HUBUNGAN AKTIVITAS OLAHRAGA DAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN SINDROM PRAMENSTRUASI DI DESA PUCANGMILIRAN TULUNG KLATEN

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN SINDROM PRAMENSTRUASI PADA SISWI KELAS XI DI SMAN 1 SENTOLO

BAB 1 PENDAHULUAN. kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologi, perubahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Menstruasi merupakan kondisi fisiologis yang terjadi dan di alami

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PREMENSTRUAL SYNDROMA PADA REMAJA PUTRI

Stikes Paguwarmas Journal of Midwivery and Pharmacist.

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Pre Menstrual Syndrome Pada Mahasiswa Tk II Semester III Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Mataram

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PREMENSTRUAL SYNDROME DENGAN DERAJAT PREMENSTRUAL SYNDROME DI SMA N 5 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan lambat. Pada masa ini seorang perempuan mengalami perubahan, salah satu diantaranya adalah menstruasi (Saryono, 2009).

TINGKATAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PREMENSTENSION KELAS X

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Yunita Andriani

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DISMENOREA PADA REMAJA PUTRI DI SMA MTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi, dismenorea adalah salah satu

PERAN ORANG TUA DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PUBERTAS DI SALAH SATU SMP NEGERI BOYOLALI

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Sindroma Prementruasi

Faktor yang Meningkatkan Risiko Premenstrual Syndrome pada Mahasiswi

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa yang paling penting karena pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat yaitu A,H,C,dan D. PMS A (Anxiety) ditandai dengan gejala

HUBUNGAN GAYA HIDUP SEHAT DENGAN KEJADIAN PREMENSTRUAL SYNDROME PADA SISWI KELAS XI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pubertas meliputi suatu kompleks biologis, morfologis, dan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan rancangan penelitian case control, yaitu untuk mempelajari

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN SINDROMA PRAMENSTRUASI PADA SISWI SMP NEGERI 4 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama masa usia

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya mengalami periode menstruasi atau haid. Menstruasi adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada pertemuan International Conference on Population

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 2 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Premenstrual Syndrome pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo Angkatan

HUBUNGAN OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUD Dr. MOEWARDI

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK

Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Premenstruasi pada Anggota Perempuan UKM INKAI UNS

HUBUNGAN IMT PADA DM TIPE II DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA USIA SUBUR (15-49 TAHUN) DI PUSKESMAS BROMO MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menarche adalah haid yang datang pertama kali yang sebenarnya

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENANGANAN SINDROM PRA MENSTRUASI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. keadaan normal lama menstruasi berkisar antara 3-7 hari dan rata-rata berulang

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Usia Menarche Dini pada Remaja Putri di SMP Umi Kulsum Banjaran Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat Tahun 2016

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

OBESITAS SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA PREMENSTRUAL SYNDROME PADA MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS

HUBUNGAN SINDROM PRAMENSTRUASI DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA SISWI KELAS XI JURUSAN AKUTANSI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT STRESS DENGAN KEJADIAN PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS) PADA KARYAWATI BAGIAN PRODUKSI

BAB IV METODE PENELITIAN. kandungan khususnya berhubungan dengan kedokteran ginekologi.

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN ZAT GIZI MIKRO DAN MORBIDITAS TERHADAP STATUS GIZI SISWA SISWI DI SMP MUHAMMADIYAH 1 KARTASURA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016.

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disabilitas yang seringkali dipakai kalangan publik atau institusi pemerintah

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2014 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Menurut penelitian Pratiwi (2010) menopause adalah. keluhan yang mungkin terjadi di masa menopause disebabkan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. analitik menggunkan desain penelitian cross sectional. Menurut Riyanto

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial.

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PUTERI DENGAN SIKAP MENGHADAPI PREMENSTRUAL SYNDROME DI SMK FARMASI YPIB MAJALENGKA TAHUN 2012

BAB V PEMBAHASAN. Jumlah pekerja pelintingan rokok di PT. Djitoe Indonesia Tobako

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja ditandai oleh perubahan besar diantaranya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami

AKTIVITAS FISIK DENGAN SINDROM PREMENSTRUASI PADA SISWA SMP PHYSICAL ACTIVITY IN STUDENTS WITH PREMENSTRUAL SYNDROME

HUBUNGAN GANGGUAN HAID DENGAN INDEKS MASA TUBUH (IMT)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN USIA MENARCHE DI SMPN 7 BANJARMASIN. Erni Yuliastuti

HALAMAN SAMPUL HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN ANEMIA DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI DI SMA BATIK 1 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KANKER SERVIKS DENGAN KEIKUTSERTAAN IBU MELAKUKAN IVA TEST DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional.

