BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, teknologi telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk dapat

E-PROCUREMENT DAN PENERAPANNYA DI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA Jumat, 30 Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR 3 TAHUN 2014

PENGGUNAAN E-PROCUREMENT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik dengan menerapkan sistem e-government,

BAB I PENDAHULUAN. Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang

PENGANTAR E-PROCUREMENT

Audit e-procurement di Lingkungan Kementerian Perhubungan

MODUL 10 PENGGUNAAN EPROCUREMENT

BAB I PENDAHULUAN. kantor, hingga pembelian barang dan jasa untuk kantor pemerintah. Bahkan sektor

PERSEPSI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI AANWIJZING ELEKTRONIK. Yervi Hesna 1,*), Suwardi Siregar 2)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh

BUPATI KERINCI PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK PADA PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI

BUPATI ENDE PERATURAN BUPATI ENDE NOMOR 29 TAHUN 2010

MATERI 7 PENGANTAR E-PROCUREMENT

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber : UNDP tentang indeks pembangunan manusia indonesia

DAFTAR ISI. Pengantar E-Procurement. Diklat Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah TUJUAN PELATIHAN PENDAHULUAN. e-tendering. e-purchasing 10/19/2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 130 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA MEDAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang bisnis. Pada pemerintahan saat ini, teknologi merupakan penunjang

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik di Kabupaten Halmahera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten

PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 03 TAHUN

G U B E R N U R J A M B I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsultan untuk mendapatkan penawaran bersaing sesuai spesifikasi dan dapat

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PENGANTAR E-PROCUREMENT

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR UNIT LAYANAN PENGADAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan. keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 4 TAHUN 2010

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

SURAT EDARAN NOMOR: 07/SE/M/2012

PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lem

governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) tetapi juga

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KAJIAN EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS AANWIJZING ELEKTONIK PADA PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DARI SEGI PENYEDIA JASA SKRIPSI

A. Judul Implementasi Peraturan Bupati Trenggalek Nomor 85 Tahun 2011 tentang Layanan pengadaan secara elektronik dalam hal pelaksanaan teknis

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

-1- PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.01/MEN/2012 TENTANG

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KABUPATEN SITUBONDO

dalam mewujudkan pembangunan. Dilihat dari berbagai perspektif, kemajuan

SOSIALISASI PERPRES NO. 70 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERPRES NO. 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. atau individu dan biasanya melalui sebuah kontrak (Wikipedia,2008). 1. Meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh barang dan jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara pemerintah berkewajiban

BERITA NEGARA KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN EKONOMI KREATIF REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus melakukan pembangunan disegala bidang kehidupan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR LAYANAN PENGADAAN

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 165 TAHUN 2012

PENGELOLAAN TENDER PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG BERSIH DAN TRANSPARAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

KEBIJAKAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DAN APLIKASI SiRUP. Bagian Pengendalian Pembangunan dan LPSE Sekretariat Daerah Wonosobo

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian Timur ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. (Good Governance and Clean Government) adalah kontrol dan. pelaksana, baik itu secara formal maupun informal.

1. Mohon perhatikan Keterangan Penilaian sebelum mengisi kuisioner :

BAB 1 PENDAHULUAN. dan memperbaharui teknologi agar sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 233/PMK.01/2012 TENTANG

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

ANALISIS PENGADAAN BARANG DAN JASA KONSULTANSI ( Studi Kasus : Proyek Pemerintah ) Gatot Nursetyo. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pemerintah dalam menjalankan roda Pemerintahan dengan melalui

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BUPATI BENGKULU SELATAN

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK KEMENTERIAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang penting dalam perbaikan pengelolaan keuangan negara. Salah satu perwujudannya

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Presiden Nomor 4 Tahun 2015 adalah sebagai berikut ini.

