BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki lebih dari pulau dengan panjang garis pantai sekitar lebih dari km (Dishidros,2006). Garis pantai yang panjang menunjukkan bahwa banyak aktivitas yang terjadi di wilayah kepesisiran, baik secara bio-geofisik maupun secara sosial ekonomi. Wilayah kepesisiran pada umumnya merupakan wilayah yang kaya akan sumberdaya hayati dan sangat potensial untuk dikembangkan dengan berbagai aktivitas budaya, industri, pariwisata dan jasa yang dapat menunjang perekonomian nasional (Mardiatno dan Mutaqin, 2011). Namun di sisi lain, daerah kepesisiran merupakan daerah yang dinamis. Berbagai proses geomorfik dapat terjadi didalamnya hingga penggunaan lahan yang sangat kompleks. Proses geomorfik yang terjadi didalamnya dapat berupa erosi, sedimentasi, dan penurunan muka air tanah, secara tidak langsung adanya proses geomorfik tersebut juga akan mempengaruhi proses perubahan pengggunaan lahan yang telah terbentuk. Gambaran kerusakan daerah pantai secara sekilas di Indonesia yang ditunjukkan dalam laporan Proyek Pengamanan Pantai Pusat. Direktorat Sungai Departemen PU 1990 pada Lampiran 1 menunjukkan adanya kerusakan yang timbul pada daerah/wilayah pantai diakibatkan oleh adanya rekayasa manusia terhadap daerah pantai itu sendiri (Pratikto dkk, 1997). Hal ini merupakan implikasi logis akibat adanya pertumbuhan dan kebutuhan akan ruang. Keterdapatan muara dan pantai tidak dapat dipisahkan. Muara merupakan bagian dari pantai, oleh sebab itu aktivitas pantai secara tidak langung telah mempengaruhi kondisi muara sungai. Permasalahan yang banyak dijumpai dimuara sungai adalah pendangkalan/penutupan mulut sungai oleh sedimen pasir yang terutama berasal dari laut (Triatmodjo, 1999) Daerah penelitian yang akan dilakukan merupakan wilayah kepesisiran yang berada ditimur pulau jawa yaitu pesisir sidoarjo. Berdasarkan penelitian 1

2 puslitbang geologi kelautan di perairan Selat Madura pada tahun 1995, menyebutkan bahwa kondisi perairan selat Madura mempunyai bentuk fisiografi yang landai, dengan kedalaman yang semakin dalam ke arah timur. Dasar laut perairan Selat Madura ditutupi oleh lumpur lanauan dan lumpur pasiran dengan ketebalan berkisar antara cm pada masa Holocen (Salahudin, 2006). Adanya peristiwa semburan mud-volcano pada tahun 2006 turut mengubah kondisi kepesisiran. Berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 2007 beserta dengan perubahan-perubahannya disebutkan bahwa luapan lumpur Lapindo harus dialirkan ke laut melalui Kali Porong. Hal ini yang mendasari penelitian untuk dilakukan agar dapat diketahui dinamika perubahan pesisir Sidoarjo saat sebelum munculnya lumpur hingga setelah luapan lumpur dialirkan ke laut. Daerah pesisir selalu mengalami dinamika perubahan yang kompleks terlebih pesisir Sidoarjo. Aliran lumpur yang melewati Kali Porong dan endapan material yang terdeposisi pada muara sungai turut mempengaruhi kondisi ekosistem daerah sekitar. Muara sungai sering disebut dengan river mouth atau dengan outlet yang merupakan tempat pertemuan antara sungai dengan cekungan (basin) yang berupa laut atau tubuh air lainnya, seperti danau atau goba (lagoon), yang berukuran jauh lebih besar dari sungai tersebut (Ongkosongo, 2010). Muara sungai sangat berpengaruh terhadap kondisi material lumpur yang terdeposisi yang juga dipengaruhi oleh aktivitas dari arus laut. Arus laut mempengaruhi sebaran suspensi dari sungai. Arah sebaran cenderung mengarah searah dengan arus laut (Ongkosongo, 2010). Arus laut adalah gerakan horizontal massa air laut yang disebabkan oleh gaya penggerak yang bekerja pada air laut seperti stress angin, gradient tekanan (timbul akibat gradient densitas horizontal, pengaruh angin, dan gradient tekanan atmosfer), gelombang laut dan pasang surut (pasut) (Hadi dan Radjawane, 2009). Proses sedimentasi akibat adanya pengendapan material lumpur memunculkan adanya pembentukan delta pada muara kali porong, sehingga mampu mempengaruhi aktivitas ekosistem di wilayah pesisir Porong Sidoarjo. Karakteristik lumpur sidoarjo yang tidak mudah membeku seperti semen (Harnanto, 2011) serta perkembangan citra tahun 2012 menunjukkan 2