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas. Dimana masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI DENGAN PERILAKU MENGATASI GEJALA PREMENSTRUASI SYNDROME (PMS) DI MAN MODEL KOTA JAMBI

Journal of Nutrition College, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2013, Halaman

BAB IV METODE PENELITIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG SINDROM PRA MENSTRUASI DI SMA NEGERI 2 KEJURUAN MUDA TAHUN STIKes Bina Nusantara ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA SISWA KELAS XI DI SMA N COLOMADU

Hubungan Premenstrual Syndrome dengan Tingkat Aktivitas Fisik Pada Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

Daftar Pustaka : 21 ( ) Kata kunci: Dismenore, Intensitas dismenore, Senam dismenore

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

PENGARUH SENAM DISMENORE TERHADAP PENURUNAN DISMENORE PADA REMAJA PUTRI DI DESA SIDOHARJO KECAMATAN PATI

BAB I PENDAHULUAN. (FSH) dan penurunan sirkulasi inhibin terjadi secara bersamaan. Akhir periode

METODE. Desain, Waktu dan Tempat

Gambar Kerangka pemikiran hubungan faktor gaya hidup dengan kegemuka pada orang dewasa di Provinsi Sulawesi Utara, DKI Jakarta, dan Gorontalo.

PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING EXERCISE TERHADAP DYSMENORRHEA PRIMER SISWI MAN 1 SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan desain cross

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

ABSTRAK HUBUNGAN RERATA ASUPAN KALSIUM PER HARI DENGAN KADAR KALSIUM DARAH PADA PEREMPUAN DENGAN SINDROMA PREMENSTRUASI

BAB I PENDAHULUAN. yang besar dan persebaran penduduk yang belum merata. Berdasarkan data

Transkripsi:

HUBUNGAN AKTIVITAS OLAHRAGA DAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN SINDROM PRAMENSTRUASI DI DESA PUCANGMILIRAN TULUNG KLATEN Ifana Nashruna, Maryatun, Riyani Wulandari Sekolah TinggiIlmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta ABSTRAK Latar Belakang ; Sindrom pramenstruasi merupakan gejala fisik dan emosi yang dialami sebelum menstruasi. Salah satu penyebabnya adalah penurunan kadar endorphin selama fase luteal. Olahraga dapat meningkatkan produksi endorphin, sehingga olahraga direkomendasikan sebagai salah satu treatment untuk mengurangi sindrom pramenstruasi, selain karena penurunan kadar endorphin, sindrom pramenstruasi juga disebabkan karena obesitas (Indeks Massa Tubuh 25). Semakin meningkat Indeks Massa Tubuh (IMT) akan meningkat pula keluhan sindrom pramenstruasi. Tujuan; Mengetahui hubungan aktivitas olahraga dan obesitas dengan kejadian sindrom pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Metode; penelitian non eksperimen dengan metode analitik menggunakan rancangan Cross Sectional. Pengambilan sampel menggunakan Cluster Random Sampling, dengan jumlah sampel penelitian 119 responden, sedangkan instrumen penelitian menggunakan timbangan, meteran dan cheklist. Analisa bivariat menggunakan uji Chi Square dan pada analisa multiviariat menggunakan uji Regresi Logistik. Hasil: Hasil uji bivariat membuktikan bahwa aktivitas olahraga berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi (p value 0.008), dan obesitas berhubungan dengan kejadian sindrom pramenstruasi (p value 0.044) sedangkan pada uji multivariat membuktikan bahwa aktivitas olahraga (0.004) dan obesitas (0.020) dengan variabel kejadian sindrom pramenstruasi Phitung > Ptabel adapun variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian sindrom pramenstruasi adalah aktivitas olahraga dengan p value 0.004. Simpulan; Ada hubungan antara aktivitas olahraga dan obesitas dengan kejadian sindrom pramenstruasi di desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Kata Kunci : aktivitas olahraga, obesitas, sindrom pramenstruasi A. PENDAHULUAN Prevalensi Sindrom Pramenstruasi (PMS) cukup tinggi, yaitu terjadi pada sekitar 70-90% wanita pada usia subur dan lebih sering ditemukan pada wanita berusia 20-40 tahun. Wanita yang pernah melahirkan akan semakin berisiko lebih tinggi menderita Sindrom Pramenstruasi (PMS) (Saryono, 2009:17-35). Penyebab pasti Sindrom Pramenstruasi (PMS) belum diketahui. Defisiensi endorphin merupakan salah satu penyebab Sindrom Pramenstruasi (PMS) (Saryono, 2009:22). Endorphin dibuat dalam tubuh yang terlibat dalam sensasi euphoria dan nyeri. Olahraga dapat membuat hormon endorphin muncul yang membuat perasaan menjadi tenang dan santai (relax) (Elvira, 2010:30). Angka kejadian sindrom pramenstruasi di Virginia pada 10,3% perempuan obesitas Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 65

