah penelitian meliputi wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo. b. unit analisis adalah bentuklahan pesisir dan pantai di Kabupaten Sidoarjo c. komponen yang dianalisis adalah perkembangan pesisir dan pantai akibat proses sedimentasi dan budidaya perikanan tambak di wilayah pesisir dan pantai Kabupaten Sidoarjo.

d. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sidoarjo digunakan untuk mengevaluasi perkembangan wilayah pesisir dan pantai serta budidaya perikanan tambak. 1.9. Batasan Istilah Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah bagian dari wilayah kepesisiran yang mencakup wilayah daratan yang dibatasi oleh pantai sebagai batas terluar menuju ke arah laut (Sunarto, 2001). Thurman dalam Sunarto (2001) menambahkan bahwa batas ke arah daratan untuk wilayah pesisir adalah sejauh pengaruh laut terlihat yang dapat dibuktikan dari bentuklahan yang ada. Pantai merupakan suatu wilayah yang diukur dari pasang tertinggi dan surut terendah (Triatmodjo, 1999) Perkembangan Wilayah Pesisir dan Pantai adalah perkembangan akibat proses-proses geomorfik yang menyebabkan wilayah pesisir dan pantai mengalami perubahan luasan wilayah, seperti adanya proses sedimentasi. Budidaya perikanan tambak merupakan upaya intervensi dalam proses pemeliharan untuk meningkatkan produksi, seperti penebaran yang teratur, pemberian pakan, perlindungan terhadap pemangsa (predator), pencegahan terhadap serangan penyakit dan sebagainya untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ikan serta lingkungan dengan menambahkan masukan energi, materi dan teknologi dan/atau unsur lainnya, dengan tujuan untuk memanen biomassa hidup dan kehidupan manusia (Pusat Riset Periakanan Budidaya, 2001 dan Sutrisno Anggoro, 2001 dalam Kisworo, Yulius, 2007). Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah (Undang-undang No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).