BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai

BAB I PENDAHULUAN. dunia kerja nantinya. Perguruan Tinggi adalah salah satu jenjang pendidikan setelah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. Tinjauan Pustaka

GAMBARAN DISONANSI KOGNITIF PADA MAHASISWA PELAKU PROKRASTINASI AKADEMIK DI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku prokrastinasi itu sendiri membawa dampak pro dan kontra terhadap

2014 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKAD EMIK D ALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI PAD A MAHASISWA PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. informal (seperti pendidikan keluarga dan lingkungan) dan yang terakhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. non-formal dan informal. Setiap jenis pendidikan tersebut memiliki tujuan yang

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN. Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu Fakultas yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang. kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa digolongkan pada tahap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Bandura self efficacy adalah kepercayaan individu pada kemampuannya untuk

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yang

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Bab ini akan dibahas beberapa landasan teori sebagai dasar untuk melihat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Riska Tyas Perdani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Perguruan Tinggi sebagai salah satu jenjang pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, setiap orang dituntut untuk memiliki keahlian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Solihah, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan masa yang memasuki masa dewasa, pada masa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta cakupan dan batasan masalah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah tertentu. Siswa SMP dalam tahap perkembangannya digolongkan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutlah ilmu setinggi bintang di langit, merupakan semboyan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mengutamakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan dapat bertanggung jawab di dunia sosial. Mengikuti organisasi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, terutama di kalangan mahasiswa. Berdasarkan hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. di perguruan tinggi dengan jurusan tertentu. Mahasiswa diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 9 PADANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Universitas Bina Nusantara yang sedang mengerjakan skripsi. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. bidang akademik, dimana hasil akhir pendidikan dapat mempengaruhi masa depan seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Istilah procrastination berasal dari bahasa latin procrastinare dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju. dengan tata cara hidup orang dewasa (Ali dan Ansori, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. siswa. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Singkat Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat menjadi generasi-generasi yang tangguh, memiliki komitmen terhadap

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perguruan tinggi di Bandung sudah sangat banyak, sehingga

Pengaruh Fear Of Failure Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Program Akselerasi

BAB II LANDASAN TEORI. atau organisasi) yang dijalin dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik. seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah perannya sebagai seorang mahasiswa. Banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang dan karenanya kita dituntut untuk terus memanjukan diri agar bisa

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pada setiap individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, atau statusnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas. Sebuah pendidikan terjadi proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tugas. Terkadang manusia merasa semangat untuk melakukan sesuatu namun

BAB I PENDAHULUAN. menjalani jenjang pendidikan di universitas atau sekolah tinggi (KBBI, 1991). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu perubahan yang dialami oleh individu dalam masa emerging

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maju dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi prokrastinasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa, juga memiliki intelektual akademik yang baik demi menghadapi era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

PENDAHULUAN. sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting. Mahasiswa sebagai subjek yang

BAB II LANDASAN TEORI. Kata prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi. Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dari kata pro yang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu syarat tercapainya Sumber Daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik.tidak dipungkiri lagi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Oleh sebab itu, sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kancah psikologi, fenomena prokrastinasi merupakan istilah lain dari

sendiri seperti mengikuti adanya sebuah kursus suatu lembaga atau kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya masing-masing.

BAB 1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

Pengaruh Prokrastinasi Terhadap Kecurangan Akademik Pada Mahasiswa Yang Bekerja

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

HUBUNGAN ANTARA PEMALASAN SOSIAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK. S K R I P S I Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk membagi waktunya dengan baik dalam menyelesaikan

HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FIP UNJ

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Andalas dengan beban sebesar empat satuan kredit semester (SKS),

2016 PROFIL PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA BERDASARKAN TEORI ENAM TIPE PROKRASTINASI DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disonansi Kognitif 2.1.1 Definisi Disonansi Kognitif Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak konsisten yang menyebabkan ketidaknyamanan Psikologis serta memotivasi orang untuk berbuat sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi. Istilah disonansi/disonan berkaitan dengan istilah konsonan dimana keduanya mengacu pada hubungan yang ada antara elemen. Elemen-elemen yang dimaksud adalah elemen kognitif (Festinger, 1957). Hubungan antara elemen kognitif yang konsonan berarti adanya suatu kesesuaian antara elemen kognitif manusia (Festinger, 1957 dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Sementara hubungan yang disonan seperti yang juga diungkapkan oleh Festinger (1957) : These two elements are in a dissonant relation if, considering these two alone, the observe of one element would follow from the other Contoh hubungan yang disonan antara elemen kognitif menurut Festinger (1957) yaitu jika seseorang tahu bahwa ia sedang terlilit hutang dan dia membeli sebuah mobil baru, maka akan terjadi hubungan yang disonan antara kedua elemen kognitif tersebut. Festinger juga menyatakan bahwa hubungan yang konsonan antara elemen kognitif menghasilkan perasaan yang menyenangkan,

sementara hubungan yang disonan akan menyebabkan perasaan yang tidak enak atau tidak nyaman pada individu. Perasaan tidak nyaman yang terbentuk akibat hubungan yang disonan tersebut memotivasi individu untuk melakukan sesuatu agar disonansi itu dapat dikurangi sehingga mereka akan merasa nyaman kembali (1957, dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006). Setiap hubungan yang disonan tentu saja tidak sama besarnya, dimana Festinger (dalam Breckler, Olson, & Wiggins, 2006) menyatakan bahwa tingkat kepentingan dari elemen-elemen kognitif mempengaruhi besarnya disonansi yang terjadi. Semakin penting atau semakin bernilainya suatu elemen kognitif akan mempengaruhi besarnya hubungan yang disonan antara elemen tersebut. Breckler, Olson, & Wiggins, (2006) juga menyatakan bahwa disonansi antara elemenelemen kognitif yang penting akan menyebabkan perasaan negatif yang lebih besar dibandingkan disonansi pada elemen-elemen yang kurang penting. Sebagai contoh yaitu, melukai perasaan sahabat akan lebih menimbulkan disonansi yang besar dibanding ketika melukai perasaan orang asing. 2.1.2 Sumber Disonansi Kognitif Menurut Festinger (1957) sumber-sumber disonansi kognitif, antara lain : 1. Inkonsistensi Logis (Logical Inconsistency) Disonansi yang terjadi karena ketidaksesuaian elemen kognitif dengan halhal logis yang ada. Contoh inkonsistensi logis yang dikemukakan oleh Sarlito (1998) keyakinan bahwa air membeku pada 0 º C, secara logis tidak konsisten dengan keyakinan bahwa es balok tidak akan mencair pada 40 º C.

2. Nilai-nilai Budaya (Culture Mores) Perbedaan budaya yang menyebabkan terjadinya disonansi kognitif. Contohnya: makan dengan tangan di pesta resmi di Eropa menimbulkan disonansi, tetapi makan dengan tangan di warung di Jakarta dirasakan sebagai konsonan (Sarlito, 1998). 3. Pendapat Umum (Opinion Generality) Disonansi dapat terjadi apabila pendapat yang dianut banyak orang dipaksakan kepada pendapat perorangan. Contohnya: seorang remaja yang senang menyanyi lagu keroncong. Hal ini menimbulkan disonansi karena pendapat umum percaya bahwa lagu keroncong hanya merupakan kegemaran orang-orang tua (Sarlito, 1998). 4. Pengalaman Masa Lalu (Past Experience) Jika kognisi tidak konsisten dengan pengetahuan pada pengalaman masa lalu, maka akan muncul disonansi. Contoh dari pengalaman masa lalu yang menjadi sumber disonansi kognitif menurut Sarlito (1998) berdiri di hujan tidak basah. Keadaan ini disonan karena tidak sesuai dengan pengalaman masa lalu. 2.1.3 Cara Mengurangi Disonansi Kognitif Adanya disonansi meningkatkan tekanan untuk mengurangi atau bahkan mengeleminasi disonansi tersebut. Semakin besar suatu disonansi kognitif yang terjadi, maka intensitas perilaku yang dikeluarkan untuk mengurangi disonansi

tersebut akan semakin meningkat serta perilaku penghindaran yang dapat meningkatkan disonansi juga akan semakin sering dilakukan (Festinger, 1957). Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi disonansi Kognitif menurut Festinger (1957) yaitu : 1. Mengubah Elemen Kognitif Tingkah Laku Ketika disonansi terjadi antara elemen kognisi lingkungan dengan elemen tingkah laku, disonansi dapat dihilangkan dengan cara mengubah elemen kognisi tingkah laku agar konsonan dengan elemen lingkungan. Sebagai contoh adalah orang yang merokok dan dia tau bahwa rokok dapat menyebabkan kanker paru-paru, akan berhenti merokok untuk menghilangkan disonansi kognitif yang dia rasakan. Cara ini paling sering dilakukan, tetapi tidak selalu dapat dilakukan karena mengubah tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan tidaklah mudah. 2. Mengubah Elemen Kognitif Lingkungan Mengubah elemen lingkungan agar konsonan dengan elemen kognitif tingkah laku dapat dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan disonansi kognitif yang terjadi. Hal ini tentu saja lebih sulit dibandingkan mengubah elemen tingkah laku karena individu harus punya kontrol yang cukup terhadap lingkungannya. 3. Menambah Elemen Kognitif yang Baru Disonansi kognitif juga dapat dikurangi dengan cara menambah elemen kognitif yang baru agar konsonan dengan elemen kognitif yang lain.

Dengan menambah elemen kognitif yang baru maka disonansi kemungkinan akan berkurang dengan menurunkan tingkatan dari pentingnya disonansi tersebut. Contohnya orang yang merokok dan tau efek negatif dari merokok akan mengurangi disonansi kognitif yang terjadi dengan cara mencari informasi terkait perilaku merokok yang dapat menurunkan disonansi kognitif secara keseluruhan, seperti informasi bahwa konsumsi minuman keras lebih mematikan dari pada perilaku merokok. Lewat cara ini berarti individu juga secara aktif menghindari informasi yang dapat meningkatkan disonansi kognitif yang mereka alami. Menurut Breckler, Olson, & Wiggins, (2006) cara mereduksi disonansi kognitif tersebut juga dapat dilakukan lewat rasionalisasi, yaitu meyakinkan diri sendiri bahwa perilaku yang dilakukan saat ini atau di masa lampau semuanya masuk akal dan dapat diterima. Sedangkan menurut Simon, Greenberg, & Brehm (1995, dalam Baron & Byrne, 2000 ) trivialization atau secara mental meminimalisir tingkat kepentingan dari sikap atau perilaku yang tidak konsisten, juga dapat dilakukan sebagai tehnik untuk mengurangi disonansi kognitif yang dialami. 2.2 Prokrastinasi 2.2.1 Definisi Prokrastinasi Menurut Solomon dan Rothblum (1984) prokrastinasi adalah penundaan yang disengaja dalam memulai atau menyelesaikan suatu tugas. Sedangkan menurut Tuckman dan Sexton (1989, dalam Lee, 2005) prokrastinasi adalah kurangnya regulasi diri atau kecenderungan untuk menunda bahkan menghindari

secara sadar suatu aktivitas. Prokrastinasi bukan hanya menyangkut buruknya pengelolaan waktu dan kekurangan dalam kebiasaan belajar melainkan suatu proses kompleks yang melibatkan komponen afektif, kognitif dan perilaku (Solomon & Rothblum, 1984). Blunt dan Pychyl (1998) serta Harriot dan Ferrari (1996) menemukan bahwa prokrastinasi telah menjadi fenomena umum dalam populasi yang besar, baik itu orang dewasa ataupun pelajar (dalam Chu & Choi, 2005) 2.2.2 Prokrastinasi Akademik Penundaan yang biasa dilakukan oleh pelajar atau mahasiswa disebut prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik menurut Rothblum, Solomon & Murakami (1986) adalah kecenderungan untuk selalu atau hampir selalu menunda tugas akademik dan selalu atau hampir selalu megalami perasaan tidak nyaman terkait penundaan tersebut. Menurut Senecal et al. (1995) prokrastinasi akademik dapat dipahami lewat pelajar seharusnya tahu atau diharapkan berkeinginan untuk menyelesaikan tugas akademik tetapi gagal melakukan aktivitas tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan (dalam Fatimah, Lukman, Khairudin, Shahrazad, dan Halim, 2011). Berdasarkan hasil temuan para ahli dilaporkan bahwa prokrastinasi akademik banyak terjadi di kalangan mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan S1 (undergraduate) (Rothblum et al., 1986; Clark dan Hill, 1994; Day et al., 2000; O Brien, 2002; Ozer, 2005; dalam Sirin, 2011). Prokrastinasi akademik menurut Lay & Schouwenberg (1993, dalam Fatimah, Lukman, Khairudin, Shahrazad, dan Halim, 2011) berkontribusi terhadap performa akademik yang buruk secara keseluruhan dan berbagai aktivitas

akademik lainnya serta prokrastinasi ini biasa dilakukan saat aktivitas alternative lain yang lebih menarik muncul. 2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Prokrastinasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solomon & Rothblum (1984) diketahui beberapa faktor yang menjadi penyebab orang melakukan prokrastinasi yaitu : 1. Takut Gagal (Fear of Failure) Faktor ini berhubungan dengan kecemasan terhadap ekspektasi dari orang lain (evaluation anxiety), perfectionism, dan kurangnya kepercayaan diri. 2. Task Aversiveness Adalah sesuatu yang membuat individu menunda mengerjakan tugas yang tidak disukai sehingga berujung kepada prokrastinasi. Task aversiveness disebabkan oleh kualitas suatu tugas yang dapat membuat individu merasa tidak nyaman secara Psikologis ketika harus melakukannya (www.taskmanagementguide.com) 3. Ketergantungan (Dependency) Adanya ketergantungan terhadap orang lain sehingga ketika mahasiswa tidak menemukan seseorang yang dapat membantunya melakukan tugas, ia akan cenderung untuk melakukan prokrastinasi. 4. Pengambil Resiko (Risk-taking)

Adanya sensasi tertantang dalam mengerjakan tugas di akhir waktu. 5. Kurangnya Tuntutan (Lack of assertion) Kurangnya ketegasan diri dalam memulai mengerjakan tugas 6. Pemberontakan Terhadap Kontrol (Rebellion Against Control) 7. Kesulitan Dalam Mengambil Keputusan (Difficulty Making Decision) Kesulitan membuat keputusan seperti menentukan topik dan kapan harus memulai mengerjakan tugas 2.2.4 Dampak dari Prokrastinasi Akademik Prokrastinasi memiliki berbagai dampak yang bersifat negatif dan positif. Menurut Solomon, dan Murakami (1986, dalam Lee, 2005) prokrastinasi akademik yang dilakukan pelajar akan berdampak buruk terhadap performa akademis, berkemungkinan menyebabkan rasa lelah yang berkepanjangan, serta menurunnya prestasi akademik. Hal ini diperkuat oleh Husain & Sultan (2010, dalam Fatimah, Lukman, Khairudin, Shahrazad, dan Halim, 2011) bahwa prokrastinasi akademik dapat mempengaruhi peran serta pelajar dalam kegiatan di kelas atau diskusi kelompok, pengumpulan tugas, persiapan untuk ujian serta prestasi akademik. Scher & Osterman (2003) juga menambahkan bahwa prokarastinasi akademik dianggap sebagai rintangan untuk mencapai kesuksesan dalam bidang akademis (dalam Fatimah, Lukman, Khairudin, Shahrazad, dan Halim, 2011).