3 perkembangan arus laut kearah selatan, sehingga mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sebagai ekosistem mangrove di daerah utara maupun penggunaan lahan berupa persawahan di wilayah pesisir Sidoarjo. Sedimentasi mampu mempengaruhi pendangkalan pada muara. sehingga perlu di lakukan kajian terhadap karakteristik jenis sedimen yang terdeposisi dipengaruhi oleh arus serta jenis gelombang. Penelitian tentang dinamika perubahan penggunaan lahan sebelum dan sesudah adanya peristiwa semburan mud-volcano perlu dilakukan sebagai upaya pengelolan daerah pesisir agar ekosistem wilayah kepesisiran tetap lestari, serta sebagai sarana penentu kebijakan pengelolaan daerah kepesisiran. Pentingnya keberadaan ekosistem mangrove di pesisir menjadikan kajian menarik untuk diteliti sebagai langkah upaya perlindungan ekosistem sekitar pesisir terlebih ekosistem mangrove pada daerah pesisir seperti di Sidoarjo yang perkembangannya cukup signifikan. Kondisi perairan tenang mendukung terbentuknya mangrove manjadikan daerah ini sangat berpotensi sebagai wilayah pembudidayaan mangrove. Adanya berbagai pasokan material sedimen dari sungai Porong dapat mempengaruhi karakteristik jenis dan kerapatan mangrove. 1.2 Rumusan Masalah Daerah kepesisiran memiliki masalah yang cukup kompleks dalam perkembangannya, terlebih pesisir Porong Sidoarjo. Adanya peristiwa semburan mud-volcano telah memberikan warna tersendiri dalam dinamika kepesisisran daerah tersebut. Kondisi muara sungai serta perairan yang landai semakin dalam ke arah timur turut mempengaruhi perkembangan proses sedimentasi dari material lumpur yang di buang menuju laut, sehingga hal ini mampu mempengaruhi ekosistem di sekitar pesisir. Perkembangan delta lumpur di sekitar pesisir Porong selalu mengalami perkembangan setiap tahunnya yang berimplikasi pada perkembangan ekosistem mangrove di bagian utara dari pesisir Porong. kondisi arus laut pada perairan Selat Madura juga turut mempengaruhi perkembangan perubahan penggunaan lahan pesisir. 3

4 Berdasarkan permasalahan yang telah terkaji tersebut, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: 1. bagaimana karakteristik sedimen di Muara sungai Porong? 2. bagaimana kondisi pesisir Porong Sidoarjo sebelum dan sesudah peristiwa lumpur Sidoarjo terkait dengan penggunaan lahan wilayah kepesisisran? 3. bagaimana pengaruh morfodinamika muara sungai Porong terhadap karakter ekosistem mangrove? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jenis sedimen yang terdeposisi pada perairan porong dipengaruhi arus dan gelombang laut. 2. Mengetahui perkembangan dinamika dan pertumbuhan sedimen di pesisir Sidoarjo 3. Mengetahui hubungan morfodinamika muara sungai porong terhadap perkembangan ekosistem mangrove 1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai analisis dinamika batimetri perairan Porong Sidoarjo sebelum dan sesudah terjadinya mud-volcano. 2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai prediksi perkembangan dari sedimentasi mud-volcano. 3. Sebagai penentu kebijakan pengelolaan wilayah pesisir terhadap kualitas ekosistem perairan yang sesuai. 4