(BMI 30) mempunyai risiko mengalami sindrom pramenstruasi tiga kali lebih besar dibanding perempuan nonobesitas (Masho et al, 2005:33). Menjaga berat badan merupakan salah satu penanganan sindrom pramenstruasi, karena berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita Sindrom Pramenstruasi (PMS) (Widayati, 2007:72). Data yang diperoleh di Desa Pucangmiliran pada Desember 2010 tercatat jumlah penduduk sebanyak 4.043 jiwa, dengan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2.019 jiwa. Jumlah perempuan yang berumur 20-40 tahun tercatat sebanyak 477 jiwa. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten pada tanggal 3 Mei 2011 kepada 20 perempuan dengan mengukur IMT (Indeks Massa Tubuh) didapatkan data prevalensi overweight dan obesitas sebesar 25%, terdiri dari overweight 10% dan obesitas 15% dan menyebarkan kuesioner didapatkan 15% atau 3 dari 20 perempuan melakukan olahraga 3-5 kali dalam seminggu. Angka kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) adalah 70%. B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian analitik. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross sectional. Pengambilan sampel dari penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara randomisasi dalam dua tahap, yaitu randomisasi untuk menentukan sampel daerah kemudian randomisasi untuk menentukan orang yang ada di wilayahnya dari populasi cluster yang terpilih. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 25% dari jumlah populasi. Dari perhitungan tersebut didapatkan sampel sejumlah 119 responden dari 477 populasi penelitian tersebut. C. HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan aktivitas olahraga dan obesitas dengan kejadian sindrom pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Sampel sebanyak 119 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditetapkan. Penelitian dilakukan tanggal 10 sampai 14 Juli 2011, dengan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Analisa Univariat Hasil penelitian didapatkan dari 119 responden di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten, sebagian besar responden dengan umur 21-25 tahun, 31-35 tahun, dan 36-40 tahun dengan masing-masing sebanyak 31 responden (26,1%) dan sebagian kecil responden dengan umur 26-30 tahun sebanyak 26 responden (21,8%). Karakteristik responden Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 66