1.1. Pejabat Pembuat Komitmen

Petunjuk Pengoperasian SPSE Verifikator

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada setiap perekonomian, dengan sistem perekonomian apapun, pemerintah senantiasa memegang peranan yang penting. Pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam sistem perekonomian sosialis dan sangat terbatas dalam sistem perekonomian kapitalis murni/liberal. Adam Smith mengemukakan teori bahwa pemerintah hanya mempunyai tiga fungsi: (1) untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan, dan (3) untuk menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta, seperti halnya dengan jalan, jembatan, dan lain-lain (Asliana, 2012). Fungsi pemerintah yang ketiga ini mewajibkan pemerintah menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat. Meskipun untuk mewujudkan tujuan secara efektif dan efisien seringkali pemerintah masih dihadapkan pada banyak persolan, seperti: keterbatasan akses informasi yang menyebabkan kebijakan yang dikeluarkan menimbulkan ekses distorsi. Namun peran pemerintah tetap diperlukan, terutama yang berkaitan dengan kestabilan makroekonomi, membangun infrastruktur, menyediakan barang publik, mencegah terjadinya kegagalan pasar, dan mendorong terjadinya pemerataan (Asliana,2012). Pengadaan Barang/Jasa merupakan bagian yang penting dalam instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya (Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012) Pasal 1 ayat (1), Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut pula, Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang efisien, terbuka dan kompetitif sangat diperlukan bagi ketersediaan Barang/Jasa yang terjangkau dan berkualitas, sehingga akan berdampak pada peningkatan publik. Selama ini proses pengadaan barang/jasa dilakukan dengan cara konvensional dimana langsung mempertemukan pihak-pihak yang terkait dalam pengadaan seperti penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa atau panitia pengadaan. Pengadaan yang dilakukan secara konvensional dinilai memiliki beberapa kelemahan yang banyak merugikan seperti mudahnya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) berkembang, serta kurang transparan (Lubis, 2006). Seringkali Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan secara manual/konvesional menjadi celah baik bagi panitia pengadaan maupun penyedia untuk melakukan persengkongkolan dengan memenangkan salah satu perusahaan yang memang sudah sering mengikuti tender dan dikenal baik oleh panitia lelangnya. Pengadaan konvensional juga membutuhkan waktu yang lama, sehingga dipandang menyia-nyiakan waktu dan biaya, kurangnya informasi serta kompetisi yang kurang sehat yang berakibat terhadap kualitas pengadaan, terjadi eksklusif terhadap pemasok potensial dan pemberian hak khusus terhadap pemasok tertentu (Tatsis et al, 2006). 2

Pada era globalisasi ini, perkembangan teknologi internet sudah mencapai kemajuan yang sangat pesat. Aplikasi internet sudah digunakan untuk e-commerce dan telah berkembang kepada pemakaian aplikasi internet di lingkungan pemerintahan yang dikenal dengan e-government. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, bahwa pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk kesejahteraan masyarakat, yang berdampak dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin baik di Indonesia tersebut, dunia pengadaan juga turut mengambil manfaat tersebut dengan membuat suatu sistem/aplikasi pengadaan secara elektronik atau yang dikenal dengan e- Procurement. Dengan adanya e-procurement, diharapkan dunia pengadaan di Indonesia akan mencapai pengadaan yang sesuai dengan 7 (tujuh) prinsip pengadaan yang tercantum dalam Perpres No. 54 tahun 2010 dan Perubahannya Pasal 5 yaitu efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Pelaksanaan e-procurement di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh Bappenas sebelum LKPP terbentuk, dengan menggunakan lima wilayah sebagai proyek percontohan yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Tengah dan Sumatera Barat. E-announcement (lelang dengan pengumuman serentak) merupakan tahap awal dari sistem e-procurement dimana didalamnya terdapat tahapan sosialisasi bagi semua pelaksana e-procurement (LKPP, 2009). Pilot 3

project tersebut dimulai dari informasi pengadaan dan pelatihan bagi semua pelaku usaha pada semua golongan. Pengadaan secara elektronik atau e-procurement tersebut diperlukan agar Pengadaan Barang/Jasa yang diselenggarakan Pemerintah dapat terlaksana dengan baik, sehingga dapat meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara (Setneg, 2012). Dengan demikian ketersediaan barang/jasa dapat diperoleh dengan harga dan kualitas terbaik, proses administrasi yang lebih mudah dan cepat, serta dengan biaya yang lebih rendah, sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik (Setneg, 2012). Sehingga dengan adanya e-procurement ini, tentunya akan semakin berkurang peluang-peluang yang timbul untuk dapat melakukan kecurangan dalam proses pengadaan, karena dalam lelang secara elektronik ini semua dilakukan melalui sistem dan terbuka. Bahkan, sebelum dokumen penawaran yang diberikan penyedia memasuki masa pembukaan penawaran, maka identitas perusahaan akan tersamarkan sehingga tidak ada yang tahu perusahaan apa saja yang memasukkan penawaran. Untuk mendukung pelaksanaan pengadaan berbasis elektronik tersebut, diperlukan suatu unit atau wadah yang khusus untuk mengoperasikan pengadaan secara elektronik tersebut yang diberi nama Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Dasar hukum pembentukan LPSE adalah Pasal 111 Perarturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya yang ketentuan teknis operasional LPSE juga diatur oleh Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 2 Tahun 2010 tentang Layanan Pengadaan Secara 4

Elektronik. LPSE dalam menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik juga wajib memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU-ITE). LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/lnstitusi Lainnya (K/L/D/I) untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik serta memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik. ULP/Pejabat Pengadaan pada Kementerian/Lembaga/Perguruan Tinggi/BUMN yang tidak membentuk LPSE dapat menggunakan fasilitas LPSE yang terdekat dengan tempat kedudukannya untuk melaksanakan pengadaan secara elektronik. Selain memfasilitasi ULP/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik LPSE juga melayani registrasi penyedia barang dan jasa yang berdomisili di wilayah kerja LPSE yang bersangkutan (LPSE LKPP). Berdasarkan data pada Smart Report Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), e-procurement di Indonesia sudah mulai diterapkan sejak tahun 2008, dan ada 11 intansi pemerintah yang sudah mendirikan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Jumlah tersebut meningkat setiap tahunnya, dan pada tahun 2014 ini sudah ada 590 Kementerian/Lembaga/Daerah/Institusi (K/L/D/I) di Indonesia yang menggunakan e-procurement atau hampir mencapai angka 100% sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 mengenai Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi pada 5

butir 147 yang mewajibkan seluruh pelelangan dilaksanakan secara elektronik. Hal tersebut berlaku juga di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang pengadaannya dilaksanakan melalui LPSE. Tabel 1: Data Jumlah LPSE di Indonesia Tahun 2008-2014 Implementasi LPSE 2008-2014 No. Deskripsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 2 LPSE System Provider LPSE Service Provider 11 30 98 273 501 547 590 0 3 39 42 42 55 20 3 LPSE 11 33 137 315 543 602 610 4 Prov. Terlayani 9 18 28 31 33 33 34 5 Instansi Terlayani 11 41 254 613 731 731 731 Sumber : http://report-lpse.lkpp.go.id/v2/beranda, diakses 27 Oktober 2014. 6

Tabel 2: Status Transaksi e-tendering LPSE 2008-2014 No Deskripsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Total 1 Jumlah Lelang 33 1.724 6.397 24.475 91.356 131.96 88.654 344.599 2 Nilai Pagu Selesai (Juta Rp) 42.898 3.137.595 12.971.803 38.163.399 145.724.645 214.286.561 126.148.315 540.475.215 3 4 5 Nilai Hasil Lelang (Juta Rp) Selisih Pagu dan Hasil Lelang (Juta Rp) Selisih Pagu dan Hasil Lelang (%) 36.286 2.618.650 11.585.138 33.688.791 128.966.245 192.490.242 6.612 518.945 1.386.665 4.474.608 16.758.400 21.796.319 Sumber : www.report-lpse.lkpp.go.id 115.335.123 10.813. 192 484.720.475 55.754. 741 15,41 16,54 10,69 11,72 11,50 10,17 8,57 10,32 Keterangan Tabel : Jumlah Lelang : Jumlah paket pengadaan di seluruh Indonesia dalam kurun waktu satu tahun Nilai Pagu Selesai : Batas nilai atau anggaran negara untuk melaksanakan pengadaan. Nilai Hasil Lelang : Nilai atau nominal yang harus dikeluarkan negara untuk membeli barang/jasa melalui lelang. Selisih Pagu dan hasil lelang : Selisih yang diperoleh dari pagu dikurang dengan nilai lelang. Semakin banyak selisihnya, maka semakin baik efisiensi atau penghematan negara yang diperoleh melalui pengadaan secara elektronik. Selisih Pagu dan hasil lelang : Selisih yang diperoleh dari pagu dikurang dengan nilai lelang. Semakin banyak selisihnya, maka semakin baik efisiensi atau penghematan negara yang diperoleh melalui pengadaan secara elektronik dihitung dengan persentase (%). Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah paket lelang di Indonesia terus meningkat cukup signifikan setiap tahunnya. Selisih antara nilai 7

