BAB 5 PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain case

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Gambar 3. Rancang Bangun Penelitian N R2 K2. N : Penderita pasca stroke iskemik dengan hipertensi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak, khususnya

BAB. 3. METODE PENELITIAN. : Cross sectional (belah lintang)

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Kesehatan Anak

BAB 5. HASIL PENELITIAN. diperoleh 52 subjek yang menderita LLA yang terbagi menjadi 2 kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. sedang-berat yang memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian. Rerata umur

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini didapatkan 65 orang penderita pasca stroke iskemik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dilakukan di Klinik Penyakit Dalam Instalasi Rawat

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr. Kariadi / FK Undip Semarang.

BAB VI PEMBAHASAN. pemeriksaan dan cara lahir. Berat lahir pada kelompok kasus (3080,6+ 509,94

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian ini melibatkan 61 orang subyek penelitian yang secara klinis diduga

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB IV MEDOTE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi).

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji eksperimental klinis dengan randomized. + asam askorbat 200 mg intravena/hari selama 7 hari.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Neurologi dan Imunologi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di 35 Fasyankes primer Klaten

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

BAB 6. PEMBAHASAN. Penelitian adalah penelitian case control yang melibatkan 52 penderita

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf dan Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat

BAB IV METODE PENELITIAN. Onkologi dan Bedah digestif; serta Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB 6 PEMBAHASAN. disebabkan proses degenerasi akibat bertambahnya usia. Faktor-faktor risiko

BAB II. METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung adalah penyebab nomor satu kematian di dunia. Hasil penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang bagian saraf dan rehabilitasi medik

BAB IV METODE PENELITIAN. Perinatologi RSUP Dr.Kariadi/FK Undip Semarang. (PBRT), Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan ruang rekam medik RSUP

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Pada periode penelitian dijumpai 41 orang penderita stroke iskemik akut

BAB III METODE PENELITIAN

Pengetahuan Mengenai Insulin dan Keterampilan Pasien dalam Terapi

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kriteria inklusi penelitian. Subyek penelitian ini adalah kasus dan kontrol, 13

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

: Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien tentang. Juni-Juli 2014

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN. 2010, didapatkan jumlah keseluruhan penderita dengan bangkitan kejang demam

BAB 4 METODE PENELITIAN. risiko : 1) usia, 2) hipertensi 3) diabetes melitus 4) hiperkolesterol 5) merokok

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. Semarang Jawa Tengah. Data diambil dari hasil rekam medik dan waktu

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Bagian Ilmu Kesehatan Anak

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatancase control, yaitu suatu penelitian (survei) analitik yang

BAB IV METODE PENILITIAN. Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Saraf, dan Ilmu Penyakit Jiwa.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. belah lintang (cross sectional) untuk mengetahui korelasi antara faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

Konsumsi Pangan Sumber Fe ANEMIA. Perilaku Minum Alkohol

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Divisi Perinatologi

BAB 5 PEMBAHASAN. dan genotip APOE yang merupakan variabel utama penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Data Laboratorium

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Semarang dalam kurun waktu Mei Juni pada tahun 2015.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi dengan asfiksia neonatorum

BAB 4 METODE PENELITIAN. Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. Penelitian ini dilakukan di PICU dan HCU RS Dr. Kariadi Semarang pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB 3 METODA PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Syaraf. RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode Desember 2006 Juli 2007

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan radiologi.

Transkripsi:

88 BAB 5 PEMBAHASAN Penelitian telah dilakukan pada 40 pasien epilepsi yang menjalani monoterapi obat anti epilepsi fenitoin yang terdiri dari 20 pasien dalam kelompok kasus dan 20 pasien sebagai kelompok kontrol di Instalasi Rawat Jalan Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode September 2010 Februari 2011. Uji komparatif terhadap data karakteristik umum (umur, jenis kelamin) dan karakteristik klinis pasien (frekuensi gosok gigi, riwayat penyakit periodontal, oral higine, dan konsumsi asam folat) dilakukan pada kelompok kasus dan kontrol. Hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara kelompok kasus maupun kontrol dalam data karakteristik umum maupun klinis, kecuali untuk variabel konsumsi asam folat dan oral higine. Pasien dalam kelompok kontrol secara bermakna lebih banyak mengkonsumsi asam folat dibandingkan kelompok kasus. Studi ini diketahui bahwa dosis fenitoin oral dan kadar fenitoin dalam darah merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian hiperplasia ginggiva, sedangkan lama pemberian fenitoin tidak. Faktor risiko dosis fenitoin oral menunjukkan nilai odds ratio sebesar 21,0 (3,7-120,4), hal ini berarti pasien yang mengalami hiperplasia ginggiva dibandingkan pasien yang mendapat dosis fenitoin