5 1.5 Tinjauan Pustaka Muara dan pesisir Gambar 1.1 Definisi Pantai (Triatmodjo, 1999) Muara sungai, pesisir dan pantai merupakan satu kesatuan yang dinamis pada bentukanlahan marin. Pantai merupakan perairan yang pada daerah tersebut masih terpengaruh baik oleh aktifitas darat maupun marin. Pantai merupakan daerah ditepi perairan (laut atau danau) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi. Pesisir merupakan daerah darat yang berada di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Daerah pantai selalu mengalami perkembangan terlebih adanya aktivitas muara sungai Porong yang menjadi muara aliran mud-volcano, sehingga daerah Sempadan pantai yang merupakan daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai perlu diperhatikan terlebih ekosistem mangrove dan tambak dalam perkembangan daerah pesisir. (Pratikno dkk, 1997) Proses yang terjadi pada bagian muara sungai dan terbentuknya delta sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas perairan. Muara sungai dalam buku ongkosongo Kuala,Muara Sungai,dan Delta, 2010 merupakan daerah pertemuan antara sungai dengan cekungan (basin) yang berupa laut atau tubuh air lainnya, seperti danau dan goba (lagoon) yang berukuran jauh lebih besar dari sungai tersebut. sehingga bentuk morfologi daerah perairan yang semakin rendah menuju ke arah laut menjadikan dinamika muara sungai dan delta yang merupakan fungsi dari dinamika bentangalam (landscape) dan bentuklahan (landform) yang merupakan bentukan sistem energi yang berperan dari berbagai arah (darat, laut, udara, bawah permukaan) dan terus menerus mempengaruhinya. 5

6 1.5.2 Sedimentasi Muara sungai dan delta berkaitan erat dengan terbentuknya sedimen. Sedimen yang terdeposisi merupakan kikisan dari material batuan ataupun material lainnya seperti tanah yang terangkut oleh aliran air. Jenis sedimen yang terendapkan pada dasar laut terdiri atas tiga macam seperti berikut ini: 1. Sedimen lithogenous yang merupakan pembentuk utama sedimen dasar samudera. Sedimen terbentuk dari proses kimia maupun mekanik dari batuan. Sedimen ini biasanya dibawa ke laut oleh aliran sungai, limpasan air, atau oleh angin. 2. Sedimen Biogenous merupakan sedimen yang terbentuk dari hewan dan tanaman kecil di laut. Partikel-partikel halus pembentuk sedimen dinamakan Ooze yang mengendap pada daerah yang letaknya jauh dari pantai. Sedimen yang terbentuk dibedakan menjadi dua macam yaitu Siliceous Ooze dan Calcareous Ooze yang tergantung dari mana asal serta bahan yang telah tercampur dalam rangka atau kulit hewan dan tanaman tersebut. 3. Sedimen Hydrogenous merupakan sedimen yang terbentuk dari proses kimia yang terjadi dalam air laut. Jenis logam seperti tembaga, cobalt, dan nikel terdapat pada sedimen tersebut dan upaya pengendapan material cukup lama. (Black, 1986) Sedimen terbentuk di daerah pantai dipengaruhi oleh arus dan bentuk gelombang yang menyebabkan perbedaan kecepatan, sehingga memberikan bentukan yang berbeda pada sedimen yang terdeposisi. Batimetri pesisir juga berpengaruh terhadap transpor sedimen. Kedalaman pesisir berpengaruh terhadap banyaknya sedimen yang mampu terdeposisi. Pada beberapa daerah yang dilintasi gelombang dan arus memiliki perilaku yang berbeda-beda. Zona yang dilintasi gelombang tersebut adalah offshore zone, surf zone, dan swash zone. Karakteristik gelombang di surf zone dan swash zone adalah yang paling penting di dalam analisis proses pantai. Arus sangat bergantung pada arah datang gelombang (Triatmodjo, 1999). Sedimen di daerah pantai berpindah di antara dua area yaitu dasar laut dan sekitar zona pantai, material sedimen berasal dari rombakan erosi 6

