BAB III DINAMIKA INVESTASI, OTONOMI DAERAH, DAN KEBIJAKAN INVESTASI

dokumen-dokumen yang mirip
WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan Penanaman Modal PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam

P. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENANAMAN MODAL SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB II EKSISTENSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) DALAM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA. A. Pengertian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183 TAHUN 1998 TENTANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN

HUBUNGAN DESENTRALISASI PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DENGAN OTONOMI DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Prosedur.

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

Indonesia Investment Coordinating Board KATA PENGANTAR

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menganut sistem. perekonomian terbuka di mana dalam menjalankan roda perekonomiannya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1994 TENTANG PEMILIKAN SAHAM DALAM PERUSAHAAN YANG DIDIRIKAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL ASING

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 11 TAHUN 2009

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TANGGAL 21 DESEMBER 2000 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. akumulasi modal yang diperlukan untuk pembangunan perekonomian.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah selaku pengelola

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. merumuskan kebijakan pemerintah di bidang penanaman modal, baik dari dalam

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1981 TENTANG BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM PELAYANAN TERPADU: STRATEGI PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DI DAERAH (Oleh : Asropi )

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

2013, No.94 A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB III DINAMIKA INVESTASI, OTONOMI DAERAH, DAN KEBIJAKAN INVESTASI Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001, maka setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengatur pemerintahannya terutama dalam menggali sumber-sumber pendapatan asli daerahnya serta dalam memajukan pertumbuhan ekonomi daerahnya, termasuk dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di daerahnya. Dengan bekal kebijakan desentralisasi tersebut setiap daerah mempunyai wewenang penuh dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pembangunan.investasi yang akan masuk ke suatu daerah bergantung kepada daya saing investasiyang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Daya saing investasi suatu daerah tidak terjadidengan serta merta. Pembentukan daya saing investasi, berlangsung secara terus-menerus dariwaktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Keberhasilan daerah untukmeningkatkan daya saing terhadap investasi salah satunya bergantung kepada kemampuandaerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha. A. Investasi di Indonesia 1. Tinjauan Umum Investasi a. Pengertian Investasi Sumantoro mengemukakan investasi adalah kegiatan penanaman modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada 53

waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuantungan dari hasil penanaman modal tersebut. 1 Kegiatan investasi mengandung pengertian yang luas, karena investasi dapat dilakukan secara tidak langsung (portofolio investment) yaitu yang bersangkutan biasanya hanya membeli instrument-instrumen di pasar modal, tidak berkepentingan menjalankan usaha dari perusahaan yang dibeli sahamnya namun lebih ke deviden dan capital gain dari saham yang dibeli, maupun secara langsung (direct investment) yaitu biasanya yang bersangkutan ingin ikut menguasai dan menjalankan langsung investasi. Adapun direct investment meliputi investasi asing dan dalam negeri. b. Tujuan Investasi Tujuan investasi dilihat dari berbagai kepentingan, yakni antara kepentingan investor dengan kepentingan pemerintah, yang mana antara kedua kepentingan tersebut jika dilihat dari motivasi dan tujuan yang ingin dicapai akan jelas berbeda antara satu dan lainnya. Dari sisi pemerintah mengharapkan dengan adanya investasi akan memberikan sumbangan yang tidak kecil artinya bagi kegiatan pembangunan yang pada gilirannya akan dapat menwujudkan kesejahteraan rakyat. Sementara di sisi lain, investor melakukan investasi lebih banyak didasarkan kepada pertimbangan dan orientasi yang bersifat ekonomis. 1 Sumantoro, Pengantar Tentang Pasar Modal di Indonesia, Ghali Indonesia, Jakarta, hal 15 54

2. Sejarah Investasi di Indonesia Perkembangan investasi (penanaman modal), khususnya Penanaman Modal Asing di Indonesia mengalami masa pasang surut. Beberapa tahun sebelum diundangkannya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing yaitu pada tahun 1953 ketika pemerintahan kabinet Ali Sastro Amidjojo, pernah dibuat suatu Rancangan Undang Undang (RUU) Penanaman Modal Asing, tetapi RUU tersebut tidak mendapat pengesahan dan ditolak oleh parlement dengan pertimbangan, jika disetujui menjadi undang-undang dapat menghambat dan mengganggu perkembangan masyarakat Indonesia. Berselang beberapa tahun kemudian, RUU yang pernah diajukan pada tahun 1953, dengan beberapa perubahan dan penyempurnaan dibarengi dengan persyaratan-persyaratan. Sehingga, untuk pertama kalinya lahirlah sebuah Undang Undang Penanaman Modal Asing yaitu Undang-undang Nomor 78 Tahun 1958. Namun, Undang-Undang Penanaman Modal tersebut, ketika itu tidak dapat dilaksanakan secara efektif dengan alasan bahwa kehadiran PMA di Indonesia dianggap sebagai upaya eksploitasi terhadap rakyat Indonesia serta menghambat revolusi di Indonesia. Kurun waktu setelah tahun 1965 terjadi krisis dan kemerosotan perekonomian. Secara umum, upaya pembangunan nasional mengalami banyak kendala, terutama ketiadaan modal pembangunan dibarengi dengan krisis ekonomi yang ditandai dengan tingkat inflasi sebesar 400%. Menyadari akan situasi yang cukup sulit bahkan sangat krisis tersebut, maka pada tanggal 10 Januari 1967 diundangkanlah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang setahun kemudian pada 55

tanggal 3 Juli 1968, disusul dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Kebijakan penanaman modal, khususnya penanaman modal asing dimaksudkan untuk membantu upayaupaya pembangunan yang ditekankan pada pembangunan ekonomi. Pelaksanaan pembangunan nasional khususnya pembangunan dalam bidang ekonomi, berdasarkan pada suatu kebijakan yang didasarkan pada kemampuan serta kekuatan bangsa Indonesia sendiri, yakni dengan memanfaatkan modal, teknologi dan keahlian dari luar negeri demi tercapainya tujuan pembangunan, tanpa mengakibatkan ketergantungan pada investasi asing. Sumantoro mengemukakan: Kebijaksanaan pemerintah menerbitkan UUPMA disertai pertimbangan agar dalam pembangunan, sumber-sumber dari luar negeri dapat dimanfaatkan untuk menutup kekurangan modal dalam negeri tanpa menimbulkan ketergantungan pada luar negeri. Hadirnya modal, teknologi dan keahlian manajemen luar negeri tersebut diharapkan dapat membantu mempercepat pembangunan nasional dalam bentuk memberikan lapangan pekerjaan, pengalihan teknologi dan peningkatan produksi pada umumnya. Jika diperhatikan, isi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967, sejak semula telah menganut prinsip liberalisasi, terutama berkaitan dengan kepemilikan saham. Pihak asing, dalam hal ini investor asing tidak dilarang memilih seluruh saham perusahaan dimana mereka menanamkan modalnya. Investor asing hanya dilarang untuk menanamkan modalnya dalam usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti; pelabuhan, pelistrikan, air minum dan lain-lain. Disamping itu, pemerintah menentukan daftar skala 56

prioritas bidang-bidang usaha bagi perusahaan yang dikelola oleh pihak swasta. Dalam perjalanannya, Penanaman Modal Asing mendapat tantangan dari berbagai kalangan. Kontra dan sentiment terhadap modal asing ditandai dengan terjadinya peristiwa Malari, sehingga beberapa saat kemudian pemerintah melalui Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan investor asing untuk mencari mitra (partner) usaha dalam negeri, jika hendak menanamkan modal di Indonesia. Artinya, pihak asing tidak bisa lagi memiliki 100% saham. Peraturan pemerintah ini, oleh banyak kalangan dinilai sebagai suatu kebijakan yang bersifat ekspansif dan liberal karena sektor-sektor dan bidang usaha yang sebelumnya tertutup bagi PMA kini menjadi terbuka, disamping itu warga negara dan/atau badan hukum asing dapat memiliki 100% saham perusahaan PMA serta melalui PMA investor dapat menanam modal dan berusaha pada bidang usaha yang menguasai hidup orang banyak, walaupun dilakukan dengan usaha patungan (Joint Venture). Berkaitan dengan hal tersebut, Arief Ramelan Karseno menjelaskan: Kebijakan yang paling memberikan pengaruh penting adalah Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1994 yang mengizinkan pihak asing menanamkan investasinya pada hampir seluruh jenis usaha di Indonesia termasuk prasarana dan barang-barang publik dengan hampir tidak ada batasan dalam hal kepemilikan. Indikator meningkatnya peranan investasi sebagai akibat dari kebijaksanaan pemerintah waktu itu, pada tahun 1996 investasi asing yang disetujui (dalam dolar) meningkat sebesar 10%, sedangkan investasi 57

domestik yang disetujui juga menunjukkan peningkatan yang sama yakni sebesar 40%. Carunia Mulya Firdausy Mengemukakan: mengantisipasi persaingan dalam kegiatan dibidang investasi, Pemerintah telah menetapkan kebijakan dalam bidang investasi, salah satunya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 yang antara lain mencakup langkah-langkah penyederhanaan dan penghapusan ketentuan-ketentuan pembatasan yang berkaitan dengan kepemilikan, batas minimum investasi pengkajian kembali serta pengurangan cabang usaha yang termasuk dalam Daftar Negatif Investasi. Pada periode tahun 1994 sampai pertengahan 1997, deregulasi yang dikeluarkan pemerintah lebih dikhususkan pada pemberian kesempatan yang lebih luas bagi penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment). Pada periode ini mulai terlihat keterlibatan pihak asing dalam perekonomian baik di sektor swasta maupun pada sektor publik akibat dari keterbatasan pemerintah dalam menyediakan prasarana publik. Selama periode ini, kegiatan perekonomian Indonesia dibuka secara penuh bagi investor baik investor domestik maupun investor asing dengan tujuan untuk mencapai target investasi dan pertumbuhan ekonomi. Sejalan diberlakukan Otonomi, Pengaturan investasi pada tingkat daerah mengacu pada peraturan investasi di tingkat nasional. Hal ini dilakukan mengingat walaupun arah perekonomian Indonesia paska Otonomi mengacu pada ekonomi di daerah, namun harus di ingat bahwa kewenangan otonomi daerah yang menuju kemandirian daerah tetap berada dalam kerangka negara kesatuan, sehingga tidak dapat diartikan adanya kebebasan penuh secara absolut dari suatu daerah untuk 58

menjalankan hak dan fungsi otonomi menurut kehendak daerah tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional. 3. Pengaturan Investasi di Indonesia a. Pengaturan Investasi di Tingkat Nasional Seluruh kegiatan investasi di Indonesia harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan. Ditingkat nasional, investasi secara umum diatur dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) maupun Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN), pemerintah telah mengeluarkan berbagai produk perundang-undangan, dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres), Keputusan Menteri (Kepmen), dan Keputusan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Keseluruhan peraturan perundangan sebagai pelaksanaan dari UUPMA dan UUPMDN mempunyai daya dan kekuatan berlaku sesuai tingkatan masing-masing perundangan tersebut. Dalam pengertian bahwa peraturan yang tingkatannya berada dibawah, sesungguhnya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundangan yang lebih tinggi. b. Pengaturan Investasi di Tingkat Sebagai tindak lanjut kebijakan investasi nasional sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres), Keputusan Menteri dan Keputusan- 59

keputusan lainnya, maka pengaturan kegiatan investasi ditingkat daerah dapat diatur di dalam perundang-undangan di daerah, baik dalam bentuk Peraturan, Keputusan/Instruksi Gubernur ataupun Keputusan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPMD). Tetapi semua peraturan maupun keputusan tentang kegiatan investasi di daerah harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maupun kebijakan-kebijakan investasi di tingkat nasional. Dalam konteks system perundang-undangan, kewenangan daerah untuk membuat peraturan perundang-undangan, tidak berarti daerah dapat membuat peraturan perundang-undangan ataupun keputusan yang terlepas dari system perundang-undangan secara nasional, karena peraturan perundang-undangan di tingkat daerah merupakan bagian tidak terpisahkan dari kesatuan system perundangundangan secara nasional. Oleh karena itu, peraturan perundangundangan ditingkat daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Berkaitan dengan hal tersebut, E Koswara dalam makalahnya yang berjudul Otonomi daerah yang berorientasi kepada kepentingan rakyat menegaskan bahwa pengaturan investasi di tingkat daerah harus mengacu pada peraturan/kebijakan investasi di tingkat nasional. Hal ini tetap dilaksanakan walaupun arah perekonomian Indonesia mengacu pada pengembangan perekonomian daerah apalagi dalam pelaksanaan otonomi daerah yang menuju kemandirian daerah di dalam negara kesatuan, tidak dapat diartikan adanya kebebasan penuh 60

secara absolute dari suatu daerah untuk menjalankan hak dan fungsi otonomi menurut kehendak daerah tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional secara keseluruhan. B. Otonomi di Indonesia 1. Tinjauan Umum Otonomi a. Pengertian Otonomi Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban sendiri untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam banyak hal (Druccer:1999), Otonomi berasal dari kata Yunani autos yang artinya sendiri dan nomos yang artinya perintah. Otonomi bermakna memerintah sendiri. Dalam wacana administrasi publik daerah otonom sering disebut local self govermnet. otonom praktis berbeda dengan daerah saja yang merupakan penerapan dari kebijakan yang dalam wacana administrasi publik disebut sebagai local state government. 2 b. Tujuan Otonomi Rudini mengemukakan tujuan pemberian otonomi sendiri adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, untuk meningkatkan efektivitas 2 Dikutip dari Otonomi Desentralisasi Tanpa Revolusi, Kajian dan Kritik atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, Riant Nugroho, hal 46 61

dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan pelaksanaan pembangunan. 3 2. Pemanfaatan Potensi Otonomi daerah memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimiliki secara optimal. Dengan peluang ini pemerintah daerah harus proaktif mengoptimalkan potensi daerah, menjalin kerjasama dengan masyarakat di wilayahnya, diluar wilayahnya, bahkan sampai keluar negeri. C. Kebijakan Investasi di Indonesia 1. Arah Kebijakan Investasi a. Peningkatan Kegiatan Dunia Usaha Melalui kebijakan investasi diharapkan dapat menciptakan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya dunia usaha bagi setiap pelaku ekonomi skala besar, menengah, kecil. Selain itu sangat relevan dalam mewujudkan pemerataan terhadap akses-akses dan sumber-sumber ekonomi. b. Penyederhanaan Pelayanan Kegiatan Investasi Penyederhanaan (deregulasi) pelayanan kegiatan ekonomi membantu kelancaran usaha dari para pelaku ekonomi, karena deregulasi dipandang sebagai salahsatu cara untuk meningkatkan efisiensi bagi para pelaku ekonomi. 3 Rudini, 2001, Otonomi : Peluang dan Tantangan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal 45 62

Berkaitan dengan kegiatan investasi baik dalam negeri ataupun asing, pemerintah telah mengambil langkah-langkah deregulasi pelayanan investasi melalui beberapa paket kebijakan yang tidak lain bertujuan untuk menarik minat investor agar mau menanamkan modal. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah secara terus menerus melakukan penyempurnaan berkaitan dengan penyederhanaan pelayanan kegiatan investasi, yang tidak lain bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para calon investor dalam melakukan kegiatan investasinya. c. Upaya Promosi Kegiatan Investasi Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam menarik ivestasi antara lain: sumber daya alam yang melimpah, jumlah penduduk yang besar, tenaga kerja yang relative murah. Berbagai langkah kebijakan yang telah di ambil oleh pemerintah dalam upaya menarik minat para investor, baik di dalam maupun luar negeri agar mau berinvestasi di Indonesia. 2. Strategi Kebijakan Investasi a. Strategi Jangka Pendek Berhubungan dengan kebijakan investasi, beberapa langkah dan strategi sangat perlu dipertimbangkan. Dalam jangka pendek, perlu dilakukan skala prioritas dalam investasi nasional. Dalam hal ini 63

pemerintah antara lain harus mengaktifkan asset produksi yang belum didayagunakan yang masih mempunyai prospek disehatkan untuk meningkatkan produksi. Selain itu perlu didorong investasi pada bidang usaha yang mengutamakan sumber daya domistik yang berorientasi ekspor dengan mempunyai kaitan dengan pengadaan Sembilan bahan pokok, mempunyai sifat padat karya, dan cepat menghasilkan serta memberikan efek kepada penyehatan pembayaran luar negeri. Dalam jangka pendek langkah yang harus dilakukan adalah: pengembangan industry padat karya, seperti produksi tekstil, elektronika, industry kerajinan dan sejenisnya. Upaya pengembangan industry ini perlu dilakukan mengingat industri ini banyak menyerap tenaga kerja dan sekaligus dapat mengurangi tingkat pengangguran dan selama ini telah berkembang dengan cukup baik serta memberikan sumbangan yang tidak kecil pada perolehan devisa. Selain itu perbaikan dalam intensif kebijakan investasi perlu dilakukan mencakup pemberian layanan administrasi dan layanan bisnis yang efisien. Kemudian pengadaan program-program pengembangan sumber daya manusia terutama difokuskan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan koordinasi lintas sektoral dan fasilitator bagi investor dalam kegiatan investasi. b. Strategi Jangka Menengah Dalam jangka menengah, beberapa langkah dan strategi yang dapat dilakukan melalui pentahapan priorotas investasi berdasarkan 64

sector pengembangan priorotas investasi berdasarkan kondisi daerah, pengembangan prioritas investasi berdasarkan institusi, serta peningkatan kerjasama internasional di bidang investasi dalam rangka menarik investor secara selektif dan terarah. Dalam jangka menengah langkah dan strategi yang perlu dilakukan adalah pengembangan industri yang berbasis sumber daya alam, khususnya agri industry. Upaya ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor, dengan demikian perolehan devisa dari hasil ekspor dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dan sekaligus dapat menghemat devisa. c. Strategi Jangka Panjang Dalam jangka panjang, langkah-langkah yang perlu dilakukan berkaitan dengan kebijakan investasi di Indonesia adalah pengembangan industry yang berbasis teknologi dan pengetahuan (knowledge based industry) secara bertahap. Upaya ini perlu dilakukan untuk mendapat nilai tambah yang tinggi melalui proses teknologi secara bertahap dengan mempertimbangkan tingkat teknologi yang ada. Selain itu, langkah yang perlu dilakukan adalah deregulasi dan debirokratisasi dalam kegiatan investasi dan perdagangan. 65

3. Perubahan Kebijakan Investasi a. Sebelum Otonomi Beberapa perubahan penting dari kebijakan penanaman modal terutama kebijakan penanaman modal asing diantaranya: (1) Perubahan ketentuan kepemilikan saham dan peralihan saham kepada pihak Indonesia (2) Perubahan ketentuan batas minimum investasi dalam rangka PMA b. Sesudah Otonomi Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian kebijakan dalam bidang investasi (penanaman modal). Kebijakan pemerintah yang dirasakan sangat penting adalah berkaitan dengan pelimpahan kewenangan pemberian persetujuan, fasilitas dan perizinan pelaksanaan kegiatan investasi (penanaman modal) baik dalam rangka penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) kepada gubernur kepala daerah provinsi yang mana sebelumnya kewenangan persetujuan, pemberian fasilitas serta perizinan pelaksanaan investasi hanya dapat dikeluarkan oleh kepala BKPM. Dengan terjadinya pelimpahan kewenangan tersebut, maka terjadi perubahan pula pada prosedur dan tata cara perizinan investasi terutama di daerah diantaranya: (1) Perubahan prosedur dan tata cara penanaman modal dengan fasilitas PMA/PMDN 66

(2) Perubahan tugas dan fungsi BKPM (3) Perubahan tugas dan fungsi BKPMD (4) Perubahan pokok-pokok organisasi perwakilan RI Di era otonomi daerah, di harapkan pemerintah daerah memegang peranan dalam pembangunan di daerah dan memenuhi kebutuhan daerah, maka sudah selayaknya pemerintah pusat hanya membuat aturan-aturan pokok, sedangkan kebijakan dan kewenangan (termasuk kebijkan dan kewenangan dalam investasi) diserahkan kepada daerah. Pembagian urusan pemerintahan bidang penanaman modal. 4 No Sub Urusan Pemerintah Pusat Provinsi Kabupaten/ Kota 1 2 3 4 5 1 Pengembang a. Penetapan bidang a. Penetapan a. Penetapan an Iklim Penanaman Modal usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. b. Penetapan pemberian fasilitas/ insentif di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. c. Pembuatan peta pemberian fasilitas/ insentif di bidang penanama n modal yang menjadi kewenang an provinsi. b. Pembuata pemberian fasilitas/ insentif di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota. b. Pembuatan 4 Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan 67

2 Kerja Sama Penanaman Modal potensi investasi nasional. d. Pengembangan kemitraan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bekerja sama dengan investor asing. a. Penyelenggaraan kerja sama internasional dengan negara lain dalam rangka kerja sama bilateral, regional dan multilateral di bidang penanaman modal. b. Penyelenggaraan kerjasama antara PemerintahPusat dengan lembaga perbankan nasional/ internasional dan dunia usahanasional/ internasional. c. Pengkoordinasian penanaman modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia. n peta potensi investasi provinsi. peta potensi investasi kabupaten/ kota. 68

3 Promosi Penyelenggaraan Penyelenggar Penyelenggaraa Penanaman promosi penanaman aan promosi n promosi Modal modal yang menjadi penanaman penanaman kewenangan modal yang modal yang Pemerintah Pusat. menjadi menjadi kewenangan kewenangan provinsi. kabupaten/ kota. 4 Pelayanan a. Pelayanan Pelayanan Pelayanan Penanaman penanaman modal perizinan dan perizinan dan Modal yang ruang nonperizinan non perizinan lingkupnya lintas secara secara terpadu 1 provinsi. terpadu satu (satu) pintu di b. Pelayanan pintu: bidang penanaman modal a. Penanama penanaman terkait dengan n modal modal yang sumber daya alam yang menjadi yang tidak ruang kewenangan terbarukan dengan lingkupny tingkat risiko a lintas kabupaten/kota. kerusakan lingkungan yang kabupaten tinggi. /kota; c. Pelayanan b. Penanama penanaman modal n Modal pada bidang industri yang yang merupakan menurut prioritas tinggi pada ketentuan skala nasional peraturan d. Pelayanan perundang penanaman modal undangan yang terkait pada menjadi pelaksanaan strategi kewenang 69

pertahanan dan keamanan nasional. an provinsi. e. Pelayanan penanaman modal asing. 5 Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang menjadi kewenangan provinsi. Pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang menjadi kewenangan kabupaten/kota. 6 Data dan Sistem Informasi Penanaman Modal Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintergrasi secara nasional. Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan penanaman modal yang terintergrasi pada tingkat provinsi Pengelolaan data dan informasi perizinan dan nonperizinan yang terintergrasi pada tingkat kabupaten/kota. Tabel 3.1. Pembagian urusan pemerintahan bidang penanaman modal 70