Selain berdampak buruk terhadap performa akademis, prokrastinasi juga memiliki efek negatif terhadap keadaan Psikologis individu, seperti yang dikemukakan oleh Baumeister (1984) prokrastinasi merugikan bagi kesehatan emosional seseorang, walaupun mereka merasa bahwa mereka dapat bekerja lebih baik dibawah tekanan (dalam Bui, 2007). Tice & Baumeister (1997, dalam Chu & Choi, 2005) menambahkan bahwa prokrastinasi akademik menyebabkan stress yang tinggi serta kesehatan yang buruk bagi individu yang melakukannya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa prokrastinasi tidak hanya memberikan dampak negatif kepada individu yang melakukannya. Prokrastinasi juga memiliki andil dalam memberikan efek positif walaupun hanya bersifat sementara. Menurut Baumeister, Heatherton, & Tice (1994, dalam Cho & Choi, 2005) prokrastinasi dapat dipandang sebagai cara untuk mengatur emosi negatif karena orang yang terbiasa melakukan penundaan akan lebih rendah tingkat stressnya saat deadline sudah di depan mata. Dampak positif dari prokrastinasi juga diperkuat oleh Knaus (2000) bahwa dengan melakukan prokrastinasi individu menjadi lebih siap dalam mengerjakan tugas karena sebelumnya ia sudah memiliki banyak informasi yang didapat dari hasil penundaan yang dilakukan (dalam Cho & Choi, 2005). 2.3 Mahasiswa Kamisa (1997) mengartikan bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan tinggi. Pada umumnya mahasiswa pada jenjang sarjana regular yang melanjutkan studinya langsung dari SMA berada pada rentang usia 18-25 tahun. Dari segi tahap perkembangan, Santrock (2008) berpendapat bahwa

rentang usia ini termasuk ke dalam masa transisi dari tahap remaja ke dewasa (emerging adulthood) yang penuh dengan perubahan dalam hidup. Pada masa ini, individu umumnya telah mampu bertanggung jawab untuk membuat keputusannya sendiri, namun belum atau baru lulus dari tingkat pendidikan yang diinginkan, belum sepenuhnya mandiri secara financial, dan masih mencari-cari jalur karir yang cocok bagi dirinya.

2.4 Kerangka Berfikir Mahasiswa Tugas Perkuliahan Belajar untuk ujian Prokrastinasi Akademik Inkonsistensi Logis Nilai-nilai budaya Pengalaman Masa Lalu Pendapat Umum DISONANSI KOGNITIF KECEMASAN Mengubah Elemen Kognitif Tingkah Laku Menambah Elemen Kognitif Baru Mengubah Elemen Kognitif Lingkungan

Sebagai seorang mahasiswa, mengerjakan berbagai tugas perkuliahan dan belajar untuk ujian adalah tanggung jawab yang harus dilakukan. Tetapi terkadang muncul rasa malas dan banyak alasan lain yang membuat mahasiswa melakukan penundaan dalam memenuhi tanggung jawab akademik mereka. Hal inilah yang disebut dengan prokrastinasi akademik. Prokrastinasi akademik adalah tindakan yang kurang sesuai dan tidak seharusnya dilakukan oleh mahasiswa, sehingga bila mahasiswa tetap melakukan penundaan padahal ia tahu bahwa perilaku itu tidak benar, besar kemungkinan mahasiswa tersebut megalami disonansi kognitif terhadap perilaku perilaku prokrastinasi akademik. Disonansi kognitif hampir selalu dialami manusia ketika ia berada pada situasi konflik, seperti prokrastinasi. Begitu juga dengan mahasiswa Bina Nusantara berkaitan perilaku prokrastinasinya. Terdapat empat sumber yang menyebabkan keadaan yang disonan pada elemen kognitif manusia, sumber itu antara lain : inkonsistensi logis, nilai-nilai budaya, pendapat umum, dan pengalaman masa lalu. Prokrastinasi yang dilakukan mahasiswa Universitas Bina Nusantara menimbulkan kecemasan atau perasaan tidak nyaman yang menggambarkan kondisi disonannya. Ketika individu telah mengalami disonansi pada elemen kognitifnya, akan muncul sebuah dorongan untuk mengurangi disonansi tersebut. Cara untuk mengurangi disonansi kognitif antara lain: mengubah elemen kognitif tingkah laku, mengubah elemen kognitif lingkungan, dan menambah elemen kognitif baru. Cara mengurangi disonansi kognitif yang paling banyak dilakukan adalah dengan mengubah elemen kognitif tingkah laku sesuai dengan teori disonansi kognitif dari Festinger (1957).