7 tebing, erosi sungai maupun erosi yang terjadi di dasar laut. Erosi tebing terbentuk akibat adanya kenaikan muka laut sehingga mengikis tebing, sedangkan erosi dasar laut disebabkan adanya proses glacial sehingga mempengaruhi kondisi dasar laut. Erosi sungai berupa partikel yang terkikis oleh aliran sungai.(pethick,1984) Erosi Tebing Erosi Sungai Erosi Dasar Laut Pasang surut air laut Material terbawa oleh perubahan ketinggian muka air laut Material terbawa oleh proses glasial Sedimen di pantai saat ini Gambar 1.2 Proses terjadinya sedimen di Pantai (Pethick,1984) Pada daerah porong sidoarjo sedimen yang terbentuk tidak hanya material pasir namun material lumpur akibat semburan mud-volcano yang dibuang kelaut yang berdasarkan BAPEL-BPLS (2011) secara fisik karakteristik lumpur Sidoarjo merupakan partikel lumpur yang tidak saling melekat, sehingga masih memiliki rongga antarpartikel. Ruang antarpartikel ini mampu dilalui air yang menjadikan lumpur susah untuk melekat namun lumpur mudah dipindahkan. Secara kimia, karakteristik lumpur memiliki kandungan CaO yang sangat rendah dan SiO 2 yang relatif tinggi sehingga lumpur tidak mudah melekat seperti semen Arus dan Gelombang Perkembangan sedimen di muara sungai tidak terlepas dari pengaruh faktor eksternal diantaranya arus pergerakan air dan gelombang yang dipengaruhi oleh angin. Muara sungai merupakan pertemuan massa air dari aliran sungai dengan massa air yang lebih besar dan luas yaitu laut sehingga memunculkan energi percampuran yang menyebabkan terjadinya arus. Adanya proses meteorologis hingga proses morfodinamik memberikan karakteristik tersendiri untuk dinamika muara sungai. Sirkulasi massa air laut dan lautan sangat mempengaruhi karakteristik perairan muara (Ongkosongo, 2010). 7

8 Aktivitas sedimentasi yang efektif akan memunculkan delta pada daerah perairan. aktifitas ini selain dipengaruhi oleh arus juga dipengaruhi angin yang akan memunculkan gelombang. Gelombang laut terbentuk sesuai dengan kecepatan angin (wind speed), arah angin (wind direction), lama tiupan angin (duration) dan panjang ruang bebas angin bertiup (fetch) (Ongkosongo,2010). Semakin besar angin yang terbentuk maka akan semakin besar gelombang yang terbentuk dan akan memengaruhi terbentuknya delta Ekosistem Mangrove Ekosistem yang berkembang pada zona pertemuan antara darat dengan laut merupakan ekosistem khusus yang mampu bertahan pada kondisi payau yaitu percampuran antara air tawar dengan air laut. Zona percampuran ini menjadi zona lahan basah sebagai ekosistem tanaman mangrove yang dapat tumbuh pada daerah dengan kadar salinitas yang relatip tinggi serta terletak pada daerah zona pasang surut. Lahan basah selalu berada pada garis terdepan lautan dan hampir selalu ada pada setiap zona pertemuan darat dan laut di seluruh benua dengan kondisi perairan yang relatif tenang atau memiliki energi yang rendah (Fery and Basan, 1984). Daerah pertemuan muara dan laut merupakan zona sedimentasi dengan aktivitas perairan yang tenang, sehingga aktivitas sortasi material sedimen banyak terjadi di daerah tersebut. Material yang berat akan terdeposisi, sedangkan material halus seperti lumpur masih dapat bergerak. Oleh sebab itu, material yang belum terdeposisi menjadi habitat yang cocok untuk perkembangan ekosistem mangrove. Perkembangan ekosistem mangrove baik sebagai upaya pengelolaan wilayah pesisir secara alami. Fungsi dari ekosistem mangrove sebagai pencegah erosi pantai juga berfungsi sebagai pelindung biota yang ada di sekitar perairan payau seperti fitoplankton maupun zooplankton. Konversi hutan mangrove untuk pertambakan sangat berpengaruh terhadap kestabilan pantai dan mampu menimbulkan erosi yang berkepanjangan (Ongkosongo, 2010). Adanya ekosistem mangrove sebagai pengkokoh sedimen dari pengaruh erosi sehingga tidak memunculkan permasalahan baru seperti kemunduran garis pantai. Kondisi 8