pagu dengan hasil lelang juga diharapkan akan semakin meningkat, karena hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan efisiensi keuangan negara melalui pengadaan barang/jasa pemerintah. Sejak diimplementasikannya sistem pengadaan secara elektronik hingga saat ini, Indonesia telah berhasil melakukan penghematan hingga Rp. 55.754.741.000.000,- atau sekitar 10% dari pagu yang sudah disiapkan untuk pengadaan di seluruh K/L/D/I di Indonesia. LPSE LKPP telah ada sejak tahun 2009, namun pada awalnya masih berupa Service Provider atau secara sistem masih tergabung bersama Kementerian Keuangan. Berdasarkan data dari Smart Report LPSE, LPSE LKPP telah berdiri sendiri atau berubah menjadi System Provider sejak tahun 2011 dengan 16 paket pengadaan yang dilaksanakan secara elektronik. Jumlah paket pengadaan secara elektronik di LPSE LKPP terus meningkat setiap tahunnya hingga di tahun 2013 mencapai angka 338 paket pengadaan dalam satu tahun (Smart Report LPSE:2014). Bahkan, hingga saat ini masih ada beberapa satuan kerja yang belum memiliki LPSE sendiri, ikut lelang melalui LPSE LKPP. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, sesuai Perpres 54 tahun 2010 dan Perubahannya, prinsip dasar dari pengadaan adalah efisiensi, efektifitas, keterbukaan, persaingan, transparansi, dan adil/tidak diskriminatif, serta akuntabilitas dari pengadaan barang/jasa pemerintah. Dapat diketahui bahwa pengadaan secara elektronik (e-procurement) memberikan pengaruh dan perubahan yang cukup besar dalam dunia pengadaan di Indonesia khususnya 8

mengenai efisiensi. Sebelumnya pengadaan merupakan hal yang rawan akan terjadinya penyalahgunaan wewenang sehingga seringkali kasus korupsi banyak terjadi terkait pengadaan. Namun kini, dengan adanya e-procurement kasus-kasus negatif terkait pengadaan menjadi lebih berkurang dan diharapkan akan tidak ada lagi. Hal tersebut dapat terlihat dalam laporan monitoring dan evaluasi LPSE, dimana negara telah melakukan banyak penghematan anggaran dengan adanya sistem e-procurement tersebut. Dengan semakin banyaknya selisih antara pagu anggaran dengan hasil lelang yang telah dilaksanakan, maka akan semakin banyak pula efisiensi yang telah dilakukan oleh Indonesia, sehingga pemborosan negara akibat sektor pengadaan akan semakin menipis. Dengan demikian, pengadaan melalui sistem elektronik semakin digalakkan oleh pemerintah karena memberikan dampak positif bagi Indonesia. Sehingga, dikeluarkanlah Peraturan Kepala LKPP No. 18 Tahun 2012 mengenai e-tendering yang memuat tata cara pelaksanaan pelelangan secara elektronik agar semua proses pengadaan di seluruh instansi terutama di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah implementasi Pengadaan Secara Elektronik (e-procurement) di LKPP sudah sesuai dengan standar yang diterapkan? 2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pencapaian standar tersebut? 9

3. Apa saja upaya yang harus dilakukan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan tersebut? 1.4 Batasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi lingkup penelitian di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Alasan pemilihan tersebut didasari ketersediaan data yang mendukung pelaksanaan penelitian tersebut. Lokasi tempat dilakukan penelitian ini adalah di Unit Layanan Pengadaan (ULP) LKPP dan LPSE LKPP yang terletak di SME Tower Lt.17, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 94, Jakarta Selatan 12780. ULP merupakan kelompok kerja atau panitia pengadaan yang berwenang dan bertanggung jawab dalam melaksanakan proses pengadaan barang/jasa dari awal sampai akhir dengan periode waktu antara tahun 2011 sampai dengan 2013. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain : 1. Mengevaluasi implementasi e-procurement yang ada di LKPP apakah sudah sesuai dengan standar yang ditentukan. 2. Mengidentifikasikan faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan juga penghambat dalam implementasi sesuai standar tersebut. 3. Merumuskan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai standar tersebut. 10

1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari dilakukannya penelitian mengenai implementasi pengadaan secara elektronik, antara lain : a. Sebagai masukan bagi Pemerintah pada umumnya dan pelaksana pengadaan di LKPP pada khususnya dalam implementasi pengadaan secara elektronik (e- Procurement) mengenai faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat implementasi e-procurement yang sesuai dengan standar dan bagaimana upaya yang harus dilakukan. b. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca mengenai implementasi e-procurement di Indonesia pada umumnya dan di LKPP pada khususnya. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dibahas dalam 5 bab, yaitu: Bab I merupakan bab pendahuluan, terdiri dari sub-bab: Latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, susunan penelitian. Bab II berisi tinjauan pustaka yang memuat teori-teori yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian mengandung uraian tentang: bahan atau materi penelitian, serta data yang akan dikumpulkan. Tujuan dari bagian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data. 11

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan yang sifatnya terpadu. Bab V yang memuat simpulan dan saran. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang disimpulkan dari hasil penelitian, sementara saran dibuat berdasarkan pengalaman dan pertimbangan yang ditujukan kepada para peneliti dalam bidang sejenis yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sudah diselesaikan. 12