berdasarkan aktivitas olahraga, 51 responden (42,9%) melakukan aktivitas olahraga secara rutin dan 68 responden (57,1%) tidak melakukan aktivitas olahraga secara rutin. Sebagian besar responden melakukan olahraga 1 kali dalam 1 minggu. Sebagian besar responden tidak melakukan aktivitas olahraga secara rutin setiap minggu. Sebagian besar responden melakukan aktivitas dengan waktu kurang dari 20 menit. Sebagian besar responden melakukan aktivitas dengan sampai berkeringat. Karakteristik responden berdasarkan obesitas didapatkan 40 responden (33,6%) mengalami obesitas dan 79 responden (66,4%) tidak mengalami obesitas. Karakteristik responden berdasarkan Sindrom Pramenstruasi (PMS) didapatkan 68 responden (57,1%) mengalami sindrom pramenstruasi dan 51 responden (42,9%) tidak mengalami sindrom pramenstruasi. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten Hubungan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di tunjukkan pada table berikut. Tabel 1 Cross Tabulation Hubungan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten Aktivitas Olahraga Tidak rutin Rutin Sindrom Pramenstruasi 46 22 Ya Tidak Total % F % F % 38,7 22 18,5 68 57,1 18,5 29 24,4 51 42,9 Total 68 57,1 51 42,9 119 100 Sumber: Data Primer diolah tahun 2011 Hasil penelitian pada tabel 1 menunjukkan aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Sebagian besar responden tidak melakukan aktivitas olahraga secara rutin dan mengalami Sindrom Pramenstruasi (PMS), yaitu sebanyak 46 responden (38,7%) dari 68 responden (57,1%). Tabel 2 Hasil Uji Chi Square Hubungan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten CI 95% χ 2 OR P Lower Upper 7.149 2.756 0.008 1.300 5.845 Sumber: Data Primer diolah tahun 2011 Hasil analisa statistik dengan menggunakan Chi Square pada derajat kebebasan (df) 1 dan taraf signifikansi 95% didapatkan hasil p value 0.008 < 0.05 dan χ 2 hitung (7.149) > χ 2 tabel (3.841) hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara hubungan aktivitas Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 67

olahraga dengan kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Odd Ratio (OR) 2.756 yang berarti bahwa responden yang tidak rutin melakukan olahraga berpeluang mengalami sindrom pramenstruasi 2.756 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang rutin melakukan olahraga. b. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten Obesitas Ya Tidak Tabel 3 Cross Tabulation Hubungan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten Sindrom Pramenstruasi Ya Tidak Total F % F % F % 28 23,5 12 12 40 33,6 40 33,6 39 32,8 79 66,4 Total 68 57,1 51 42,9 11 9 100 Sumber: Data Primer diolah tahun 2011 Hasil penelitian pada tabel 4.8 menunjukkan hubungan obesitas terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Sebagian besar responden tidak mengalami obesitas dan mengalami Sindrom Pramenstruasi (PMS), yaitu sebanyak 40 responden (33,6%) dari 68 responden (57,1%). Tabel 4 Hasil Uji Chi Square Hubungan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten CI 95% χ 2 OR P Lower Upper 4.067 2.275 0.044 1.015 5.101 Sumber: Data Primer diolah tahun 2011 Hasil analisa statistik dengan menggunakan Chi Square pada derajat kebebasan (df) 1 dan taraf signifikansi 95% didapatkan hasil p value 0.044 < 0.05 dan χ 2 hitung (4.067) > χ 2 tabel (3.841) hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara hubungan obesitas dengan kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Odd Ratio (OR) 2.275 yang berarti bahwa responden yang obesitas berpeluang mengalami sindrom pramenstruasi 2.275 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak obesitas. 3. Analisa Multivariat Tabel 5 Hasil Analisa Multivariat Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten CI 95% Variabel B Signifik Exp Lower Upper an (B) Olahraga 1.169 0.004 3.220 1.459 7.103 Obesitas 1.022 0.020 2.779 1.178 6.556 Sumber: Data Primer diolah tahun 2011 Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 68

Tabel 4.10 dan persamaan di atas menunjukkan B (betha, koefisien regresi logistik) untuk variabel aktivitas olahraga sebesar 1.169 dengan parameter positif, artinya dengan adanya olahraga yang tidak rutin menaikkan risiko terjadinya sindrom pramenstruasi. Exp (B) sebesar 3.220 artinya responden yang tidak rutin melakukan olahraga berpeluang mengalami kejadian sindrom pramenstruasi 3.220 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang rutin melakukan olahraga. Tabel 4.10 dan persamaan diatas menunjukkan B (betha, koefisien regresi logistik) untuk variabel obesitas sebesar 1.022 dengan parameter positif, artinya dengan adanya obesitas menaikkan risiko terjadinya sindrom pramenstruasi. Exp (B) sebesar 2.779 artinya responden yang obesitas berpeluang mengalami sindrom pramenstruasi 2.779 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak obesitas. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas olahraga lebih berpengaruh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. D. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur sebagian besar responden dengan umur 21-25 tahun, 31-35 tahun, dan 36-40 tahun dengan masing-masing sebanyak 31 responden (26,1%). Umur sangat mempengaruhi kedewasaan seseorang. Mubarak (2007) menyatakan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan. Pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, dan keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa. Saryono (2009) menyatakan Sindrom Pramenstruasi (PMS) terjadi pada wanita di dalam awal usia 20-40 tahun, dan akan berakhir dengan menopause. Gejala dapat meningkat selama periode wanita tersebut mengalami perubahan hormonal drastis, seperti pubertas, setelah kehamilan, penghentian pemakaian alat kontrasepsi oral, atau bahkan setelah periode menstruasi yang tidak teratur (Nurlaela et al, 2008). Elvira (2010) menyatakan Sindrom Pramenstruasi Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 69

(PMS) dapat dialami oleh semua wanita dari pada masa remaja hingga dewasa dan akan berhenti setelah menopause. sebagian besar responden dengan umur 21-40 tahun, dan sebagian besar mengalami Sindrom Pramenstruasi (PMS). Hal tersebut sesuai dengan teori di atas, bahwa Sindrom Pramenstruasi (PMS) dapat terjadi pada wanita yang masih dalam masa subur. 2. Hubungan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) sebagian besar responden tidak melakukan aktivitas olahraga secara rutin, yaitu sebanyak 68 responden (57,1%). Aktivitas olahraga diukur berdasarkan rutinitas dan lama melakukan olahraga. Aktivitas olahraga diukur berdasarkan rutinitas tiap minggu dan lamanya dalam melakukan olahraga. Berdasarkan takaran yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia frekuensi latihan olahraga dapat dilakukan 3-5 kali dalam seminggu dalam waktu 20-30 menit. Sedangkan Nurlaela et al (2008) melakukan pengukuran terhadap aktivitas olahraga pada masyarakat umum, rutinitas diukur berdasarkan aktivitas rutin minimal 1 kali setiap minggu dengan waktu 15-60 menit. sebagian besar responden melakukan olahraga 1 kali dalam 1 minggu, tetapi yang rutin melakukan olahraga hanya 51 responden (42,9%). Hal ini menunjukkan responden tidak rutin dalam melakukan olahraga setiap minggu, hanya sebagian kecil yang rutin melakukan olahraga. Waktu atau lamanya olahraga sebagian besar responden melakukan dalam waktu < 20 menit, sedangkan responden yang rutin melakukan olahraga rata-rata selama 20-30 menit, dan sebagian besar responden melakukan olahraga sampai berkeringat. Olahraga merupakan salah satu treatment yang direkomendasikan untuk mengatasi sindrom pramenstruasi (PMS). Hasil penelitian Nurlaela et al (2008) yang melakukan studi deskriptif terhadap wanita yang rutin melakukan olahraga senam aerobik, menunjukkan wanita yang rutin melakukan aerobik setiap minggu mengalami Sindrom Pramenstruasi (PMS) lebih sedikit dari pada wanita yang tidak rutin. aktivitas olahraga terhadap kejadian sindrom pramenstruasi, hasil penelitian menunjukkan wanita yang rutin melakukan olahraga lebih sedikit mengalami kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) dari pada wanita yang tidak rutin melakukan olahraga. Hasil analisa data menunjukkan nilai Odd Ratio (OR) 2.756 yang berarti bahwa Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 70

responden yang tidak rutin melakukan olahraga berpeluang mengalami kejadian sindrom pramenstruasi 2.756 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang rutin melakukan olahraga. Hasil penelitian ini menunjukkan gejala yang sama terhadap hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurlaela et al (2008) tersebut. Peneliti melakukan uji statistik dengan menggunakan chi square test untuk mengetahui dugaan hubungan antara variabel olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Hasil analisa statistik menunjukkan p value 0.008 < 0.05 dan χ 2 hitung (7.149) > χ 2 tabel (3.841) hal ini membuktikan ada hubungan yang bermakna antara hubungan aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurlaela et al (2008) yang menunjukkan adanya hubungan signifikan aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi, karena dengan melakukan aktivitas olahraga secara teratur dapat meningkatan produksi dan pelepasan endhorphin. Endhorphin terlibat dalam sensasi euphoria, sehingga dapat membuat perasaan menjadi tenang dan santai (relax) (Saryono, 2009). Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Douglas (2002) olahraga merupakan treatment yang baik untuk menurunkan atau mengurangi Sindrom Pramenstruasi (PMS). Douglas (2002) menyatakan prosentase wanita yang mengalami gejala sindrom pramenstruasi (PMS) lebih banyak pada wanita yang malas melakukan olahraga. 3. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) sebagian besar responden tidak mengalami obesitas, yaitu sebanyak 79 responden (66,4%). Obesitas merupakan faktor risiko terhadap kejadian sindrom pramenstruasi (PMS). Orang yang kelebihan berat badan berisiko mengalami kejadian sindrom pramenstruasi (PMS), konsumsi atau masukan karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya sindrom pramenstruasi (PMS). Penelitian Masho et al (2005) menyebutkan intake karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko kejadian sindrom pramenstruasi (PMS). Penelitian Cross et al (2001) menyatakan wanita dengan kelebihan masukan karbohidrat rentan dengan kenaikan berat badan dan berisiko mengalami Sindrom Pramenstruasi (PMS). hubungan obesitas terhadap kejadian Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 71

sindrom pramenstruasi. Hasil penelitian ini menunjukkan wanita yang obesitas atau kelebihan berat badan lebih banyak yang mengalami kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami obesitas. Odd Ratio (OR) 2.275 yang berarti bahwa responden yang obesitas berpeluang mengalami kejadian sindrom pramenstruasi 2.275 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak obesitas. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Masho et al (2005) yang berjudul Obesity as a risk factor for premenstrual syndrome (obesitas sebagai faktor risiko terjadinya sindrom pramenstruasi) pada perempuan di Virginia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 10,3% perempuan obesitas (BMI 30) mempunyai risiko mengalami sindrom pramenstruasi tiga kali lebih besar dibanding perempuan nonobesitas. Peneliti melakukan uji statistik dengan menggunakan chi square test untuk mengetahui dugaan hubungan antara variabel obesitas dengan kejadian sindrom pramenstruasi. Hasil uji statistik dengan hasil p value 0.044 < 0.05 dan χ 2 hitung (4.067) > χ 2 tabel (3.841) hal ini menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara hubungan obesitas dengan kejadian sindrom pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Hasil tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspitorini et al (2007) tentang obesitas sebagai faktor risiko terjadinya Premenstrual Syndrome. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko terjadinya Premenstrual Syndrome, karena semakin meningkatnya Body Mass Index (BMI) maka akan meningkat pula keluhan Premenstrual Syndrome. Beberapa teori menerangkan bahwa wanita obesitas cenderung lebih banyak mengalami Sindrom Pramenstruasi (PMS). Penyebab Sindrom Pramenstruasi (PMS) secara pasti belum diketahui, namun adanya fluktuasi dua jalur hormonal yaitu hormon steroid di ovarium seperti progesteronalloprenanolone dan hormon yang berperan dalam pengendalian susunan saraf pusat dan sistem neurotransmiter seperti GABA dan serotonin terbukti berperan dalam timbulnya gejala Sindrom Pramenstruasi (PMS). Kadar serotonin di otak akan menurun apabila Body Mass Index (BMI) semakin tinggi, karena serotonin berhubungan dengan reaksi neurotransmitter yang mengendalikan akses rangsangan kepada Hipothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA). Apabila terjadi disfungsi pada aksis HPA, maka melalui manifestasi tertentu akan Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 72

muncul gejala Premenstrual Syndrome (PMS) (Puspitorini et al, 2007) 4. Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) Hasil analisa multivariat ini digunakan untuk mengetahui hubungan aktivitas olahraga dan obesitas dengan kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Pada tabel 4.10 menunjukkan hasil analisa multivariat dengan menggunakan regresi logistik dengan hasil koefisien regresi logistik untuk variabel aktivitas olahraga sebesar 1.169 dan variabel obesitas sebesar 1.022. Hasil analisa regresi tersebut menunjukkan variabel olahraga merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS). peluang kejadian terjadinya sindrom pramenstruasi (PMS) lebih besar pada wanita yang tidak melakukan olahraga rutin daripada wanita yang obesitas. Peluang kejadian dapat dilihat dari nilai Exp (B). responden yang tidak rutin melakukan olahraga berpeluang mengalami sindrom pramenstruasi 3.220 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang rutin melakukan olahraga. Sedangkan pada obesitas responden yang obesitas berpeluang mengalami kejadian Sindrom Pramenstruasi 2.779 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak obesitas. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas olahraga lebih berpengaruh terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. Olahraga lebih berpengaruh terhadap kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS). Nurlaela et al (2008) menyatakan aktivitas olahraga yang teratur dan berkelanjutan berkontribusi untuk meningkatkan produksi dan pelepasan endhorpin. Endhorpin memerankan peran dalam pengaturan endogen. Wanita yang mengalami kejadian sindrom pramenstruasi terjadi karena kelebihan estrogen, kelebihan estrogen dapat dicegah dengan meningkatnya endhorpin. Hal ini membuktikan olahraga yang teratur dapat menurunkan risiko Sindrom Pramenstruasi (PMS). Pada wanita yang jarang melakukan olahraga secara teratur hormon estrogen akan lebih tinggi sehingga kemungkinan terjadinya Sindrom Pramenstruasi (PMS) lebih besar. Hasil penelitian Masho et al (2005) menyatakan obesitas sebagai faktor risiko terjadinya sindrom pramenstruasi tetapi tidak signifikan berpengaruh. Walaupun mengalami obesitas tetapi apabila melakukan olahraga secara teratur sindrom pramenstruasi akan menurun. Hal ini lebih memperkuat dugaan bahwa Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 73

aktivitas olahraga lebih kuat berpengaruh terhadap kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS). Penelitian yang dilakukan oleh Silva et al (2006) juga menyatakan hal yang sama, peningkatan aktivitas fisik menurunkan risiko terjadinya Sindrom Pramenstruasi (PMS). Hal ini disebabkan penurunan terjadinya ovulasi, tetapi walaupun olahraga atau aktivitas fisik yang teratur semua wanita tetap mempunyai risiko terjadinya sindrom pramenstruasi apalagi pada wanita yang kelebihan berat badan dan kurang nutrisi. E. SIMPULAN Penelitian untuk mengetahui hubungan aktivitas olahraga dan obesitas dengan kejadian Sindrom Pramenstruasi (PMS) di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Aktivitas olahraga yang dilakukan oleh responden menunjukkan sebagian besar responden tidak melakukan olahraga secara teratur atau tidak rutin melakukan aktivitas olahraga. (2) Sebagian besar responden tidak mengalami obesitas. (3) Ada hubungan bermakna antara aktivitas olahraga dengan kejadian sindrom pramenstruasi. (4) Ada hubungan bermakna antara obesitas dengan kejadian sindrom pramenstruasi.aktivitas olahraga merupakan faktor yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan obesitas terhadap kejadian sindrom pramenstruasi. DAFTAR PUSTAKA Cross, G.B., Marley, J., Miles, H., Willson, K. 2001. Changes In Nutrient Intake During the Menstrual Cycle of Overweight Women with Premenstrual Syndrome. British Journal of Nutrition. 85(4): 475-482. Elvira, S.D. 2010. Sindrom Pra-Menstruasi Normalkah?. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Masho, S.W., Adera, T., South-Paul, J. 2005. Obesity As A Risk Factor For Premenstrual Syndrome. Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology. 26(1):33 39. Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan, Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nurlaela, E., Widyawati, Prabowo, T. 2008. Hubungan Aktivitas Olahraga dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(1):1-5. Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 74

Puspitorini, M.D., Hakimi, M., Emilia, O. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Premenstrual Syndrome Pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Pemerintah Kabupaten Kudus. Berita Kedokteran Masyarakat. 23(1):6-11. Saryono, Sejati, W. 2009. Sindrom Premenstruasi Mengungkap Tabir Sensitifitas Perasaan Menjelang Menstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika. Silva, C.M.L.D., Gigante, D.P, Carret,M.L.V., Fassa, A.G. 2006. Population Study of Premenstrual Syndrome. Rev Saude Publica. 40(1):1-9. Widayati, R.S. 2007. Diet Penanganan Sindrom Pramenstruasi. Gaster. 3(1):69-73. Hubungan Aktivitas Olahraga dan Obesitas 75