9 perakaran yang selalu aktif tergenang menjadi permasalah baru ketika kondisi perairan telah berubah seperti banyaknya kandungan sedimen yang tersuspensi. Adanya sedimen mampu menutup lentisel pada batang maupun akar tanaman mangrove yang menjadi kunci utama keberlangsungan hidup tanaman mangrove. Perlu adanya upaya pengurangan sedimen tersuspensi dalam perairan. Kawasan tambak merupakan salah satu pemanfaatan wilayah pantai selain mangrove. Dampak konversi lahan kearah tambak akan meningkatkan sedimentasi yang berimbas pada pendangkalan perairan. 9

10 1.6 Peneliti Sebelumnya NAMA DAN JUDUL PENELITIAN Yermia Riezky Santiago (2009) JUDUL PENELITIAN TUJUAN METODE HASIL kajian sebaran ukuran butir sedimen dan salinitas di ekosistem hutan mangrove segara anakan, Cilacap, Jawa Tengah 1. mempelajari kondisi lingkungan ekosistem hutan mangrove Segaraanakan meliputi bentuklahan, temperatur udara, dan pasang surut air laut 2. mempelajari sebaran morfometri ukuran butir dan menentukan lingkungan pengendapan sedimen di ekosistem mangrove Segaraanakan 3. mempelajari sebaran nilai salinitas (air dan sedimen) di ekosistem mangrove Segaraanakan metode survey deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan metode survei lapangan maupun survei instansional. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan keterkaitan antara kondisi lingkungan, sebaran ukuran butir sedimen, dan salinitas dengan terbentuknya formasi mangrove di segara anakan. metode areal sampling uji laboratorium, uji statistik ukuran butir sedimen, analisa grafis, analisa spasial, analisis deskriptif 1. bentuklahan di ekosistem mangrove Segaraanakan merupakan rataan lumpur tak bervegetasi dan rataan lumpur bervegetasi. Daerah penelitian selalu tertutupi genangan air laut. Temperatur suhu di daerah kajian sesuai dengan syarat tumbuh mangrove. 2. sedimen yang ditemukan di ekosistem mangrove Segaraanakan berukuran lempung sampai debu sedang. Lingkungan pengendapan berada pada lingkungan fluvial 3. nilai salinitas air dan sedimen cenderung lebih rendah di bagian barat dibanding bagian timur disebabkan oleh suplai air tawar yang besar dibagian barat dan suplai air laut yang besar dibagian timur. Pengukuran di lakukan pada bulan Februari 2008 (musim 10