89 oral < 300 mg. Nilai odds ratio faktor risiko kadar fenitoin dalam darah sayangnya tidak dapat dihitung karena alasan distribusi data. Studi Majola et al melaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki dan usia 20-30 tahun merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian hiperplasia ginggiva. 16 Vacharotayangul dan kawan-kawan melaporkan bahwa laki-laki tiga kali lebih mungkin menderita hiperplasia ginggiva dibanding wanita saat menerima terapi fenitoin. 47 Studi ini menunjukkan antara kelompok kasus dan kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna antara proporsi jenis kelamin maupun umur. Sampel studi ini terdiri dari 35 laki-laki dan 15 perempuan, dimana proporsi laki-laki lebih banyak pada kelompok kasus (70,0%) dibanding pada kelompok kontrol (55,0%), secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,514). Hal yang sama terjadi pada variabel umur, dimana tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata kelompok kasus (29,5±11,7 tahun) dan kelompok kontrol (31,7±14,7 tahun). Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa usia dan jenis kelamin dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap kejadian hiperplasia ginggiva. Frekuensi menggosok gigi, oral higine, riwayat penyakit periodontal, kehamilan, status diabetes mellitus, dan konsumsi asam folat merupakan variabelvariabel yang pernah dipublikasikan sebagai faktor risiko hiperplasia ginggiva. 12,16,17,20,47 Penelitian ini penyakit diabetes mellitus tidak dianalisis, karena tidak ada yang menderita diabetes mellitus dan masuk kriteria eksklusi. Status diabetes mellitus pasien ditentukan dengan hasil pemeriksaan gula darah (puasa dan

90 post-prandial) dan pemeriksaan funduskopi. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara frekuensi menggosok gigi dan riwayat penyakit periodontal antara kelompok kasus dan kontrol, sehingga keduanya dalam penelitian ini juga tidak mempengaruhi kejadian hiperplasia ginggiva. Variabel konsumsi asam folat berbeda bermakna antar kedua kelompok dalam studi ini (p=0,0001), begitu pula dengan variabel oral higine (p=0,011). Penelitian sebelumnya melaporkan, konsumsi asam folat dan oral higine yang baik merupakan faktor protektif terhadap kejadian hiperplasia ginggiva. 21 Prasad et al melaporkan bahwa pada kelompok perlakuan pemberian asam folat disertai perbaikan oral higine (menggosok gigi), 93% menunjukkan hasil yang baik yakni pembesaran hiperplasia ginggiva minimal pada pasien epilepsi yang mengkonsumsi fenitoin dalam jangka waktu satu tahun, dibandingkan dengan kelompok perlakuan yang hanya mendapatkan perbaikan oral higine (menggosok gigi) saja. 19 Hasil studi Prasad et al berbeda dengan penelitian ini dalam hal lama pemberian obat fenitoin, penelitian tersebut melaporkan kejadian hiperplasia ginggiva mencapai 57% selama enam bulan sejak dimulainya terapi fenitoin pada anak-anak namun tidak dikaitkan dengan dosis dan seluruh pasiennya tidak mendapat asam folat. 12 Penelitian ini untuk variabel lama pemberian obat hasilnya didapatkan bahwa lama pemberian obat > 6 bulan tidak terbukti sebagai faktor risiko kejadian hiperplasia ginggiva pada pasien epilepsi (p=0,522). Hal tersebut kemungkinan dikarenakan perbedaan karakteristik dari pasien (umur, nilai ambang kerentanan

