Bab IV Sistem Panas Bumi

dokumen-dokumen yang mirip
III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK


BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Zona Bogor (Van Bemmelen, 1949). Zona Bogor sendiri merupakan antiklinorium

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD)

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT

Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat

Bab III Teori Dasar. III.1 Sistem Panas Bumi

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

Analisis Geokimia Fluida Manifestasi Panas Bumi Daerah Maribaya

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

BAB VI INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

MONITORING SUMUR-SUMUR EKSPLORASI LAPANGAN PANAS BUMI MATALOKO, KABUPATEN NGADA, NTT TAHUN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. yang diambil dari beberapa manifestasi yang tersebar di sekitar area lapangan panas

I. ALTERASI HIDROTERMAL

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI MAPOS, KABUPATEN MANGGARAI TIMUR, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia memiliki daerah vulkanik yang berlimpah. Sebagian besar

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

BAB I PENDAHULUAN. Komplek vulkanik Dieng di Jawa Tengah memiliki sistem panas bumi

BAB III METODE PENELITIAN. panasbumi di permukaan berupa mataair panas dan gas. penafsiran potensi panasbumi daerah penelitian.

PENGARUH SESAR NORMAL CEUNOHOT TERHADAP LANDAIAN TEMPERATUR SUMUR JBO-1 DAN JBO-2 DI LAPANGAN PANAS BUMI JABOI, SABANG, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ALBUM PETROGRAFI BATUAN METAMORF MARMER

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

Transkripsi:

Bab IV Sistem Panas Bumi IV.1 Dasar Teori Berdasarkan fluida yang mengisi reservoir, sistem panas bumi dibedakan menjadi 2, yaitu sistem panas bumi dominasi air dan sistem panasbumi dominasi uap. 1. Sistem panas bumi dominasi air Sistem panas bumi dominasi air adalah sistem panas bumi dengan reservoir yang terdiri dari lebih 60% air. Air yang mengisi reservoir adalah air alkali klorida berph netral yang terpanaskan oleh sumber panas berupa pluton yang mendingin (Hochstein and Browne, 2000). Air yang mengisi reservoir kemudian mendidih atau bercampur dengan fluida lain atau mendingin (Gambar IV.1). Boiling (mendidih) adalah proses yang sangat penting untuk dapat menghasilkan air dengan berbagai kadar salinitas dan gas. Sebaliknya pencampuran akan menurunkan berbagai unsur terlarut, termasuk gas. Pada sistem dengan dominasi air, air yang mengisi reservoir akan mempengaruhi kondisi temperatur dan tekanan. Di reservoir baik temperatur dan tekanan akan bertambah tinggi seriring dengan kedalaman (Gambar IV.3). Di reservoir air juga akan mengendapkan mineral-mineral alterasi hidrotermal, seperti epidot dan wairakit. Umumnya kehadiran epidot digunakan sebagai indikator kehadiran zona reservoir. Tergantung pada temperatur reservoir, mineral lain dapat terbentuk, seperti aktinolit pada temperatur 280 0 hingga lebih dari 330 0 C, wairakit pada temperatur 220 0-300 0 C, prehnit pada temperatur 250 0-310 0 C, dan garnet pada temperatur >300 0 C Di atas reservoir terdapat batuan penudung yang merupakan zona kondensasi uap. Zona ini terdiri dari mineral-mineral impermeable, seperti kaolin, smektit, alunit yang terbentuk sebagai hasil dari interaksi antara air kondensat dengan air tanah dekat permukaan. Pada daerah di antara zona batuan penudung (caprock) dan reservoir, terdapat zona kondensasi yang ditunjukkan oleh kehadiran anhidrit dan 71