11 NAMA DAN JUDUL PENELITIAN Undang Hernawan (2008) Warsito Atmodjo (2011) JUDUL PENELITIAN TUJUAN METODE HASIL The Development of Porong Estuary Studi penyebaran sedimen Tersuspensi di Muara Sungai porong Kabupaten Pasuruan 4. mempelajari keterkaitan karakteristik ukuran butir dan salinitas (air dan sedimen) terhadap formasi mangrove di segaraanakan. 1. mengetahui adanya akresi atau abrasi pada daerah sekitar muara Porong 2. mengetahui perkembangan luasan muara Porong Sidoarjo tahun mengetahui penyebaran sedimen tersuspensi di perairan muara Sungai Porong menggunakan interpretasi citra, dengan citra multitemporal Landsat tahun 1975, 1994, 2000 dan Qickbird tahun menggunakan metode deskriptif, pengukuran terhadap arus selama 26 jam 2. Permodelan menggunakan software SMS (Surface Water Modelling System) penghujan) menunjukkan salinitas yang rendah pada daerah barat ke tengah akibat banjir pada daerah hulu. 4. sebaran morfometri ukuran butir sedimen tidak memiliki keterkaitan dengan sebaran fomasi mngrove karena rentang ukuran butir sedimen yang kecil dan tidak ada formasi mangrove yang terkait dengan morfometri ukuran butir tertentu. 1. Terjadi perubahan antara tahun pada estuari Porong yaitu adanya akresi pada daerah utara muara dan abrasi pada daerah selatan muara Porong. 2. antara tahun terjadi akresi sebesar 45,22 ha/th dan abrasi 6,802 ha/th 1. kecepatan angin dilakukan melalui modeling saat purnama mencapai 0,270 m/s dan kecepatan arus saat perbani mencapai 0,080 m/s dengan arah mengikuti garis pantai. 2. simulasi sebaran konsentrasi sedimen terssuspensi selama 15 hari 11

12 NAMA DAN JUDUL PENELITIAN Ajeng Kumala Nur Fitriani (2015) JUDUL PENELITIAN TUJUAN METODE HASIL Kajian karakteristik Sedimen di Muara Sungai Porong, Sidoarjo Terhadap Perkembangan Ekosistem Mangrove 1. Mengetahui jenis sedimen yang terdeposisi pada perairan porong dipengaruhi arus dan gelombang 2. Mengetahui perkembangan dinamika dan pertumbuhan sediemen di pesisir Sidoarjo 3. Mengetahui hubungan morfodinamika muara Sungai Porong terhadap perkembangan ekosistem mangrove metode yang digunakan adalah metode purposive sampling dengan menguji jenis sedimen yang berada pada muara dan pesisir Sidoarjo akibat adanya pembuangan mud-volcano menggunakan citra landsat untuk mengetahui perkembangan dari vegetasi mangrove dan sedimentasi yang terbentuk selama tahun memperlihatkan konsentrasi sedimen tersuspensi berkisar antara 3,803 mg/l-240,448 mg/l dengan orientasi arah dominasi ke tenggara 12

13 1.7 Kerangka Pemikiran Lumpur Sungai Sedimentasi Arah dan Sebaran Arus, Gelombang, dan Pasang Surut dimuara Zonasi sebaran sedimen Pertumbuhan Mangrove Di utara dan selatan muara sungai Karakteristik Sedimen Di utara dan selatan muara sungai Perkembangan Ekosistem mangrove Gambar 1.3 Kerangka pemikiran 13

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir (coast) dan pantai (shore) merupakan bagian dari wilayah kepesisiran (Gunawan et al. 2005). Sedangkan menurut Kodoatie (2010) pesisir (coast) dan pantai (shore)

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo 09.02.4.0011 PROGRAM STUDI / JURUSAN OSEANOGRAFI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA 2012 0 BAB