91 fibroblas pada jaringan ginggiva terhadap fenitoin setiap orang berbeda 52 ). Penelitian kami rerata kelompok umur (29,5 ± 11,7 tahun), sementara penelitian sebelumnya pada anak-anak lama pemberian > 6 bulan berkorelasi positif terhadap hiperplasia. 12 Selain itu pada penelitian ini, subyek dari penelitian ini diberikan konsumsi asam folat. Penelitian lain dari studi Prasad et al membuktikan bahwa pemberian asam folat 400 mg disertai perbaikan oral higine dapat menurunkan derajat hiperplasia ginggiva pada pasien epilepsi yang mengkonsumsi fenitoin selama satu tahun. 19 Penelitian ini didapatkan odds ratio sebesar 21,0 dimana pasien yang mendapat fenitoin dengan 1 kali lebih besar dibandingkan pasien yang mendapat fenitoin dengan dosis < 300 mg. Konsumsi asam folat yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok kontrol kemungkinan mempengaruhi tingginya angka odds ratio yang didapat dalam penelitian ini. Hasil tersebut dikarenakan kelompok kontrol lebih terproteksi terhadap kejadian hiperplasia ginggiva dibandingkan kasus. Studi ini oral higine yang buruk justru didapatkan lebih tinggi pada kelompok kontrol, namun dengan data numerik dari variabel oral higine ternyata tidak jauh berbeda bermakna, rerata pada kelompok kontrol memiliki skor oral higine yang lebih tinggi (2,2±1,3) dibandingkan kasus (1,6±0,9), yang menurut teori semakin tinggi skornya maka semakin buruk keadaan oral higinenya. 49 Hasil studi ini menunjukan secara statistik tidak bermakna (p=0,183), dengan skor oral higine pada kelompok kontrol (2,2±1,3) yang lebih tinggi dari kelompok kasus (1,6±0,9), ternyata

92 tidak memiliki pengaruh makna klinis yang berarti mengenai oral higine terhadap timbulnya hiperplasia ginggiva. Tingginya skor oral higine yang buruk pada kelompok kontrol dalam studi ini ditemukan hanya kebetulan saja pada kelompok kontrol, dan justru hiperplasia ginggiva diakibatkan dari faktor dari dalam yakni dosis fenitoin. Uji Bivariat memperlihatkan hasil yang bermakna, dengan memperhitungkan lama pemberian durasi lama (>6 bulan) dan pemberian dosis oral tinggi ( semakin berisiko 22 kali terhadap kejadian hiperplasia ginggiva pada pasien epilepsi (OR=22,0; 95% CI=2,5-191,0; nilai-p=0,003). Penelitian Majola et al melaporkan bahwa kadar fenitoin serum bebas yang ejadian hiperplasia ginggiva. 16 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Namun walau kadar fenitoin dalam serum muncul sebagai faktor risiko yang signifikan dalam studi ini, variabel ini tidak dapat dihitung odds ratio-nya karena distribusi data yang tidak memungkinkan, sehingga tidak pula diikutkan dalam analisis multivariat. Uji komparatif dengan menggunakan data numerik dari variabel dosis oral fenitoin, lama pemberian fenitoin, dan kadar fenitoin dalam serum menegaskan temuan dalam penelitian ini, bahwa faktor risiko dosis oral fenitoin dan kadar fenitoin memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian hiperplasia ginggiva, dengan

93 nilai p < 0,05. Lama pemberian fenitoin kembali terbukti tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hiperplasia ginggiva dalam studi ini. Regresi logistik menunjukkan bahwa dosis fenitoin oral tetap merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian hiperplasia ginggiva saat dianalisis bersama dengan faktor risiko lama pemberian fenitoin. Nilai odds ratio variabel dosis fenitoin oral tetap tinggi yaitu 29,145 (3,86-219,9), sedang lama pemberian fenitoin tetap bukan merupakan faktor risiko yang signifikan. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya kemungkinan recall bias yang tinggi dari kuesioner karena desain kasus kontrol studi ini. Bias juga didapatkan dari kuisioner anamnesis riwayat kebersihan mulut, riwayat penyakit periodontal, riwayat timbulnya pembesaran gusi dan pemeriksaan oral higine. Penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi hati, kadar fenitoin dalam saliva, pemeriksaan laboratorium Matriks metalloproteinase (MMPs), dan pemeriksaan preparat histopatologi ginggiva. Jumlah sampel yang minimal terlihat dari tidak dapat dihitungnya odds ratio kadar fenitoin dalam serum. Penelitian ini hanya melihat skoring Hiperplasia indeks (HI) Saymor secara kasar, tanpa melihat letak/lokasi dan derajat hiperplasia ginggiva secara mendetail.