kalsit hasil kondensasi gas CO 2 dan H 2 S. Hochstein and Browne, (2000) menggambarkan sistem panasbumi dominasi air seperti pada gambar IV.1. Gambar IV.1. Sistem panas bumi dengan dominasi air (Hochstein and Browne, 2000). 2. Sistem panas bumi dominasi uap Hochstein and Browne (2000) menyatakan bahwa sistem panas bumi dominasi uap adalah sistem panas bumi dengan reservoir yang terisi oleh lebih dari 60% uap air (Gambar IV.2) Pada sistem ini uap merupakan fasa yang mempunyai mobilitas tinggi dan akan mengisi bagian rekahan, atau rongga yang terbuka pada batuan, sedangkan air lebih cenderung diam dan mengisi pori batuan. Fumarol, tanah beruap dan mata air panas dengan komposisi air asam sulfat merupakan karakteristik manifestasi panas bumi yang muncul di permukaan. Berbeda halnya dengan sistem dominasi air, uap tidak mengontrol temperatur dan tekanan di reservoir. Pada sistem panas bumi dominasi uap, kondisi tekanan dan temperatur adalah konstan terhadap kedalaman (Gambar IV.3). Temperatur reservoir umumnya berkisar 236 0 C (Nicholson, 1993). Di atas reservoir, uap air akan terkondensasi dan membentuk zona kondesasi. Zona kondensasi ini merupakan lapisan tidak permeabel yang menyelimuti reservoir, sehingga reservoir menjadi sangat tertutup dan tidak memberi kesempatan uap untuk lepas. Zona kondensasi ini biasanya didominasi oleh kehadiran mineral anhidrit, kalsit. 72

Gambar IV.2 adalah model dari sistem panas bumi dengan reservoir dominasi uap. Gambar IV.2. Sistem panas bumi dengan dominasi uap (Hochstein and Browne, 2000). Gambar IV.3. Perbedaan profil temperatur dan tekanan untuk sistem panasbumi dengan dominasi uap (a) dan sistem panas bumi dominasi air (b). 73

IV.2 Karakteristik Sumur Penelitian Sumur yang dijadikan sebagai ojek penelitian terdiri dari tiga sumur, yaitu sumur WWT-1 dan WWD-2 yang terletak pada daerah reservoir dengan dominasi air, dan sumur WWQ-5 yang terletak pada daerah reservoir dengan dominasi uap (Bogie dkk., 2008 ) IV.2.1 Sumur WWT-1 Sumur WWT-1 adalah sumur yang terletak pada lereng barat Gunung Wayang dengan koordinat 790302mE, 9202476mS (UTM 48S). Berdasarkan pemerian mineral alterasi, diperoleh tiga zona yang berkaitan dengan sistem panasbumi. Zona tersebut adalah zona batuan penudung (caprock) pada kedalaman hingga 75 m, zona kondensasi pada kedalaman 75 hingga 1093 m, dan zona reservoir pada kedalaman di bawah 1093 m. Zona batuan penudung (caprock) dicirikan oleh kehadiran mineral-mineral impermeable seperti smektit, kaolinit, sedangkan kondensasi ditunjukkan oleh kehadiran kalsit dan anhidrit sebagai hasil kondensasi gas CO 2 dan H 2 S. Reservoir mulai hadir pada kedalaman 1093 m, ditunjukkan dengan awal hadirnya epidot. IV.2.1.1 Karakteristik Permeabilitas Reservoir Karakteristik permeabilitas reservoir ditafsirkan dengan menggunakan data sumur yang berupa zona hilang sirkulasi, ditambah pemerian mineral alterasi berupa kehadiran adularia yang merupakan mineral petunjuk permeabilitas. Zona hilang sirkulasi adalah zona dimana lumpur atau air yang dipompakan ke dalam sumur selama pemboran hilang sebagian atau seluruhnya. Faktor penyebab hilang dan besarnya sirkulasi adalah porositas, permeabilitas batuan, baik berupa kekar ataupun sesar. Pada sumur WWT-1, data hasil pengeboran tidak menunjukkan kehadiran zona hilang sirkulasi, demikian pula halnya dengan hasil analisa petrografi yang tidak 74

menunjukkan kehadiran adularia. Ketidakhadiran zona hilang sirkulasi dan adularia menunjukkan bahwa kondisi permeabilitas reservoir sumur WWT-1 tidak baik. IV.2.1.2 Karakteristik Temperatur Reservoir Karakteristik temperatur reservoir ditunjukkan oleh perbandingan antara temperatur berdasarkan mineral dibandingkan dengan temperatur sumur yang mewakili kondisi pada masa kini.. Pada zona reservoir sumur WWT-1, temperatur mineral berkisar antara 250-300 0 C berdasarkan kehadiran epidot. Selain epidot, hadir pula prehnit yang terbentuk pada temperatur 240-310 0 C, aktinolit yang terbentuk pada temperatur 280-320 0 C, dan wairakit yang menunjukkan temperatur pembentukkan berkisar 220-300 0 C. Kehadiran prehnit pada kedalaman 1333-1336 m dan 1573-1576 m, dan aktinolit pada kedalaman 1990-1993 m, selanjutnya mempengaruhi pemerian temperatur berdasarkan geotermometer mineral (Gambar IV.4) Kurva temperatur pada sumur WWT-1 menunjukkan pola temperatur yang bertambah tinggi seiring dengan bertambahnya kedalaman Pola ini merupakan pola yang khas dari sistem reservoir dominasi air. Perbandingan antara kurva temperatur mineral dengan kurva temperatur hasil pengeboran menunjukkan telah terjadi pendinginan pada reservoir sumur WWT-1, yaitu dari temperatur 250 0 C menjadi 220 0 C.(Gambar IV.4). Pada reservoir kedalaman 1800-2000 m, profil temperatur sumur menunjukkan penurunan temperatur yang signifikan. Analisa petrografi contoh serbuk bor pada kedalaman 1813-1816 m menunjukkan kehadiran smektit dan kaolinit yang mengubah batu tuf lapili. Penurunan temperatur yang drastis, disertai kehadiran mineral-mineral alterasi bersuhu rendah mengindikasikan telah terjadi percampuran antara air reservoir dengan air dingin pada reservoir sumur WWT-1. Hadirnya laumontit sebagai mineral pengisi rongga pada reservoir sumur WWT-1 juga mengindikasikan proses pendinginan yang mengendapkan larutan 75

hidrotermal berkomposisi Calc-silikat pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur reservoir. Batas atas reservoir berdasar awal kehadiran epidot terletak pada kedalaman 1100 m, sedangkan batas atas reservoir yang sekarang berada pada kedalaman 1500 m. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi saat ini reservoir telah berpindah ke daerah yang lebih dalam. Gambar IV.4. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur hasil pengeboran pada sumur WWT-1 76

IV.2.2 Sumur WWD-2 Sumur WWD-2 adalah sumur yang terletak di lereng timur gunung Bedil, pada koordinat 790388mT, 9203047mS (UTM zone 48S). Berdasarkan hasil pemerian mineral sekunder, diperoleh 3 zona yang berkaitan dengan sistem panasbumi pada sumur WWD-2, yaitu zona batuan penudung pada kedalaman hingga 132 m, zona kondensasi pada kedalaman 132-789 m dan zona reservoir pada kedalaman di bawah 789 m. IV.2.2.1 Karakteristik Permeabilitas Reservoir Zona hilang sirkulasi hadir pada sumur WWD-2 di kedalaman 1220-1250 m, 1420-1462 m, 1590-1620 m, dan 1645-1655 m. Zona ini berasosiasi dengan struktur sesar, ditunjukkan oleh tekstur tuf kristal yang memperlihatkan milonitisasi pada kedalaman 1750-1753 m, dan kuarsa sekunder dengan tekstur suture yang menunjukkan pengaruh tekanan, pada kedalaman 1210-1213 m, 1310-1393 m, 1630-1633, dan 1690-1693 m. Pengamatan petrografi menunjukkan kehadiran adularia sebagai mineral yang mengubah plagioklas, dan sebagai mineral pengisi rongga bersama dengan yang wairakit. Kehadiran adularia pada reservoir sumur WWD-2 beberapa berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi. Adularia hadir pada kedalaman 1390-1393 m, 1810-1933 m dan 2081-2114 m. Kehadiran adularia sebagai mineral petunjuk permeabilitas menunjukkan bahwa reservoir sumur WWD-2 memiliki permeabilitas batuan baik, yang berhubungan dengan permeabilitas akibat rekahan. Pada reservoir sumur WWD-2 urat kuarsa sekunder, kalsit, wairakit-epidot, dan kalsedon, juga hadir mengisi rekahan. Kehadiran mineral pengisi rekahan ini akan mengurangi permeabilitas reservoir. Kehadiran urat-urat tersebut juga menunjukkan bahwa telah terjadi lebih dari sekali proses hidrotermal pada daerah sumur WWD-2. 77

IV.2.2.2 Temperatur Reservoir Zona reservoir pada sumur WWD-2 hadir pada kedalaman 789 m ditandai dengan mulai munculnya epidot. Epidot hadir bersama-sama dengan wairakit dan prehnit, menunjukkan suhu reservoir yang berkisar 250 0 C. Pada kedalaman 1570-1573 m dan 1930-1933 m, aktinolit hadir dan menunjukkan pemerian suhu berdasarkan mineral sebesar 280- >330 0 C (Gambar IV.5). Selain mineral-mineral Calk-silikat, pada reservoir sumur WWD-2 hadir serisit dan pirofilit yang mengubah andesit piroksen dan tuf-lapili. Serisit±pirofilit hadir pada kedalaman 909-972 m dan 1270-1573 m, menghasilkan pemerian temperatur mineral yang berkisar 220-280 0 C. Zona ini hadir bersamaan dengan kalsedon yang menjadi indikasi boiling. Hadirnya serisit±pirofilit pada reservoir sumur WWD-2 berasosiasi dengan zona hilang sirkulasi dan proses boiling yang menunjukkan penurunan temperatur. Sama halnya dengan sumur WWT-1, kurva temperatur pada sumur WWD-2 menunjukkan pola temperatur yang bertambah tinggi seiring dengan bertambahnya kedalaman Pola ini merupakan pola yang khas dari sistem reservoir dominasi air. Perbandingan antara kurva temperatur mineral dengan kurva temperatur hasil pengeboran juga menunjukkan telah terjadi pendinginan pada reservoir sumur WWD-2, yaitu dari temperatur 250 0 C menjadi 220 0 C.(Gambar IV.5). Batas atas reservoir berdasarkan awal kehadiran epidot dengan batas atas reservoir yang sekarang juga telah berpindah, terlihat bahwa pada kondisi saat ini reservoir berada pada kedalaman 1200 m, berbeda dengan kondisi reservoir pada masa lampau yang terletak pada kedalaman 650 m. Hasil perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur yang diperoleh dari data pengeboran menunjukkan telah terjadi pendinginan pada reservoir sumur WWD-2 (Gambar IV.5). 78

Gambar IV.5. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur hasil pengeboran pada sumur WWD-2 Pada reservoir sumur WWD-2 kedalaman 1550-1700 m, profil temperatur sumur menunjukkan pendinginan. Hasil pengamatan petrografi contoh serbuk bor pada kedalaman tersebut menunjukkan hadirnya urat kalsit dan urat anhidrit-gipsum yang meng-overprint mineral-mineral alterasi lain. Hadirnya gipsum sebagai mineral hidrous sulfat menunjukkan bahwa air reservoir yang panas telah 79

bercampur dengan air meteorik yang bertempetur rendah. Hadirnya zona hilang sirkulasi pada kedalaman ini mengindikasikan rekahan sebagai media masuknya air meterorik.. Kehadiran laumontit mengisi rongga pada reservoir sumur WWD-2 kedalaman 2051-2114 m juga mengindikasikan proses pendinginan pada reservoir sumur WWD-2. IV.2.3 Sumur WWQ-5 Sumur WWQ-5 adalah sumur yang terletak di lereng selatan Gunung Gambung, pada koordinat 791045mE, 9204713mS (UTM zona 48S). Berdasarkan hasil pemerian mineral sekunder, diperoleh 2 zona yang berkaitan dengan sistem panas bumi pada sumur WWQ-5, yaitu zona batuan penudung (caprock) pada kedalaman hingga 885 m, dan zona reservoir yang hadir pada kedalaman di bawah 885. Zona batuan penudung ditandai dengan kemunculan mineral-mineral impermeable yang dihasilkan dari kondensasi uap air reservoir yang berinteraksi dengan dengan air tanah yang dingin. IV.2.3.1 Karakteristik Permeabilitas Reservoir Permeabilitas pada sumur WWQ-5 dicirikan oleh hadirnya adularia. Adularia pertama kali hadir pada kedalaman 885 m sebagai mineral sekunder yang mengganti plagioklas. Selanjutnya adularia hadir secara menerus dari kedalaman 1245-1725 m sebagai ubahan dari plagioklas dan sebagai mineral pengisi rongga. Pada kedalaman ini adularia sebagian besar hadir mengisi rongga bersama dengan wairakit dan epidot. Kehadiran adularia pada sumur WWQ-5 menunjukkan karakteristik permeabilitas reservoir yang baik berkaitan dengan permeabilitas akibat rekahan. Zona hilang sirkulasi pada sumur WWQ-5 hadir secara menerus mulai dari kedalaman 1730-2300 m. Kehadiran adularia secara menerus mulai dari kedalaman 1245 m beraosiasi dengan zona hilang sirkulasi pada kedalaman 1730-2300. Mandala Nusantara (1997) menyatakan bahwa zona hilang sirkulasi ini 80

terjadi karena struktur sesar berarah utara baratlaut-selatan tenggara yang teridentifikasi di permukaan melalui pola kelurusan. IV.2.3.2 Karakteristik Temperatur Reservoir Zona reservoir pada sumur WWQ-5 dimulai dari kedalaman 885 m ditandai dengan mulai hadirnya epidot. Selain epidot, hadir pula wairakit, prehnit, dan aktinolit yang merupakan mineral penciri temperatur tinggi. Garnet dengan bentuk isometrik hadir pada mengisi rongga tuf-lapili pada kedalaman 1465, mengindikasikan temperatur pembentukkan yang lebih tinggi, yaitu berkisar >300 0 C. Pada daerah reservoir ini hadir pula serisit secara menerus menunjukkan menunjukkan pemerian temperatur reservoir berdasarkan mineral yang berkisar 220-280 0 C. Perbandingan antara temperatur berdasarkan mineral dengan temperatur hasil dari pengeboran menunjukkan kesesuaian temperatur. Temperatur reservoir sumur WWQ-5 pada saat lampau menunjukkan keseimbangan dengan temperatur reservoir sumur masa kini. Profil temperatur dan tekanan untuk sumur WWQ-5 menunjukkan kisaran 260 0 C dengan tekanan 51-52 atm. Pola temperatur pada sumur WWQ-5 menunjukkan karakteristik temperatur dan tekanan yang konstan pada kedalaman tertentu. Kehadiran pola-pola temperaturtekanan ini merupakan karakteristik dari reservoir dengan dominasi uap. Pada reservoir jenis ini, uap tidak mengontrol temperatur dan tekanan. Hal ini menunjukkan bahwa reservoir sumur WWQ-5 merupakan sistem reservoir dengan dominasi uap, berbeda halnya dengan sumur-sumur yang terletak di daerah selatan. Walaupun reservoir sumur WWQ-5 saat ini menunjukkan sistem dominasi uap, kehadiran mineral Calc-silikat seperti epidot, wairakit, prehnit, dan garnet menunjukkan pernah terjadi interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan reservoir. Kehadiran mineral-mineral tersebut mengindikasikan bahwa reservoir 81

sumur WWQ-5 yang sekarang didominasi oleh uap, dulunya merupakan sistem yang didominasi oleh air yang mengisi rekahan dan pori batuan reservoir. Gambar IV.6. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur sumur hasil pengeboran pada sumur WWQ-5. 82

Berdasarkan awal kehadiran epidot, batas atas reservoir pada saat sistem masih didominasi oleh air terletak pada kedalaman 885 m di bawah permukaan. Tetapi hasil temperatur pengeboran yang menunjukkan kondisi sekarang menunjukkan batas atas reservoir yang terletak pada kedalaman 600 m. Hal ini menunjukkan bahwa top reservoir pada saat reservoir telah didominasi uap berpindah ke daerah yang lebih dangkal, yaitu pada kedalaman 600 m. IV.3 Model Penampang Alterasi pada Sistem Panasbumi Sistem panasbumi di daerah penelitian terdiri dari sistem dominasi uap di daerah bagian utara, dan sistem dominasi air di daerah bagian selatan, yang dipisahkan oleh struktur horst. Struktur horst ini membatasi penyebaran lateral unit batuan, dan memisahkan reservoir antara di utara dengan di selatan. Gambar IV.17 adalah model penampang sistem panasbumi di daerah penelitian, memperlihatkan distribusi zonasi alterasi dan temperatur hasil pengeboran yang mencerminkan kondisi pada masa kini. Berdasarkan karakteristik mineral alterasi yang hadir, sistem panasbumi di daerah penelitian terdiri dari: 1. Zona penudung (caprock) Zona penudung hadir dengan ketebalan berkisar 800 m di daerah bagian utara, dan menipis menjadi 100-200 m di daerah bagian selatan. Zona ini terdiri dari mineral-mineral bersifat impermeable yang diwakili oleh zona smektit-kristobalit dan zona alunit-kristobalit pada daerah penelitian. Zona penudung pada sumur WWT-1 disusun oleh smektit dan kristobalit yang berasosiasi dengan kalsit. Smektit dan kristobalit menunjukkan ph larutan yang bersifat netral. Kehadiran kalsit menunjukkan komposisi larutan yang mengandung uap CO 2, larutan ini kemudian berinteraksi dengan air tanah yang dingin. 83

Zona penudung pada sumur WWD-2 disusunoleh kumpulan mineral dengan ph asam yang terdiri dari alunit, kristobalit, kaolinit, hadir bersama dengan adularia yang mengisi rongga. Alunit dihasilkan dari kondensasi gas H 2 S yang berinteraksi dengan air tanah, selanjutnya akan membentuk air asam sulfat. Sedangkan adularia terbentuk dari larutan alkali klorida yang bersifat netral. Nicholson (1993) menyatakan bahwa percampuran antara air klorida dengan air asam sulfat akan menghasilkan produk alterasi berupa alterasi propilitik yang bercampur dengan advance argilik. Kehadiran adularia dan mineral asam pada zona penudung sumur WWD-2, mengindikasikan telah terjadinya percampuran air klorida dengan air asam sulfat pada daerah dangkal dekat permukaan. Zona penudung pada sumur WWQ-5 hadir dengan ketebalan mencapai 800 m. Zona ini disusun oleh mineral impermeable seperti smektit, kristobalit, kaolinit, yang berasosiasi dengan kalsit, anhidrit, klorit, kuarsa sekunder. Pada zona penudung ini proses kondensasi berlangsung intensif dan mengendapkan mineralmineral impermeable seperti kalsit dan anhidrit yang mengisi rongga. Pada zona batuan penudung sumur WWQ-5 terlihat adanya peningkatan temperatur antara temperatur mineral dengan temperatur pada kondisi masa kini. Pengamatan petrografi menunjukkan hadirnya serisit yang terbentuk pada temperatur >220 0 C, pada kedalaman tersebut. Pemanasan ini ini diprediksi terkait dengan perubahan sistem panasbumi yang terjadi pada daerah sumur WWQ-5. 2. Zona transisi Zona transisi berkembang dengan baik di daerah bagian selatan. Zona ini ditandai dengan kelimpahan kehadiran kalsit dan anhidrit sebagai hasil kondensasi uap yang kaya CO 2 dan H 2 S. Kalsit hadir sebesar 10-20% pada zona transisi sumur WWT-1 dan WWD-2. Adapun anhidrit hanya hadir sebesar 3-5%. Kalsit yang hadir sebagai vein dan mineral pengisi rongga terendapkan langsung dari larutan hidrotermal yang kaya CO 2. Pada beberapa kedalaman kalsit berasosiasi dengan siderit, menunjukkan larutan dengan pengayaan Fe pada kedalaman tersebut..pada sumur WWT-1 kedalaman 432 m hadir pula urat dolomit yang menunjukkan injeksi air meterorik kaya Mg pada zona transisi sumur WWT-1. 84

3. Zona reservoir Zona reservoir pada ketiga sumur penelitian ditunjukkan dengan hadirnya mineral Calc-silikat seperti epidot, prehnit, dan wairakit. Mineral Calc-silikat ini terbentuk dari larutan hidrotermal yang berkomposisi alkali klorida. pada ph larutan netral. Pada sistem dominasi air, reservoir didominasi oleh larutan alkali klorida berph netral. Sedangkan pada sistem dominasi uap yang diwakili oleh sumur WWQ-5, reservoir terdiri dari serisit dan pirofilit yang menunjukkan komposisi larutan asam pada temperatur yang tinggi. Kehadiran mineral Calc-silikat pada sistem dominasi uap menunjukkan bahwa sistem ini pada mulanya didominasi oleh air, yang karena proses-proses seperti boiling, sistem berevolusi dan berubah menjadi sistem dominasi uap. IV.4 Fluida Panasbumi di Reservoir Reservoir pada sistem panasbumi dominasi air biasanya diisi oleh air alkali klorida (Nicholson, 1993). Hal ini tercermin dari keberadaan mineral-mineral Calc-silikat yang dihasilkan dari interaksi antara air hidrotermal dengan batuan penyusun reservoir. Fluida panasbumi yang bersirkulasi dalam suatu sistem panasbumi, secara langsung ataupun tidak langsung berasal dari air klorida. Nicholson (1993) menyatakan bahwa air klorida didominasi oleh Cl sebagai unsur dominan, tetapi unsur-unsur lain seperti sodium, potasium, silika, sulfat dan bikarbonat dapat hadir. Kehadiran unsur-unsur lain tersebut akan menggambarkan fluktuasi fluida pada reservoir terkait dengan sistem panasbumi yang selalu bergerak dinamis dari waktu ke waktu. Fluida panas bumi yang hadir di daerah penelitian diinterpretasi dari kehadiran mineral-mineral alterasi penyusun reservoir. Fluida penyusun reservoir pada sumur-sumur penelitian adalah sebagai berikut. 85

Gambar IV.7. Model penampang alterasi pada sistem panasbumi di daerah penelitian.

IV.4.1 Fluida Reservoir Sumur WWT-1 Reservoir sumur WWT-1 terdapat pada kedalaman di bawah 1093 m, berdasarkan awal kemunculan epidot. Reservoir sumur WWT-1 disusun oleh mineral-mineral Calc-silikat yang menunjukkan komposisi larutan hidrotermal netral, pada temperatur berkisar 250-300 0 C. Perbandingan antara temperatur mineral dan temperatur masa kini, serta hadirnya laumontit menunjukkan bahwa reservoir sumur WWT-1 telah mendingin. Pendinginan ini juga ditunjukkan dengan masuknya air meterorik pada kedalaman 1800-2000 m. Kalsit, anhidrit, serta gipsum hadir pada reservoir sumur ini. Pada beberapa kedalaman, kalsit hadir meng-overprint epidot, menunjukkan kelimpahan gas CO 2 pada kedalaman tersebut. Berdasarkan kehadiran kalsedon yang menjadi indikasi boiling, terlihat kelimpahan gas CO 2 pada reservoir WWT-1 berasal dari proses boiling. Anhidrit pada reservoir sumur WWT-1 hanya hadir pada kedalaman 1093-1396 m, sedangkan gipsum hadir setempat pada beberapa kedalaman. Tidak ditemukan anhidrit yang meng-overprint mineral Calc-silikat temperatur tinggi pada reservoir ini, menunjukkan bahwa reservoir hanya diperkaya oleh kandungan CO 2 IV.4.2 Fluida Reservoir Sumur WWD-2 Reservoir sumur WW-2 terdapat pada kedalaman di bawah 789 m, berdasarkan awal kemunculan epidot. Sama halnya dengan sumur WWT-1, reservoir sumur WWD-2 disusun oleh mineral-mineral Calc-silikat seperti epidot, wairakit, prehnit, dan aktinolit. Epidot pada sumur ini hadir lebih banyak dibandingkan pada sumur WWT-1, menunjukkan kandungan Ca dan Fe yang lebih tinggi dibandingkan sumur WWT-1. Mineral-mineral Kalk-alkali yang menyusun reservoir menunjukkan pemerian temperatur mineral berkisar 250-300 0 C, dan

kondisi fluida netral. Sama halnya dengan sumur WWT-1, reservoir sumur ini telah mendingin. Pada reservoir kedalaman 909-972 m, dan 1250-1573 m, serisit dan pirofilit hadir, menunjukkan pengaruh larutan bersifat asam pada kedalaman tersebut. Larutan asam bertemperatur tinggi dapat terbentuk dari influk magmatik yang masuk ke dalam sistem hidrotermal, dapat juga berasal dari air kondensat yang turun ke daerah yang lebih dalam. Ketidakhadiran intrusi berupa dike atau sill pada sumur WWD-2 mengindikasikan bahwa larutan asam yang membentuk pirofilit berasal dari air kondensat yang turun ke reservoir dan terpanaskan. Hadirnya zona hilang sirkulasi, pada kedalaman 1250-1573 menunjukkan larutan asam berasal dari fluida kondensat yang turun ke reservoir melalui media rekahan. Adapun serisit yang mengubah andesit piroksen pada kedalaman 909-972 m mengindikasikan larutan kondensat bereaksi dengan lava andesit pada kedalaman tersebut. Kalsit, anhidrit, serta gipsum hadir menerus pada reservoir sumur WWD-2. Pada beberapa kedalaman hadir kalsit meng-overprint epidot dan aktinolit, menunjukkan kelimpahan gas CO 2 pada reservoir sumur ini. Sama halnya dengan sumur WWT-1, identifikasi titik boiling berdasarkan kehadiran kalsedon di reservoir mengindikasikan bahwa kelimpahan gas CO 2 berasal dari proses boiling. Anhidrit hadir sebesar 3-5%, dan tidak ditemukan anhidrit yang mengubah mineral Calc-silikat. Hal ini menunjukkan bahwa reservoir hanya diperkaya oleh gas CO 2.. IV.4.3 Fluida Reservoir Sumur WWQ-5 Reservoir sumur WWQ-5 berada pada kedalaman di bawah 885 m, berdasarkan awal kemunculan epidot. Berbeda halnya dengan sumur WWT-1 dan WWD-2, reservoir pada sumur WWQ-5 disusun oleh serisit dan pirofilit. Kehadiran serisit dan pirofilit menunjukkan kondisi larutan dengan ph asam pada temperatur 220-280 0 C. 88

Profil temperatur dan tekanan untuk sumur WWQ-5 menunjukkan sistem dominasi uap, tetapi hadirnya mineral-mineral Calc-silikat menunjukkan bahwa sistem ini pada mulanya adalah sistem dominasi air. Perubahan dari sistem dominasi air menjadi uap akan terekam dari kehadiran mineral alterasi yang menunjukkan perubahan komposisi fluida, temperatur dan tekanan pada proses hidrotermal. Pada reservoir sumur WWQ-5. kalsit, anhidrit, dan gipsum hadir secara menerus. Kelimpahan gas CO 2 dan H 2 S pada reservoir ini dperlihatkan dari kalsit yang meng-overprint epidot pada kedalaman 885-1305 m, dan anhidrit yang mengoverprint epidot pada kedalaman 945-1245 m. Pada kedalaman ini fluida reservoir WWQ-5 diperkaya oleh uap yang selanjutnya akan menurunkan tekanan permukaan yang berpengaruh terhadap proses boiling. Nicholson (1993) menyatakan bahwa kandungan gas pada larutan akan menurunkan titik boiling sehingga titik boiling berada pada daerah yang lebih dangkal. Hasil pengamatan petrografi menunjukkan boiling pada kedalaman 885-945 m. Pada kedalaman ini kalsedon, silika opal dan kuarsa sekunder hadir pada reservoir dengan temperatur di atas 220 0 C menunjukkan kondisi superheated. Selanjutnya larutan yang diperkaya oleh kandungan gas akan menurunkan titik didih, sehingga boiling selanjutnya akan terjadi pada kedalaman di bawah 885 m. Perbandingan antara temperatur mineral dengan temperatur pengeboran menunjukkan bahwa top reservoir yang sekarang telah berpindah ke daerah yang lebih dangkal, yaitu dari kedalaman 885 m kemudian pindah ke kedalaman 620 m. Berdasarkan kehadiran kalsedon pada temperatur >220 0 C, boiling terjadi pada kedalaman 645-705 m, dan 885-945 m. Pada kedalaman 885-945 m boiling diprediksi terjadi ketika sistem masih didominasi oleh air, sedangkan pada daerah yang dangkal boiling diprediksi terjadi pada saat sistem telah didominasi oleh air. Boiling yang terjadi pada daerah dangkal selanjutnya menghasilkan uap, dan larutan dengan saturasi yang berbeda. Kondensasi uap hasil boiling selanjutnya akan mempertebal lapisan batuan penudung, konsekuensinya permukaan air akan 89

menjadi turun, Dibutuhkan data tambahan berupa inklusi fluida untuk mendukung pernyataan ini. Kehadiran kalsit meng-overprint epidot pada reservoir sumur WWQ-5 terjadi pada kedalaman 885-1305 m dan 1725 m. Anhidrit hadir meng-overprint epidot pada kedalaman 945-1245 m. Hal ini menunjukkan kelimpahan gas CO 2, dan H 2 S pada reservoir WWQ-5. Berbeda dengan sumur-sumur di daerah selatan, kelimpahan gas CO 2 dan H 2 S di reservoir tidak berasosiasi dengan boiling. Hal ini diinterpretasi berasal dari air kondensat yang turun ke reservoir, ditunjukkan oleh kenampakan kristal kuarsa dan kalsit yang terkorosi pada kedalaman tersebut. Pada sumur WWQ-5, komposisi fluida panasbumi terdiri dari pengayaan kalsium hidrat dan besi (Fe), ditunjukkan oleh kehadiran wairakit dan prehnit dengan persentase lebih tinggi dibandingkan dengan sumur-sumur di bagian selatan. Garnet yang hanya muncul di sumur WWQ-5 menunjukkan bahwa sumur di daerah utara pernah mencapai temperatur 300 0 C, berbeda halnya dengan sumursumur di daerah selatan yang temperatur tertinggi berkisar 280 0 C berdasarkan kehadiran aktinolit. 90