Lebih terperinci

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU 1) oleh: Devy Yolanda Putri 1), Rifardi 2) Alumni Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 2) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi) Mario P. Suhana * * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Email: msdciyoo@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum pantai didefenisikan sebagai daerah di tepi perairan (laut) sebatas antara surut terendah dengan pasang tertinggi, sedangkan daerah pesisir adalah daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pantai adalah suatu wilayah yang mengalami kontak langsung dengan aktivitas manusia dan kontak dengan fenomena alam terutama yang berasal dari laut. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan transisi ekosistem terestrial dan laut yang ditandai oleh gradien perubahan ekosistem yang tajam (Pariwono, 1992). Kawasan pantai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

Kajian Karakteristik Sedimen Di Muara Sungai Porong, Sidoarjo Terhadap Perkembangan Ekosistem Mangrove

Kajian Karakteristik Sedimen Di Muara Sungai Porong, Sidoarjo Terhadap Perkembangan Ekosistem Mangrove Kajian Karakteristik Sedimen Di Muara Sungai Porong, Sidoarjo Terhadap Perkembangan Ekosistem Mangrove Ajeng Kumala Nur Fitriani ajeng.kumala.ak@gmail.com Sunarto sunartogeo@gmail.com Abstract Estuaries

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU Tjaturahono Budi Sanjoto Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumberdaya Pantai UNDIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Dahuri dkk. (2004), luas wilayah Indonesia yang mencapai 5,8 juta km 2 merupakan wilayah perairan laut dengan proporsi sebesar 70% dari luas total Indonesia.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Geomorfologi Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih dari 3.700 pulau dengan luas daratan ± 1.900. 000 km 2 dan lautan ± 3.270.000 km 2.Garis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dinamika morfologi muara menjadi salah satu kajian yang penting. Hal ini disebabkan oleh penggunaan daerah ini sebagai tempat kegiatan manusia dan mempunyai

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER V. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER V Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami rawa, fungsi, manfaat, dan pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan laut yang masih di pengaruhi pasang dan surut air laut yang merupakan pertemuan anatara darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sangat panjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan

Lebih terperinci

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Aries Dwi Siswanto 1 1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo Madura Abstrak: Sebaran sedimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses sedimentasi merupakan suatu proses yang pasti terjadi di setiap daerah aliran sungai (DAS). Sedimentasi terjadi karena adanya pengendapan material hasil erosi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari.

Lebih terperinci

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd

Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen. Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Teori Pembentukan Permukaan Bumi Oleh Faktor Eksogen Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Tenaga Eksogen Tenaga eksogen adalah kebalikan dari tenaga endogen, yaitu tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umumtenaga

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong Gita Angraeni (1), Suntoyo (2), dan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

Jurusan Teknik Kelautan - FTK Oleh : Gita Angraeni (4310100048) Pembimbing : Suntoyo, ST., M.Eng., Ph.D Dr. Eng. Muhammad Zikra, ST., M.Sc 6 Juli 2014 Jurusan Teknik Kelautan - FTK Latar Belakang Pembuangan lumpur Perubahan kualitas

Lebih terperinci

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI. MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM LAHAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir)

DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) DINAMIKA PANTAI (Geologi, Geomorfologi dan Oseanografi Kawasan Pesisir) Adipandang Yudono 12 GEOLOGI LAUT Geologi (geology) adalah ilmu tentang (yang mempelajari mengenai) bumi termasuk aspekaspek geologi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas wilayah daratan dan perairan yang besar. Kawasan daratan dan perairan di Indonesia dibatasi oleh garis pantai yang menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No.27 tahun 2007, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549.

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN 0854-4549. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Bintan Pulau Bintan merupakan salah satu pulau di kepulauan Riau tepatnya di sebelah timur Pulau Sumatera. Pulau ini berhubungan langsung dengan selat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik karena terdapat pada daerah peralihan (ekoton) antara ekosistem darat dan laut yang keduanya saling berkaitan erat. Selain

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir PENDAHULUAN Latar belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan bahari yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup kaya. Indonesia mempunyai garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara ( km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terluas di Asia Tenggara (81.000 km). Di sepanjang pantai tersebut ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan algoritma empiris klorofil-a Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10 dibawah ini adalah percobaan pembuatan algoritma empiris dibuat dari data stasiun nomor ganjil, sedangkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses erosi dan sedimentasi merupakan proses yang memiliki peranan penting dalam dinamika permukaan Bumi. Verstappen dan van Zuidam (1968) mengklasifikasikan bentukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**) Abtrak Perairan Segara Anakan yang merupakan pertemuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

Bencana Baru di Kali Porong

Bencana Baru di Kali Porong Bencana Baru di Kali Porong Pembuangan air dan Lumpur ke Kali Porong menebarkan bencana baru, air dengan salinitas 38/mil - 40/mil akan mengancam kualitas perikanan di Pesisir Porong. Lapindo Brantas Inc

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI Transpor sedimen pada bagian ini dipelajari dengan menggunakan model transpor sedimen tersuspensi dua dimensi horizontal. Dimana sedimen yang dimodelkan pada penelitian

Lebih terperinci

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun

Gambar 15 Mawar angin (a) dan histogram distribusi frekuensi (b) kecepatan angin dari angin bulanan rata-rata tahun IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakter Angin Angin merupakan salah satu faktor penting dalam membangkitkan gelombang di laut lepas. Mawar angin dari data angin bulanan rata-rata selama tahun 2000-2007 diperlihatkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pantai 2.1.1. Pengertian Pantai Pengertian pantai berbeda dengan pesisir. Tidak sedikit yang mengira bahwa kedua istilah tersebut memiliki arti yang sama, karena banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang sangat intensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau Wenni Rindarsih, S.Si 1) ; Muh. Ishak Jumarang, M.Si 2) ; Muliadi, M.Si 3) 1,2,3) Jurusan

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS SIRKULASI ARUS LAUT PERMUKAAN DAN SEBARAN SEDIMEN PANTAI JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR

ANALISIS SIRKULASI ARUS LAUT PERMUKAAN DAN SEBARAN SEDIMEN PANTAI JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR ANALISIS SIRKULASI ARUS LAUT PERMUKAAN DAN SEBARAN SEDIMEN PANTAI JABON KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR Supriyadi 1, Nurin Hidayati 2, Andik Isdianto 2 1 Mahasiswa Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung DAERAH PESISIR Perubahan Iklim dan Sistem Pesisir Menunjukkan Faktor Utama Perubahan Iklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 1 PENDAHULUAN Bab PENDAHULUAN Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari 1

Lebih terperinci

Pemantauan perubahan profil pantai akibat

Pemantauan perubahan profil pantai akibat Pemanfaatan teknik penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk... (Mudian Paena) PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MEMANTAU PERUBAHAN PROFIL PANTAI AKIBAT

Lebih terperinci

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis

Lebih terperinci

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2010. tentang. Pemberlakukan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai Dan Prioritas Penanganannya

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2010. tentang. Pemberlakukan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai Dan Prioritas Penanganannya Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2010 tentang Pemberlakukan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai Dan Prioritas Penanganannya KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 1 Jakarta, 17 Maret 2010 Kepada Yang

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG BAB I PENDAHULUAN STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI MUARA SUNGAI PORONG Yudha Arie Wibowo Mahasiswa Program Studi Oseanografi Universitas Hang Tuah Surabaya Email : skywalkerplus@ymail.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS IV.1 Uji Sensitifitas Model Uji sensitifitas dilakukan dengan menggunakan 3 parameter masukan, yaitu angin (wind), kekasaran dasar laut (bottom roughness), serta langkah waktu

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan TUGAS AKHIR Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan Batimetri di Perairan Teluk Tomini Zuriati achmad 4307100048 LATAR BELAKANG Teluk Tomini merupakan salah satu teluk terbesar

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN Vivieta Rima Radhista 1, Aries Dwi Siswanto 1, Eva Ari Wahyuni 2 1 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci